بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 97
Cara Mengembangkan Ruh Manusia &
Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran
Pencabutan Kembali "Ruh" Al-Quran
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Pada bagian akhir Bab sebelumnya
telah menjelaskan mengenai penyebab
terjadinya “kebutaan mata ruhani” yang dialami orang-orang kafir di alam akhirat --sehubungan dengan makna kalimat “Dan barangsiapa berpaling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat
dalam keadaan buta,“ (QS.20:125)
-- hal itu mengisyaratkan kepada para penentang rasul Allah, “kebutaan
mata ruhani” tersebut terjadi karena mereka mengikuti ketakaburan dan penentangan yang dilakukan iblis terhadap Adam, Khalifah Allah.
Makna kalimat “Dan barangsiapa berpaling dari mengingat Aku maka sesung-guhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat
dalam keadaan buta“ itu pun mengandung makna lainnya, yaitu seseorang
yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. di dunia serta menjalani cara
hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya -- dan dengan demikian membuat dirinya tidak layak menerima nur dari Allah Swt. -- mereka itu akan dibangkitkan
dalam keadaan buta di waktu kebangkitannya
kembali pada kehidupan di akhirat.
Hakikat Penciptaan Ruh &
Cara Menumbuh-kembangkannya
Hal itu menjadi demikian karena ruhnya
di dunia ini - yang akan berperan sebagai badan
(tubuh) bagi ruh yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat -
telah menjadi buta, sebab ia telah
menjalani kehidupan yang bergelimang dosa
di dunia ini. Itulah sebabnya ketika orang-orang kafir menanyakan masalah ruh
kepada Nabi Besar Muhammad saw. beliau
saw. diperintahkan Allah Swt. untuk
menjawab bahwa: “Pengetahuan kalian mengenai
ruh sangat sedikit, karena masalah ruh
dan cara menghidupkan ruh
sepenuhnya urusan Allah Swt. dan sangat erat hubungannya dengan keberadaan
seorang Khalifah Allah (rasul Allah)”, firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka
bertanya kepada engkau mengenai ruh,
katakanlah: “Ruh telah diciptakan
atas perintah Tuhan-ku, dan kamu
sama sekali tidak diberi ilmu tentang
itu melainkan sedikit.” (Bani
Israil [17]:86).
Dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik (occult), seperti halnya
banyak ahli kebatinan modern, para
pengikut gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu.
Nampaknya di masa Nabi Besar
Muhammad saw. pun beberapa orang Yahudi
di Medinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu. Itulah sebabnya
mengapa ketika orang-orang musyrik Makkah
mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam
Nabi Besar Muhammad saw., mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Makkah
itu menanyakan kepada beliau saw. hakikat ruh manusia.
Dalam ayat yang sedang dibahas
ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan bahwa ruh
memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut
kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipuan dan omong-kosong belaka.
Tiga Cara Allah Swt. Menciptakan
&
Pentingnya Kesinambungan Wahyu
Ilahi
Menurut riwayat, pertanyaan-pertanyaan
mengenai sifat ruh manusia
pertama-tama diajukan kepada Nabi Besar Muhammad saw. di
kota Makkah oleh orang-orang Quraisy dan
kemudian -- menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. oleh
orang-orang Yahudi di Madinah.
Di sini ruh
disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah
langsung dari Allah Swt.. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari
dua jenis: (1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat
atau benda yang telah diciptakan sebelumnya. (2) Kejadian selanjutnya yang
dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan
sebelumnya.
Kejadian macam pertama termasuk
jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah), yang untuk itu lihat
QS.2:118 mengenai “kun fayakun” (jadilah, maka terjadilah), dan yang
terakhir disebut khalq (arti harfiahnya ialah menciptakan). Ruh manusia termasuk jenis penciptaan
pertama (kun fayakun).
Kata ruh itu berarti wahyu Ilahi
(Lexicon Lane). Letaknya kata
ini di sini agaknya mendukung arti demikian, sebab perkembangan ruh manusia erat kaitannya dengan wahyu Ilahi – terutama wahyu syariat – yang apabila manusia menyelaraskan kehidupannya dengan
petunjuk wahyu syariat maka ruhnya akan tumbuh berkembang ke arah
kesempurnaan yang tiada habisnya.
Menurut Allah Swt, tanpa
peran-serta wahyu Ilahi semua manusia
– termasuk para rasul Allah – tidak
mengetahui apa pun yang seharusnya diketahuinya, termasuk cara mengembangkan
ruhnya ke arah yang lebih sempurna, sebab dengan perantaraan wahyu Ilahi itulah Allah Swt. berkomunikasi
dengan manusia, firman-Nya:
وَ مَا کَانَ
لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ
اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا
فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿ ﴾ وَ کَذٰلِکَ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ رُوۡحًا
مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ ﴾ صِرَاطِ اللّٰہِ الَّذِیۡ
لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ اِلَی اللّٰہِ
تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪ ﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia
bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan
wahyu atau dari belakang tabir
atau dengan mengirimkan seorang utusan
(rasul) guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan
demikianlah Kami telah mewahyukan kepada
engkau firman ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu, tetapi Kami
telah menjadikan wahyu itu nur,
yang dengan itu Kami memberi petunjuk
kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus, Jalan Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali. (Al-Syura
[42]:52-54).
Tiga Cara Allah Swt.
Berkomunikasi
dengan Manusia
Ayat
52 menyebut tiga cara Allah Swt. berbicara (berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka: (a) Dia berfirman
secara langsung kepada mereka tanpa perantara. (b) Dia membuat mereka
menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau
kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar,
di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka.
Inilah arti kata-kata "dari belakang tabir," (c) Allah
menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
Dalam ayat 53 Al-Quran disebut di sini ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan
perantaraannya, bangsa yang telah mati
keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru. Agama (ajaran) Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang
membawa manusia kepada Allah Swt. dan
menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya (penciptaannya), yakni untuk beribadah kepada Allah (QS.51:57) atau untuk menyerap dan memperagakan Sifat-sifat sempurna Allah sebagaimana yang diperagakan oleh para rasul
Allah, tertama sekali oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32;
QS.33:33).
Makna
ayat “Ketahuilah, kepada Allah
segala perkara kembali” (QS.42:52-54),
bahwa permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di tangan Allah Swt., begitu juga dengan
masalah ruh manusia dan cara
mengembangkannya ke arah kesempurnaan yang tidak berakhir, firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ
مِنۡ اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka
bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas
perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali
tidak diberi ilmu tentang itu melainkan sedikit.” (Bani
Israil [17]:86).
Masalah yang sama berlaku juga dengan Al-Quran,
yang menurut Allah Swt. “ruh”
Al-Quran pun setelah 3 abad
sejak diturunkan (diwahyukan)
kepada Nabi Besar Muhyammad saw. lalu
secara bertahap akan ditarik lagi
kepada Allah Swt. dalam satu hari
yang lamanya 1000 tahun , firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ
مِنَ السَّمَآءِ اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ
یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿ ﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi,
kemudian perintah itu akan naik
kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (Al-Sajdah [32]:6).
Ayat ini menunjuk kepada
suatu pancaroba sangat hebat, yang
ditakdirkan akan menimpa Islam dalam
perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 9 Oktober 2012
Ki
Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar