بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
BAB 19
Ancaman
Pengusiran dan
Kembali Lagi
Ke “Agama Nenek Moyang”
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam BAB 17 dan BAB 18 telah
dijelaskan mengenai firman Allah Swt. berikut ini tentang penolakan penduduk kota terhadap 3 orang rasul
Allah yang diutus kepada mereka:
قَالُوۡا مَاۤ
اَنۡتُمۡ اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُنَا
ۙ وَ مَاۤ اَنۡزَلَ الرَّحۡمٰنُ مِنۡ شَیۡءٍ ۙ اِنۡ اَنۡتُمۡ
اِلَّا تَکۡذِبُوۡنَ ﴿﴾
Mereka
berkata: ”Kamu
sekali-kali tidak lain hanya manusia seperti kami, dan Tuhan Yang Maha Pemurah sekali-kali tidak
menurunkan sesuatu, kamu tidak lain hanya berdusta belaka.” (Yā Sīn [36]:16).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
jawaban para rasul Allah terhadap tuduhan mereka:
قَالُوۡا رَبُّنَا یَعۡلَمُ اِنَّاۤ
اِلَیۡکُمۡ لَمُرۡسَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَا عَلَیۡنَاۤ اِلَّا الۡبَلٰغُ الۡمُبِیۡنُ ﴿﴾
Mereka
berkata: “Tuhan kami mengetahui
sesungguhnya kami benar-benar diutus
kepada kamu. Dan tugas kami
sekali-kali tidak lain hanya menyampaikan
dengan jelas.” (Yā Sīn [36]:17-18).
Supaya Mereka Merendahkan Diri
Sudah merupakan Sunnatullah, guna menyadarkan
kaum-kaum yang kepada mereka para rasul
Allah telah diutus, Allah Swt. menimpakan berbagai bentuk bencana -- sebagai akibat pendustaan dan penentangan mereka -- supaya
mereka merendahkan diri, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
اَرۡسَلۡنَاۤ اِلٰۤی اُمَمٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ فَاَخَذۡنٰہُمۡ
بِالۡبَاۡسَآءِ وَ الضَّرَّآءِ لَعَلَّہُمۡ یَتَضَرَّعُوۡنَ ﴿﴾ فَلَوۡلَاۤ اِذۡ جَآءَہُمۡ بَاۡسُنَا تَضَرَّعُوۡا وَ
لٰکِنۡ قَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ وَ زَیَّنَ
لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ مَا کَانُوۡا
یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul
kepada umat-umat sebelum engkau, lalu Kami
menghukum mereka dengan kemiskinan
dan kesusahan supaya mereka merendahkan diri. Lalu mengapa mereka tidak merendahkan diri ketika datang kepadanya azab Kami, bahkan hati
mereka semakin keras dan syaitan
menampakkan indah kepada mereka apa yang senantiasa mereka kerjakan. (Al-An’ām [6]:43-44).
Kata-kata lau lā (lalu mengapa) di sini
tidak digunakan untuk menyatakan pertanyaan belaka melainkan juga sebagai
cetusan rasa kasihan. Dengan demikian ayat ini berarti, “Seharusnya mereka merendahkan diri di hadapan Allah Swt., tetapi sayang mereka tidak berbuat demikian.”
Ancaman Pengusiran &
Kembali Kepada “Agama Nenek-Moyang”
Tetapi daripada mereka sadar dari kesesatannya mereka malah menisbahkan berbagai kemalangan
yang menimpa mereka itu adalah gara-gara
kedatangan para rasul Allah tersebut,
dan mengancam akan mengusir paksa mereka, firman-Nya:
قَالُوۡۤا اِنَّا تَطَیَّرۡنَا بِکُمۡ ۚ لَئِنۡ لَّمۡ
تَنۡتَہُوۡا لَنَرۡجُمَنَّکُمۡ وَ لَیَمَسَّنَّکُمۡ مِّنَّا عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Mereka
berkata: “Sesungguhnya kemalangan kami
karena kamu, jika kamu tidak benar-benar berhenti, niscaya kami akan
merajammu, dan niscaya azab yang pedih akan menimpa kamu
dari kami” (Yā Sīn [36]:19).
Rajama-hu berarti: ia merajamnya; ia
melempari dan membunuh dia (Lexicon
Lane). Jadi, mereka bukan hanya telah menisbahkan berbagai kemalangan dan bencana
yang menimpa mereka kepada para rasul Allah, bahkan mereka mengancam akan mengusir dengan paksa atau akan membunuh para rasul Allah tersebut. Berikut firman-Nya mengenai
Nabi Syu’aib a.s.:
قَالَ الۡمَلَاُ الَّذِیۡنَ اسۡتَکۡبَرُوۡا
مِنۡ قَوۡمِہٖ لَنُخۡرِجَنَّکَ یٰشُعَیۡبُ وَ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا مَعَکَ مِنۡ قَرۡیَتِنَاۤ اَوۡ لَتَعُوۡدُنَّ فِیۡ مِلَّتِنَا ؕ قَالَ اَوَ لَوۡ کُنَّا کٰرِہِیۡنَ ﴿۟﴾ قَدِ افۡتَرَیۡنَا عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اِنۡ عُدۡنَا فِیۡ مِلَّتِکُمۡ بَعۡدَ اِذۡ نَجّٰنَا اللّٰہُ
مِنۡہَا ؕ وَ مَا یَکُوۡنُ لَنَاۤ
اَنۡ نَّعُوۡدَ فِیۡہَاۤ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ رَبُّنَا ؕ وَسِعَ رَبُّنَا کُلَّ شَیۡءٍ عِلۡمًا ؕ
عَلَی اللّٰہِ تَوَکَّلۡنَا ؕ رَبَّنَا افۡتَحۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ قَوۡمِنَا
بِالۡحَقِّ وَ اَنۡتَ خَیۡرُ الۡفٰتِحِیۡنَ ﴿﴾
Pemuka-pemuka kaumnya yang sombong
berkata: “Hai Syu’aib, niscaya
kami akan mengusir engkau, dan juga orang-orang yang telah beriman beserta engkau dari kota kami, atau kamu harus kembali ke dalam agama kami.” Ia berkata: “Apakah
walaupun kami benar-benar tidak
menyukainya? Sungguh
kami telah mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah,
seandainya kami kembali ke dalam agama
kamu, setelah Allah
menyelamatkan kami darinya. Dan sekali-kali tidak layak bagi kami kembali ke
dalamnya kecuali jika Allah Tuhan kami menghendaki. Ilmu Tuhan kami meliputi segala sesuatu,
kepada Allah-lah
kami bertawakal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan di antara kami dan kaum
kami dengan haq dan Engkau adalah
sebaik-baik Pemberi Keputusan.” (Al-A’rāf [6]:89-90).
Kata-kata
“Apakah walaupun kami benar-benar tidak menyukainya?” menunjukkan bahwa di sepanjang masa
orang-orang yang baik dan cendekia telah berkeyakinan bahwa kekerasan tidak seyogianya digunakan
dalam hal-hal yang berhubungan dengan kata-hati
manusia termasik masalah keyakinan agama, karena paksaan hanya akan menimbulkan sikap munafik dan khianat, bukannya keikhlasan.
Itulah sebabnya Allah Swt. dalam Al-Quran dengan tegas berfirman: "Tidak ada paksaan dalam agama", karena "kebenaran agama Islam (Al-Quran) nyata bedanya dari kesesatan" (QS.2:257), jadi untuk menyebarkan amanat Islam ke seluruh dunia tidak memerlukan cara-cara paksaan dan kekerasan melainkan harus melalui cara-cara “rahmatan lil ‘ālamīn” Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108).
Itulah sebabnya Allah Swt. dalam Al-Quran dengan tegas berfirman: "Tidak ada paksaan dalam agama", karena "kebenaran agama Islam (Al-Quran) nyata bedanya dari kesesatan" (QS.2:257), jadi untuk menyebarkan amanat Islam ke seluruh dunia tidak memerlukan cara-cara paksaan dan kekerasan melainkan harus melalui cara-cara “rahmatan lil ‘ālamīn” Nabi Besar Muhammad saw. (QS.21:108).
Ancaman Klasik yang Berulang di Akhir
Zaman
Ancaman
melakukan pengusiran secara paksa (merajam) atau meminta rasul-rasul
Allah dan para pengikutnya untuk kembali kepada “agama nenek-moyang mereka”
merupakan ancaman klasik dari
para penentang rasul Allah yang
selalu berulang di setiap zaman, termasuk di Akhir Zaman ini terhadap para anggota
Jemaat Ahmadiyah, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا
لِرُسُلِہِمۡ لَنُخۡرِجَنَّکُمۡ مِّنۡ اَرۡضِنَاۤ
اَوۡ لَتَعُوۡدُنَّ فِیۡ مِلَّتِنَا ؕ فَاَوۡحٰۤی اِلَیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ
لَنُہۡلِکَنَّ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لَنُسۡکِنَنَّـکُمُ
الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ؕ ذٰلِکَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامِیۡ وَ خَافَ وَعِیۡدِ ﴿﴾
Dan orang-orang
yang kafir kepada rasul-rasul mereka berkata: “Niscaya
kami akan mengusir kamu dari kota kami, atau kamu harus kembali kepada agama kami.” Maka Tuhan mereka mewahyukan kepada mereka: “Niscaya Kami akan membina-sakan orang-orang yang zalim itu. Dan niscaya Kami akan menempatkan kamu di bumi ini setelah mereka. Inilah janji
bagi siapa yang takut akan martabat-Ku
dan takut kepada ancaman-Ku.” (Ibrahim [14]:14-15).
Al-Quran telah memakai bentuk mufrad (tunggal - Aku) dan juga jamak (Kami) kedua-duanya untuk kata
pengganti bagi Wujud Yang Maha Agung itu. Di mana jika kekuasaan dan
kemuliaan Allah Swt. yang hendak dinyatakan maka bentuk
jamaklah (Kami) yang dipakai; di mana sifat Ghaniy (Yang Maha Cukup
dalam dzat-Nya sendiri) dan Shamad (tidak tergantung dari siapa pun)
yang hendak ditekankan, maka bentuk mufrad
(tunggal - Aku) itulah yang dipergunakan.
Atau seperti dinyatakan oleh
beberapa alim ulama rabbani, di mana Allah Swt. bermaksud menimbulkan suatu hasil dengan
perantaraan malaikat-malaikat maka dipakailah bentuk jamak (Kami); tetapi di
mana satu pekerjaan akan dilaksanakan dengan perantaraan suatu takdir Ilahi yang khas maka bentuk mufradlah yang dipakai (Aku).
Ayat sekarang ini menggabungkan penggunaan jamak dan mufrad kedua-duanya.
Terhadap tuduhan dan ancaman tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالُوۡا طَآئِرُکُمۡ مَّعَکُمۡ ؕ اَئِنۡ
ذُکِّرۡتُمۡ ؕ بَلۡ اَنۡتُمۡ قَوۡمٌ
مُّسۡرِفُوۡنَ ﴿﴾
Mereka, para
rasul, berkata: “Kemalangan kamu
itu bersama dirimu sendiri. Apakah
jika kamu diperingatkan kamu mengancam kami? Bahkan kamu adalah kaum
yang melampaui batas.” (Yā Sīn [36]:20).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 9 Ramadhan 2012
Ki
Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar