Minggu, 28 Oktober 2012

Empat Golongan Orang-orang yang Mendapatkan Nikmat-nikmat Keruhanian




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 112
    
Empat Golongan Orang-orang yang Mendapat Nikmat-nikmat Keruhanian 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam   bagian   akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan  mengenai   pemeliharaan Allah Swt. atas Al-Quran dan orang-orang yang dapat “menyentuh” khazanah-khazanah keruhaniannya yang tertutup rapat,  firman-Nya:
اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
Sesungguhnya itu  benar-benar Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan. Al-Wāqi’ah [56]:78-80).
  Ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
    Jadi, menurut Allah Swt., hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  yang benar mengenai dan   dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.

Al-Quran adalah “Minuman Surgawi
yang Tutupnya di Segel dengan “Tasnim”

        Dalam firman Allah Swt. berikut ini Al-Quran pun merupakan “minuman surgawi” yang tutupnya disegel dengan “tasnim”, firman-Nya:
کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ ﴾   وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ ﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
Sekali-kali tidak, sesungguhnya rekaman orang-orang yang abrar (pelaku kebajikan) itu benar-benar  ada di dalam ‘illiyyīn. Dan tahukah  engkau   apa ‘illiyyūn itu?    Yaitu sebuah Kitab tertulis. Orang-orang yang didekatkan kepada Allah  akan menyaksikannya.   (Al-Muthaffifīn [83]:19-22).
   ‘Illiyyūn  yang dianggap oleh sebagian orang berasal dari ‘alā, yang berarti  sesuatu itu tinggi atau menjadi tinggi, maksudnya martabat-martabat paling mulia yang akan dinikmati oleh orang-orang beriman yang bertakwa. Menurut Kitab Al-Mufradat, ‘illiyyūn itu orang-orang bertakwa  pilihan, yang akan menikmati kelebihan ruhani di atas orang-orang beriman.
    Kata itu dapat juga menampilkan bagian-bagian Al-Quran yang mengandung nubuatan-nubuatan mengenai kemajuan dan kesejahteraan besar orang-orang beriman yang menyelasarkan kehidupannya dengan petunjuk Al-Quran yang dajarkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.33:22; QS.4:70-71) Menurut Ibn ‘Abbas kata ‘iliyyūn   itu berarti surga (Tafsir Ibnu Katsir), sedang Imam Raghib menganggap ‘illiyyūn itu sebutan bagi para penghuninya.
      Karena sijjīn -- yang dikemukakan dalam ayat sebelumnya bagi para penghuni neraka (QS.83:7-18) -- itu mufrad dan ‘illiyyīn jamak, maka nampak bahwa sementara hukuman bagi orang-orang berdosa akan statis yakni tetap pada satu tempat, sedangkan kemajuan ruhani orang-orang bertakwa akan berkesinambungan tanpa rintangan dan akan mengambil bentuk berbeda-beda. Mereka akan maju dari satu tingkat ruhani kepada tingkat ruhani lebih tinggi. (QS.66:9). Selanjutnya Allah Swt. berirman:
اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۙ ﴾   عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾   تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾   یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾  خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾   وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya orang-orang yang abrar (pelakut kebajikan) benar-benar  dalam kenikmatan. Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang.  Engkau dapat mengenal  kesegaran nikmat itu pada wajah mereka.   Mereka akan diberi minum dari minuman  yang bermeterai, meterainya kesturi. Dan  yang demikian itu mereka yang menginginkan  hendaknya menginginkannya. Dan  campurannya adalah tasnīm,   mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.  (Al-Muthaffifīn [83]:19-29).
      Jika “minuman murni” dapat dimaksudkan Al-Quran maka Tasnīm dapat dianggap wahyu yang dianugerahkan kepada orang-orang pilihan Tuhan para pengikut Nabi Besar Muhammad saw.   yang bertakwa, firman-Nya:
قُلۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Katakanlah:  Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku,  Allah pun akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran [3]:32).

Empat   Golongan Orang-orang
yang Mendapat  Nikmat Keruhanian

       Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai orang-orang yang dicimtai Allah Swt. sebagai hasil  mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. Firman-Nya lagi:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ ﴾   ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿ ﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.   Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisā [4]:70-71).
   Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — para nabi, para shiddiq, para syuhada (saksi-saksi) dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw.                         Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw. semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Tuhan mereka” (QS.57:20).
        Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw. dapat naik ke martabat nabi juga.
        Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
    Keempat golongan orang-orang beriman yang mendapat nikmat-nikmat keruhanian dari Allah Swt. itulah yang dalam Surah Al-Fatihah  Allah Swt. mengajarkan doa agar termasuk golongan “orang-orang yang mendapat nikmat Allah Swt.”, bukan “golongan maghdhūb” (orang-orang yang dimurkai)  dan “golongan  dhāllīn” (orang-orang yang sesat), firman-Nya:
 اِیَّاکَ نَعۡبُدُ وَ اِیَّاکَ نَسۡتَعِیۡنُ ؕ﴿۴﴾  اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿۵﴾  صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬  غَیۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا الضَّآلِّیۡنَ ٪﴿۷﴾                                    
Hanya Engkau-lah Yang kami sembah  dan  hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.    Tunjukilah kami   jalan yang lurus,  yaitu jalan  orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat.  (Al-Fatihah [1]:5-7).

Keledai Pemikul Buku-buku Tebal &
Penghuni “Sijjīn

        Allah Swt. dalam Al-Quran telah mengemukakan  para pemuka agama Yahudi  yang mendustakan Nabi Besar Muhammad saw. – yakni “nabi yang seperti Musa” (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) – dengan perumpamaan “keledai pemikul buku-buku yang tebal” di punggungnya,  padahal nubuatan mengenai beliau saw. di dalam Taurat dan Injil sangat banyak dan jelas (QS.26:193-198; QS.61:6-7), sehingga Al-Quran mengatakan bahwa “mereka mengenalnya  bagaikan mengenal anak-anak mereka sendiri” (QS.2:147), firman-Nya:  
    مَثَلُ  الَّذِیۡنَ حُمِّلُوا  التَّوۡرٰىۃَ  ثُمَّ  لَمۡ یَحۡمِلُوۡہَا کَمَثَلِ  الۡحِمَارِ یَحۡمِلُ اَسۡفَارًا ؕ بِئۡسَ مَثَلُ  الۡقَوۡمِ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ؕ            وَاللّٰہُ لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَالظّٰلِمِیۡنَ ﴿ ﴾

Misal orang-orang yang dipikulkan kepada mereka Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya, adalah semisal keledai yang memikul kitab-kitab. Sangat  buruk misal kaum yang mendustakan Tanda-tanda Allah. Dan Allah tidak akan memberi petun-juk kaum yang zalim. (Al Jumu’ah [62]:6).
     Karena mereka menolak nikmat Allah Swt. berupa rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka, maka dalam Surah Al-Fatihah mereka itulah yang dimaksud dengan “bukan mereka  yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka  yang sesat.“ 

           Dengan demikian, jika “orang-orang yang mendapat nikmat dari Allah Swt.” – khususnya mereka yang memperoleh kedekatan khusus dengan Allah Swt. (al-muqarrabin) – adalah penghuni surga ‘iliyyun (QS.83:19-29),  sedangkan golongan “maghdhūb dan dhāllīn” adalah penghuni sijjin, firman-Nya:
کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ  سِجِّیۡنٍ ؕ﴿ ﴾   وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿ ﴾   کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿ ﴾
Sekali-kali tidak, sesungguhnya  kitab para pendurhaka adalah di dalam sijjīn.     Dan apakah yang engkau ketahui,  apa  sijjīn itu?    Yaitu sebuah kitab tertulis. (Al-Muthaffifin [83]:8-10).


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 29 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar