Sabtu, 13 Oktober 2012

"Ruuhul Amiin" & "Al-Amiin"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 101
    
"Ruuhul Amiin" & "Al-Amiin"

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam   bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan  mengenai keadaan  para penyair, firman-Nya:

ہَلۡ اُنَبِّئُکُمۡ عَلٰی مَنۡ تَنَزَّلُ الشَّیٰطِیۡنُ ﴿ ﴾ؕ   تَنَزَّلُ عَلٰی کُلِّ  اَفَّاکٍ  اَثِیۡمٍ ﴿ ﴾ۙ   یُّلۡقُوۡنَ السَّمۡعَ وَ اَکۡثَرُہُمۡ کٰذِبُوۡنَ ﴿   ﴾ؕ  وَ الشُّعَرَآءُ  یَتَّبِعُہُمُ  الۡغَاوٗنَ ﴿ ﴾ؕ  اَلَمۡ  تَرَ  اَنَّہُمۡ  فِیۡ کُلِّ وَادٍ  یَّہِیۡمُوۡنَ ﴿  ﴾ۙ  وَ  اَنَّہُمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ مَا  لَا  یَفۡعَلُوۡنَ ﴿ ﴾ۙ  اِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَ ذَکَرُوا اللّٰہَ  کَثِیۡرًا وَّ انۡتَصَرُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا ظُلِمُوۡا ؕ وَ سَیَعۡلَمُ الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡۤا اَیَّ  مُنۡقَلَبٍ  یَّنۡقَلِبُوۡنَ ﴿ ﴾٪
Maukah kamu Aku beri tahu   kepada siapa syaitan-syaitan itu turun?   Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta yang berdosa, mereka mengarahkan  telinga ke langit dan kebanyakan mereka pendusta.  Dan penyair-penyair itu yang  mengikuti mereka adalah orang yang sesat.   Tidakkah engkau melihat  bahwasanya mereka itu berjalan kian-kemari  tanpa tujuan di dalam setiap lembah,    dan bahwasanya mereka itu mengatakan apa yang  tidak mereka  lakukan,  kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, dan banyak-banyak mengingat Allah, dan mereka   membela diri setelah mereka dizalimi. Dan orang-orang zalim itu segera akan  mengetahui  ke tempat mana mereka akan kembali.  (Al-Syu’arā [26]:222-228).
         Dalam aya-ayat ini tuduhan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.  adalah seorang penyair (QS.21:6) disangkal. Tiga alasan yang diberikan sebagai sangkalan, ialah:
      (1) Orang-orang yang mengikut dan berteman dengan penyair-penyair bukanlah orang-orang yang berbudi pekerti tinggi, tetapi para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. memiliki cita-cita yang sangat mulia dan berbudi pekerti yang sangat luhur.
      (2) Penyair-penyair tidak mempunyai cita-cita atau rencana hidup yang terarah. Mereka itu seakan-akan melantur tidak menentu arah-tujuannya di tiap-tiap lembah. Akan tetapi Nabi Besar Muhammad saw. mempunyai suatu tugas hidup yang  sangat agung dan luhur.
      (3). Penyair-penyair tidak mengamalkan apa yang mereka ucapkan, sedangkan Nabi Besar Muhammad saw. bukan hanya Guru yang paling mulia, melainkan juga seorang pribadi terbesar dari antara orang-orang yang sibuk berkarya, dan seorang suri teladan yang sempurna (QS.33:22).

Ruhul  Amin” & “Al-Amin

       Dalam ayat sebelumnya Allah Swt. berfirman mengenai wahyu Al-Quran yang diturun-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ  اِنَّ  رَبَّکَ  لَہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الرَّحِیۡمُ ﴿ ﴾٪  وَ  اِنَّہٗ   لَتَنۡزِیۡلُ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ ﴾ؕ   نَزَلَ  بِہِ  الرُّوۡحُ  الۡاَمِیۡنُ ﴿ ﴾ۙ  عَلٰی قَلۡبِکَ لِتَکُوۡنَ مِنَ الۡمُنۡذِرِیۡنَ ﴿ ﴾  بِلِسَانٍ عَرَبِیٍّ مُّبِیۡنٍ ﴿ ؕ  وَ  اِنَّہٗ  لَفِیۡ  زُبُرِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿    اَوَ لَمۡ  یَکُنۡ لَّہُمۡ اٰیَۃً  اَنۡ یَّعۡلَمَہٗ عُلَمٰٓؤُا بَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ ﴾ؕ
Dan sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan oleh Rabb (Tuhan) seluruh alam.  Telah turun dengannya  Ruh yang terpercaya,  atas kalbu engkau,  supaya engkau termasuk di antara para pemberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.   Dan sesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahuluDan tidakkah ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya? (Al-Syu’arā [26]:193-198).
       Ayat-ayat ini bermaksud mengatakan bahwa wahyu Al-Quran bukanlah suatu gejala baru. Seperti amanat-amanat para nabi  yang dikemukakan dalam ayat-ayat sebelumnya, amanat Al-Quran juga telah diwahyukan oleh Allah Swt., tetapi dengan perbedaan bahwa nabi-nabi terdahulu diutus kepada kaumnya masing-masing, sedang Al-Quran diturunkan untuk seluruh bangsa di dunia, sebab Al-Quran “diturunkan oleh Tuhan seluruh alam”, sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. adalah rasul Allah untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29).
       Dalam ayat 194 malaikat Jibril a.s. yang membawa wahyu Al-Quran disebut Rūhul-amīn, yaitu Ruh yang terpercaya. Di tempat lain disebut Ruhul-qudus (QS.16:103), yakni ruh suci. Nama kehormatan terakhir dipergunakan dalam Al-Quran untuk menunjuk kepada kebebasan yang kekal-abadi dan mutlak dari setiap kekeliruan atau noda; dan penggunaan nama kehormatan yang pertama (Rūhul-Amīn) mengandung arti, bahwa Al-Quran akan terus-menerus mendapat perlindungan Ilahi terhadap segala usaha yang merusak keutuhan teksnya.
      Nama kehormatan  Rūhul-amīn” ini secara khusus telah dipergunakan berkenaan dengan wahyu Al-Quran, sebab janji pemeliharaan Ilahi yang kekal-abadi tidak diberikan kepada kitab-kitab suci lainnya (QS.15:10), dan kata-kata dalam kitab-kitab suci itu, oleh karena berlalunya masa telah menderita campur tangan manusia dan perubahan.
      Sungguh menakjubkan  bahwa di Mekkah  Nabi Besar Muhammad saw. sendiri dikenal sebagai Al-Amīn (si benar; terpercaya). Betapa besar penghormatan Ilahi dan betapa besar kesaksian mengenai keterpercayaan Al-Quran, karena wahyu Al-Quran dibawa oleh Rūhul-amīn (Ruh yang terpercaya) yakni Malaikat Jibrail kepada seorang amin!

Al-Quran adalah Wahyu Ilahi,
bukan Syair Karya Pribadi

    Kata-kata “atas kalbu engkau” telah dibubuhkan untuk mengatakan  bahwa wahyu-wahyu Al-Quran bukan hanya gagasan yang dicetuskan Nabi Besar Muhammad saw. dengan perkataan beliau saw. sendiri, melainkan benar-benar Kalam (Firman)  Allāh Swt. Sendiri, yang turun kepada hati beliau saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril.
       Pernyataan Allah Swt.  Dan sesungguhnya Al-Quran benar-benar tercantum di dalam kitab-kitab terdahulu.   Dan tidakkah ini merupakan satu Tanda bagi mereka bahwa ulama-ulama Bani Israil pun mengetahuinya?” menerangkan bahwa hal diutusnya  Nabi Besar Muhammad saw. dan hal turunnya Al-Quran, kedua-duanya telah dinubuatkan dalam kitab-kitab suci terdahulu.
       Kabar-kabar gaib (nubuatan-nubuatan) tentang itu kita dapati dalam Kitab-kitab hampir setiap agama, akan tetapi Bible — yang merupakan kitab suci yang paling dikenal dan paling luas dibaca di antara seluruh kitab wahyu sebelum Al-Quran, dan juga karena merupakan pendahulunya dan dalam kemurniannya  konon merupakan rekan sejawat, kitab syariat— mengandung paling banyak jumlah nubuatan demikian. Lihat Ulangan 18:18 dan 33:2; Yesaya 21:13-17; Amtsal Solaiman 1:5-6; Habakuk 3:7; Matius 21:42-45 dan Yahya 16:12-14.
       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kebiasaan mendustakan kebenaran  yang sudah menjadi ciri khas orang-orang kafir:
وَ لَوۡ  نَزَّلۡنٰہُ عَلٰی بَعۡضِ الۡاَعۡجَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ   فَقَرَاَہٗ  عَلَیۡہِمۡ مَّا کَانُوۡا بِہٖ مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ؕ  کَذٰلِکَ سَلَکۡنٰہُ  فِیۡ قُلُوۡبِ الۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿ ﴾ؕ   لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ حَتّٰی یَرَوُا الۡعَذَابَ الۡاَلِیۡمَ ﴿ ﴾ۙ  فَیَاۡتِیَہُمۡ  بَغۡتَۃً   وَّ  ہُمۡ  لَا  یَشۡعُرُوۡنَ ﴿ ﴾ۙ   
Dan seandainya Kami menurunkannya kepada salah seorang di antara orang yang bukan-Arab, lalu ia membacakannya kepada mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman kepadanya.   Demikianlah Kami telah memasukkan hal itu dalam hati orang-orang yang berdosa.  Mereka tidak akan beriman kepadanya hingga mereka melihat azab yang  pedih,   maka azab itu akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadari, (Al-Syu’arā [26]:199-203).
      Kebiasaan buruk orang-orang kafir ini berakar dalam hati mereka sendiri, dan kebiasaan buruk itu lahir akibat mereka telah bergelimang dalam dosa dan keburukan, dan bukanlah datang dari luar. Sesungguhnya ayat ini menyatakan hakikat umum bahwa, bila seseorang bergelimang dalam dosa kata  hatinya menjadi tumpul, malahan dengan berlalunya waktu  tumbuh rasa suka dalam dirinya kepada dosa itu. Dengan cara demikianlah dosa menimbulkan karat dan kerusakan  dalam hati orang-orang yang berdosa.
      Ayat “maka azab itu akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadari,“ ini menunjuk kepada suatu hukum Ilahi, bahwa hukuman tidak menimpa suatu kaum, kecuali jika seorang rasul Allah  lebih dahulu diutus kepada mereka, dan  karena menolak dan melawan beliau  maka mereka membuat diri mereka layak menerima hukuman. Lihat juga QS.17:16; QS.20:135-136; QS.28:60;  QS.35:38.
Firman Allah Swt.  tersebut (QS.26:199-203) selain  pengertian yang telah dikemukakan,  juga memiliki makna lain, yakni  firman-Nya: 
وَ لَوۡ  نَزَّلۡنٰہُ عَلٰی بَعۡضِ الۡاَعۡجَمِیۡنَ ﴿﴾ۙ   فَقَرَاَہٗ  عَلَیۡہِمۡ مَّا کَانُوۡا بِہٖ مُؤۡمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ؕ
Dan seandainya Kami menurunkannya kepada salah seorang di antara orang yang bukan-Arab, lalu ia membacakannya kepada mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman kepadanya.    (Al-Syu’arā [26]:199)).
       Kata law (seandainya) dalam ayat tersebut  mengandung makna yang sangat dalam,  yaitu  merupakan sindiran kepada bangsa Arab – terutama kaum kafir Quraisy  Makkah – yang  mendustakan dan menentang keras Nabi Besar Muhammad saw., yang juga seorang bangsa Arab seperti mereka -- dimana mereka itu sangat bangga akan syair-syair dalam bahasa Arab yang mereka buat, bahwa seandainya  ayat-ayat Al-Quran   tetap dalam bahasa Arab, tetapi diwahyukan kepada seorang rasul Allah  yang  bukan-Arab (QS.62:3-4), tentu mereka akan semakin tidak mempercayai Al-Quran dan rasul Allah yang bukan berbangsa Arab yang dibangkitkan dari  kaum  ākharīn” tersebut.
         Dengan demikian   firman Allah Swt. tersebut merupakan nubuatan mengenai akan  diwahyukan-Nya  Al-Quran ke dua kali di Akhir Zaman kepada Rasul Akhir Zaman – yakni Al-Masih Mau’ud a.s. atau Imam Mahdi a.s. yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s. – yang pada hakikatnya merupakan kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani (QS.24:56; QS.61:10; QS.62:3-4), setelah Allah Swt. menarik kembali  ruh” Al-Quran kepada-Nya (QS.17:87-90; QS.32:6).
   
 (Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 14 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar