Sabtu, 20 Oktober 2012

Jaminan Pemeliharaan Al-Quran & Pembukaan Khazanahnya Secara Bertahap





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 107
    
Jaminan Pemeliharaan Al-Quran &
Pembukaan Khazanahnya Secara bertahap


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam   bagian   Bab sebelumnya telah dijelaskan  mengenai  makna Sidratul Muntaha dan Tajalli Ilahi  paling sempurna, yang  Nabi Musa a.s. tidak sanggup “memikulnya”, firman-Nya:
اِنَّا عَرَضۡنَا الۡاَمَانَۃَ عَلَی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ الۡجِبَالِ فَاَبَیۡنَ اَنۡ یَّحۡمِلۡنَہَا وَ اَشۡفَقۡنَ مِنۡہَا وَ حَمَلَہَا الۡاِنۡسَانُ ؕ اِنَّہٗ کَانَ ظَلُوۡمًا جَہُوۡلًا ﴿ۙ ﴾
Sesungguhnya Kami telah  menawarkan amanat syariat kepada seluruh langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan memikulnya dan mereka takut terhadapnya, akan sedangkan insan (manusia) memikulnya, sesungguhnya ia sanggup berbuat zalim dan  abai  terhadap dirinya.  (Al-Ahzab [33]:73).
        Dengan penjelasan tersebut maka pembahasan firman-Nya berikut ini  mengenai kesempurnaan wahyu-wahyu Al-Quran  yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. menjadi nyata, bahwa Al-Quran – walau pun ada ayat-ayatnya yang seperti “syair-syair” (sajak) misalnya Surah At Takwir --  tetapi Al-Quran bukanlah  syair-syair dan Nabi Besar Muhammad saw. bukan pula seorang penyair, firman-Nya:
وَ مَا عَلَّمۡنٰہُ الشِّعۡرَ وَ مَا یَنۡۢبَغِیۡ لَہٗ ؕ اِنۡ ہُوَ   اِلَّا  ذِکۡرٌ   وَّ  قُرۡاٰنٌ  مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ ﴾  لِّیُنۡذِرَ مَنۡ کَانَ حَیًّا وَّ یَحِقَّ الۡقَوۡلُ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan Kami sekali-kali tidak mengajarinya syair dan sekali-kali tidak pula layak baginya.  Itu tidak lain melainkan suatu nasihat dan Qur-an yang memberi penerangan, supaya memberi peringatan kepada yang hidup,  dan supaya menjadi pasti keputusan Allah atas orang-orang kafir. (Yā Sīn [36]:70-71).

Khazanah Rezeki yang Tak terbatas &
Berbuat Syirik

        Selanjutnya Allah Swt. berfirman  mengenai penganugerahkan berbagai rezeki duniawi   kepada manusia:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا خَلَقۡنَا لَہُمۡ مِّمَّا عَمِلَتۡ اَیۡدِیۡنَاۤ  اَنۡعَامًا فَہُمۡ  لَہَا مٰلِکُوۡنَ﴿ۙ ﴾   
Apakah mereka tidak melihat  bahwasanya dari antara barang-barang yang telah dibuat oleh tangan Kami,  Kami telah menciptakan binatang ternak bagi mereka lalu  mereka menjadi pemiliknya (Yā Sīn [36]:72).
       Jika Allah Swt. telah memberi jaminan bagi segala keperluan  yang diperlukan orang guna memenuhi segala kepentingan dan keperluan jasmaninya, maka tidak masuk akal bahwa Dia akan melalaikan memberikan jaminan bagi segala keperluan akhlak dan ruhaninya.
        Ayat  72  dan beberapa ayat berikutnya menyebutkan beberapa hal yang paling banyak diperlukan dan dipergunakan orang dalam kehidupan sehari-hari, firman-Nya:
وَ ذَلَّلۡنٰہَا لَہُمۡ  فَمِنۡہَا رَکُوۡبُہُمۡ  وَ  مِنۡہَا یَاۡکُلُوۡنَ ﴿ ﴾   وَ لَہُمۡ  فِیۡہَا مَنَافِعُ  وَ  مَشَارِبُ ؕ اَفَلَا یَشۡکُرُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan Kami telah menundukkannya bagi mereka maka sebagian  darinya menjadi tunggangan mereka dan sebagian  darinya mereka makan. Dan bagi mereka di dalam binatang-binatang itu terdapat banyak manfaat dan minuman. Apakah mereka tidak bersyukur? Dan bagi mereka di dalam binatang-binatang itu terdapat banyak manfaat dan minuman. Apakah mereka tidak bersyukur?  (Yā Sīn [36]:73-74).
       Namun daripada bersyukur kepada Allah Swt. yang  dengan sifat Rahmāniyat-Nya telah menyediakan berbagai hal yang diperlukan oleh umat manusia, kebanyakan manusia malah mempersekutukan Allah Swt. dengan berbagai bentuk sembahan yang batil, firman-Nya:
وَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اٰلِہَۃً  لَّعَلَّہُمۡ یُنۡصَرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾   لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ نَصۡرَہُمۡ ۙ وَ ہُمۡ   لَہُمۡ  جُنۡدٌ  مُّحۡضَرُوۡنَ ﴿ ﴾   فَلَا یَحۡزُنۡکَ قَوۡلُہُمۡ ۘ اِنَّا نَعۡلَمُ مَا یُسِرُّوۡنَ  وَ مَا  یُعۡلِنُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan mereka telah menjadikan sembahan-sembahan selain Allah supaya mereka ditolong.  Sembahan-sembahan itu tidak mampu menolong mereka,  sedangkan mereka adalah lasykar yang akan dihadirkan untuk menentang mereka.   Maka janganlah menyedihkan engkau ucapan mereka, sesungguhnya  Kami mengetahui apa yang mereka sembunyikan dan apa yang mereka tampakkan.  (Yā Sīn [36]:75-77).
        Dalam  firman-Nya berikut ini Allah Swt.  menjelaskan bahwa apa pun yang diperlukan manusia  -- baik  di masa yang lalu, di masa sekarang dan di masa yang akan datang  --  telah disediakan  oleh Allah Swt. secara berlimpah-ruah, firman-Nya:
وَ اٰتٰىکُمۡ مِّنۡ کُلِّ مَا سَاَلۡتُمُوۡہُ ؕ وَ اِنۡ تَعُدُّوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ لَا تُحۡصُوۡہَا ؕ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ  لَظَلُوۡمٌ  کَفَّارٌ ﴿﴾
Dan Dia telah memberikan kepadamu segala sesuatu apa yang kamu minta kepada-Nya,  dan  jika  kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, kamu tidak akan dapat menghitung-nya, sesungguhnya manusia benar-benar sangat zalim, sangat tidak bersyukur. (Ibrahim [14]:35). Lihat pula QS.16:19.

Diturunkan Sesuai Qadar (Ukuran)

        Kata-kata “apa yang kamu minta kepada-Nya” menunjukkan kepada tuntutan-tuntutan fitrat manusa yang telah terpenuhi seluruhnya. Allah Swt.  telah  menyediakan bahan yang lengkap untuk memenuhi segala hasrat dan keinginan fitrat manusia. Selanjutnya Dia berfirman:
یَسۡـَٔلُہٗ  مَنۡ  فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ کُلَّ  یَوۡمٍ ہُوَ  فِیۡ  شَاۡنٍ ﴿ۚ ﴾
Kepada-Nya memohon  segala yang ada di seluruh langit dan bumi. Setiap hari Dia menampakkan sifat-Nya dalam keadaan yang berlainan.   (Al-Rahmān [55]:30).
   Untuk mempertahankan hidup dan memenuhi segala keperluannya, sekalian makhluk bergantung pada Allah Swt., Yang adalah Sang Pencipta, Pemberi rezeki, dan Pemelihara mereka. Sifat-sifat Ilahi tidak mengenal batas atau hitungan, dan Sifat-sifat itu menjelmakan diri dalam berbagai cara di sepanjang masa, demikian pula halnya dengan penganugerahan khazanah-khazanah baru dari ciptaan Allah Swt. yang diperlukan manusia pun diberikan secara bertahap dan sesuai kebutuhan, firman-Nya:
وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿ ﴾
Dan  tidak ada suatu pun melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan  Kami   sekali-kali tidak menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu.  (Al-Hijr [15]:22).
      Allah Swt.   memiliki persediaan (khazanah) segala sesuatu dalam jumlah yang tidak terbatas. Akan tetapi sesuai dengan rahmat-Nya yang tidak berhingga, Dia mengarahkan pikiran atau otak manusia kepada satu benda yang tertentu, hanya bilamana timbul suatu keperluan yang sesungguhnya akan benda itu.
       Seperti halnya alam semesta kebendaan, Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian, di mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian yang dibukakan Allah Swt. kepada manusia sesuai dengan keperluan zaman. Khazanah-khazanah-khazanah baru keruhanian Al-Quran tersebut  dibukakan kepada “orang-orang yang hatinya disucikan” Allah Swt., khususnya para wali Allah  -- terutama para mujaddid  dan rasul Allah (QS.3:180; QS.72:27-29), firman-Nya:
فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ ﴾   وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ ﴾   لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾   تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ ﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ ﴾   وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan, dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,   wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.   Maka  apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?  Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezekimu?  (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).

Jaminan Pemeliharaan Al-Quran

      Ayat 76  bersumpah dengan dan berpegang kepada nujum -- yang  selain berarti “bintang-bintang” -- juga berarti  bagian-bagian Al-Quran (Lexicon Lane), sebagai bukti untuk mendukung pengakuan bahwa Al-Quran luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan besar di balik kejadian (penciptaan) manusia, demikian pula untuk membuktikan keberasalan Al-Quran sendiri dari Allah Swt..
    Jika kata mawāqi’ diambil dalam arti tempat-tempat dan waktu bintang-bintang berjatuhan, maka ayat ini bermakna bahwa telah merupakan hukum Ilahi yang tidak pernah salah,  bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah muncul  senantiasa terjadi gejala meteoric berupa bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah luar biasa banyaknya, dan yang demikian itu telah terjadi juga di masa Nabi Besar Muhammad saw..
    Menurut ayat 79 bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya.   
   Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab Al-Quran yang disodorkan oleh  Nabi Besar Muhammad saw.   kepada dunia 14 abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun, demikian pendapat William Muir, salah seorang kritikus Kristen terkenal berkenaan dengan Al-Quran dan Nabi Besar Muhammad saw.. Benarlah  firman Allah Swt. berikut ini:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.   (Al-Hijr [15]:10).
        Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan  bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt..  
        Surah ini diturunkan di Makkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.  beserta para pengikut beliau saw. sangat morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya mereka sebab Dia sendirilah Penjaganya.
        Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan, serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan.
       Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ...................... Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan ...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).
          Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britannica).   Kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran dakwa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya Al-Quran sajalah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.

Khazanah Keruhanian Al-Quran &
“Orang-orang yang Disucikan”

    Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya. Ayat ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam (QS.4:84; QS.47:25).  Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas Al-Quran itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
     Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
    Hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.
   Ada pun mengenai orang-orang kafir, mereka takut kalau-kalau mereka  menerima kebenaran akan dijauhkan dari sumber-sumber kehidupan mereka. Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi; atau, ayat ini dapat diartikan bahwa orang-orang kafir menolak kebenaran sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan (rezaki)  mereka bergantung padanya saja. Bagimana jua pun keadaannya, mereka tidak akan menerima kebenaran. Itulah makna ayat: “Maka  apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?    Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezekimu?”

Sejarah Berulang

         Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. berfirman  mengenai penganugerahkan berbagai rezeki duniawi   kepada manusia:
اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا خَلَقۡنَا لَہُمۡ مِّمَّا عَمِلَتۡ اَیۡدِیۡنَاۤ  اَنۡعَامًا فَہُمۡ  لَہَا مٰلِکُوۡنَ﴿ۙ ﴾   
Apakah mereka tidak melihat  bahwasanya dari antara barang-barang yang telah dibuat oleh tangan Kami,  Kami telah menciptakan binatang ternak bagi mereka lalu  mereka menjadi pemiliknya (Yā Sīn [36]:72).
         Demikian juga  persediaan rezeki ruhani pun telah disediakan Allah Swt. dalam Al-Quran secara berlimpah ruah, dan pengagerahannya akan akan disesuaikan dengan tuntutan keperluan manusia, seperti halnya khazanah-khazanah jasmani, firman-Nya:
وَ  اِنۡ مِّنۡ شَیۡءٍ   اِلَّا عِنۡدَنَا خَزَآئِنُہٗ ۫ وَ  مَا  نُنَزِّلُہٗۤ  اِلَّا بِقَدَرٍ  مَّعۡلُوۡمٍ ﴿ ﴾
Dan  tidak ada suatu pun melainkan pada Kami ada khazanah-khazanahnya yang tidak terbatas, dan  Kami   sekali-kali tidak menurunkannya melainkan dalam ukuran yang tertentu.  (Al-Hijr [15]:22).
         Karena melalui “orang-orang yang disucikan” Allah Swt. itulah pembukaan “khazanah-khazanah keruhanian  baru” Al-Quran, oleh sebab itu alangkah malangnya nasib orang-orang yang menentang para wali Allah dan para mujaddid yang menurut sabda Nabi Besar Muhammad saw. dibangkitkan Allah Swt. di setiap abad --  seperti Imam Ghazali rta, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani rta, Ibnu ‘Arabi  rta, dll.  -- terutama mereka yang mendustakan dan menentang rasul Allah yang  diutus di  Akhir Zaman ini,  untuk mewujudkan kejayaan Islam yang kedua (QS.61:10), dan menurut Allah Swt. penolakan mereka  tersebut telah dijadikan sebagai sarana memperoleh rezeki dan kehormatan duniawi, firman-Nya:
فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ ﴾   وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ ﴾   لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾   تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ ﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ ﴾   وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan, dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,   wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.   Maka  apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?  Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezekimu?  (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 20 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar