بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 115
Kaum-kaum Purbakala
yang Diazab Allah Swt.
yang Diazab Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian Bab
sebelumnya Allah Swt. dalam Al-Quran
telah mengemukakan tiga tingkat keyakinan (yakin) dalam Surah Al-Takatstsur atas dasar pengalaman kehidupan duniawi yang dijalani manusia
dengan melampaui batas, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡہٰکُمُ التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾
حَتّٰی زُرۡتُمُ الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾ کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾ کَلَّا لَوۡ
تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾ لَتَرَوُنَّ الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ
الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿ ﴾ ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿ ﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Dalam upaya memperbanyak kekayaan telah melalaikan kamu, hingga kamu sampai di kuburan. Sekali-kali
tidak, segera kamu akan mengetahui, kemudian,
sekali-kali tidak demikian, segera kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui
hakikat itu dengan ilmu yakin,
niscaya kamu akan melihat Jahannam,
Kemudian kamu niscaya akan melihatnya dengan mata
yakin. Kemudian pada hari itu kamu pasti
akan ditanya (diminta pertanggungjawaban) mengenai kenikmatan. (Al-Takatstsur [102]:1-9).
Kembali kepada pokok pembahasan dalam Surah
Ya Sin 72-74, bahwa sebagaimana Allah Swt. menganugerahkan rezeki jasmani, demikian juga halnya dengan rezeki ruhani untuk kepentingan perkembangan akhlak dan ruhani manusia,
firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا
خَلَقۡنَا لَہُمۡ مِّمَّا عَمِلَتۡ اَیۡدِیۡنَاۤ
اَنۡعَامًا فَہُمۡ لَہَا
مٰلِکُوۡنَ ﴿﴾ وَ ذَلَّلۡنٰہَا لَہُمۡ فَمِنۡہَا رَکُوۡبُہُمۡ وَ مِنۡہَا یَاۡکُلُوۡنَ ﴿﴾
وَ لَہُمۡ فِیۡہَا
مَنَافِعُ وَ مَشَارِبُ ؕ اَفَلَا یَشۡکُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اٰلِہَۃً لَّعَلَّہُمۡ یُنۡصَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ لَا
یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ نَصۡرَہُمۡ ۙ وَ ہُمۡ لَہُمۡ جُنۡدٌ
مُّحۡضَرُوۡنَ ﴿﴾
فَلَا یَحۡزُنۡکَ قَوۡلُہُمۡ ۘ اِنَّا نَعۡلَمُ مَا
یُسِرُّوۡنَ وَ مَا یُعۡلِنُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
mereka tidak melihat bahwasanya dari
antara barang-barang yang telah dibuat
oleh tangan Kami, Kami telah menciptakan binatang ternak bagi mereka lalu mereka menjadi pemiliknya. Dan Kami telah menundukkannya
bagi mereka maka sebagian
darinya menjadi tunggangan
mereka dan sebagian darinya
mereka makan. Dan bagi mereka di dalam binatang-binatang itu
terdapat banyak manfaat dan minuman. Apakah mereka tidak bersyukur? Dan bagi mereka di
dalam binatang-binatang itu terdapat banyak manfaat dan minuman.
Apakah mereka tidak bersyukur? (Yā Sīn [36]:72-74).
Jika Allah Swt. telah memberi jaminan bagi segala keperluan yang diperlukan
orang guna memenuhi segala kepentingan
dan keperluan jasmaninya, maka tidak
masuk akal bahwa Dia akan melalaikan memberikan jaminan bagi segala keperluan akhlak dan ruhaninya.
Tidak Bersyukur Kepada Allah Swt. &
Al-Furqān yang Penuh Berkat
Namun daripada bersyukur
kepada Allah Swt. yang dengan sifat Rahmāniyat-Nya telah menyediakan berbagai hal yang diperlukan oleh umat manusia (QS.14:35;
QS.16:19), kebanyakan manusia malah mempersekutukan
Allah Swt. dengan berbagai bentuk sembahan
yang batil – termasuk menyembah kehidupan duniawi atau mempertuhankan kemampuan dan ilmu yang
dimilikinya, contohnya Qarun (QS.28:77-79) -- firman-Nya:
وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ اٰلِہَۃً لَّعَلَّہُمۡ
یُنۡصَرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ نَصۡرَہُمۡ ۙ وَ ہُمۡ لَہُمۡ جُنۡدٌ مُّحۡضَرُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan mereka
telah menjadikan sembahan-sembahan
selain Allah supaya mereka ditolong. Sembahan-sembahan itu tidak mampu menolong mereka, sedangkan mereka adalah lasykar yang akan dihadirkan untuk menentang mereka. Maka janganlah menyedihkan engkau ucapan mereka, sesungguhnya Kami
mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan. (Yā
Sīn [36]:75-76).
Kaum Nabi Nuh a.s.
Penyembahan terhadap kehidupan duniawi tersebut telah
berlangsung sejak zaman Nabi Nuh a.s.,
dimana kaum Nabi Nuh a.s. telah menjadikan kesuksesan kehidupan duniawi sebagai alasan
penolakan mereka untuk beriman
kepada Nabi Nuh a.s. yang memperingatkan mereka
dari berbagai bentuk kemusyrikan
yang mereka lakukan, firman-Nya:
فَقَالَ الۡمَلَاُ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا مِنۡ قَوۡمِہٖ مَا نَرٰىکَ اِلَّا بَشَرًا مِّثۡلَنَا وَ مَا نَرٰىکَ
اتَّبَعَکَ اِلَّا الَّذِیۡنَ ہُمۡ اَرَاذِلُنَا بَادِیَ الرَّاۡیِ ۚ وَ مَا نَرٰی
لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍۭ بَلۡ نَظُنُّکُمۡ
کٰذِبِیۡنَ ﴿﴾
Maka pemuka-pemuka
yang kafir dari kalangan kaumnya berkata: “Kami sama sekali tidak memandang engkau melainkan seorang manusia seperti kami,
dan kami sama sekali tidak melihat mereka yang mengikuti engkau melainkan orang-orang yang keadaan lahirnya paling hina di antara kami. Dan kami tidak melihat pada kamu suatu pun kelebihan atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah pendusta.” (Hūd [11]:28).
Atas penghinaan dan alasan penolakan para pemuka kaumnya yang sangat bangga akan kedudukan sosialnya tersebut Nabi Nuh
a.s. antara lain menjawab, firman-Nya:
وَ لَاۤ اَقُوۡلُ لَکُمۡ عِنۡدِیۡ
خَزَآئِنُ اللّٰہِ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ الۡغَیۡبَ وَ لَاۤ اَقُوۡلُ اِنِّیۡ مَلَکٌ وَّ لَاۤ اَقُوۡلُ لِلَّذِیۡنَ تَزۡدَرِیۡۤ اَعۡیُنُکُمۡ
لَنۡ یُّؤۡتِیَہُمُ اللّٰہُ خَیۡرًا ؕ اَللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا فِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ ۚۖ اِنِّیۡۤ اِذًا لَّمِنَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ ﴾
“Dan tidak pula aku berkata kepada kamu:
“Padaku ada khazanah dari Allah. Tidak
pula aku mengetahui yang gaib dan tidak pula aku mengatakan: “Sesungguhnya aku malaikat.” Dan tidak pula aku mengatakan mengenai orang-orang yang dipandang hina oleh mata kamu: “Allah tidak akan
pernah memberikan kebaikan apa pun
kepada mereka.” Allah lebih mengetahui
yang ada dalam diri mereka, sesungguhnya jika demikian niscaya aku termasuk orang-orang yang zalim.”
(Hūd [11]:32).
Kaum Nabi Hud a.s.
Demikian pula halnya dengan kaum ‘Ad,
mereka bangga dengan berbagai keberhasilan
duniawi mereka, terutama kekuatan
militernya, yang mereka gunakan untuk melakukan penyerbuan-penyerbuan dengan bengis kepada kaum-kaum lain, sehingga
mereka mendustakan Nabi Hud a.s., yang memperingatkan
mereka, firman-Nya:
کَذَّبَتۡ عَادُۨ
الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ اِذۡ قَالَ لَہُمۡ
اَخُوۡہُمۡ ہُوۡدٌ اَلَا
تَتَّقُوۡنَ ﴿﴾ۚ اِنِّیۡ لَکُمۡ رَسُوۡلٌ اَمِیۡنٌ ﴿﴾ۙ
فَاتَّقُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ۚ
وَ مَاۤ
اَسۡـَٔلُکُمۡ عَلَیۡہِ مِنۡ
اَجۡرٍ ۚ اِنۡ اَجۡرِیَ اِلَّا عَلٰی رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ؕ
اَتَبۡنُوۡنَ بِکُلِّ رِیۡعٍ اٰیَۃً
تَعۡبَثُوۡنَ ﴿﴾ وَ تَتَّخِذُوۡنَ مَصَانِعَ لَعَلَّکُمۡ تَخۡلُدُوۡنَ ﴿﴾ۚ
وَ اِذَا بَطَشۡتُمۡ بَطَشۡتُمۡ جَبَّارِیۡنَ ﴿﴾ۚ فَاتَّقُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوۡنِ
﴿﴾ۚ وَ اتَّقُوا الَّذِیۡۤ اَمَدَّکُمۡ بِمَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ۚ اَمَدَّکُمۡ بِاَنۡعَامٍ
وَّ بَنِیۡنَ ﴿﴾ۚۙ
وَ جَنّٰتٍ وَّ عُیُوۡنٍ ﴿﴾ۚ
اِنِّیۡۤ
اَخَافُ عَلَیۡکُمۡ عَذَابَ یَوۡمٍ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ؕ
قَالُوۡا سَوَآءٌ
عَلَیۡنَاۤ اَوَ عَظۡتَ اَمۡ لَمۡ تَکُنۡ مِّنَ الۡوٰعِظِیۡنَ ﴿﴾ۙ
اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّا خُلُقُ
الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ۙ وَ مَا نَحۡنُ بِمُعَذَّبِیۡنَ ﴿﴾ۚ فَکَذَّبُوۡہُ فَاَہۡلَکۡنٰہُمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً
ؕ وَ مَا کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
وَ اِنَّ رَبَّکَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الرَّحِیۡمُ ﴿﴾٪
Kaum ‘Ad telah mendustakan rasul-rasul. Ketika Hud, saudara mereka, berkata kepada mereka: “Tidakkah kamu mau bertakwa? Sesungguhnya aku bagi kamu seorang rasul yang terpercaya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah
kepadaku, dan untuk itu aku sekali-kali tidak meminta upah dari kamu, sesungguhnya ganjaranku hanyalah pada Tuhan seluruh alam. Apakah
kamu membangun monumen pada tiap-tiap tanah yang tinggi untuk hal
yang sia-sia? Dan kamu mendirikan istana-istana supaya
kamu akan hidup selamanya? Dan
apabila kamu menangkap seseorang,
kamu menangkap seperti orang-orang
yang kejam. Maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan bertakwalah
kepada Dzat Yang telah membantu
kamu dengan apa yang kamu
ketahui, Dia telah membantu kamu dengan binatang ternak dan anak-anak
lelaki, dan kebun-kebun serta mata
air-mata air. Sesungguhnya aku khawatir atas kamu azab Hari yang besar.” Mereka
berkata: “Sama saja bagi kami apakah
engkau memperingatkan atau pun engkau
tidak termasuk orang-orang yang memperingatkan, ini tidak lain melainkan adat-kebiasaan orang-orang dahulu, dan kami tidak akan di-azab.” Maka orang-orang
itu mendustakannya, dan Kami membinasakan
mereka. Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu ada Tanda, tetapi kebanyakan
mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang. (Al-Syu’ara [26]:124-141).
Ayat ini, ayat-ayat yang
sebelumnya, dan yang berikutnya menunjukkan, bahwa kaum ‘Ad adalah bangsa yang gagah-perkasa dan beradab. Mereka telah mencapai kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan di zaman mereka. Mereka
membangun kubu-kubu pertahanan, istana-istana, dan waduk-waduk raksasa. Mereka
mempunyai tempat-tempat istirahat, pabrik-pabrik, dan bengkel-bengkel mekanis.
Mereka istimewa sekali maju dalam seni bangunan. Mereka menemukan senjata-senjata dan perkakas-perkakas perang yang baru, dan mendirikan tugu-tugu raksasa sebagai tanda
kemegahan mereka.
Pendek kata, seperti keadaan bangsa Barat dewasa ini, mereka memiliki sarana-sarana kehidupan serba pelik yang
patut dimiliki suatu bangsa yang sangat tinggi peradabannya. Mereka mencapai kemajuan-kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan; akan tetapi mereka
menjadi lengah terhadap ajaran luhur
dari sejarah, yakni, bahwa bangsa-bangsa mendapat kekuatan yang hakiki, bukanlah dari hal-hal yang bersifat kebendaan, melainkan dari cita-cita yang tinggi dan budi pekerti yang baik.
Karena akhlak
mereka menjadi rusak dan keruhanian mereka mundur, dan mereka menutup
telinga terhadap peringatan-peringatan
dari nabi-nabi mereka untuk mengubah
tingkah lakunya, mereka menjadi mangsa bagi laknat
mengerikan, mengalami nasib yang tidak bisa dielakkan oleh mereka yang
menganggap sepi peringatan Allah Swt.
yang disampaikan para rasul-Nya.
Kaum Nabi Shaleh a.s.
Mengenai keadaan duniawi kaum Tsamud yang mendustakan dan menentang
Nabi Saleh a.s., Allah Swt. berfirman:
کَذَّبَتۡ ثَمُوۡدُ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ
اِذۡ قَالَ لَہُمۡ اَخُوۡہُمۡ صٰلِحٌ اَلَا تَتَّقُوۡنَ ﴿﴾ۚ
اِنِّیۡ لَکُمۡ رَسُوۡلٌ اَمِیۡنٌ ﴿﴾ۙ
فَاتَّقُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ۚ
وَ مَاۤ
اَسۡـَٔلُکُمۡ عَلَیۡہِ مِنۡ اَجۡرٍ ۚ اِنۡ اَجۡرِیَ اِلَّا عَلٰی رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ
﴿﴾ؕ اَتُتۡرَکُوۡنَ
فِیۡ مَا ہٰہُنَاۤ
اٰمِنِیۡنَ ﴿﴾ۙ فِیۡ جَنّٰتٍ وَّ عُیُوۡنٍ ﴿﴾ۙ
وَّ زُرُوۡعٍ وَّ نَخۡلٍ طَلۡعُہَا ہَضِیۡمٌ ﴿﴾ۚ وَ تَنۡحِتُوۡنَ
مِنَ الۡجِبَالِ بُیُوۡتًا فٰرِہِیۡنَ ﴿﴾ۚ
فَاتَّقُوا اللّٰہَ
وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ۚ وَ لَا تُطِیۡعُوۡۤا اَمۡرَ الۡمُسۡرِفِیۡنَ ﴿﴾ۙ
الَّذِیۡنَ یُفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا
یُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Kaum Tsamud telah
mendustakan rasul-rasul, ketika, Shalih, saudara mereka, berkata kepada
mereka: “Tidakkah kamu mau bertakwa?
Sesungguhnya aku bagi kamu seorang rasul yang terpercaya, maka bertakwalah kepada Allah, dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak meminta upah dari kamu untuk itu, se-sungguhnya
ganjaranku hanyalah pada Tuhan seluruh
alam. Apakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini dengan aman, di
tengah kebun-kebun dan mata air-mata
air. Dan ladang-ladang
serta pohon-pohon kurma dengan mayangnya
yang hampir patah karena lebat? Dan kamu memahat sebagian gunung-gunung sebagai rumah-rumah untuk kemegahan?
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku, Dan janganlah
kamu mentaati perintah orang-orang yang
melampaui batas, yaitu orang-orang
yang melakukan kerusakan di bumi dan mereka
tidak mengadakan perbaikan. (Al-Syu’ara [26]:142-153).
Ayat ini dan beberapa ayat
berikutnya membicarakan suku bangsa Tsamud. Menurut Futuh asy-Syam,
mereka suatu bangsa gagah perkasa. Kekuasaan dan kedaulatan mereka telah meluas
dari Basrah sebuah kota di Siria sampai Aden. Mereka sudah sangat maju dalam bidang pertanian dan seni bangunan, dan merupakan suatu kaum
yang sangat tinggi peradaban dan kebudayaannya. Farihīn selain “kemegahan”, berarti juga dengan keahlian dan kemahiran yang tinggi (Lexicon
Lane): “Dan kamu memahat sebagian gunung-gunung sebagai rumah-rumah untuk kemegahan?“ (QS.26:150).
Suku bangsa ini telah disebut-sebut oleh ahli-ahli sejarah Yunani.
Mereka diletakkan dalam masa yang tidak lama sebelum zaman Masehi. Hijr atau
Agra, sebagaimana mereka sebutkan, dikatakan sebagai tanah air mereka. Al-Hijr
yang juga telah dikenal sebagai Madaini Shalih (Kota-kota Shalih) dan yang
agaknya telah menjadi ibukota negeri bangsa ini, terletak di antara Madinah dan
Tabuk, dan lembah di mana kota itu
terletak, disebut Wadi Qura.
Al-Quran menggambarkan mereka
sebagai keturunan langsung kaum ‘Ad (QS.7:75). Patut diperhatikan, bahwa kisah
Nabi-nabi Nuh a.s., Hud a.s., dan Shalih a.s. telah diberikan pada berbagai
tempat dalam Al-Quran; dan di mana-mana urutannya sama, yakni, kisah Nabi Nuh
a.s. mendahului kisah Nabi Hud a.s., dan kisah Nabi Hud a.s. mendahului kisah
Nabi Shalih a.s., yang merupakan urutan kronologis (urutan waktu) yang
sebenarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran, dengan
tepat dan sesuai urutan sejarah,
menerangkan kenyataan-kenyataan sejarah dari masa jauh silam lagi terlupakan
dan sama sekali tertutup oleh kabut kesamaran, dengan demikian Al-Quran pun
merupakan kitab catatan sejarah
bangsa-bangsa yang abadi dan tidak mungkin keliru.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 31 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma