Minggu, 29 Juli 2012

Ancaman Pengusiran & Kembali Lagi Ke "Agama Nenek Moyang"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

BAB 19

Ancaman Pengusiran dan
Kembali Lagi Ke “Agama Nenek Moyang”

                                                                   Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam BAB 17 dan BAB 18 telah dijelaskan mengenai firman Allah Swt. berikut ini tentang penolakan penduduk kota terhadap 3 orang  rasul Allah yang diutus kepada mereka:
قَالُوۡا مَاۤ  اَنۡتُمۡ  اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُنَا ۙ وَ مَاۤ اَنۡزَلَ  الرَّحۡمٰنُ  مِنۡ شَیۡءٍ ۙ اِنۡ  اَنۡتُمۡ  اِلَّا تَکۡذِبُوۡنَ ﴿﴾
Mereka berkata:  ”Kamu sekali-kali tidak lain hanya  manusia seperti kami, dan Tuhan Yang Maha Pemurah sekali-kali tidak menurunkan sesuatu, kamu tidak lain hanya berdusta belaka.”  (Yā Sīn [36]:16).
      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai jawaban para rasul Allah terhadap tuduhan mereka:
قَالُوۡا رَبُّنَا یَعۡلَمُ  اِنَّاۤ  اِلَیۡکُمۡ لَمُرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَا عَلَیۡنَاۤ  اِلَّا  الۡبَلٰغُ  الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾
Mereka berkata: “Tuhan kami mengetahui sesungguhnya kami benar-benar diutus kepada kamu.   Dan  tugas  kami  sekali-kali tidak lain hanya menyampaikan dengan jelas.” (Yā Sīn [36]:17-18).

Supaya Mereka   Merendahkan Diri

     Sudah merupakan Sunnatullah, guna menyadarkan kaum-kaum yang kepada mereka para rasul Allah telah diutus, Allah Swt. menimpakan berbagai bentuk bencana -- sebagai akibat pendustaan dan penentangan  mereka  -- supaya  mereka merendahkan diri,  firman-Nya:
وَ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَاۤ  اِلٰۤی  اُمَمٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ فَاَخَذۡنٰہُمۡ بِالۡبَاۡسَآءِ وَ الضَّرَّآءِ لَعَلَّہُمۡ یَتَضَرَّعُوۡنَ ﴿﴾ فَلَوۡلَاۤ  اِذۡ جَآءَہُمۡ بَاۡسُنَا تَضَرَّعُوۡا وَ لٰکِنۡ  قَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ وَ زَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ  مَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar  telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat sebelum engkau, lalu  Kami menghukum mereka dengan kemiskinan dan kesusahan supaya mereka merendahkan diri.    Lalu  mengapa mereka tidak merendahkan diri ketika datang kepadanya azab Kami,  bahkan  hati mereka semakin keras dan syaitan menampakkan indah kepada mereka apa yang senantiasa mereka  kerjakan.  (Al-An’ām [6]:43-44).
     Kata-kata lau lā (lalu mengapa) di sini tidak digunakan untuk menyatakan pertanyaan belaka melainkan juga sebagai cetusan rasa kasihan. Dengan demikian ayat ini berarti, “Seharusnya mereka merendahkan diri di hadapan  Allah Swt.,  tetapi sayang mereka tidak berbuat demikian.”

Ancaman Pengusiran &
Kembali Kepada “Agama Nenek-Moyang”

        Tetapi daripada mereka sadar dari kesesatannya mereka malah menisbahkan  berbagai kemalangan yang menimpa mereka itu adalah gara-gara kedatangan para rasul Allah tersebut,  dan mengancam akan mengusir paksa mereka, firman-Nya:
قَالُوۡۤا اِنَّا تَطَیَّرۡنَا بِکُمۡ ۚ لَئِنۡ لَّمۡ تَنۡتَہُوۡا لَنَرۡجُمَنَّکُمۡ وَ لَیَمَسَّنَّکُمۡ مِّنَّا عَذَابٌ  اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Mereka berkata: “Sesungguhnya kemalangan kami karena kamu, jika kamu tidak benar-benar berhenti, niscaya kami akan merajammu,  dan niscaya azab yang pedih akan menimpa kamu dari  kami” (Yā Sīn [36]:19).
      Rajama-hu berarti: ia merajamnya; ia melempari dan membunuh dia (Lexicon Lane). Jadi, mereka bukan hanya telah menisbahkan berbagai kemalangan  dan bencana yang menimpa mereka kepada para rasul Allah, bahkan mereka mengancam akan mengusir  dengan paksa atau akan membunuh para rasul Allah tersebut. Berikut firman-Nya mengenai Nabi Syu’aib a.s.:
 قَالَ الۡمَلَاُ الَّذِیۡنَ اسۡتَکۡبَرُوۡا مِنۡ قَوۡمِہٖ لَنُخۡرِجَنَّکَ یٰشُعَیۡبُ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَکَ مِنۡ قَرۡیَتِنَاۤ  اَوۡ  لَتَعُوۡدُنَّ فِیۡ مِلَّتِنَا ؕ قَالَ اَوَ لَوۡ  کُنَّا کٰرِہِیۡنَ ﴿۟﴾ قَدِ افۡتَرَیۡنَا عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اِنۡ عُدۡنَا فِیۡ مِلَّتِکُمۡ  بَعۡدَ  اِذۡ  نَجّٰنَا اللّٰہُ مِنۡہَا ؕ وَ مَا یَکُوۡنُ  لَنَاۤ  اَنۡ نَّعُوۡدَ  فِیۡہَاۤ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ رَبُّنَا ؕ وَسِعَ رَبُّنَا کُلَّ شَیۡءٍ عِلۡمًا ؕ عَلَی اللّٰہِ تَوَکَّلۡنَا ؕ رَبَّنَا افۡتَحۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ قَوۡمِنَا بِالۡحَقِّ وَ اَنۡتَ خَیۡرُ  الۡفٰتِحِیۡنَ ﴿﴾
Pemuka-pemuka kaumnya yang sombong berkata: “Hai Syu’aib, niscaya  kami akan mengusir engkau, dan juga orang-orang yang telah beriman beserta engkau dari kota kami, atau kamu harus kembali ke dalam agama kami.” Ia berkata: “Apakah walaupun kami benar-benar tidak menyukainya?    Sungguh kami telah mengada-adakan kedustaan terhadap  Allah, seandainya  kami kembali ke dalam agama kamu, setelah Allah menyelamatkan kami darinya. Dan sekali-kali tidak  layak bagi kami kembali ke dalamnya kecuali jika Allah Tuhan kami menghendaki. Ilmu  Tuhan kami meliputi segala sesuatu, kepada Allah-lah kami bertawakal. Ya Tuhan kami,  berilah keputusan di antara kami dan kaum kami dengan haq dan Engkau adalah sebaik-baik Pemberi Keputusan.” (Al-A’rāf [6]:89-90).
Kata-kata “Apakah walaupun kami benar-benar tidak menyukainya?” menunjukkan bahwa di sepanjang masa orang-orang yang baik dan cendekia telah berkeyakinan bahwa kekerasan tidak seyogianya digunakan dalam hal-hal yang berhubungan dengan kata-hati manusia termasik masalah keyakinan agama,  karena paksaan hanya akan menimbulkan  sikap  munafik  dan  khianat, bukannya keikhlasan.
Itulah sebabnya  Allah Swt. dalam Al-Quran dengan tegas  berfirman: "Tidak ada paksaan dalam agama",   karena  "kebenaran agama Islam (Al-Quran) nyata bedanya dari kesesatan" (QS.2:257), jadi untuk menyebarkan amanat Islam ke seluruh dunia tidak memerlukan cara-cara paksaan dan kekerasan melainkan harus melalui cara-cara rahmatan lil ‘ālamīn”  Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108).

Ancaman Klasik yang Berulang di Akhir Zaman

    Ancaman melakukan pengusiran secara paksa (merajam) atau meminta rasul-rasul Allah dan para pengikutnya untuk kembali kepada “agama nenek-moyang mereka”  merupakan ancaman klasik dari para penentang rasul Allah yang selalu berulang di setiap zaman, termasuk di Akhir Zaman ini terhadap para anggota Jemaat Ahmadiyah, firman-Nya:
 وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِرُسُلِہِمۡ لَنُخۡرِجَنَّکُمۡ مِّنۡ اَرۡضِنَاۤ  اَوۡ لَتَعُوۡدُنَّ فِیۡ مِلَّتِنَا ؕ فَاَوۡحٰۤی اِلَیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ لَنُہۡلِکَنَّ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ لَنُسۡکِنَنَّـکُمُ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕ ذٰلِکَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامِیۡ وَ خَافَ وَعِیۡدِ ﴿﴾
Dan   orang-orang yang kafir  kepada rasul-rasul mereka berkata: “Niscaya   kami akan mengusir kamu dari kota kami, atau kamu harus kembali kepada agama kami.” Maka Tuhan mereka mewahyukan kepada mereka: “Niscaya Kami akan membina-sakan  orang-orang yang zalim itu.    Dan  niscaya Kami akan menempatkan kamu di bumi ini setelah mereka. Inilah janji bagi siapa yang takut akan martabat-Ku dan takut kepada ancaman-Ku.”   (Ibrahim [14]:14-15).
        Al-Quran telah memakai bentuk mufrad (tunggal - Aku) dan juga jamak (Kami) kedua-duanya untuk kata pengganti bagi Wujud Yang Maha Agung itu. Di mana jika kekuasaan dan kemuliaan  Allah Swt.  yang hendak dinyatakan maka bentuk jamaklah (Kami) yang dipakai; di mana sifat Ghaniy (Yang Maha Cukup dalam dzat-Nya sendiri) dan Shamad (tidak tergantung dari siapa pun) yang hendak ditekankan, maka bentuk mufrad (tunggal - Aku) itulah yang dipergunakan.
        Atau seperti dinyatakan oleh beberapa alim ulama rabbani, di mana Allah Swt. bermaksud menimbulkan suatu hasil dengan perantaraan malaikat-malaikat maka dipakailah bentuk jamak (Kami); tetapi di mana satu pekerjaan akan dilaksanakan dengan perantaraan suatu takdir Ilahi yang khas  maka bentuk mufradlah yang dipakai (Aku). Ayat sekarang ini menggabungkan penggunaan jamak dan mufrad kedua-duanya.
        Terhadap tuduhan dan ancaman   tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالُوۡا طَآئِرُکُمۡ مَّعَکُمۡ ؕ اَئِنۡ ذُکِّرۡتُمۡ ؕ بَلۡ  اَنۡتُمۡ  قَوۡمٌ  مُّسۡرِفُوۡنَ ﴿﴾
Mereka, para rasul, berkata: “Kemalangan kamu itu bersama dirimu sendiri. Apakah jika kamu  diperingatkan kamu mengancam kami? Bahkan kamu adalah  kaum yang melampaui batas.” (Yā Sīn [36]:20).


(Bersambung).


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 9 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar