بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
BAB 12
Makna
“Beriman kepada Yang Gaib”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam BAB 11 telah dijelaskan
firman Allah Swt. berkenaan beberapa tanda-tanda utama orang yang bertakwa, firman-Nya:
الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ یُنۡفِقُوۡنَ
ۙ﴿﴾
Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mendirikan
shalat dan mereka membelanjakan sebagian dari apa
yang Kami rezekikan kepada mereka. (Al-Baqarah [2]:4).
Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ
ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang beriman kepada apa yang
diturunkan kepada engkau, juga kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau dan kepada akhirat
pun me-reka yakin. Mereka
itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk
dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Baqarah [2]:5).
Arti Lain “Akhirat”
Ajaran Islam (Al-Quran) mewajibkan para pengikutnya beriman bahwa ajaran semua nabi Allah yang terdahulu bersumber dari Allah Swt. sebab Allah Swt. mengutus utusan-utusan-Nya kepada semua kaum (QS.13:8; QS.35:25). Ada pun kata akhirat dalam kalimat “Dan
kepada akhirat pun mereka yakin”, al-ākhirah
(akhirat) berarti: (a) tempat tinggal ukhrawi, yaitu kehidupan di hari kemudian; (b) al-akhirah
dapat juga berarti wahyu yang akan
datang.
Arti kedua kata akhirat itu lebih lanjut diuraikan dalam QS.62:3-4; di sana
Al-Quran menyebut dua kebangkitan (pengutusan) Nabi Besar Muhammad saw.. Kedatangan beliau saw. untuk pertama kali terjadi di tengah
orang-orang Arab dalam abad ke-7 Masehi, ketika Al-Quran diwahyukan kepada beliau saw., dan yang kedua terjadi di Akhir Zaman dalam wujud seorang dari
antara para pengikut beliau saw..
Nubuatan ini menjadi sempurna dalam wujud
Mirza Ghulam Ahmad a.s. yakni Al-Masih
Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan), Pendiri Jemaat Ahmadiyah, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ
بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ
وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang
telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata. Dan Dia akan mem-bangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan, Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.
(Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Missi Suci Universal Nabi Besar Muhammad saw.
Tugas suci Nabi Besar
Muhammad saw. sebagai Yā Sīn (Pemimpin yang sempurna) meliputi penunaian
keempat macam kewajiban mulia yang
disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada
beliau saw., sebab untuk kedatangan
beliau saw. di tengah-tengah orang-orang
Arab yang buta huruf serta jahiliyah itu, leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah
memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai
putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:128-130).
Pada hakikatnya tidak ada
Pembaharu dapat benar-benar berhasil
dalam misinya bila ia tidak menyiapkan -- dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya
(daya pensuciannya – QS.33:22; QS.69:2-5) -- suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis,
patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafah, arti, dan
kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke
luar negeri untuk mendakwahkan ajaran
itu kepada bangsa lain.
Didikan
(tarbiyat) yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw.
memperluas dan mempertajam kecerdasan
mereka, dan falsafah ajaran beliau saw.
menimbulkan dalam diri mereka keyakinan
iman, dan contoh mulia beliau saw.
menciptakan di dalam diri mereka kesucian
hati. Kenyataan-dasar agama
itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini (Al-Jumu’ah
[62]:3).
“Kaum Lain” di Kalangan Umat
Islam
Dalam ayat selanjut Allah Swt. berfirman:
وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ
لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
“Dan Dia
akan membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. Dan, Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.
(Al-Jumu’ah [62]:4).
Ajaran Nabi Besar Muhammad saw. ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka, -- yang di
tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan -- melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya
kepada orang-orang sezaman beliau
saw., melainkan juga kepada generasi
demi generasi manusia yang akan datang hingga kiamat.
Atau ayat ini dapat juga
berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dibangkitkan
di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para
pengikut (umat Islam) semasa hidup
beliau saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang
termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. untuk kedua kali dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s. di Akhir zaman.
Abu Hurairah r.a.
berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullāh saw.,
ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.:
“Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata Dan Dia akan membangkitkannya
pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” –
Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami. Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Nabi Besar Muhammad saw. meletakkan tangan beliau pada Salman dan
bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari
mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
Hadits Nabi saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada
seorang lelaki dari keturunan Parsi. Al-Masih
Mau’ud a.s. – Mirza Ghulam Ahmad a.s.
-- pendiri Jemaat Ahmadiyah, adalah dari
keturunan Parsi. Hadits Nabi saw. lainnya menyebutkan kedatangan Al-Masih pada saat ketika “tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran
kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain
namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap” (Baihaqi). Jadi, Al-Quran dan
hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam
wujud Al-Masih Mau’ud a.s..
Jadi, kembali kepada berbagai tanda-tanda orang yang bertakwa, di
antaranya adalah “beriman
kepada yang gaib” dan “kepada
akhirat pun mereka yakin” – dimana pada hakikatnya akhirat pun adalah suatu alam yang gaib pula karena manusia akan dapat
memasukinya setelah mengalami kematian -- merujuk kepada orang-orang bertakwa seperti itulah Allah Swt. telah berfirman dalam ayat Surah Yā Sīn selanjutnya:
اِنَّمَا تُنۡذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّکۡرَ وَ خَشِیَ
الرَّحۡمٰنَ بِالۡغَیۡبِ ۚ فَبَشِّرۡہُ
بِمَغۡفِرَۃٍ وَّ اَجۡرٍ کَرِیۡمٍ ﴿﴾
Sesungguhnya engkau hanya dapat menasihati orang yang mengikuti peringatan itu dan
yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah dalam keadaan tidak tampak,
(gaib) maka berilah dia kabar gembira mengenai ampunan dan ganjaran yang
mulia. (Yā Sīn [36]:12).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 5 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar