Kamis, 11 Oktober 2012

Masa "Pikun" Umat Beragama






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN



Bab 99
    
Masa "Pikun" Umat Beragama 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam beberapa Bab sebelumnya telah dijelaskan makna-makna yang terkandung dalam Surah Yā Sīn yang jadi pokok pembahasan sebelum ini, yaitu mengenai “penyegelan” mulut di alam akhirat pada waktu Hari Penghisaban amal, firman-Nya:
اَلۡیَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلٰۤی اَفۡوَاہِہِمۡ وَ تُکَلِّمُنَاۤ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ تَشۡہَدُ اَرۡجُلُہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ  ﴿﴾ وَ لَوۡ نَشَآءُ  لَطَمَسۡنَا عَلٰۤی  اَعۡیُنِہِمۡ فَاسۡتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰی یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَوۡ نَشَآءُ لَمَسَخۡنٰہُمۡ عَلٰی مَکَانَتِہِمۡ فَمَا اسۡتَطَاعُوۡا مُضِیًّا وَّ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿٪﴾
Pada hari ini Kami akan memeterai mulut mereka, sedangkan  tangan mereka akan berbicara kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi  mengenai apa yang dahulu mereka usahakan.   (Yā Sīn [36]:66). 
       Bila kejahatan-kejahatan orang-orang kafir telah dibuktikan dan dinyatakan senyata-nyatanya, mereka akan bungkam -- mulutnya seolah-olah dimeterai (disegel) -- dan mereka tidak akan mampu menyatakan sesuatu guna membela diri dan memperkecil dosa mereka, dan tangan serta kaki mereka pun akan memberikan persaksian terhadap mereka, karena tangan dan kaki merupakan alat utama guna melaksanakan perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk.
        Karena manusia telah dianugerahi kebebasan melakukan sesuatu dan kebebasan mengikuti kemauan sendiri, ia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Orang-orang kafir dengan gigih menolak melihat kebenaran, dengan akibat mereka sama sekali kehilangan kemampuan melihat kebenaran itu. Itulah juga arti dan maksud kata-kata  “Pada hari ini Kami akan mencap pada mulut mereka” dalam ayat sebelum ini.

Dalil Adanya Hari Kebangkitan &
Keadaan Pikun

        Lebih lanjut Allah Swt. berfirman lagi mengenai mereka yang   indera-indera ruhaninya lumpuh tersebut:
   وَ لَوۡ نَشَآءُ  لَطَمَسۡنَا عَلٰۤی  اَعۡیُنِہِمۡ فَاسۡتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَاَنّٰی یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَوۡ نَشَآءُ لَمَسَخۡنٰہُمۡ عَلٰی مَکَانَتِہِمۡ فَمَا اسۡتَطَاعُوۡا مُضِیًّا وَّ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami dapat melenyapkan penglihatan mata mereka maka mereka akan berlomba-lomba mencari jalan, tetapi bagaimanakah mereka dapat melihat?  Dan seandainya Kami menghendaki  niscaya Kami dapat mengubah keadaan  mereka pada tempat mereka, maka mereka tidak mampu maju ke depan dan tidak pula mereka kembali ke belakang.”  (Yā Sīn [36]:67-68).
         Menurut Ibn ‘Abbas ungkapan itu berarti  Tentu Kami akan membinasakan mereka di rumah mereka” dan menurut Hasan, ungkapan itu berarti bahwa segala kemampuan jasmani dan ruhani mereka akan menjadi lumpuh (Tafsir Ibnu Jarir). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ مَنۡ نُّعَمِّرۡہُ  نُنَکِّسۡہُ  فِی الۡخَلۡقِ ؕ اَفَلَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan barangsiapa yang  Kami panjangkan umurnya pasti Kami  mengembalikannya  pada awal penciptaan,  maka tidakkah mereka mau  berfikir?  (Yā Sīn [36]:69). 
Segala sesuatu yang hidup pasti mengalami kerusakan dan kemunduran. Hukum ini berlaku bagi bangsa-bangsa seperti halnya bagi individu-individu. Seperti halnya individu-individu, bangsa-bangsa pun berkembang, tumbuh dan menemukan bentuk yang sepenuh-penuhnya dan kemudian menjadi mangsa kerusakan, kemunduran, serta kematian.
    Dalam Surah Al-Quran lain Allah Swt. menyebut  kalimat “pasti Kami  mengembalikannya  pada awal penciptaan“ dengan istilah pikun, berikut firman-Nya sehubungan  adanya Hari Kebangkitan serta keadaan pikun yang pasti  dialami oleh manusia – baik sebagai perorangan mau pun sebagai bangsa (kaum) – firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ فِیۡ رَیۡبٍ مِّنَ الۡبَعۡثِ فَاِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ تُرَابٍ ثُمَّ مِنۡ نُّطۡفَۃٍ  ثُمَّ مِنۡ عَلَقَۃٍ  ثُمَّ مِنۡ مُّضۡغَۃٍ مُّخَلَّقَۃٍ  وَّ غَیۡرِ مُخَلَّقَۃٍ  لِّنُبَیِّنَ لَکُمۡ ؕ وَ نُقِرُّ  فِی الۡاَرۡحَامِ مَا نَشَآءُ  اِلٰۤی اَجَلٍ مُّسَمًّی ثُمَّ نُخۡرِجُکُمۡ طِفۡلًا ثُمَّ  لِتَبۡلُغُوۡۤا  اَشُدَّکُمۡ ۚ وَ مِنۡکُمۡ  مَّنۡ یُّتَوَفّٰی وَ مِنۡکُمۡ مَّنۡ یُّرَدُّ  اِلٰۤی  اَرۡذَلِ الۡعُمُرِ لِکَیۡلَا یَعۡلَمَ مِنۡۢ بَعۡدِ عِلۡمٍ شَیۡئًا ؕ وَ تَرَی الۡاَرۡضَ ہَامِدَۃً  فَاِذَاۤ  اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡہَا الۡمَآءَ   اہۡتَزَّتۡ وَ  رَبَتۡ وَ  اَنۡۢبَتَتۡ مِنۡ  کُلِّ  زَوۡجٍۭ  بَہِیۡجٍ ﴿ ﴾  ذٰلِکَ بِاَنَّ اللّٰہَ ہُوَ الۡحَقُّ وَ اَنَّہٗ یُحۡیِ الۡمَوۡتٰی  وَ  اَنَّہٗ  عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ۙ﴿ ﴾
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan mengenai kebangkitan kembali, maka sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari sepotong daging, sebagian telah berbentuk dan sebagian lagi belum berbentuk, supaya Kami menjelaskan kepada kamu, dan Kami menempatkan di dalam rahim-rahim sebagaimana yang Kami kehendaki sampai masa yang telah ditentukan,  kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, lalu kamu mencapai kedewasaanmu. Dan di antara kamu ada yang diwafatkan,  dan sebagian dari kamu ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun, sehingga ia tidak mengetahui sedikit pun setelah ia mengetahui. Dan engkau melihat bumi gersang  lalu  apabila ke atasnya Kami menurunkan air   ia bergerak dan berkembang dan menumbuhkan segala macam tumbuhan yang indah.  Yang demikian itu  karena sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Benar dan sesungguhnya  Dia-lah Yang menghidupkan yang mati, dan sesungguhnya Dia berkuasa atas segala sesuatu, (Al-Hajj [22]:6-7).

Proses Evolusi Jasmani dan Ruhani Manusia

  Kejadian manusia dan perkembangan fisiknya merupakan suatu dalil yang kuat untuk membenarkan adanya kehidupan sesudah mati. Kejadian manusia adalah suatu proses evolusi, suatu penguraian yang berangsur-angsur, suatu perkembangan dari suatu tahap kepada tahap yang lain, dari zat tanpa nyawa kepada suatu benih kemudian kepada indung telur yang telah dibuahi, kemudian kepada janin dan sesudah itu proses mencapai puncaknya dalam kelahiran wujud manusia yang sempurna bentuknya.
 Tetapi proses evolusi ini tidak berhenti dengan kelahiran manusia. Proses itu berjalan terus. Pertumbuhan jasmani manusia yang ajaib dari zat tanpa nyawa kepada wujud manusia yang sempurna merupakan bukti yang  tidak dapat ditolak, bahwa Khaliq (Pencipta) manusia dan Pencipta semua tingkatan pertumbuhannya, memiliki kekuasaan memberikan kepadanya suatu kehidupan baru sesudah ia mati. Rupanya terkandung kesimpulan bahwa sebagaimana kejadian dan pertumbuhan jasmani manusia melalui proses evolusi dan pertumbuhan yang berangsur-angsur, begitu pula perkembangan ruhaninya.
      Dalil lain yang diambil dari alam ialah, bahwa bumi yang kering, gersang, atau mati, bergetar dengan kehidupan baru  ketika hujan turun. Gejala ini membawa kepada kesimpulan yang sama bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan membuat bumi yang mati dan kering-gersang itu bergetar dengan kehidupan baru tentu mempunyai kekuasaan menghidupkan kembali manusia sesudah ia mati.
      Menurut Allah Swt. dalam firman-Nya tersebut, bahwa manusia  -- baik secara perorangan mau pun sebagai bangsa (kaum) – apabila mengalami  usia yang panjang pasti akan mengalami  keadaan pikun dimana ia bukan saja akan kehilangan kemampuan-kemampuannya, baik secara jasmani  mau pun secara ruhani, bahkan daya ingatnya pun menjadi sangat lemah sehingga ia akan kehilangan berbagai ilmu pengetahuan yang  dimiliki sebelumnya: “dan sebagian dari kamu ada yang dipanjangkan umurnya hingga pikun, sehingga ia tidak mengetahui sedikit pun setelah ia mengetahui.“

Kepercayaan Sesat Nabi Elia a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Diangkat Ke Langit Hidup-hidup

        Hukum Allah Swt.  mengenai keadaan pikun tersebut berlaku pula bagi semua rasul Allah, termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yang dipercaya oleh umum umat Islam  bahwa hingga  saat ini beliau  berada di langit  dan telah berusia  lebih dari 2000 tahun, padahal  Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa usia Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah 120 tahun, dengan demikian beliau telah wafat sebagaimana pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran (QS.3:56; QS.5:117-119; QS.21:35-36).
       Kepercayaan sesat bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. diangkat hidup-hidup ke langit dengan jasad kasarnya -- akibat kesalahan menafsirkan kata  rafa’ahu (mengangkatnya) dalam QS.4:158-159 --  inilah yang membuat umumnya para pemuka umat Islam menolak pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau sebagai Al-Masih Mau’ud a.s., persis   seperti halnya kepercayaan sesat  para pemuka Yahudi mengenai kedatangan Nabi Elia a.s. kedua kali dari langit  yang sebelumnya dipercayai beliau telah naik    (diangkat) hidup-hidup ke langit  mengendarai kereta berapi dan kuda berapi (II Raja-raja 2:10-12), sehingga mereka menolak  pendakwaan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus) dengan alasan bahwa Nabi Elia a.s.   belum turun dari langit sebagaimana nubuatan dalam Kitab Maleakhi 4:5-6 akan datang mendahului kedatangan Al-Masih (Mesias).
       Nah, kepercayaan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. diangkat ke langit hidup-hidup  merupakan salah satu bukti bahwa ruh Al-Quran (agama Islam) telah  diangkat lagi oleh Allah Swt. kepadanya (QS.32:6) atau telah terbang ke bintang Tsurayya, dan untuk membawanya kembali dari “bintang Tsurayya” tersebut Allah Swt. telah berkenaan mengirimkan   Al-Masih Mau’ud a.s.  atau  misal Isa Ibnu Maryam, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang sekaligus merupakan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani (QS.62:3-4).
         Berikut pernyataan Allah Swt.  dalam Al-Quran bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat, firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿ ﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿    اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain  Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan  apa yang  sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku telah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,   sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib.   Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: Beribadahlah kepada Allah, Tuhan-ku  dan Tuhan kamu.” Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala cEngkau telah mewafatkanku  maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu.    Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  (Al-Maidah [5]:117-119).

Masa “Pikun” Umat Beragama

        Kalimat “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah   menunjuk kepada kebiasaan Gereja Kristen yang menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah (Ketuhanan) kepada  Maryam binti ‘Imran. Pertolongan   Maryam binti ‘Imran dimohon dalam Litania (suatu bentuk sembahyang), sedangkan dalam Katakisma (Cathechism, yakni, dasar-dasar ajaran agama berupa tanya-jawab) Gereja Romawi ditanamkan akidah bahwa beliau itu bunda Tuhan.
       Gerejawan-gerejawan di zaman lampau menganggap  Maryam binti ‘Imran, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mempunyai sifat-sifat Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan paham kenaikan  Maryam binti ‘Imran ke langit dalam ajaran Gereja. Semua ini sama halnya dengan menaikkan beliau ke jenjang Ketuhanan dan inilah apa yang dicela oleh umat Protestan dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara Maria).
      Ungkapan bahasa Arab dalam teks yang diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku” dapat ditafsirkan sebagai: Tidak patut bagiku atau tidak mungkin bagiku atau aku tidak berhak berbuat demikian, dan sebagainya. Nabi Isa Ibnu Maryam mengajarkan menyembah hanya satu Tuhan (Matius 4:10 dan Lukas 4:8).
      Selama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. hidup, beliau mengamati dengan cermat pengikut-pengikut beliau dan menjaga agar mereka jangan menyimpang dari jalan yang benar, tetapi beliau tidak mengetahui betapa mereka telah berbuat dan akidah-akidah palsu apa yang dianut mereka sesudah beliau wafat. Kini, oleh karena pengikut-pengikut beliau telah sesat maka dapat diambil kesimpulan pasti bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat, sebab sebagaimana ditunjukkan oleh ayat itu, sesudah wafatnyalah beliau disembah sebagai Tuhan.
       Begitu pula kenyataan bahwa menurut ayat ini Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan menyatakan tidak tahu-menahu bahwa pengikut-pengikut beliau menganggap beliau dan bundanya sebagai dua tuhan sesudah beliau meninggalkan mereka, membuktikan bahwa beliau tidak akan kembali lagi ke dunia. Sebab apabila beliau harus kembali dan melihat dengan mata sendiri pengikut-pengikut beliau telah menjadi rusak dan telah mempertuhankan beliau, beliau tidak dapat berdalih tidak tahu-menahu tentang diri beliau, telah dipertuhankan mereka. Jika sekiranya beliau berbuat demikian, jawaban beliau dengan berdalih tidak tahu-menahu, akan sama halnya dengan benar-benar dusta.
       Dengan demikian ayat itu  membuktikan secara positif bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat dan beliau sekali-kali tidak akan kembali ke dunia ini. Lebih-lebih menurut hadits yang termasyhur, Nabi Besar Muhammad saw.  akan menggunakan kata-kata seperti itu pada Hari Kebangkitan, sebagaimana kata-kata itu diletakkan di sini pada mulut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bila kelak beliau melihat pengikut beliau (umat Islam) digiring ke neraka. Ini memberikan dukungan lebih lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. juga (QS.21:35-36).
         Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. sebelum ini mengenai keadaan pikun yang akan dialami manusia – baik perorangan mau pun sebagai bangsa (kaum), dan  demikian sebagai umat beragama – termasuk umat Islam, yang  di Akhir Zaman  lebih 14 abad jauhnya dari masa Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabah beliau saw. yang penuh berkat, sebagaimana ketika Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. diutus   14 abad kemudian setelah Nabi Musa a.s., ketika keadaan umat Yahudi dan para pemuka agamanya  keadaan ruhaninya   dalam keadaan pikun,  firman-Nya:
وَ مَنۡ نُّعَمِّرۡہُ  نُنَکِّسۡہُ  فِی الۡخَلۡقِ ؕ اَفَلَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Dan barangsiapa yang  Kami panjangkan umurnya pasti Kami  mengembalikannya  pada awal penciptaan,  maka tidakkah mereka mau  berfikir?  (Yā Sīn [36]:69). 

 (Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 11 Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar