بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 112
Empat Golongan Orang-orang yang Mendapat Nikmat-nikmat Keruhanian
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai
pemeliharaan Allah Swt. atas
Al-Quran dan orang-orang yang dapat “menyentuh” khazanah-khazanah keruhaniannya yang tertutup rapat, firman-Nya:
اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ ﴾ لَّا یَمَسُّہٗۤ اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
Sesungguhnya
itu benar-benar Al-Quran yang mulia, dalam suatu
kitab yang sangat terpelihara, yang tidak dapat menyentuhnya kecuali
orang-orang yang disucikan. Al-Wāqi’ah
[56]:78-80).
Ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia
(QS.30:31). Fitrat insani
berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar
dan telah dilimpahi kemampuan untuk
sampai kepada keputusan yang benar.
Orang yang secara jujur bertindak
sesuai dengan naluri atau fitratnya ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
Jadi, menurut Allah Swt., hanya orang
yang bernasib baik sajalah yang
diberi pengertian yang benar mengenai dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang
hakiki, melalui cara menjalani kehidupan
bertakwa lalu meraih kebersihan hati
dan dimasukkan ke dalam alam rahasia
ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi
orang-orang yang hatinya tidak bersih.
Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran
sementara keadaan fisik kita tidak bersih.
Al-Quran adalah “Minuman Surgawi”
yang Tutupnya di Segel dengan
“Tasnim”
Dalam firman Allah Swt. berikut ini
Al-Quran pun merupakan “minuman surgawi”
yang tutupnya disegel dengan “tasnim”, firman-Nya:
کَلَّاۤ اِنَّ کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ ﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ
﴿ۙ ﴾ یَّشۡہَدُہُ
الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
Sekali-kali
tidak, sesungguhnya rekaman orang-orang
yang abrar (pelaku kebajikan) itu benar-benar
ada di dalam ‘illiyyīn. Dan tahukah
engkau apa ‘illiyyūn itu?
Yaitu sebuah Kitab
tertulis. Orang-orang yang
didekatkan kepada Allah akan menyaksikannya.
(Al-Muthaffifīn
[83]:19-22).
‘Illiyyūn
yang dianggap oleh sebagian orang berasal dari ‘alā, yang
berarti sesuatu itu tinggi atau menjadi
tinggi, maksudnya martabat-martabat
paling mulia yang akan dinikmati oleh orang-orang
beriman yang bertakwa. Menurut Kitab
Al-Mufradat,
‘illiyyūn itu orang-orang
bertakwa pilihan, yang akan
menikmati kelebihan ruhani di atas
orang-orang beriman.
Kata itu dapat juga menampilkan bagian-bagian Al-Quran yang mengandung nubuatan-nubuatan mengenai kemajuan dan kesejahteraan besar orang-orang
beriman yang menyelasarkan kehidupannya dengan petunjuk Al-Quran yang
dajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22; QS.4:70-71) Menurut
Ibn ‘Abbas kata ‘iliyyūn itu
berarti surga (Tafsir Ibnu Katsir), sedang Imam Raghib menganggap ‘illiyyūn itu
sebutan bagi para penghuninya.
Karena sijjīn -- yang dikemukakan dalam ayat sebelumnya bagi para penghuni
neraka (QS.83:7-18) -- itu mufrad dan ‘illiyyīn jamak,
maka nampak bahwa sementara hukuman
bagi orang-orang berdosa akan statis yakni tetap pada satu tempat,
sedangkan kemajuan ruhani orang-orang
bertakwa akan berkesinambungan tanpa
rintangan dan akan mengambil bentuk
berbeda-beda. Mereka akan maju dari satu tingkat ruhani kepada tingkat
ruhani lebih tinggi. (QS.66:9). Selanjutnya Allah Swt. berirman:
اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ
﴿ۙ ﴾ عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾ تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾ یُسۡقَوۡنَ مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾ خِتٰمُہٗ مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ
الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مِزَاجُہٗ
مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ
﴿ؕ﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang abrar (pelakut
kebajikan) benar-benar dalam kenikmatan. Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang. Engkau dapat mengenal kesegaran
nikmat itu pada wajah mereka. Mereka
akan diberi minum dari minuman yang bermeterai, meterainya kesturi. Dan yang demikian itu mereka yang menginginkan
hendaknya menginginkannya. Dan
campurannya adalah tasnīm,
mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada
Allah. (Al-Muthaffifīn
[83]:19-29).
Jika “minuman
murni” dapat dimaksudkan Al-Quran
maka Tasnīm dapat dianggap wahyu
yang dianugerahkan kepada orang-orang
pilihan Tuhan para pengikut Nabi
Besar Muhammad saw. yang bertakwa, firman-Nya:
قُلۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ
غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Katakanlah: ”Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, Allah
pun akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran [3]:32).
