Senin, 08 Oktober 2012

Cara Mengembangkan "Ruh" Manusia & Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran








بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 97
    
 Cara Mengembangkan Ruh Manusia &
Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah menjelaskan mengenai  penyebab terjadinya “kebutaan mata ruhani  yang dialami orang-orang kafir di alam akhirat  --sehubungan dengan   makna kalimat “Dan  barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta,“ (QS.20:125) --  hal itu mengisyaratkan kepada para penentang rasul Allah,  kebutaan mata ruhani” tersebut terjadi   karena mereka mengikuti ketakaburan  dan penentangan yang dilakukan  iblis  terhadap Adam, Khalifah Allah.
  Makna kalimat “Dan  barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesung-guhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta“ itu pun   mengandung makna lainnya, yaitu seseorang yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. di dunia serta menjalani cara hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya --  dan dengan demikian membuat dirinya tidak layak menerima nur dari Allah Swt. -- mereka itu  akan dibangkitkan dalam keadaan buta di waktu kebangkitannya kembali pada kehidupan di akhirat.

Hakikat Penciptaan Ruh &
Cara Menumbuh-kembangkannya

   Hal itu menjadi demikian  karena ruhnya di dunia ini - yang akan berperan sebagai badan (tubuh) bagi ruh yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat - telah menjadi buta, sebab ia telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa di dunia ini.   Itulah sebabnya ketika orang-orang kafir menanyakan masalah ruh kepada Nabi Besar Muhammad saw.  beliau saw. diperintahkan Allah Swt.  untuk menjawab bahwa: “Pengetahuan kalian mengenai ruh sangat sedikit, karena masalah ruh  dan cara menghidupkan ruh sepenuhnya urusan Allah Swt. dan sangat erat hubungannya dengan keberadaan seorang Khalifah Allah (rasul Allah)”,  firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu tentang itu melainkan sedikit.” (Bani Israil [17]:86).
      Dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik (occult), seperti halnya banyak ahli kebatinan modern, para pengikut gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu.
      Nampaknya di masa Nabi Besar Muhammad saw. pun beberapa orang Yahudi di Medinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Makkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam Nabi Besar Muhammad saw., mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Makkah itu menanyakan kepada beliau saw.  hakikat ruh manusia.
     Dalam ayat yang sedang dibahas ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan  bahwa ruh memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipuan dan omong-kosong belaka.

Tiga Cara Allah Swt. Menciptakan  &
Pentingnya Kesinambungan Wahyu Ilahi

    Menurut riwayat, pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.   di kota Makkah oleh orang-orang Quraisy dan kemudian -- menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a.   oleh orang-orang Yahudi di Madinah.
       Di sini ruh disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari Allah Swt.. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis: (1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya. (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
        Kejadian macam pertama termasuk jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah), yang untuk itu lihat QS.2:118 mengenai “kun fayakun   (jadilah, maka terjadilah), dan yang terakhir disebut khalq (arti harfiahnya ialah menciptakan). Ruh manusia termasuk jenis penciptaan pertama (kun fayakun).
         Kata ruh itu berarti wahyu Ilahi (Lexicon Lane). Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung arti demikian, sebab perkembangan ruh manusia erat kaitannya dengan wahyu Ilahi – terutama wahyu syariat – yang apabila manusia menyelaraskan kehidupannya dengan petunjuk wahyu syariat maka ruhnya akan tumbuh berkembang ke arah kesempurnaan yang tiada habisnya.
       Menurut Allah Swt, tanpa peran-serta wahyu Ilahi semua manusia – termasuk para rasul Allah – tidak mengetahui apa pun yang seharusnya diketahuinya, termasuk cara  mengembangkan ruhnya ke arah yang lebih sempurna, sebab dengan perantaraan wahyu Ilahi itulah Allah Swt.  berkomunikasi dengan manusia, firman-Nya:

وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿ ﴾   وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ ﴾  صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪ ﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan (rasul)  guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana.    Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini  dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus,   Jalan  Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali. (Al-Syura [42]:52-54). 

Tiga Cara Allah Swt. Berkomunikasi
dengan Manusia

     Ayat 52 menyebut tiga cara Allah Swt.   berbicara (berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka: (a) Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara. (b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata "dari belakang tabir," (c) Allah menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
   Dalam ayat 53 Al-Quran disebut di sini ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan perantaraannya, bangsa yang telah mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru. Agama (ajaran) Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya (penciptaannya), yakni untuk beribadah kepada Allah (QS.51:57) atau  untuk menyerap dan memperagakan Sifat-sifat sempurna Allah  sebagaimana yang diperagakan oleh para rasul Allah, tertama sekali oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:33). 
 Makna  ayat “Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali”    (QS.42:52-54), bahwa permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di tangan Allah Swt., begitu juga dengan masalah ruh manusia dan cara mengembangkannya ke arah kesempurnaan yang tidak berakhir, firman-Nya: 
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu tentang itu melainkan sedikit.” (Bani Israil [17]:86).
      Masalah yang sama berlaku juga dengan Al-Quran, yang menurut Allah Swt. “ruh” Al-Quran pun  setelah 3 abad  sejak diturunkan  (diwahyukan) kepada Nabi Besar Muhyammad saw.  lalu secara bertahap akan ditarik lagi kepada Allah Swt. dalam satu hari yang  lamanya 1000 tahun , firman-Nya:
 یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿ ﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.   (Al-Sajdah [32]:6). 
         Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 9 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar