Selasa, 30 Oktober 2012

Hakikat "Belenggu" dan "Rantai Pengikat" di Akhirat & Luasnya "Surga"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 114
    
Hakikat “Belenggu” dan “Rantai Pengikat”
di Akhirat & Luasnya “Surga”  


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam bagian akhir Bab sebelumnya  Allah Swt. dalam Al-Quran telah mengemukakan   tiga tingkat keyakinan (yakin) dalam Surah Al-Takatstsur atas dasar pengalaman kehidupan duniawi yang dijalani manusia dengan melampaui batas, firman-Nya:  
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَلۡہٰکُمُ  التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾   حَتّٰی زُرۡتُمُ  الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Dalam  upaya memperbanyak kekayaan telah melalaikan kamu, hingga kamu sampai di kuburan.  (Al-Takatstsur [102]:1-3).
    Ketamakan dan hasrat berlebihan pada manusia untuk mengungguli orang lain dalam jumlah kekayan, kedudukan dan gengsi merupakan penyebab utama segala kesulitan manusia dan merupakan penyebab kelalaian manusia terhadap nilai-nilai hidup yang lebih tinggi, yakni untuk melaksanakan tujuan utama diciptakannya manusia, yakni beribadah kepada Allah Swt. (QS.51:57).
    Merupakan kemalangan manusia yang sangat besar bahwa nafsunya untuk memperoleh barang-barang duniawi tidak mengenal batas dan tidak menyisihkan waktu sedikit pun untuk memikirkan Tuhan dan alam akhirat. Ia tetap asyik dengan hal-hal tersebut, hingga maut (kematian) merenggutnya, dan baru pada saat itulah ia menyadari, bahwa ia telah menyia-nyiakan hidupnya yang sangat berharga dalam mengejar-ngejar sesuatu yang tiada gunanya itu. 

Kesibukan Duniawi Menyebabkan
Ketidaktentraman Hati
   
   Selanjutnya Allah Swt. berfirman  bahwa kesibukan duniawi yang tidak menyisakan sedikit  pun waktu untuk  melakukan dzikir Ilahi  serta untuk memperoleh   makrifat Ilahi pada hakikatnya manusia telah menjerumuskan dirinya ke dalam neraka jahannam, yakni kehidupan yang tidak tentram, sebab ketentraman jiwa (hati) hanya diperoleh apabila memiliki makrifat Ilahi yang memadai (QS.13:29), firman-Nya:
کَلَّا  سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾   ثُمَّ  کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾  کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ  الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾   لَتَرَوُنَّ  الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿﴾
Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui,  kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu akan mengetahui.  Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin, niscaya kamu akan melihat Jahannam,  (Al-Takatstsur [102]:4-7).
     Pengulangan ayat ini bertujuan menambahkan tekanan pada dan membuat lebih ampuh peringatan yang terkandung dalam Surah ini. Atau, Surah ini dapat ditujukan kepada pembalasan yang akan datang di belakang kesibukan manusia, yang secara membabi-buta berusaha memperoleh barang-barang duniawi di dalam kehidupan ini.
    Itulah tingkat keyakinan (yakin) yang pertama yang disebut ‘ilmul-yaqīn (keyakinan atas dasar ilmu) atau mengambil kesimpulan dari sesuatu peristiwa, misalnya meyakini bahwa di suatu tempat sedang terjadi  kobaran api  -- walau pun tidak melihatnya langsung -- melainkan karena  melihat kepulan asap yang tebal, sebab antara kobaran api dengan kepulan asap memiliki hubungan yang sangat erat.
      Tingkatan  ‘ilmul yaqīn tersebut  adalah tingkatan keyakinan terbawah dari ketiga tingkatan keyakinan, karena masih bisa terjadi kemungkinan kesalahan persepsi atau  kesalahan dalam mengambil kesimpulan, sebab tidak setiap kepulan asap  pasti hubungannya dengan kobaran api.
     Tingkat keyakinan berikutnya yang lebih tinggi adalah ‘aynal-yaqīn (keyakinan berdasarkan penglihatan), yakni melihat langsung adanya kobaran api,  tetapi ia tidak mengetahui (keyakinan) sepenuhnya berkenaan dengan api serta berbagai sifat-sifatnya yang dimilikinya, seperti halnya apabila seseorang memasukan tangannya ke dalam  kobaran ap  maka   ia akan  meraih tingkatan haqqul yaqīn  (keyakinan yang pasti) mengenai api dan berbagai sifat-sifatnya.
  Mengenai kedua tingkat keyakinan   tersebut    -- ‘ilmul-yaqīn (keyakinan atas dasar ilmu)  dan  haqqul yaqīn  (keyakinan yang pasti)  --  Allah Swt. berfirman:
ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿ ﴾   ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿ ﴾
Kemudian kamu niscaya  akan melihatnya  dengan mata yakin.  Kemudian pada hari itu kamu pasti akan ditanya (diminta pertanggungjawaban)  mengenai kenikmatan. (Al-Takatstsur [102]:8-9).
    Jadi, seandainya manusia mempergunakan akal sehatnya dan mempergunakan ilmu yang dimilikinya, niscaya  ia akan melihat neraka Jahannam sungguh-sungguh menganga di hadapan matanya sendiri di dunia ini juga, yaitu ia akan mengetahui bahwa kesibukannya dalam mengejar kebesaran, kemegahan, dan keuntungan kebendaan dalam kehidupan sementara ini menyebabkan kehancuran total akhlaknya, sebagaimana firman-Nya:
وَ اَمَّا مَنۡ  اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ بِشِمَالِہٖ ۬ۙ فَیَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِیۡ  لَمۡ  اُوۡتَ کِتٰبِیَہۡ  ﴿ۚ ﴾  وَ  لَمۡ  اَدۡرِ  مَا حِسَابِیَہۡ ﴿ۚ ﴾  یٰلَیۡتَہَا کَانَتِ الۡقَاضِیَۃَ ﴿ۚ ﴾  مَاۤ  اَغۡنٰی عَنِّیۡ  مَالِیَہۡ ﴿ۚ﴾   ہَلَکَ عَنِّیۡ  سُلۡطٰنِیَہۡ ﴿ۚ﴾   خُذُوۡہُ  فَغُلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  الۡجَحِیۡمَ  صَلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  فِیۡ سِلۡسِلَۃٍ  ذَرۡعُہَا سَبۡعُوۡنَ  ذِرَاعًا  فَاسۡلُکُوۡہُ ﴿ؕ﴾  اِنَّہٗ  کَانَ  لَا  یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ﴿ؕ﴾  فَلَیۡسَ لَہُ  الۡیَوۡمَ ہٰہُنَا حَمِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  وَّ لَا طَعَامٌ   اِلَّا مِنۡ غِسۡلِیۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَاۡکُلُہٗۤ  اِلَّا الۡخَاطِـُٔوۡنَ ﴿٪﴾
Tetapi barangsiapa diberikan kitabnya di tangan kirinya, maka ia berkata: “Aduhai  kiranya aku tidak diberi kitabku,”  “Dan aku tidak mengetahui apa perhitunganku itu.  Aduhai sekiranya kematianku mengakhiri hidupku! Sekali-kali tidak bermanfaat bagiku hartaku,   hilang lenyap dariku kekuasaanku.” Dia berfirman:Tangkaplah dia dan belenggulah dia, kemudian  masukkanlah dia ke dalam Jahannam, lalu ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya ia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar,  dan  ia tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin. Maka pada hari ini tidak ada baginya  di sana seorang sahabat karib. Dan tidak ada makanan kecuali bekas  cucian luka,  tidak   ada yang memakannya kecuali orang-orang berdosa.” (Al-Haqqah [69]:26-38).

Hakikat Belenggu & Rantai Pengikat

    Seseorang diberikan rekaman amalnyanya di dalam tangan kirinya adalah istilah yang dipakai Al-Quran yang menyatakan kegagalan dalam ujian. Ayat-ayat berikutnya menggambarkan penyesalan mereka yang sangat  dalam. Orang-orang kafir akan mengharapkan bahwa kematian akan menyudahi segala sesuatu sehingga tidak bakal ada kehidupan lain lagi, dan tidak ada lagi kewajiban mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka di hadapan Allah.
   Kalimat:  Tangkaplah dia dan belenggulah dia kemudian masukkanlah dia ke dalam Jahannam, lalu ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.Berulang-ulang telah diterangkan di dalam Al-Quran,  bahwa kehidupan sesudah mati bukan kehidupan baru, melainkan hanya merupakan citra (gambaran) dan penampilan fakta-fakta kehidupan dunia sekarang. Dalam ayat-ayat ini penderitaan ruhani di dalam kehidupan dunia sekarang telah ditampilkan sebagai siksaan jasmani di akhirat.
  Rantai yang akan dikalungkan sekeliling leher menampilkan hasrat-hasrat duniawi, dan hasrat-hasrat itulah yang akan mengambil bentuk belenggu di akhirat. Demikian pula keterikatan pada dunia ini akan nampak sebagai belenggu kaki. Begitu juga terbakarnya hati di dunia pun nampak seperti lidah api yang menjilat-jilat.
   Batas umur manusia pada umumnya  dapat ditetapkan 70 tahun, tanpa mencakup masa kanak-kanak dan masa tua-renta. Usia 70 tahun itu dibuang percuma oleh orang-orang kafir durjana dalam jerat godaan dunia dan dalam pemuasan ajakan hawa nafsunya. Ia tidak berusaha membebaskan diri dari ikatan rantai nafsu, dan karena itu di akhirat, rantai nafsu yang selama 70 tahun ia bergelimang di dalamnya, akan diwujudkan rantai sepanjang 70 hasta, setiap hasta menampilkan satu tahun, yang dengan itu si jahat itu akan dibelenggu.
    Benarlah pernyataan Allah Swt. bahwa kehidupan duniawi hanya tempat berlomba-lomba saling membanggakan harta dan anak keturunan, yang pada akhirnya adalah penyesalan dan penderitaan belaka, karena semuanya itu akan menjadi bahan bakar api neraka bagi para pelakunya, firman-Nya:
اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّمَا الۡحَیٰوۃُ  الدُّنۡیَا لَعِبٌ وَّ لَہۡوٌ وَّ زِیۡنَۃٌ  وَّ تَفَاخُرٌۢ  بَیۡنَکُمۡ وَ تَکَاثُرٌ فِی الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَوۡلَادِ ؕ کَمَثَلِ غَیۡثٍ اَعۡجَبَ الۡکُفَّارَ نَبَاتُہٗ  ثُمَّ یَہِیۡجُ فَتَرٰىہُ مُصۡفَرًّا ثُمَّ  یَکُوۡنُ حُطَامًا ؕ وَ فِی الۡاٰخِرَۃِ  عَذَابٌ شَدِیۡدٌ ۙ وَّ مَغۡفِرَۃٌ مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانٌ ؕ وَ مَا الۡحَیٰوۃُ  الدُّنۡیَاۤ   اِلَّا مَتَاعُ  الۡغُرُوۡرِ ﴿﴾  سَابِقُوۡۤا  اِلٰی مَغۡفِرَۃٍ  مِّنۡ رَّبِّکُمۡ  وَ جَنَّۃٍ عَرۡضُہَا کَعَرۡضِ السَّمَآءِ  وَ الۡاَرۡضِ ۙ اُعِدَّتۡ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya  kehidupan dunia ini hanyalah  permainan, pengisi waktu, perhiasan, saling berbangga di antara kamu serta  bersaing dalam banyaknya harta dan anak. Perumpamaan kehidupan ini seperti hujan, tanaman tanamannya mengagumkan para penanamnya kemudian  tanaman itu menjadi kering dan engkau melihatnya menjadi kuning lalu  menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab sangat keras dan ada ampunan serta  keridhaan dari Allah. Dan sekali-kali tidaklah  kehidupan dunia ini melainkan kesenangan sementara yang menipu. Berlomba-lombalah kamu dalam mencari ampunan Tuhan-mu dan surga yang nilainya setara dengan nilai langit dan bumi yang disediakan bagi  orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Demikianlah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah itu Pemilik karunia yang besar. (Muhammad [57]:21-22).

Luasnya Surga

  Karena “ardh” berarti nilai atau keluasan, maka ayat 22   berarti bahwa: (a) ganjaran bagi orang-orang yang bertakwa di akhirat akan tidak terkira banyaknya; (b) karena surga itu seluas bentangan langit dan bumi – seluruh jagat raya – maka surga itu meliputi neraka juga. Hal itu menunjukkan bahwa surga dan neraka itu bukan dua tempat yang berbeda dan terpisah, melainkan dua keadaan atau kondisi alam pikiran.
  Sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw. yang terkenal memberikan pengertian yang mendalam mengenai paham Al-Quran mengenai surga dan neraka. Pada sekali peristiwa beberapa orang sahabat bertanya: “Jika surga itu meliputi bentangan langit dan bumi dalam keluasannya, maka di manakah terletak neraka itu?” Menurut riwayat Nabi Besar Muhammad saw. telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu: “Dimanakah malam bila siang tiba?” (Tafsir Ibnu Katsir).
        Kembali kepada Surah Al-Takatstsur, ayat-ayat 5-8 tidak meninggalkan syak sekelumit pun mengenai awal kehidupan neraka-awal di dalam dunia ini juga. Neraka di akhirat itu sebenamya disediakan di dunia ini, yang tersembunyi dari mata manusia tetapi dapat dikenal, dengan per-antaraan ‘ilmulyaqin, oleh mereka yang merenungkannya.
     Ayat-ayat ini menggambarkan tiga tingkat keyakinan manusia bertalian dengan neraka, yaitu ’ilmulyaqin atau keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu dengan mengambil kesimpulan; ‘ainulyaqin yaitu keyakinan dengan perantaraan atau berda-sarkan penglihatan; dan haqqulyaqin, yaitu keyakinan berdasarkan pengalaman sendiri.
    ‘Ilmulyaqin dapat diperoleh di dunia ini juga, dengan mengambil kesimpulan oleh mereka yang merenungkan dan menekuni hakikat kejahatan, namun sesudah mati ia akan melihat neraka dengan mata kepala sendiri, sedang pada Hari Kebangkitan ia akan menghayati sepenuhnya haqqulyaqin dengan benar-benar mengalami setelah masuk ke dalam neraka. Dengan  demikian benarlah pernyataan Allah Swt. sebelum ini, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَلۡہٰکُمُ  التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾   حَتّٰی زُرۡتُمُ  الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Dalam  upaya memperbanyak kekayaan telah melalaikan kamu, hingga kamu sampai di kuburan.  (Al-Takatstsur [102]:1-3).

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 31 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma



Tidak ada komentar:

Posting Komentar