Kamis, 25 Oktober 2012

Al-Quran adalah "Minuman Surgawi" yang Tutupnya Disegel Khusus







بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 111
    
Al-Quran adalah “Minuman Surgawi”
yang Tutupnya Disegel Khusus  


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam   bagian   akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan  mengenai   berbagai  fitnah yang disebarkan “manusia-manusia syaitan” di jalan para rasul Allah  untuk menggagalkan missi sucinya (QS.22:53-54) serta  orang-orang kafir  yang menyalah-tafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ مِنۡہُ اٰیٰتٌ مُّحۡکَمٰتٌ ہُنَّ اُمُّ  الۡکِتٰبِ وَ اُخَرُ مُتَشٰبِہٰتٌ ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ زَیۡغٌ فَیَتَّبِعُوۡنَ مَا تَشَابَہَ مِنۡہُ ابۡتِغَآءَ الۡفِتۡنَۃِ وَ ابۡتِغَآءَ تَاۡوِیۡلِہٖ ۚ؃ وَ مَا یَعۡلَمُ  تَاۡوِیۡلَہٗۤ  اِلَّا اللّٰہُ  ۘؔ وَ الرّٰسِخُوۡنَ فِی الۡعِلۡمِ یَقُوۡلُوۡنَ اٰمَنَّا بِہٖ ۙ کُلٌّ  مِّنۡ عِنۡدِ رَبِّنَا ۚ وَ مَا یَذَّکَّرُ  اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ ﴿ ﴾
Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab yakni Al-Quran  kepada engkau,  di antaranya ada aya-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok  Al-Kitab, sedangkan  yang lain  ayat-ayat mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada kebengkokan maka mereka mengikuti darinya apa yang mutasyābihāt  karena ingin menimbulkan fitnah dan ingin mencari-cari takwilnya yang salah, padahal tidak ada yang menge-tahui takwilnya kecuali Allah,dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam berkata: “Kami beriman kepadanya, semuanya berasal dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak ada yang meraih nasihat kecuali orang-orang yang mempergunakan akal. (Ali ‘Imran [3]:8).

Makna  Muhkamat dan Mutasyābihāt

       Muhkam (muhkamat) berarti: (1) hal yang telah terjamin aman dari perobahan atau pergantian; (2) hal yang tidak mengandung arti ganda atau kemungkinan ada keraguan; (3) hal yang jelas artinya dan pasti dalam keterangan, dan (4) ayat yang merupakan ajaran khusus dari Al-Quran (Al-Mufradat dan Lexicon Lane).
       Umm berarti: (1) ibu; (2) sumber atau asal atau dasar sesuatu; (3) sesuatu yang merupakan sarana pembantu dan penunjang, atau sarana islah (reformasi dan koreksi) untuk orang lain; (4) sesuatu yang di sekitarnya benda-benda lain dihubungkan (Aqrab –ul-Mawarid dan Al-Mufradat).
        Mutasyābih (mutasyābihāt) dipakai mengenai: (1) ucapan, kalimat atau ayat yang memungkinkan adanya penafsiran yang berbeda, meskipun selaras; (2) hal yang bagian-bagiannya mempunyai persamaan atau yang selaras satu sama lain; (3) hal yang makna sebenarnya mengandung persamaan dengan artian yang tidak dimaksudkan; (4) hal yang arti sebenarnya diketahui hanya dengan menunjuk kepada apa yang disebut muhkam; (5) hal yang tidak dapat dipahami dengan segera  tanpa pengamatan yang berulang-ulang; (6) sesuatu ayat yang berisi ajaran sesuai dengan atau menyerupai apa yang dikandung oleh Kitab-kitab wahyu terlebih dahulu (Al-Mufradat).
         Ta’wil berarti: (1) penafsiran atau penjelasan; (2) terkaan mengenai arti suatu pidato atau tulisan; (3) penyimpangan suatu pidato atau tulisan dari penafsiran yang benar; (4) penafsiran suatu impian; (5) akhir, hasil atau akibat sesuatu (Lane). Dalam ayat ini kata itu dijumpai dua kali, pada tempat pertama  kata itu mengandung arti yang kedua atau yang ketiga, sedangkan pada tempat kedua kata itu mempunyai arti yang pertama atau yang kelima.
          Surah Ali ‘Imran ayat 8  ini meletakkan peraturan yang sangat luhur,  bahwa untuk membuktikan sesuatu hal yang mengenainya terdapat perbedaan paham, bagian-bagian sebuah Kitab Suci yang diterangkan dengan kata-kata yang tegas dan jelas (muhkamat) harus diperhatikan. Bila bagian yang tegas itu terbukti berlawanan dengan susunan kalimat tertentu yang mengandung dua maksud, maka kalimat itu harus diartikan sedemikian rupa sehingga menjadi selaras dengan bagian-bagian yang tegas dan jelas kata-katanya.
    Menurut ayat ini Al-Quran mempunyai dua perangkat ayat. Beberapa di antaranya muhkam (kokoh dan pasti dalam artinya) dan lain-lainnya mutasyābih (yang dapat diberi penafsiran berbeda-beda). Cara yang tepat untuk mengartikan ayat mutasyābih adalah arti yang dapat diterima hanyalah yang sesuai dengan ayat-ayat muhkam.

 Makna Lain Muhkamat dan Mutasyābihāt

     Dalam QS.39:24 seluruh Al-Quran disebut mutasyābih dan dalam QS.11:2 semua ayat Al-Quran dikatakan muhkam. Hal itu tak boleh dianggap bertentangan dengan ayat yang sedang dibahas ini bahwa menurut ayat ini beberapa ayat Al-Quran itu muhkam dan beberapa lainnya mutasyābih.
  Sepanjang hal yang menyangkut maksud hakiki ayat-ayat Al-Quran, seluruh Al-Quran itu muhkam dalam pengertian bahwa ayat-ayatnya mengandung kebenaran-kebenaran pasti dan kekal-abadi. Tetapi dalam pengertian lain seluruh Al-Quran itu mutasyābih, sebab ayat-ayat Al-Quran itu disusun dengan kata-kata demikian rupa, sehingga pada waktu itu juga ayat itu mempunyai berbagai arti yang sama-sama benar dan baik.
   Al-Quran itu mutasyābih pula (menyerupai satu sama lain) dalam pengertian bahwa tidak ada pertentangan atau ketidakselarasan di dalamnya,  berbagai ayat-ayatnya bantu-membantu. Tetapi ada bagian-bagiannya yang tentu muhkam, dan yang lain mutasyābih untuk berbagai pembaca menurut ilmu pengetahuan, keadaan mental, dan kemampuan alami mereka seperti dikemukakan oleh ayat sekarang ini.
        Adapun nubuatan-nubuatan yang dikemukakan  dengan bahasa yang jelas dan langsung menyerap satu arti saja harus dianggap sebagai muhkam, sedangkan nubuatan-nubuatan yang digambarkan dengan bahasa majaz (kiasan) dan mampu menyerap tafsiran lebih dari satu harus dianggap mutasyābih. Karena itu nubuatan-nubuatan yang digambarkan dengan bahasa majaz (perumpamaan, kiasan) harus ditafsirkan sesuai dengan nubuatan-nubuatan yang jelas dan secara harfiah menjadi sempurna dan pula sesuai dengan asas-asas ajaran Islam yang pokok.
        Untuk nubuatan-nubuatan muhkam para pembaca diingatkan kepada QS.58:22, sedang QS.28:86 berisikan nubuatan-nubuatan yang mutasyābih. Istilah muhkam dapat pula dikenakan kepada ayat-ayat yang mengandung peraturan-peraturan yang penuh dan lengkap, sedang ayat-ayat mutasyābih itu ayat-ayat yang memberikan bagian dari perintah tertentu dan perlu dibacakan bersama-sama dengan ayat-ayat lain untuk menjadikan suatu perintah yang lengkap.
        Muhkamat (ayat-ayat yang jelas dan pasti) umumnya membahas hukum dan itikad-itikad agama, sedang mutasyābihāt umumnya membahas pokok pembahasan yang menduduki tingkat kedua menurut pentingnya atau menggambarkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan nabi-nabi atau sejarah bangsa-bangsa, dan dalam berbuat demikian kadang-kadang memakai tata-bahasa (idiom) serta peribahasa-peribahasa yang dapat dianggap mempunyai berbagai arti.

Sebagai Ujian bagi Manusia

        Ayat-ayat demikian hendaknya jangan diartikan demikian rupa sehingga seolah-olah bertentangan dengan ajaran-ajaran agama yang diterangkan dengan kata-kata yang jelas. Baiklah dicatat di sini bahwa penggunaan kiasan-kiasan yang menjadi dasar pokok ayat-ayat mutasyābih dalam Kitab-kitab Suci, perlu sekali menjamin keluasan arti dengan kata-kata sesingkat-singkatnya, untuk menambah keindahan dan keagungan gaya bahasanya dan untuk memberikan kepada manusia suatu percobaan  (ujian)  yang tanpa itu perkembangan dan penyempurnaan ruhaninya tidak akan mungkin tercapai.

Orang-orang yang Disucikan Allah Swt,

        Makna ayat “padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah,   dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam berkata: “Kami beriman kepadanya, semuanya berasal dari sisi Tuhan kami” berarti bahwa makrifat Al-Quran hanya dianugerahkan kepada mereka yang berhati suci, firman-Nya:
اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾   فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
Sesungguhnya itu  benar-benar Al-Quran yang muliadalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan. Al-Wāqi’ah [56]:78-80).
    Bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 15 abad, tantang-an itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya.
    Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa “kitab yang disodorkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  kepada dunia 14 abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun” demikian komentar William Muir, salah seorang pengeritik Al-Quran tersohor dari kalangan Non-Muslim mengenai keotentikan Al-Quran.
     Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya. Ayat ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam (QS.4:83; QS.67:2-5). Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas Al-Quran itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
     Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
    Jadi, menurut Allah Swt., hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  yang benar mengenai dan   dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.

Al-Quran adalah “Minuman Surgawi
yang Tutupnya di Segel dengan “Tasnim”

        Dalam firman Allah Swt. berikut ini Al-Quran pun merupakan “minuman surgawi” yang tutupnya disegel  khusus dengan “tasnim”, firman-Nya:
کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ ﴾   وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ ﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ ﴾  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ ﴾
Sekali-kali tidak, sesungguhnya rekaman orang-orang yang abrar (pelaku kebajikan)  itu benar-benar  ada di dalam ‘illiyyīn. Dan tahukah  engkau   apa ‘illiyyūn itu?   Yaitu sebuah Kitab tertulis. Orang-orang yang didekatkan kepada Allah  akan menyaksikannya.   (Al-Muthaffifīn [83]:19-22).

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 'Idul Qurban, 26 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma


Tidak ada komentar:

Posting Komentar