بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 107
Al-Quran
adalah Al-Furqān yang Penuh Berkat
&
“Tuhan-tuhan
Palsu” vs Lalat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian
Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai
makna khazanah keruhanian Al-Quran dan penganugerahan-Nya
melalui “orang-orang yang disucikan”
Allah Swt., firman-Nya:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ
بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ ﴾
وَ اِنَّہٗ
لَقَسَمٌ لَّوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾ اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ ﴾ لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ ﴾ اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَنۡتُمۡ مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ ﴾
وَ تَجۡعَلُوۡنَ
رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ
تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan, dan
sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu benar-benar
Al-Quran yang mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan, wahyu
yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Maka
apakah terhadap firman
ini kamu menganggap sepele?
Dan bahwa kamu dengan
mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezekimu? (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).
Jadi, sebagaimana Allah Swt.
menganugerahkan rezeki jasmani,
demikian juga halnya dengan rezeki ruhani
untuk kepentingan perkembangan akhlak
dan ruhani manusia, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا
خَلَقۡنَا لَہُمۡ مِّمَّا عَمِلَتۡ اَیۡدِیۡنَاۤ
اَنۡعَامًا فَہُمۡ لَہَا
مٰلِکُوۡنَ ﴿۷۱﴾ وَ ذَلَّلۡنٰہَا لَہُمۡ فَمِنۡہَا رَکُوۡبُہُمۡ وَ مِنۡہَا یَاۡکُلُوۡنَ ﴿۷۲﴾
وَ لَہُمۡ فِیۡہَا
مَنَافِعُ وَ مَشَارِبُ ؕ اَفَلَا یَشۡکُرُوۡنَ ﴿۷۳﴾ وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اٰلِہَۃً لَّعَلَّہُمۡ یُنۡصَرُوۡنَ ﴿ؕ۷۴﴾ لَا
یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ نَصۡرَہُمۡ ۙ وَ ہُمۡ لَہُمۡ جُنۡدٌ
مُّحۡضَرُوۡنَ ﴿۷۵﴾
فَلَا یَحۡزُنۡکَ قَوۡلُہُمۡ ۘ اِنَّا نَعۡلَمُ مَا
یُسِرُّوۡنَ وَ مَا یُعۡلِنُوۡنَ ﴿۷۶﴾
Apakah
mereka tidak melihat bahwasanya dari
antara barang-barang yang telah dibuat
oleh tangan Kami, Kami telah menciptakan binatang ternak bagi mereka lalu mereka menjadi pemiliknya. Dan Kami telah
menundukkannya bagi mereka maka sebagian darinya menjadi tunggangan mereka dan sebagian darinya mereka makan. Dan bagi mereka di dalam binatang-binatang itu
terdapat banyak manfaat dan minuman. Apakah mereka tidak bersyukur? Dan bagi mereka di
dalam binatang-binatang itu terdapat banyak manfaat dan minuman.
Apakah mereka tidak bersyukur? (Yā Sīn [36]:72-74).
Jika Allah Swt. telah memberi jaminan bagi segala keperluan yang diperlukan
orang guna memenuhi segala kepentingan
dan keperluan jasmaninya, maka tidak
masuk akal bahwa Dia akan melalaikan memberikan jaminan bagi segala keperluan akhlak dan ruhaninya.
Tidak Bersyukur Kepada Allah Swt. &
Al-Furqān yang Penuh Berkat
Namun daripada bersyukur
kepada Allah Swt. yang dengan sifat Rahmāniyat-Nya telah menyediakan berbagai hal yang diperlukan oleh umat manusia (QS.14:35;
QS.16:19), kebanyakan manusia malah mempersekutukan
Allah Swt. dengan berbagai bentuk sembahan
yang batil, firman-Nya:
وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ اٰلِہَۃً لَّعَلَّہُمۡ
یُنۡصَرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ نَصۡرَہُمۡ ۙ وَ ہُمۡ لَہُمۡ جُنۡدٌ مُّحۡضَرُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan mereka
telah menjadikan sembahan-sembahan
selain Allah supaya mereka ditolong. Sembahan-sembahan itu tidak mampu menolong mereka, sedangkan mereka adalah lasykar yang akan dihadirkan untuk menentang mereka. Maka janganlah menyedihkan engkau ucapan mereka, sesungguhnya Kami
mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan. (Yā
Sīn [36]:75-76).
Selaras dengan pernyataan Allah Swt.
tersebut, dalam firman-Nya berikut Allah Swt. menjelaskan alasan kenapa “tuhan-tuhan” palsu yang mereka persekutukan dengan Allah
Swt. itu tidak dapat memberikan pertolongan
kepada para “penyembahnya” adalah
karena “tuhan-tuhan palsu” tersebut
tidak memiliki kekuasaan untuk menciptakan
sesuatu pun, seperti Allah Swt.. Tuhan Yang Hakiki,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿ ﴾ تَبٰرَکَ الَّذِیۡ نَزَّلَ الۡفُرۡقَانَ عَلٰی عَبۡدِہٖ لِیَکُوۡنَ لِلۡعٰلَمِیۡنَ نَذِیۡرَا ۙ﴿ ﴾ ۣالَّذِیۡ
لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
لَمۡ یَتَّخِذۡ وَلَدًا وَّ لَمۡ یَکُنۡ لَّہٗ شَرِیۡکٌ فِی الۡمُلۡکِ وَ خَلَقَ
کُلَّ شَیۡءٍ فَقَدَّرَہٗ تَقۡدِیۡرًا ﴿ ﴾
Aku baca dengan nama Allah,
Maha Pemurah, Maha Penyayang. Maha
Beberkat Dia, Yang
telah menurunkan Al-Furqān kepada
hamba-Nya, supaya ia menjadi pemberi
peringatan bagi seluruh alam. Yang milik-Nya-lah
kerajaan seluruh langit dan bumi, dan Dia
tidak mengambil anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan, Dia telah menciptakan segala sesuatu
dan telah menetapkan ukurannya
dengan sebaik-baiknya. (Al-Furqān [25]:1-3).
Kata tabāraka
berarti: sangat mulia sekali; jauh sekali dari segala keaiban, kekotoran,
ketidak-sempurnaan, dan segala macam sifat yang cemar; memiliki kebaikan yang
berlimpah-limpah (QS.6:156 & QS.21:51). Al-Quran memiliki semua nilai dan sifat yang terkandung dalam kata ini.
Al-Quran tidak hanya bebas
sepenuhnya dari segala keaiban dan ketidak-sempurnaan, bahkan juga memiliki semua nilai luhur yang dapat dibayangkan dan yang seharusnya dipunyai oleh syariat
terakhir bagi seluruh umat manusia, dan Al-Quran memilikinya itu dengan
sepenuh-sepenuhnya.
Furqān
berarti: sesuatu yang membedakan antara yang benar dan yang palsu; keterangan,
bukti atau kesaksian, sebab keterangan atau bukti itu gunanya membedakan antara
yang benar dan yang salah. Kata itu pun mengandung arti pagi atau fajar, sebab
fajar memisahkan hari dari malam.
Al-Quran adalah furqān
yang paripurna. Di antara seribu satu macam keindahan
dan kebagusan yang membedakan Al-Quran dari kitab-kitab wahyu lainnya, dan yang menegakkan keunggulannya di atas kitab-kitab itu semuanya, dua macam nampak
jelas sekali, yakni: (i) Al-Quran tidak membuat pernyataan atau
pengakuan yang tidak didukung oleh bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang
sehat dan kuat, dan (ii) Al-Quran membuat kebenaran itu begitu nyata
bedanya dari kepalsuan sebagaimana nyata benar bedanya siang hari dari malam
hari.
“Tuhan-tuhan Palsu” Versus Lalat
Berbeda
dengan Allah Swt., Tuhan Yang bukan
saja telah menciptakan manusia – sebagai makhluk yang paling sempurna – serta
keperluan yang dibutuhkan mereka -- tetapi
Dia juga telah menurunkan petunjuk-Nya
yang paling sempurna berupa Al-Quran atau Al-Furqan, yang mampu membuat
manusia yang mengamalkannya meraih
martabat-martabat akhlak dan ruhani yang terpuji, sesuai dengan
tujuan utama penciptaannya yaitu
untuk beribadah kepada Allah Swt.
(QS.51:57).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
orang-orang yang menyembah “tuhan-tuhan palsu”:
وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ
دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً لَّا یَخۡلُقُوۡنَ شَیۡئًا وَّ ہُمۡ
یُخۡلَقُوۡنَ وَ لَا یَمۡلِکُوۡنَ لِاَنۡفُسِہِمۡ ضَرًّا وَّ لَا نَفۡعًا وَّ لَا
یَمۡلِکُوۡنَ مَوۡتًا وَّ لَا حَیٰوۃً وَّ لَا
نُشُوۡرًا ﴿۳﴾
Dan mereka telah mengambil tuhan-tuhan selain Dia yang
tidak menciptakan sesuatu pun bahkan mereka
yang diciptakan, dan mereka tidak
berkuasa untuk memberi mudarat dan tidak
pula manfaat kepada diri mereka, dan
mereka tidak berkuasa atas mati,
atas hidup dan tidak pula atas kebangkitan. (Al-Furqān
[25]:4).
Makna kalimat “dan mereka tidak berkuasa atas mati, atas hidup dan tidak pula atas kebangkitan“ menjelaskan bahwa segala
sesuatu harus melampaui tiga tingkat perkembangan: (a) tingkat tak
bernyawa; (b) tingkat mempunyai kekuatan untuk hidup, ketika sebuah
benda diberi sifat-sifat dan tenaga-tenaga untuk tumbuh; dan (c)
tingkat hidup yang sebenarnya. Allah
Swt., Pencipta segala kehidupan,
memiliki kekuasaan mutlak dan tunggal atas ketiga tingkat itu
semuanya.
Itulah sebabnya Allah Swt. dari
sekian banyak Sifat-sifat-Nya yang sempurna adalah Al-Hayyu (Yang Maha Hidup dan Sumber Kehidupan) dan Al-Qayyum (Maha Tegak dan Penegfak
segala sesuatu), tanpa kedua sifat utama Allah Swt. tidak akan ada makhluk yang dapat mempertahankan eksistensinya
(keberadaan).
Sungguh tepat perumpamaan
berikut ini mengenai sangat lemahnya keadaan “tuhan-tuhan palsu” yang disembah oleh orang-orang musyrik:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ ضُرِبَ
مَثَلٌ فَاسۡتَمِعُوۡا لَہٗ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ لَنۡ یَّخۡلُقُوۡا ذُبَابًا وَّ لَوِ اجۡتَمَعُوۡا لَہٗ ؕ وَ اِنۡ یَّسۡلُبۡہُمُ الذُّبَابُ
شَیۡئًا لَّا یَسۡتَنۡقِذُوۡہُ مِنۡہُ ؕ
ضَعُفَ الطَّالِبُ وَ الۡمَطۡلُوۡبُ ﴿ ﴾
Hai manusia,
suatu tamsil (perumpamaan) telah
dikemukakan maka dengarlah tamsil itu. Sesungguhnya mereka yang kamu seru selain Allah tidak dapat menjadikan seekor lalat, walau-pun mereka itu bergabung untuk itu. Dan
seandainya lalat itu menyambar sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sangat
lemah yang meminta dan yang diminta (Al Hajj [22]:74).
Tidak “Menghargai” Allah Swt.
Ayat
ini menerangkan kepada orang-orang kafir, bahwa tuhan-tuhan mereka sama sekali tidak mempunyai kekuasaan dan tidak berdaya,
dan betapa bodohnya mereka untuk menyembah tuhan-tuhan
itu, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
مَا قَدَرُوا اللّٰہَ حَقَّ
قَدۡرِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Mereka
sekali-kali tidak dapat menilai
kekuasaan Allah dengan sebenar-benarnya,
sesungguhnya Allah Mahakuat, Maha Perkasa. (Al Hajj [22]:75).
Kenyataan, bahwa orang-orang
musyrik menjatuhkan derajat
mereka sendiri ke tingkat yang begitu
rendah, hingga mereka menyembah
patung-patung — berhala-berhala yang
terbuat dari kayu dan batu — menunjukkan, bahwa mereka
mempunyai anggapan yang sangat keliru mengenai kekuatan-kekuatan dan Sifat-sifat
Tuhan Yang Maha Kuasa, Al-Khaliq Yang
Agung.
Pada hakikatnya, semua kepercayaan
yang mengakui adanya banyak tuhan dan
semua anggapan-anggapan musyrik
adalah timbul dari pandangan yang lemah
dan keliru, bahwa kekuatan-kekuatan dan Sifat-sifat Tuhan terbatas dan mempunyai kekurangan
seperti halnya manusia.
Bukti bahwa Allah Swt. memiliki kekuasaan yang sempurna adalah
pengutusan para para rasul dari
kalangan malaikat dan manusia,
firman-Nya:
اَللّٰہُ یَصۡطَفِیۡ مِنَ
الۡمَلٰٓئِکَۃِ رُسُلًا وَّ مِنَ النَّاسِ
ؕ اِنَّ اللّٰہَ سَمِیۡعٌۢ بَصِیۡرٌ ﴿ۚ ﴾ یَعۡلَمُ مَا بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ مَا خَلۡفَہُمۡ ؕ وَ اِلَی
اللّٰہِ تُرۡجَعُ الۡاُمُوۡرُ ﴿ ﴾
Allah memilih rasul-rasul dari antara malaikat-malaikat dan dari antara manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Dia mengetahui apa pun yang di
hadapan mereka dan apa pun yang di belakang mereka, dan kepada Allah-lah segala urusan dikembalikan (Al
Hajj [22]:76-77).
Mengenai kepastian keunggulan missi para rasul
Allah pada akhirnya atas pendustaan dan penentangan para lawannya dari kalangan orang-orang kafir – yang dalam segala sesuatunya dari segi duniawi
jauh lebih unggul -- adalah kesaksian sejarah yang membuktikan kebenaran firman-Nya berikut ini:
اِنَّ الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی الۡاَذَلِّیۡنَ
﴿﴾ کَتَبَ اللّٰہُ لَاَغۡلِبَنَّ
اَنَا وَ رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah
telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku
pasti akan menang.”
Sesungguhnya Allāh Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujadilah [58]:21-22).
Semua Bersujud kepada Allah Swt.
Rela atau Tidak Rela
Lebih lanjut Allah Swt. berfirman
mengenai kertidak-berdayaan “tuhan-tuhan
palsu” sembahan orang-orang musyrik:
لَہٗ دَعۡوَۃُ الۡحَقِّ ؕ وَ الَّذِیۡنَ یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ لَا یَسۡتَجِیۡبُوۡنَ
لَہُمۡ بِشَیۡءٍ اِلَّا کَبَاسِطِ کَفَّیۡہِ اِلَی الۡمَآءِ لِیَبۡلُغَ فَاہُ وَ مَا ہُوَ
بِبَالِغِہٖ ؕ وَ مَا دُعَآءُ الۡکٰفِرِیۡنَ اِلَّا فِیۡ
ضَلٰلٍ ﴿﴾
وَ لِلّٰہِ یَسۡجُدُ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ
طَوۡعًا وَّ کَرۡہًا وَّ ظِلٰلُہُمۡ بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ٛ﴾
Hanya Bagi Dia-lah seruan yang haq (benar), dan mereka yang diseru oleh orang-orang itu selain Dia, mereka tidak
menjawabnya sedikit pun, melainkan seperti
orang yang mengulurkan kedua tangannya ke air supaya sampai
ke mulutnya, tetapi itu tidak akan
sampai kepadanya, dan tidaklah doa orang-orang kafir itu melainkan sia-sia belaka. Dan kepada Allah-lah bersujud siapa pun yang
ada di seluruh langit dan bumi dengan rela atau tidak
rela dan demikian juga
bayangan-bayangan mereka pada setiap
pagi dan petang hari. (Al-Ra’d [13]:15-16).
Jalan yang benar untuk
mendapat sukses dalam kehidupan ialah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang tepat - memberikan kedudukan kepada Allah Swt. kedudukan
yang mustahak bagi-Nya dan member kedudukan kepada makhluk-makhluk-Nya
yang mereka berhak memilikinya. Hanya itu saja satu-satunya jalan untuk mencapai sukses dan kebahagiaan yang
sejati.
Ayat “Dan kepada
Allah-lah bersujud“ ini mengandung satu kebenaran yang agung, yaitu bahwa segala sesuatu yang dijadikan Allah
Swt. mau tidak mau harus tunduk kepada hukum-hukum alam yang diadakan oleh-Nya. Lidah harus melaksanakan tugas mencicip
dan telinga tidak berdaya selain mendengar. Tunduknya kepada hukum-hukum alam itu dapat disebut
sebagai dipaksakan.
Tetapi manusia diberi juga kebebasan tertentu untuk berbuat, di mana ia dapat mempergunakan kemauannya dan pertimbangan akalnya. Tetapi bahkan dalam perbuatan-perbuatan -- yang untuk melakukannya ia nampaknya
dianugerahi kebebasan -- ia
sedikit-banyak harus tunduk kepada
paksaan, dan ia harus menaati
hukum-hukum Allah Swt. dalam berbuat apa pun, biar suka atau
tidak.
Kata-kata “dengan senang atau
tidak senang” dapat juga mengisyaratkan kepada dua golongan manusia, ialah,
orang-orang beriman yang secara ikhlas tunduk kepada Allah Swt.,
dan orang-orang kafir yang menaati hukum-hukum Allah Swt. dengan menggerutu.
Jadi, betapa beruntungnya orang-orang
beriman yang menyembah Allah Swt.
dan sungguh merugi orang-orang musyrik
yang menyembah “tuhan-tuhan palsu”
selain Allah Swt., karena mereka itu tidak memiliki kemampuan apa pun. Dan kalau pun orang-orang kafir mau pun orang-orang
musyrik dalam hal-hal yang memerlukan upaya
dan kepatuhan kepada hukum-hukum yang berlaku umum atas semua
umat manusia, maka kesuksesan mereka
itu pada hakikatnya karena mereka mentaati
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. yang bersifat Al-Rahmān (Maha Pemurah),
bukan karena doa mereka dikabulkan oleh “tuhan-tuhan palsu” mereka yang tidak berdaya.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 22 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar