Sabtu, 03 November 2012

"Orang yang Berada "Di Dalam Api" & Yang Berada "Di Sekeliling Api"





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 118
    
Orang Yang Berada “Di Dalam Api” &
Yang Berada “Di Sekeliling  Api”    


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam   bagian akhir Bab   sebelumnya  telah dikemukakan bahwa hanya dalam waktu 23 tahun saja, Nabi Besar Muhammad saw. telah mampu menciptakan revolusi akhlak dan ruhani di kalangan bangsa Arab jahiliyah  yang berada dalam kesesatan yang nyata (QS.62:3-5) berubah menjadi   manusia-manusia malaikat” yang disebut “khayrul ummah” (umat terbaik – QS.2:144; QS.3:111).
      Kesuksesan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut bukan hanya membuktikan kebenaran adanya Hari Kebangkitan di alam akhirat, bahkan di dalam kehidupan dunia ini  pun kebangkitan akhlak dan ruhani tersebut benar-benar telah terjadi, sebab  keadaan bangsa Arab jahiliyah yang keadaannya seperti “tulang-tulang berserakan” tiba-tiba saja berubah menjadi “satu tubuh yang utuh dan hidup” melalui Nabi Besar Muhammad saw., setelah mereka berpegang teguh kepada “Tali Allah”,  yakni Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran  (QS.3:103-105).
      Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. sebelum ini mengenai ketidak-bersyukuran insan (manusia) – yakni orang-orang kafir -- kepada Allah Swt. yang telah menganugerahkan berbagai kemampuan melebihi makhluk-makhluk  lainnya:
اَوَ لَمۡ یَرَ الۡاِنۡسَانُ  اَنَّا خَلَقۡنٰہُ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ  فَاِذَا ہُوَ  خَصِیۡمٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّ نَسِیَ خَلۡقَہٗ ؕ قَالَ مَنۡ  یُّحۡیِ  الۡعِظَامَ  وَ  ہِیَ  رَمِیۡمٌ ﴿۷۸﴾  قُلۡ یُحۡیِیۡہَا الَّذِیۡۤ  اَنۡشَاَہَاۤ  اَوَّلَ  مَرَّۃٍ ؕ وَ  ہُوَ  بِکُلِّ  خَلۡقٍ عَلِیۡمُۨ  ﴿ۙ﴾  
Apakah insan (manusia) tidak melihat bahwasanya  Kami telah menciptakan dia dari setetes air mani lalu tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata?  Dan ia mengemukakan  perumpamaan mengenai Kami dan ia melupakan penciptaan dirinya sendiri, ia berkata:  Siapakah yang akan menghidupkan tulang itu setelah hancur-luluh?” Katakanlah: “Dia-lah Yang menghidupkannya, Yang menciptakannya pertama kali, dan Dia Maha Mengetahui keadaan setiap makhluk. (Yā Sīn [36]:78-80).

Kebangkitan Ruhani di Dunia

        Ketidak-percayaan insan (manusia)  -- yakni kaum-kaum purbakala -- terhadap adanya hari Kebangkitan di alam akhirat  yang  dikemukakan oleh para rasul Allah tersebut,  terjadi juga para kaum Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا  وَّ  رُفَاتًاءَ اِنَّا  لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ  خَلۡقًا جَدِیۡدًا ﴿ ﴾   قُلۡ  کُوۡنُوۡا  حِجَارَۃً   اَوۡ  حَدِیۡدًا ﴿ۙ ﴾  اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ مَنۡ یُّعِیۡدُنَا ؕ قُلِ الَّذِیۡ فَطَرَکُمۡ   اَوَّلَ مَرَّۃٍ ۚ فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ  قُلۡ  عَسٰۤی  اَنۡ  یَّکُوۡنَ  قَرِیۡبًا ﴿ ﴾   یَوۡمَ  یَدۡعُوۡکُمۡ فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ  تَظُنُّوۡنَ   اِنۡ   لَّبِثۡتُمۡ   اِلَّا   قَلِیۡلًا  ﴿٪ ﴾
Dan mereka berkata:  Apakah apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan di-bangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”    Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,   atau makhluk yang nampak-nya terkeras  dalam pikiran kamu, kamu pasti akan dibangkitkan lagi.”  Maka pasti mereka akan mengatakan:  Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakanlah: “Dia Yang telah menjadikan kamu pertama kali.” Maka pasti mereka akan menggelengkan kepalanya terhadap engkau dan berkata: Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu dekat.  Yaitu pada hari ketika Dia   memanggil kamu lalu kamu menyambut dengan memuji-Nya dan kamu akan beranggapan bahwa  kamu tidak tinggal di dunia kecuali hanya sebentar.” (Bani Israil [17]:50:53).
     Kalimat “Katakanlah: “Jadilah kamu batu atau besi,   atau makhluk yang nampaknya terkeras  dalam pikiran kamu, kamu pasti akan dibangkitkan lagi”  dapat dianggap mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa meskipun seandainya hati mereka menjadi keras seperti besi atau batu atau suatu benda lain semacam itu, namun demikian   Allah Swt.  akan menimbulkan di antara mereka perubahan segar yang kedatangannya Dia takdirkan melalui  Nabi Besar Muhammad  saw. (QS.57:17-18), sehingga bangsa Arab yang disebut kaum jahiliyah, yang berada dalam kesesatan yang nyata (QS.62:3-5),  hanya dalam waktu 23 tahun saja telah berubah menjadi “manusia-manusia malaikat” yang disebut “khayrul ummah” (umat terbaik – QS.2:144; QS.3:111).
        Atau dapat pula diartikan menjawab keragu-raguan mereka mengenai hari kebangkitan, seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya, seraya berkata kepada mereka, bahwa mereka tidak dapat menghindarkan diri dari azab Ilahi, seandainya mereka akan berubah menjadi besi atau batu atau suatu benda keras yang lain.

“Pohon Hijau” & Nyala “Api Tauhid Ilahi”

     Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “pohon hijau” yang mampu menimbulkan api:
الَّذِیۡ جَعَلَ لَکُمۡ مِّنَ الشَّجَرِ الۡاَخۡضَرِ نَارًا  فَاِذَاۤ  اَنۡتُمۡ مِّنۡہُ  تُوۡقِدُوۡنَ ﴿﴾
Dia Yang telah menjadikan bagi kamu api dari pohon yang hijau itu, lalu lihatlah darinya kamu menyalakan api. (Yā Sīn [36]:81).
      “Pohon hijau” agaknya sebangsa pohon yang mengandung getah damar dan dahan-dahannya mudah menyala dan terbakar, bila terjadi pergesekan antara dahan-dahannya itu oleh hembusan angin; maksud yang tersimpul di dalamnya yaitu  bahwa seperti halnya api timbul akibat pergesekan antara dahan-dahan pohon, demikian pula kehidupan ruhani timbul bila kaum yang lemah keruhaniannya mengadakan perhubungan dengan seorang nabi Allah atau seorang mushlih rabbani.
        Karena bangsa Arab   telah  beriman kepada rasul Allah  yang memiliki akhlak dan ruhani serta quat qudsiyah (daya pensucian ruhani) yang paling sempurna – yakni Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:128-130; QS.3:32; QS.33:33; QS.53:2-19; QS.62:3-5; QS.68:2-8) yang bergelar Khātaman Nabiyyīn (QS,33:41) – maka nyala api  kecintaan kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammmad saw. yang terjadi di kalangan bangsa Arab pun merupakan  nyala api Tauhid Ilahi” yang paling sempurna dari segala seginya dibandingkan dengan kaum-kaum para rasul Allah sebelumnya, benarlah firman-Nya berikut ini mengenai  pengalaman ruhani Nabi Musa a.s. melahat tajalli (penampakan) Allah Swt. berupa “api”:
وَ اِنَّکَ لَتُلَقَّی الۡقُرۡاٰنَ مِنۡ لَّدُنۡ حَکِیۡمٍ عَلِیۡمٍ ﴿۶﴾   اِذۡ  قَالَ مُوۡسٰی لِاَہۡلِہٖۤ  اِنِّیۡۤ   اٰنَسۡتُ نَارًا ؕ سَاٰتِیۡکُمۡ مِّنۡہَا بِخَبَرٍ اَوۡ اٰتِیۡکُمۡ بِشِہَابٍ قَبَسٍ لَّعَلَّکُمۡ تَصۡطَلُوۡنَ ﴿۷﴾  فَلَمَّا جَآءَہَا نُوۡدِیَ اَنۡۢ بُوۡرِکَ مَنۡ فِی النَّارِ وَ مَنۡ  حَوۡلَہَا ؕ وَ سُبۡحٰنَ اللّٰہِ رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿۸﴾  یٰمُوۡسٰۤی  اِنَّہٗۤ  اَنَا اللّٰہُ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ۙ﴿۹﴾
Dan sesungguhnya engkau benar-benar menerima Al-Quran dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui.   Ingatlah ketika Musa berkata kepada keluarganya: “Sesungguhnya aku melihat suatu api, aku segera akan membawa bagi kamu darinya kabar,  atau aku akan membawa bagi kamu bara yang menyala-nyala, supaya kamu dapat berdiang diri.”  Maka tatkala ia mendatanginya ia dipanggil oleh suatu suara: “Beberkatlah siapa yang ada dalam api dan orang yang ada di sekelilingnya,  dan Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam.  Ya Musa, sesungguhnya Akulah Allah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana, (Al-Naml [27]:7-10).
          Ayat 7   merupakan penolakan yang tegas terhadap tuduhan  bahwa Nabi Besar Muhammad saw. telah menulis gagasan-gagasan sendiri dan menghimpunnya dalam bentuk sebuah kitab, lalu menyebutnya Al-Quran, dan merupakan pernyataan yang tidak bisa dibantah, bahwa beliau saw. menerima Al-Quran langsung dari Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
        Apa yang telah nampak kepada Nabi Musa s.s.  bukanlah api sebenarnya, sebab seandainya  demikian tentu beliau  akan mempergunakan ungkapan “aku telah melihat api itu,” dan bukan “aku telah melihat suatu api.” Pada hakikatnya pemandangan yang nampak kepada Nabi Musa a.s.adalah sebuah kasyaf (pemandangan gaib); “api" melambangkan cinta Ilahi.
       Patut diperhatikan bahwa kebanyakan kejadian utama yang bertalian dengan Nabi Musa a.s.   seperti telah dicantumkan dalam Al-Quran  -- misalnya peristiwa  berubahnya tongkat menjadi “ular” (QS.7:188; QS.20:20; QS.27:11; QS.28:32QS.27:11) atau  peristiwa  tajjali Allah Swt. ke atas gunung (QS.7:144) -- bukanlah kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi di alam jasmani ini, melainkan hanyalah kasyaf-kasyaf yang melambangkan pertanda-pertanda besar dalam rangka perkembangan ruhani beliau dan tugas kenabian beliau.  seperti ayat yang sedang dibahas ini memberikan satu contoh demikian.

Orang Yang Berada di Dalam Api & 
Yang Berada di Sekeliling Api

       Ungkapan “Beberkatlah siapa yang ada dalam api dan orang yang ada di sekelilingnya” itu dapat diartikan, (a) yang sedang mencari-cari api, dan yang dekat dengannya; (b) yang benar-benar ada dalam api dan yang sedang dan hampir memasukinya. “Api” melambangkan api kecintaan Ilahi atau api percobaan dan bencana (QS.2:156).  Api itu hanyalah suatu perwujudan Ilahi yang memancarkan nyala dan menerangi segala sesuatu di dekatnya.
       Dari seluruh rasul Allah yang benar-benar telah memasuki “api Tauhid Ilahi” secara sempurna hanyalah Nabi Besar Muhammad saw.. Dengan demikian  yang dimaksud dengan kalimat “Beberkatlah siapa yang ada dalam api dan orang yang ada di sekelilingnya  adalah Nabi Besar Muhammad saw. dan para rasul Allah yang diutus sebelum beliau saw..
        Dalam firman Allah Swt. tersebut Nabi Musa a.s. berkata “Sesungguhnya aku melihat suatu api, aku segera akan membawa bagi kamu darinya kabar,  atau aku akan membawa bagi kamu bara yang menyala-nyala, supaya kamu dapat berdiang diri.”  Beliau tidak mengatakan “aku akan membawa api” melainkan “aku akan membawa bagi kamu bara yang menyala-nyala, supaya kamu dapat berdiang diri.”
          Perkataan Nabi Musa a.s. tersebut mensiratkan bahwa misi kenabian beliau a.s. bagi Bani Israil hanya mampu membawa “bara yang menyala” dari “nyala ApiTauhid Ilahi, sehingga pengaruhnya bagi kaum  beliau hanya sebatas dapat “menghangatkan diri”.
      Kenyataan itulah yang terjadi dengan Bani Israil, sebab mereka sekali pun seringkali menyaksikan berbagai mukjizat yang diperlihatkan oleh Nabi Musa a.s. atas perintah Allah Swt., tetapi mereka seringkali  menyakiti hati Nabi Musa a.s.  (QS.33:70; QS.61:6) dengan berbagai tuntutan dan pembangkangan yang mereka lakukan, misalnya pembangkangan mereka ketika diajak Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. untuk memasuki "negeri yang dijanjikan" (QS.5:21-27).
          Berbeda dengan Nabi Besar Muhammad saw. yang telah sepenuhnya “terjun” ke dalam “kobaran api Tauhid Ilahi  maka para pengikut beliau saw. yang berada di sekeliling beliau saw. bukan hanya memperoleh “kehangatan”  -- seperti berdiang di sekitar “bara api” --  melainkan benar-benar dalam jiwa mereka telah muncul “panas api Tauhid Ilahi,” yang bahkan mampu menularkannya  kepada orang-orang yang dekat dengan para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  tersebut.
      Bahkan di Akhir Zaman ini salah seorang pengikut sempurna Nabi Besar Muhammad saw. – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. --  karena  beliau enar-benar telah fana (tenggelam) dalam kecintaan kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.4:70-71)  maka ia pun – seperti halnya majikannya, Nabi Besar Muhammad saw. -- telah  berada di dalam kobaran “api Tauhid Ilahi”, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿۳﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf  seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata,    Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara me-reka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

(Bersambung).

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 4 November 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar