Jumat, 20 Juli 2012

Intisari Surah Yā Sīn



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



 SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

BAB 1

 Intisari Surah Yā Sīn  

 oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
 

 Mayoritas umat Islam di Indonesia adalah penganut mazhab Syafi’i, dan umumnya mereka sangat akrab dengan Surah Yā Sīn, karena Surah Al-Quran termasuk merupakan Surah Al-Quran yang paling sering dibaca dalam berbagai acara, di antaranya adalah   dalam  acara “Tahlilan” dalam acara kematian, sehingga banyak di antara umat Islam yang hafal Surah  Yā Sīn tersebut.
   Dari sabda-sabda Nabi Besar Muhammad saw. banyak sekali fadhilah (keutamaan) pembacaan Surah Yā Sīn tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa dari seluruh Surah Al-Quran yang ayat-ayatnya cukup banyak, Surah Yā Sīn adalah  Surah yang paling banyak dihapal, sekali pun banyak  di antara mereka yang tidak mengerti terjemahan ayat-ayatnya. Atau, sekali pun mereka mengerti terjemahannya, tetapi sedikit sekali yang memahami makna-makna mendalam yang terkandung dalam Surah Yā Sīn tersebut.

Ikhtisar Surah Yā Sīn

  Semua ahli sependapat mengenai masalah ini, bahwa Surah Yā Sīn    diturunkan di Makkah. Gaya bahasa dan isinya mendukung pandangan itu. Karena pentingnya pokok pembahasan Surah ini, Nabi Besar Muhammad saw.  menyebutnya jantung Al-Quran:
“Sesungguhnya bagi segala sesuatu ada hati, dan hati al Quran adalah “Yā Sīn”, dan barang siapa membaca “Yā Sīn”: Allah Tabāraka wa Ta`āla menuliskan baginya dengan bacaannya itu seperti membaca al Quran sepuluh kali.”(Turmudzi).
   Surah ini mulai dengan memanggil Nabi Besar Muhammad saw. dengan sebutan Yā Sīn,   Dalam paduan huruf singkatan yā  sīn, huruf sīn itu menurut Ibn’ Abbas adalah alih-alih kata al-insan, yang artinya “manusia”, atau “manusia yang sempurna” (insan kamil); atau alih-alih kata sayyid (kepala atau pemimpin). Jadi ungkapan yā sīn itu akan berarti  “Hai manusia sempurna!” atau “Hai pemimpin sempurna!
   Menurut kesepakatan pendapat para ulama, yang diisyaratkan di sini ialah Nabi Besar Muhammad  saw. Beliau saw. “manusia yang sempurna” (insan kamil) itu, sebab pada wujud beliaulah dijumpai contoh terbaik dan paling sempurna bagi umat manusia (QS.33:22), dan beliau itulah “pemimpin yang sempurna,”  sebab sesudah beliau saw. diutus maka para mushlih (reformers, pembaharu-pembaharu) dan guru-guru jagat akan dibangkitkan hanya dari antara para pengikut beliau  saw.  (QS.3:86; QS.4:70-71), karena pintu wahyu telah ditutup bagi para pengikut semua nabi lainnya (QS.3:20, 86).
  Walau pun benar bahwa kepada semua rasul-Nya Allah Swt. telah menampakkan Wujud-Nya -- sesuai dengan keadaan martabat keruhanian mereka  (QS.2:254) -- tetapi kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  -- yang oleh Surah ini ditetapkan sebagai Yā Sīn -- “Pemimpin yang Sempurna” atau “Pemimpin yang Paripurna”  -- Allah Swt.  menampakkan Wujud-Nya dalam penjelmaan yang paling lengkap dan sempurna (QS.53:1-19), dan menganugerahkan kepada beliau Kitab yang paling sempurna tanpa cacat sedikit pun, dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4).
        Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “Pemimpin yang Sempurna,”   berarti bahwa silsilah rasul-rasul Allah sejak Nabi Adam a.s.  contohnya yang sempurna terdapat dalam diri beliau saw..   Kini jalan yang ditempuh oleh  Besar Muhammad  saw.  merupakan satu-satunya jalan yang benar dan lurus menuju kepada Tuhan. Semua jalan lain yang terdahulu membimbing manusia kepada Wujud Yang Maha Agung, kini telah ditutup dan akan tetap tertutup hingga Akhir Zaman (QS.3:20; 86; QS.5:4). Sekarang Allah Swt. akan menampakkan Wujud-Nya kepada dunia dengan perantaraan para pengikut sejati Besar Muhammad  saw., firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪ ﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allāh memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati. Itulah karunia dari Allāh,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisa [4]:70-71).
       Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian —  nabi-nabi,   shiddiq-shiddiq,   syuhada (saksi-saksi) dan   orang-orang shalih   — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw..  Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi beliau saw.   semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau saw. dalam perolehan nikmat ini.
        Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi (syuhada) di sisi Tuhan mereka” (QS.57: 20).Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw.  dapat naik ke martabat nabi juga.
      Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”

Bani Isma’il Sebagai “Kaum Terpilih”
  
     Sesuai dengan hikmah-Nya yang tidak pernah meleset,  setelah  Bani Israil  menjadi “kaum terpilih” pada zamannya (QS.7:35-36), selanjutnya  Allah Swt.  telah memilih orang-orang Arab (Bani Isma’il) -- yang di tengah-tengah mereka berabad-abad lamanya tidak pernah datang seorang rasul pun (QS.2:128-130) – sebagai “kaum terpilih” untuk mengajarkan kepada umat manusia Amanat Ilahi yang terakhir.
      Tanah Arab pada waktu itu merupakan negeri yang suram dan kering. Air wahyu Ilahi turun ke atasnya dan kini tanah itu mulai mekar menjadi suatu tempat kehidupan ruhani yang baru dan penuh semangat, firman-Nya, semua itu berkat doa Nabi Ibrahim a.s.:
وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ  وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ ﴿ ﴾ وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿ ﴾
Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul  bagi manusia dan tempat yang aman,  dan  jadikanlah maqam  Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami memerintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah Rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku,  jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian  akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:126-127)
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s. mengenai pengutusan rasul Allah dari kalangan  Bani Isma’il:
وَ اِذۡ یَرۡفَعُ  اِبۡرٰہٖمُ  الۡقَوَاعِدَ مِنَ الۡبَیۡتِ وَ اِسۡمٰعِیۡلُ ؕ رَبَّنَا تَقَبَّلۡ مِنَّا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾  رَبَّنَا وَ اجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَیۡنِ لَکَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِنَاۤ اُمَّۃً مُّسۡلِمَۃً  لَّکَ ۪ وَ اَرِنَا مَنَاسِکَنَا وَ تُبۡ عَلَیۡنَا ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿ ﴾  رَبَّنَا وَ ابۡعَثۡ فِیۡہِمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِکَ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾٪
Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Isma’il meninggikan   dasar-dasar yakni pondasi Rumah itu sambil mendoa: “Ya Tuhan kami,  terimalah   amal ini dari kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.     Ya Tuhan kami,  jadikanlah kami berdua orang yang berserah  diri kepada Engkau, dan juga  dari antara keturunan kami jadikanlah satu umat yang berserah diri kepada Engkau,  perlihatkanlah kepada kami cara-cara ibadah kami dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.  Ya Tuhan kami, bangkitkanlah  seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan Ayat-ayat Engkau kepada mereka, yang meng-ajarkan Kitab  dan hikmah  kepada mereka serta akan mensucikan mereka, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:128-130).

Perumpamaan Suatu Kota, yakni “Kota Makkah”

      Surah Yā Sīn  kemudian mengatakan lebih lanjut dalam bahasa kiasan, betapa Allah Swt. telah menampakkan Wujud-Nya kepada manusia dengan perantaraan rasul-rasul-Nya. Diceritakannya tentang 3 orang rasul Allah yakni Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s., dan tentang Nabi Besar Muhammad saw., yang telah dibangkitkan tepat pada waktunya untuk memanggil umat manusia kembali kepada Tuhan.
      Kemudian Surah ini menceriterakan tentang “orang-orang laki-laki tertentu” yang akan dibangkitkan Allah Swt. di Akhir Zaman,  dari antara para pengikut Nabi Besar Muhammad saw.  di negeri yang jauh dari pusat Islam (QS.36:21), ketika agama kelak akan berada dalam keadaan mundur semundur-mundurnya, dan tanggapan tentang adanya wahyu Ilahi sendiri akan diragukan dan ditolak.
       Pembaharu atau mujadid itu akan memanggil umat manusia kepada Islam. Tetapi, seperti nabi-nabi terdahulu seruannya mula-mula tidak mendapat sambutan yang baik. Kekuatan-kekuatan keburukan akan mencengkeram seluruh dunia. Manusia akan menyembah tuhan-tuhan palsu dan azab Ilahi akan turun ke bumi.
        Kemudian Surah ini menarik perhatian kepada hukum alam yang telah lazim dikenal, ialah, bahwa bila bumi sudah menjadi kering-gersang seluruhnya, maka Allah Swt.  menurunkan hujan, dan tanah yang mati itu mulai menggeletar dengan kehidupan baru dan segala tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan serta berbagai jenis buah-buahan yang beraneka-warna mulai tumbuh. Demikian pula bila jiwa manusia menjadi berkarat dan kotor, Allah Swt. menyebabkan air ruhani turun dari langit dalam bentuk wahyu Ilahi.
      Surah ini kemudian memberikan perumpamaan lain untuk menerangkan masalah yang sama. Ditunjuknya hukum pergantian siang dan malam. Kemudian Surah ini menunjuk kepada kebenaran yang terbuka, bahwa Allah Swt. telah menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan, pasangan-pasangan itu bahkan terdapat pada alam nabati dan dalam benda-benda anorganis. Perumpamaan itu menegaskan bahwa segala yang benar itu ialah hasil dari perpaduan antara wahyu Ilahi dan akal manusia.
      Menjelang penutup, maka Surah ini menarik perhatian kita kepada hari depan Islam yang agung lagi cemerlang. Dikatakannya bahwa menurut takdir Ilahi, suatu kaum seperti kaum Arab yang sudah berabad-abad lamanya hidup pada taraf yang serendah-rendahnya itu, kini akan bangkit menuju puncak ketinggian, kebesaran dan kemuliaan ruhani maupun duniawi. (Bersambung).


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 1 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma













    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar