بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 102
Misal "Nabi Isa Ibnu Maryam a.s." &
Kaum yang Suka Berbantah
Kaum yang Suka Berbantah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai makna lain firman Allah Swt.:
وَ لَوۡ نَزَّلۡنٰہُ عَلٰی بَعۡضِ الۡاَعۡجَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ فَقَرَاَہٗ عَلَیۡہِمۡ مَّا کَانُوۡا بِہٖ مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ؕ
Dan seandainya Kami menurunkannya kepada salah seorang di antara orang yang
bukan-Arab, lalu ia membacakannya
kepada mereka, mereka sekali-kali
tidak akan beriman kepadanya. (Al-Syu’arā
[26]:199).
Kata law
(seandainya) dalam ayat tersebut
mengandung makna yang sangat
dalam, yaitu merupakan sindiran
kepada bangsa Arab – terutama kaum kafir Quraisy Makkah – yang
mendustakan dan menentang keras Nabi Besar Muhammad
saw., yang juga seorang bangsa Arab
seperti mereka -- dimana mereka itu sangat
bangga akan syair-syair dalam bahasa Arab yang mereka buat, bahwa seandainya
ayat-ayat
Al-Quran tetap dalam bahasa Arab, tetapi diwahyukan kepada seorang rasul
Allah yang bukan-Arab
(QS.62:3-4), tentu mereka akan semakin tidak
mempercayai Al-Quran dan rasul Allah
yang bukan berbangsa Arab yang
dibangkitkan dari kaum “ākharīn”
tersebut.
Nubuatan Kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s.
Dengan demikian firman Allah Swt. tersebut merupakan nubuatan mengenai akan diwahyukan-Nya
Al-Quran ke dua kali di Akhir Zaman kepada Rasul Akhir Zaman – yakni Al-Masih Mau’ud a.s. atau Imam
Mahdi a.s. yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s. – yang pada hakikatnya merupakan kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani (QS.24:56; QS.61:10;
QS.62:3-4), setelah Allah Swt. menarik kembali
“ruh” Al-Quran kepada-Nya
(QS.17:87-90; QS.32:6).
Dalam kenyataannya, ketika Rasul
Akhir Zaman (QS.61:10) atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) tersebut
benar-benar diutus dari kalangan umat Islam (QS.62:3-4), tetapi karena beliau tidak sepenuhnya berdarah Arab (Bani Ismail) sebab Nabi
Besar Muhammad saw. tidak memiliki anak
laki-laki yang berusia panjang (QS.33:41) – sebagaimana halnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tidak sepenuhnya berdarah Bani Israil karena beliau tidak
mempunyai ayah seorang laki-laki dari kalangan Bani
Israil -- maka yang paling depan
melakukan penentangan terhadap
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s., terutama para ulama Islam dari Timur Tengah.
Ada pun salah satu keberatan dan alasan mereka
bahwa: “Kalau pun benar harus ada lagi rasul
Allah setelah Nabi Besar Muhammad
saw. maka rasul Allah tersebut
harus berasal dari kawasan Timur Tengah
dan berkebangsaan (beradarah) Arab
(Bani Ismail).”
Kaum yang Suka Berbantah
Keberatan mereka tersebut sangat tidak beralasan atau
tidak memiliki dalil yang dapat dipertanggungjawabkan, dan menurut Allah Swt. pendustaan mereka terhadap Al-Masih
Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman
(QS.61:10) atau misal Isa Ibnu Maryam
a.s. yang dibangkitkan dari kalangan umat
Islam tersebut hanya semata-mata karena mereka adalah kaum yang biasa berbantah, firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ
مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿ ﴾
وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا
ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿ ﴾
Dan apabila
Ibnu Maryam dikemukakan sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan penentangan terhadapnya, dan mereka
berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami
lebih baik ataukah dia?"
Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata, bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah. (Al-Zukhruf [43]:58-59).
Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi
dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan
(protes) (Aqrab-ul-Mawarid). Kedatangan Al-Masih
a.s. adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan
dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk
selama-lamanya. Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau
sejenis dengan yang lain (QS.6:39).
Ayat ini, di samping arti yang
diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar
Muhammad saw. – yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama (misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka, untuk memperbaharui
keimanan mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah
hilang, maka daripada bergembira atas
kabar gembira itu malah mereka berteriak mengajukan protes.
Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada
kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. untuk kedua kalinya atau Al-Masih
Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini. Dengan demikian benarlah firman-Nya sebelum ini:
وَ لَوۡ نَزَّلۡنٰہُ
عَلٰی بَعۡضِ الۡاَعۡجَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ فَقَرَاَہٗ
عَلَیۡہِمۡ مَّا کَانُوۡا بِہٖ مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ؕ
Dan seandainya Kami menurunkannya kepada salah seorang di antara orang yang
bukan-Arab, lalu ia membacakannya
kepada mereka, mereka sekali-kali
tidak akan beriman kepadanya. (Al-Syu’arā
[26]:199).
Dalam penjelasan mengenai Surah Yā Sīn ayat 14-28 telah
diterangkan secara panjang lebar bahwa rasul
Allah yang diutus setelah 3 orang rasul Allah sebelumnya adalah “seorang-laki-laki
yang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu.” (QS.36:21), dengan
demikian kata “law” (seandainya)
dalam firman Allah Swt. tersebut menjadi kenyataan, dan nubuatan yang
dikandungnya telah menjadi sempurna dengan pengutusan Mirza Ghulam Ahmad a.s. di
kawasan Hindustan sebagai sebagai Rasul Akhir Zaman.
Mendustakan Nabi Besar Muhammad Saw.
Jangankan terhadap Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang diutus
Allah Swt. sebagai Al-Masih Mau’ud
a.s. berasal dari wilayah Hindustan
(India) -- dan hubungan darahnya
dengan Nabi Besar Muhammad saw. hanya
dari pihak perempuan, yaitu Fatimah
al-Zahra r.a., putri Nabi Besar Muhammad
saw. – karena dalam kenyataannya, ketika Nabi
Besar Muhammad saw. diutus sebagai rasul
Allah pun tetap saja para pemuka
bangsa Arab – khususnya para pemuka
kaum Quraisy Makkah pimpinan Abu
Jahal -- medustakan dan menentang keras beliau saw., dengan
alasan, bahwa seharusnya yang layak
menjadi rasul Allah, bukan Nabi
Muhammad saw., seorang anak yatim yang
miskin, melainkan seharusnya salah seorang “orang besar” dari dua kota,
yaitu Makkah atau Tha’if, firman-Nya:
وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ
الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ
رَحۡمَتَ رَبِّکَ ؕ نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَیۡنَہُمۡ
مَّعِیۡشَتَہُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ رَفَعۡنَا بَعۡضَہُمۡ فَوۡقَ
بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَتَّخِذَ بَعۡضُہُمۡ بَعۡضًا سُخۡرِیًّا ؕ وَ رَحۡمَتُ
رَبِّکَ خَیۡرٌ مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ ﴿﴾
Tetapi
tatkala datang kepada mereka kebenaran,
mereka berkata: "Ini adalah sihir, dan sesungguhnya kami mengingkarinya."
Dan mereka berkata: "Mengapakah Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?" Apakah mereka yang
membagi-bagikan rahmat Tuhan engkau? Kami-lah Yang membagi-bagikan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia
dan Kami mengangkat sebagian mereka
di atas sebagian lain dalam derajat,
supaya sebagian dari mereka dapat
melayani yang lainnya. Dan rahmat
Tuhan engkau adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. (Al-Zukhruf
[43]:31-33)
Kedua kota besar itu pada umumnya
difahami kota-kota Makkah dan Tha'if. Pada zaman Nabi Besar Muhammad
saw. kedua kota itu merupakan
dua buah pusat kehidupan sosial dan politik bangsa Arab. Allah Swt.
dalam ayat 32 menyatakan teguran keras terhadap orang-orang kafir, dengan mengatakan
kepada mereka bahwa sejak kapankah mereka telah menyombongkan diri mengambil peranan menjadi pembagi rahmat dan kasih-sayang
Allah Swt., atau mempunyai hak
istimewa memutuskan siapa yang berhak
dan siapa yang tidak berhak menerima rahmat dan kasih-sayang Allah Swt.?
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 14 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar