Rabu, 03 Oktober 2012

Pentingnya Memahami dan Memperagakan "Al-Asmaa-ul Husna" Allah Swt.







بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 95
    
Pentingnya Memahami dan Memperagakan "Al-Asma-ul Husna" Allah Swt. 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah menjelaskan mengenai  penyebab terjadinya “kebutaan ruhani  yang dialami orang-orang kafir di alam akhirat, sehubungan dengan   makna kalimat “Dan  barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta,“ (QS.20:125), hal itu mengisyaratkan kepada para penentang rasul Allah,  karena mereka mengikuti ketakaburan iblis  terhadap Adam.

Kebutaan Mata Ruhani di Dunia dan Di Akhirat

  Makna kalimat  Dan  barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesung-guhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta“,  mengandung makna lainnya, yaitu seseorang yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. di dunia serta menjalani cara hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya --  dan dengan demikian membuat dirinya tidak layak menerima nur dari Allah Swt. -- mereka itu  akan dibangkitkan dalam keadaan buta di waktu kebangkitannya kembali pada kehidupan di akhirat.
   Itu terjadi karena ruhnya di dunia ini - yang akan berperan sebagai badan (tubuh) bagi ruh yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat - telah menjadi buta, sebab ia telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa di dunia ini.   Mengalami kenyataan yang sangat menyedihkan sebagai  orang yang dibangkitkan dalam keadaan buta,  selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai mereka:
قَالَ رَبِّ  لِمَ حَشَرۡتَنِیۡۤ  اَعۡمٰی وَ قَدۡ کُنۡتُ  بَصِیۡرًا ﴿ ﴾    قَالَ  کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا ۚ  وَکَذٰلِکَ  الۡیَوۡمَ  تُنۡسٰی ﴿ ﴾    وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ  یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی  ﴿ ﴾  
Ia berkata: "Ya Tuhan­ku, mengapa Engkau mem­bangkitkan aku dalam keadaan buta, padahal sesungguhnya dahulu aku dapat melihat?”  Dia  berfirman: "Demi­kianlah, telah datang kepadamu Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya  dan demikian pula engkau dilupakan pada hari ini."  Dan demikianlah Kami memberi balasan orang yang me­langgar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Tuhan-nya, dan  niscaya azab  akhirat itu lebih keras dan lebih kekal. (Thā Hā [20]:126-128).
     Sebagai jawaban terhadap keluhan orang kafir mengapa ia dibangkit‑
kan buta padahal dalam kehidupan sebelumnya di dunia ia memiliki penglihatan, Allah Swt.   mengatakan  bahwa penyebab   kebutaan matanya  di alam akhirat karena ketika menjalani  kehidupannya di dunia  telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa, dan karena itu ruhnya — yang akan berperan sebagai tubuh untuk ruh lain yang ruhaninya jauh lebih berkembang di akhirat, maka di hari kemudian ia dilahirkan buta.

Pentingnya  Memahami dan Memperagakan
Sifat-sifat Ilahi di Dunia

   Ayat ini dapat pula berarti bahwa karena orang kafir tidak mengembangkan dalam dirinya Sifat-sifat Ilahi  -- yang untuk tujuan itulah Allah Swt. mengutus para rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw. -- dan tetap asing dari Sifat-sifat Ilahi itu, maka pada hari kebangkitan — ketika Sifat-sifat Ilahi itu  akan dinampakkan  dengan segala keagungan dan kemuliaan — maka ia  menjadi  seseorang yang terasing dari Sifat-sifat Ilahi  itu serta tidak akan mampu mengenalnya,  dan dengan demikian akan berdiri seperti orang buta yang tidak mempunyai ingatan atau kenangan sedikit pun kepada Sifat-sifat Ilahi  tersebut.
 Dalam Kisah Minumental “Adam – Malaikat – Iblis” Allah Swt. telah  berfirman bahwa yang diberi pengetahuan sempurna mengenai “Sifat-sifat Allah Swt.” atau “Asmā-Nya” adalah  Adam , karena ia telah diangkat oleh Allah Swt. sebagai  Khalifah Allah” atau Rasul Allah (QS.2:31-35) – yang hanya  kepada  Adam  atau kepada  Rasul Allah   itulah Allah Swt. mengajarkan “Asmā-Nya (nama-nama-Nya)  atau membukakan rahasia-rahasia gaib-Nya (QS.3:180; QS.72:27-29),  firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَ یَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَ نَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَ نُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿ ﴾   وَ عَلَّمَ اٰدَمَ الۡاَسۡمَآءَ کُلَّہَا ثُمَّ عَرَضَہُمۡ عَلَی الۡمَلٰٓئِکَۃِ ۙ فَقَالَ اَنۡۢبِـُٔوۡنِیۡ بِاَسۡمَآءِ ہٰۤؤُلَآءِ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿   قَالُوۡا سُبۡحٰنَکَ لَا عِلۡمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَلِیۡمُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾  قَالَ یٰۤاٰدَمُ اَنۡۢبِئۡہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَنۡۢبَاَہُمۡ بِاَسۡمَآئِہِمۡ ۙ قَالَ اَلَمۡ اَقُلۡ لَّکُمۡ اِنِّیۡۤ  اَعۡلَمُ غَیۡبَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۙ وَ اَعۡلَمُ مَا تُبۡدُوۡنَ وَ مَا کُنۡتُمۡ تَکۡتُمُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan ingatlah ketika Tuhan engkau berfirman kepada para  malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang  khalifah di bumi”, mereka berkata: “Apakah Eng-kau akan menjadikan di dalamnya yakni di bumi orang yang akan membuat kerusakan  di dalamnya dan akan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa  bertasbih dengan pujian Engkau  dan kami senantiasa mensucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”  Dan  Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama itu semuanya kemudian Dia mengemukakan mereka itu kepada para malaikat lalu Dia berfirman: “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama mereka ini jika kamu memang   benar.”  Mereka berkata: “Mahasuci Engkau, kami tidak  memiliki  pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”  Dia berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah  kepada mereka nama-nama mereka itu”, maka tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama mereka itu, Dia berfirman: “Bukankah telah Aku katakan kepada kamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui  rahasia seluruh langit dan bumi  dan mengetahui apa pun yang kamu nyatakan dan apa pun yang   kamu sembunyikan?”  (Al-Baqarah [2]:31-34).
         Asmā itu jamak dari ism yang berarti: nama atau sifat; ciri atau tanda sesuatu (Lexicon Lane dan Al-Mufradat). Para ahli tafsir berbeda paham mengenai apa yang dimaksudkan dengan kata asmā (nama-nama) di sini. Sebagian menyangka bahwa Allah Swt.   mengajar Nabi Adam a.s.   nama berbagai barang dan benda, yaitu Dia  mengajar beliau dasar-dasar bahasa.

Mereka yang Indera-indera Ruhaninya Lumpuh

        Tidak diragukan bahwa orang memerlukan bahasa untuk menjadi beradab,  dan Allah Swt. tentu telah mengajari Nabi Adam a.s. dasar-dasarnya, tetapi Al-Quran menunjukkan bahwa ada asmā (nama atau sifat) yang harus dipelajari manusia untuk penyempurnaan akhlaknya. Nama-nama  atau Sifat-sifat Ilahi – yakni Al-Asmā-ul Husna -- tersebut  disinggung dalam  firman-Nya berikut ini:
وَ لَقَدۡ ذَرَاۡنَا لِجَہَنَّمَ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ۫ۖ  لَہُمۡ قُلُوۡبٌ لَّا یَفۡقَہُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اَعۡیُنٌ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ بِہَا ۫ وَ لَہُمۡ اٰذَانٌ لَّا یَسۡمَعُوۡنَ بِہَا ؕ اُولٰٓئِکَ کَالۡاَنۡعَامِ بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡغٰفِلُوۡنَ ﴿ ﴾   وَ لِلّٰہِ الۡاَسۡمَآءُ الۡحُسۡنٰی فَادۡعُوۡہُ بِہَا ۪ وَ ذَرُوا الَّذِیۡنَ یُلۡحِدُوۡنَ فِیۡۤ  اَسۡمَآئِہٖ ؕ سَیُجۡزَوۡنَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah  menjadikan  untuk penghuni  Jahannam banyak di antara jin dan manusia,   mereka memiliki hati tetapi mereka tidak mengerti dengannya, mereka  memiliki   mata tetapi  mereka tidak melihat dengannya, mereka memiliki telinga  tetapi mereka tidak mendengar dengannya,  mereka itu  seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai.   Dan milik Allah-lah nama-nama yang terbaik,  maka serulah Dia dengan nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang  dalam  memahami nama-nama-Nya,  mereka segera akan mendapat balasan terhadap apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-A’rāf [7]:180-181).
   Ayat 180 mengemukakan orang-orang yang indera-indera ruhaninya tidak berfungsi, seperti  halnya  binatang ternak  yang hanya sekedar mendengar seruan dan teriakan  penggembalanya,  tanpa mengerti sedikit pun mengerti  makna dari seruan dan dan teriakan  si penggembala tersebut, firman-Nya:
وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا کَمَثَلِ الَّذِیۡ یَنۡعِقُ بِمَا لَا یَسۡمَعُ اِلَّا دُعَآءً  وَّ  نِدَآءً ؕ صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ  فَہُمۡ  لَا  یَعۡقِلُوۡنَ ﴿ 
Dan perumpamaan  keadaan orang-orang kafir itu seperti  seseorang yang berteriak kepada sesuatu yang tidak dapat mendengar kecuali hanya panggilan dan seruan belaka.  Mereka tuli, bisu, dan buta, karena itu  mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah [2]:172).
       Nabi Besar Muhammad saw.  menyampaikan Amanat Allah Swt. (Al-Quran) kepada orang-orang kafir. Beliau  saw. itu penyeru dan mereka mendengar suara beliau saw., tetapi tidak berusaha menangkap maknanya. Kata-kata (seruan) beliau saw. seolah-olah sampai kepada telinga orang tuli dengan berakibat bahwa kemampuan ruhani mereka menjadi sama sekali rusak dan martabat mereka jatuh sampai ke taraf keadaan hewan dan binatang buas (QS.7:180; QS.25:45) yang hanya mendengar teriakan si pengembala, tetapi tak mengerti apa yang dikatakannya. 

Penyembahan “Berhala-berhala” yang Tak Berwujud

       Berikut firman Allah Swt.    kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai keadaan orang-orang yang seperti itu :
اَمۡ  تَحۡسَبُ اَنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  یَسۡمَعُوۡنَ  اَوۡ یَعۡقِلُوۡنَ ؕ اِنۡ  ہُمۡ   اِلَّا  کَالۡاَنۡعَامِ  بَلۡ ہُمۡ اَضَلُّ  سَبِیۡلًا ﴿٪ ﴾
Ataukah engkau menyangka  bahwa sesungguhnya kebanyakan dari mereka mendengar atau mengerti?  Mereka tidak lain melainkan seperti binatang ternak  bahkan mereka lebih sesat dari jalan-Nya. (Al-Furqān [25]:45).
       Keinginan-keinginan, lamunan-lamunan, dan khayalan-khayalannya sendiri itulah yang pada umumnya orang puja lebih dari apa pun, dan inilah yang menjadi batu penghalang baginya untuk menerima kebenaran. Dalam intelek atau akal, manusia boleh jadi telah jauh maju, sehingga ia tidak lagi membungkukkan diri di hadapan batu-batu dan bintang-bintang, akan tetapi ia belum mengatasi pemujaannya terhadap cita-cita, prasangka-prasangka, dan khayalan-khayalannya yang palsu.     
        Pemujaan berhala-berhala yang bersemayam dalam hatinya itulah yang dicela di sini. Daripada ia memanfaatkan kemampuan-kemampuannya yang dianugerahkan Allah Swt.  untuk berpikir dan mendengar, dan yang seharusnya membantu manusia mengenali dan menyadari kebenaran, malah ia meraba-raba  dalam kegelapan. Pada saat itu jatuhlah ia ke taraf hidup bagaikan binatang ternak, bahkan lebih rendah daripada itu, sebab binatang ternak tidak diberi kemampuan memilih dan membedakan, sedang manusia diberi daya (kemampuan) itu.
       Kembali kepada QS.7:180 sebelumnya mengenai “kebanyakan penghuni neraka”, huruf lam (lā) dalam ayat tersebut adalah  lam ‘aqibat yang menyatakan kesudahan atau akibat. Dengan demikian ayat ini tidak ada hubungannya dengan tujuan kejadian manusia melainkan hanya menyebutkan kesudahan yang patut disesalkan mengenai kehidupan kebanyakan ins (manusia) dan jin  -- kata jin itu juga mempunyai arti golongan manusia yang istimewa, yakni penguasa-penguasa atau pemuka-pemuka atau orang-orang besar, sedang ins adalah golongan masyarakat biasa. Dari cara mereka menjalani hidup mereka dalam berbuat dosa dan kedurhakaan nampak seolah-olah mereka telah diciptakan untuk masuk neraka.
    Dalam ayat selanjutnya (QS.7:181) Allah menerangkan bahwa  nama Tuhan ialah Allah, semua sebutan lainnya sebenarnya adalah hanya Sifat-sifat-Nya. Pada waktu berdoa kita harus memanggil Sifat-sifat Allah Swt.  yang langsung berkaitan dengan maksud doa itu.  
 Menyimpang dari jalan yang benar berkenaan dengan Sifat-sifat Allah Swt., dapat diartikan bahwa oleh karena Allah Swt.   adalah  Pemilik segala Sifat terbaik (Al-Asmā-ul-husna) yang tersebut dalam Al-Quran dan Hadits, maka tidak perlu memberikan kepada-Nya Sifat-sifat lain yang tidak sesuai dengan Keagungan-Nya, Kehormatan-Nya, dan Kasih Sayang-Nya yang meliputi segala sesuatu. (QS.7:181; QS.17:111-112; QS.20:9; QS.59:25).

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 4  Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma



Tidak ada komentar:

Posting Komentar