Selasa, 09 Oktober 2012

"Sarang Laba-laba" & Hizbullah Hakiki






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 98
    
"Sarang Laba-laba" & Hizbullah Hakiki 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah menjelaskan mengenai pencabutankembali ruh Al-Quran  setelah masa kejayaan  Islam yang pertama selama 3 abad, firman-Nya:
 یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿ ﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.   (Al-Sajdah [32]:6). 
       Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.

3 Abad Kejayaan Islam yang Pertama &
Kemundurannya Selama 1000 Tahun

      Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).
       Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan kemenangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya berlangsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
      Dalam hadits lain -- sehubungan wahyu Surah Al Jumu’ah ayat 3-4 -- Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman dari kalangan umat Islam akan “terbang” ke Bintang Tsuraya, dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan  Al-Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. - Pendiri Jemaat Ahmadiyah, dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotan umat Islam  telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku sebagaimana yang dijanjikan Allah Swt. (QS.61:10).
        Berikut lanjutan  firman Allah Swt. sehubungan dengan   pertanyaan mengenai ruh, yakni mengenai pencabutan “ruh” Al-Quran pada masa kemunduran umat Islam selama 1000 tahun setelah mengalami masa kejayaan yang pertama selama 3 abad,   firman-Nya:
وَ لَئِنۡ شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا  وَکِیۡلًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا رَحۡمَۃً  مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ  فَضۡلَہٗ  کَانَ عَلَیۡکَ  کَبِیۡرًا ﴿﴾   قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ  ظَہِیۡرًا ﴿﴾  
Dan jika   Kami benar-benar  menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali  apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dan kemudian engkau tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu.   Kecuali karena rahmat dari Tuhan engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau. Katakanlah: “Jika  manusia dan jin benar-benar berhimpun  untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini, walaupun  sebagian mereka membantu sebagian yang lain.” (Bani Israil [17]:87-89).

Mereka yang Mengikuti Ketakaburan Iblis
terhadap Adam

        Ayat ini nampaknya mengandung nubuatan bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu Al-Quran akan lenyap dari bumi (QS.32:6). Nubuatan Nabi Muhammad saw.  serupa itu telah diriwayatkan oleh Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua  orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi di kalangan umat Islam yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi dahulu kala yang sifatnya serupa dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha mereka bersama-sama.
    Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik, supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib, yang darinya orang-orang ahli kebatinan itu —  menurut pengakuannya sendiri — menerima ilmu ruhani. Tantangan ini berlaku pula untuk semua orang yang menolak Al-Quran bersumber pada Allah Swt.  dan untuk sepanjang masa.
      Namun ketika Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt.  kepada semua umat beragama – termasuk kepada umat Islam -- benar-benar datang (QS.62:3-4) atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – mendakwakan diri, maka “orang-orang yang buta mata ruhaninya” sebagaimana yang terjhadi di kalangan para pemuka agama Yahudi ketika Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. diutus kepada mereka (QS.3:46-57; QS.61:7) – mereka bukannya menyambutnya dengan penuh kegembiraan, bahkan menjadi penentangnya yang paling depan.
        Mereka  yang mengikuti ketakaburan iblis terhadap Adam -- Khalifah Allah -- seperti itulah yang akan dibangkitkan dalam keadaan buta di alam akhirat, sebagaimana yang diisyaratkan dalam Surah Bani Israil sebelum ini (QS.17:72) dan dalam QS.20:124-127), selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ رَبِّ  لِمَ حَشَرۡتَنِیۡۤ  اَعۡمٰی وَ قَدۡ کُنۡتُ  بَصِیۡرًا ﴿ ﴾    قَالَ  کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا ۚ  وَکَذٰلِکَ  الۡیَوۡمَ  تُنۡسٰی ﴿ ﴾    وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ  یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی  ﴿ ﴾  
Ia berkata: "Ya Tuhan­ku, mengapa Engkau mem­bangkitkan aku dalam keadaan buta, padahal sesungguhnya dahulu aku dapat melihat?”  Dia  berfirman: "Demi­kianlah, telah datang kepadamu Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya  dan demikian pula engkau dilupakan pada hari ini."  Dan demikianlah Kami memberi balasan orang yang me­langgar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Tuhan-nya, dan  niscaya azab  akhirat itu lebih keras dan lebih kekal. (Thā Hā [20]:126-128).

Tuna dari Makrifat Ilahi yang Hakiki

    Sebagai jawaban terhadap keluhan orang kafir mengapa ia dibangkitkan buta padahal dalam kehidupan sebelumnya ia memiliki penglihatan, Allah Swt. akan mengatakan bahwa ia telah menjadi buta ruhani dalam kehidupannya di dunia sebab telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa, dan karena itu ruhnya — yang akan berperan sebagai tubuh untuk ruh lain yang ruhaninya jauh lebih berkembang di akhirat, maka di hari kemudian ia dilahirkan buta.
 Ayat ini dapat pula berarti bahwa karena orang kafir tidak mengembangkan dalam dirinya Sifat-sifat Ilahi  -- yang untuk tujuan itulah Allah Swt. mengutus para rasul Allah, teruatama Nabi Besar Muhammad saw. -- dan tetap asing dari sifat-sifat itu, maka pada hari kebangkitan — ketika Sifat-sifat itu  akan dinampakkan  dengan segala keagungan dan kemuliaan — ia sebagai seseorang yang terasing dari Sifat itu  tidak akan mampu mengenalnya dan dengan demikian akan berdiri seperti orang buta yang tidak mempunyai ingatan atau kenangan sedikit pun kepada Sifat-sifat itu.
  Dalam Kisah Minumental “Adam – Malaikat –Iblis” Allah Swt. telah  berfirman bahwa yang diberi pengetahuan sempurna mengenai “Sifat-sifat Allah Swt.” atau “Asmā-Nya” adalah “Adam”, karena ia telah diangkat oleh Allah Swt. sebagai seorang “Khalifah Allah” atau Rasul Allah (QS.2:31-35), yang kepada “Adam” atau “Rasul Allah” itulah Allah Swt. mengajarkan “Asmā-Nya (nama-nama-Nya – QS.3:31-35; QS.72:27-29.).

Meniru Jalan Hidup Kaum-kaum Purbakala

 Selanjutnya Allah Swt. memperingatkan  mereka yang menentang Rasul Akhir Zaman ini dengan nasib tragis kaum-kaum purbakala, yang karena kebutaan ruhani mereka  gagal mengenal rasul-rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka, yang mengenai kedatangannya dijanjikan kerpada mereka setelah Nabi Adam a.s. (QS.7:35-37), seperti kaum Nabi Nuh a.s., kaum ‘Ad yang kepada mereka Nabi Hud a.s., kaum Tsamud yang kepada mereka  nabi Shalih a.s. diutus  serta Nabi Syu’aib a.as. yang diutus kepada kaum Midian, firman-Nya:
اَفَلَمۡ یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ مَسٰکِنِہِمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ  لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی  النُّہٰی ﴿﴾٪
Maka apakah tidak  mem­beri petunjuk kepada mereka   berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, mereka berjalan-jalan di tempat-tempat tinggal mereka yang telah hancur? Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Thā Hā [20]:126-129).
       Makna lain dari kalimat “mereka berjalan-jalan di tempat-tempat tinggal mereka yang telah hancur?“ adalah bahwa   orang-orang yang menentang rasul Akhir Zaman saat ini pun telah melakukan tindakan zalim yang sama seperti yang dilakukan oleh kaum-kaum purbakala tersebut terhadap rasul Allah yang diutus kepada mereka, sehingga nasib buruk yang  telah menimpa kaum-kaum purbakala tersebut juga akan menimpa umumnya umat-umat beragama di Akhir Zaman ini, antara lain berupa ditimpa berbagai bentuk bala bencana (azab) yang telah membinasakan kaum-kaum purbakala yang bersikap takabbur tersebut (QS.29:15-40), selanjutnya Allah Swt. berfirman:

   فَکُلًّا  اَخَذۡنَا بِذَنۡۢبِہٖ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ اَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِ حَاصِبًا ۚ وَ  مِنۡہُمۡ مَّنۡ اَخَذَتۡہُ  الصَّیۡحَۃُ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ خَسَفۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ  اَغۡرَقۡنَا ۚ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیَظۡلِمَہُمۡ  وَ لٰکِنۡ  کَانُوۡۤا  اَنۡفُسَہُمۡ  یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾

Maka setiap orang dari mereka Kami tangkap karena dosanya,  di antara mereka ada yang Kami kirim kepadanya badai pasir, di antara mereka ada yang disambar oleh petir,  di antara mereka ada  yang Kami benamkan  di bumi, di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan,   dan Allah sekali-kali tidak berbuat zalim terhadap mereka, tetapi mereka  menzalimi  diri mereka sendiri. (Al-Ankabut [29]:41).
        Al-Quran telah mempergunakan berbagai kata dan ungkapan untuk hukuman yang ditimpakan lawan-lawan berbagai nabi pada zamannya masing-masing azab yang melanda kaum ‘Ād digambarkan sebagai badai pasir (QS.41:17; QS.54:20; dan QS.69:7); yang menimpa kaum Tsamud sebagai gempa bumi (QS.7:79); ledakan (QS.11:68; QS.54:32), halilintar (QS.41:18), dan ledakan dahsyat (QS.69:6); azab yang menghancurkan umat Nabi Luth a.s. sebagai hujan  batu-batu tanah (QS.11:83; QS.15:75); badai batu (QS.54:35); dan azab yang menimpa Midian, kaum Nabi Syu’aib a.s. sebagai gempa bumi (QS.7:92; QS.29:38); ledakan (QS.11:95); dan azab pada hari siksaan yang mendatang (QS.26:190).
      Terakhir dari semua itu ialah azab Ilahi yang menimpa Fir’aun dan lasykarnya serta pembesar-pembesarnya yang gagah-perkasa, Haman dan Qarun (Qorah), dan membinasakan mereka sampai hancur-luluh, telah digambarkan dengan ungkapan, “Kami ........ tenggelamkan pengikut-pengikut Fir’aun” (QS.2:51; QS.7:137; dan QS.17:104), dan “Kami menyebabkan bumi menelannya” (QS.28:82).

Perumpamaan Keadaan para
Penentang Rasul Allah Swt.

      Selanjutnya Allah Swt. memperingatkan para penentang rasul Allah, bahwa walau pun mereka itu dari segi jumlah, kekuasaan serta kekayaan  jauh melebihi  rasul Allah dan para pengikutnya yang mereka dustakan, tentang dan mereka zalimi, terapi karena pada hakikatnya mereka itu  bersikap takabur dan menentang Allah Swt. Wujud yang  telah mengutus rasul Allah yang dijanjikan kepada mereka, karena itu keadaan mereka itu sangat lemah bagaimana lemahnya sarang laba-laba, demikian Allah Swt. mengemukakan perumpamaan tentang para penentang rasul Allah tersebut, firman-Nya:
      مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا ؕ وَ اِنَّ  اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۘ  لَوۡ  کَانُوۡا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ ﴾   اِنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ وَ  ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾  وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ  اِلَّا  الۡعٰلِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Perumpamaan orang-orang yang mengambil  penolong-penolong selain Allah adalah seperti perumpamaan laba-laba yang membuat rumah, dan sesungguhnya selemah-lemah  rumah pasti rumah laba-laba, seandainya mereka itu mengetahui.   Sesungguhnya Allah mengetahui  sesuatu apa pun yang mereka seru selain-Nya, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   Dan  itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami kemukakan bagi manusia, dan sekali-kali  tidak  ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut [29]:42-44).
      Masalah Keesaan Tuhan yang menjadi pembahasan terutama Surah Al-Ankabut disudahi dalam ayat ini dengan sebuah tamsil (perumpamaan) yang indah sekali, dan menjelaskan kepada kaum musyrik ketololan, kesia-siaan, dan kepalsuan kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan syirik mereka. Mereka itu rapuh bagaikan sarang laba-laba dan tidak dapat bertahan terhadap kecaman akal sehat.
       Sebagai bukti kerapuhan dan ketidak-berdayaan “tuhan-tuhan yang mereka” sembah selain Allah Swt. adalah “nasib tragis  yang menimpa kaum-kaum purbakala yang menentang para rasul Allah yang mengajarkan Tauhid Ilahi kepada mereka. Benarlah  firman-Nya:
اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُحَآدُّوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗۤ اُولٰٓئِکَ فِی  الۡاَذَلِّیۡنَ ﴿ ﴾    کَتَبَ اللّٰہُ  لَاَغۡلِبَنَّ  اَنَا وَ  رُسُلِیۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  قَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿ ﴾
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya mereka itu termasuk orang-orang yang sangat hina.   Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku  pasti akan me-nang.”  Sesungguhnya Allāh Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Mujadilah [58]:21-22).

Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki

  Ada tersurat nyata pada lembaran-lembaran sejarah bahwa kebenaran – yaitu Tauhid Ilahi -- senantiasa menang terhadap kepalsuan atau kemusyrikan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai dukungan-Nya  para pencinta Tauhid Ilahi, khususnya yang  diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabah beliau saw. yang hakiki, firman-Nya:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿ ﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,   walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Itulah golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah  itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujadilah [58]:23).
  Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir. Karena  cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain --  dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada --  maka Allah Swt. memerintahkan  orang-orang beriman   jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir, apa pun hubungan darah mereka itu.
  Ikatan agama harus mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.
     Dengan demikian benarlah pernyataan Allah Swt. dalam Surah Yā Sīn yang jadi pokok pembahasan sebelum ini mengenai “penyegelan” mulut di alam akhirat pada waktu Hari Penghisaban amal, firman-Nya:
اَلۡیَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلٰۤی اَفۡوَاہِہِمۡ وَ تُکَلِّمُنَاۤ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ تَشۡہَدُ اَرۡجُلُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ  ﴿﴾ وَ لَوۡ نَشَآءُ  لَطَمَسۡنَا عَلٰۤی  اَعۡیُنِہِمۡ فَاسۡتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰی یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَوۡ نَشَآءُ لَمَسَخۡنٰہُمۡ عَلٰی مَکَانَتِہِمۡ فَمَا اسۡتَطَاعُوۡا مُضِیًّا وَّ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿٪﴾
Pada hari ini Kami akan memeterai mulut mereka, sedangkan  tangan mereka akan berbicara kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi  mengenai apa yang dahulu mereka usahakan.   (Yā Sīn [36]:66). 
       Bila kejahatan-kejahatan orang-orang kafir telah dibuktikan dan dinyatakan senyata-nyatanya, mereka akan bungkam -- mulutnya seolah-olah dimeterai (disegel) -- dan mereka tidak akan mampu menyatakan sesuatu guna membela diri dan memperkecil dosa mereka, dan tangan serta kaki mereka pun akan memberikan persaksian terhadap mereka, karena tangan dan kaki merupakan alat utama guna melaksanakan perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk.
        Karena manusia telah dianugerahi kebebasan melakukan sesuatu dan kebebasan mengikuti kemauan sendiri, ia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Orang-orang kafir dengan gigih menolak melihat kebenaran, dengan akibat mereka sama sekali kehilangan kemampuan melihat kebenaran itu. Itulah juga arti dan maksud kata-kata  “Pada hari ini Kami akan mencap pada mulut mereka” dalam ayat sebelum ini.

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 10  Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma






Tidak ada komentar:

Posting Komentar