Empat Golongan Orang-orang
yang Mendapat Nikmat
Keruhanian
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut
mengenai orang-orang yang dicimtai Allah Swt. sebagai hasil mengikuti
Nabi Besar Muhammad saw. Firman-Nya lagi:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ
فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ
وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿ ﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini
maka mereka akan termasuk di antara
orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada
mereka yakni: nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang
shalih, dan mereka itulah
sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisā
[4]:70-71).
Ayat ini sangat penting sebab ia
menerangkan semua jalur kemajuan ruhani
yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — para nabi,
para shiddiq, para syuhada (saksi-saksi) dan para shalih (orang-orang saleh) — kini
semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti
Nabi Besar Muhammad saw.
Hal ini
merupakan kehormatan khusus bagi Nabi
Besar Muhammad saw. semata.
Tidak ada nabi lain menyamai beliau dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang
membicarakan nabi-nabi secara umum
dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya,
mereka adalah orang-orang shiddiq dan
saksi-saksi (syuhada) di sisi Tuhan
mereka” (QS.57:20).
Apabila kedua ayat ini dibaca
bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan
tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut
Nabi Besar Muhammad saw. dapat
naik ke martabat nabi juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit”
(jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman
dalam empat golongan dalam
ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat
tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah
mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan
membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua
macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian
yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat
dicapai.”
Keempat golongan orang-orang
beriman yang mendapat nikmat-nikmat
keruhanian dari Allah Swt. itulah yang dalam Surah Al-Fatihah Allah Swt. mengajarkan doa agar termasuk golongan “orang-orang
yang mendapat nikmat Allah Swt.”, bukan “golongan maghdhūb” (orang-orang yang dimurkai) dan “golongan
dhāllīn” (orang-orang yang
sesat), firman-Nya:
اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿۴﴾ اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ
ۙ﴿۵﴾ صِرَاطَ
الَّذِیۡنَ
اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬ غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿۷﴾
Hanya
Engkau-lah Yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon
pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang
yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan
mereka yang sesat. (Al-Fatihah [1]:5-7).
Keledai Pemikul Buku-buku Tebal &
Penghuni “Sijjīn”
Allah Swt. dalam
Al-Quran telah mengemukakan para pemuka
agama Yahudi yang mendustakan Nabi Besar Muhammad saw. – yakni “nabi yang seperti Musa” (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) – dengan
perumpamaan “keledai pemikul buku-buku
yang tebal” di punggungnya, padahal nubuatan mengenai beliau saw. di dalam Taurat dan Injil sangat banyak dan jelas (QS.26:193-198; QS.61:6-7), sehingga
Al-Quran mengatakan bahwa “mereka mengenalnya bagaikan mengenal anak-anak mereka sendiri” (QS.2:147),
firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِیۡنَ حُمِّلُوا التَّوۡرٰىۃَ
ثُمَّ لَمۡ یَحۡمِلُوۡہَا کَمَثَلِ الۡحِمَارِ یَحۡمِلُ اَسۡفَارًا ؕ بِئۡسَ
مَثَلُ الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا
بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ؕ وَاللّٰہُ لَا
یَہۡدِی الۡقَوۡمَالظّٰلِمِیۡنَ ﴿ ﴾
Misal orang-orang yang
dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya, adalah semisal keledai yang memikul kitab-kitab. Sangat buruk misal
kaum yang mendustakan Tanda-tanda Allah. Dan Allah tidak akan memberi petun-juk kaum yang zalim. (Al
Jumu’ah [62]:6).
Karena mereka menolak nikmat Allah Swt. berupa rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka, maka dalam
Surah Al-Fatihah mereka itulah yang
dimaksud dengan “bukan mereka
yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.“
Dengan
demikian, jika “orang-orang yang mendapat
nikmat dari Allah Swt.” – khususnya mereka yang memperoleh kedekatan khusus dengan Allah Swt. (al-muqarrabin)
– adalah penghuni surga ‘iliyyun
(QS.83:19-29), sedangkan golongan “maghdhūb dan dhāllīn” adalah penghuni sijjin,
firman-Nya:
کَلَّاۤ اِنَّ کِتٰبَ
الۡفُجَّارِ لَفِیۡ سِجِّیۡنٍ ؕ﴿ ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿ ﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿ ﴾
Sekali-kali tidak, sesungguhnya kitab
para pendurhaka adalah di dalam sijjīn.
Dan
apakah yang engkau ketahui, apa sijjīn
itu? Yaitu
sebuah kitab tertulis. (Al-Muthaffifin
[83]:8-10).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 29 Oktober 2012
Ki
Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar