بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
BAB10
Makna
“Beriman kepada Yang Gaib”
Oleh
Ki
Langlang Buana Kusuma
Dalam BAB 8 telah dijelaskan mengenai hakikat sebutan kafir bagi orang-orang yang menolak
kebenaran yang disampaikan kepada mereka, karena mereka bersikap seperti kiper (keeper) gawang sepak bola. Penjaga gawang sepak bola disebut kiper atau keeper, yang dalam bahasa Arab kata dasarnya adalah ka far ra (kafir), karena tugas atau
pekerjaan kiper adalah berusaha
menahan atau menangkap bola agar jangan masuk ke dalam gawang yang
dijaganya.
Orang-orang yang menolak kebenaran dalam
Al-Quran disebut orang kafir karena
sikap mereka terhadap kebenaran yang
datang kepada mereka atau yang disampaikan kepada mereka seperti -- sikap kiper yang menghalau bola agar tidak masuk ke dalam gawang yang dijaganya -- karena itu mengenai mereka Allah Swt.
berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَوَآءٌ عَلَیۡہِمۡ ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ اَمۡ لَمۡ تُنۡذِرۡہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang kafir sama saja bagi mereka, apakah
engkau memperingatkan mereka atau pun engkau tidak pernah memperingatkan mereka, mereka tidak akan beriman (Al-Baqarah
[2]:7).
خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی
قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ ؕ وَ
عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫ وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ٪﴿﴾
Allah telah mencap (menyegel) hati
mereka dan pendengaran mereka,
sedangkan pada penglihatan mereka
ada tutupan, dan bagi mereka ada siksaan yang amat besar. (Al-Baqarah [2]:8).
Beriman kepada Yang Gaib
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
orang yang sikapnya bertolak belakang dengan “kiper” (penjaga gawang yang baik), atau bertolak-belakang dengan “orang
kafir”, yakni mereka yang membiarkan hatinya
dimasuki oleh kebenaran yang
disampaikan kepada mereka melalui pendengar mau pun penglihatan mereka, firman-Nya:
اِنَّمَا
تُنۡذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّکۡرَ وَ خَشِیَ الرَّحۡمٰنَ بِالۡغَیۡبِ ۚ
فَبَشِّرۡہُ بِمَغۡفِرَۃٍ وَّ اَجۡرٍ کَرِیۡمٍ ﴿﴾
Sesungguhnya
engkau hanya dapat menasihati orang yang
mengikuti peringatan itu dan yang takut
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dalam keadaan tidak tampak, (gaib) maka berilah dia kabar gembira
mengenai ampunan dan ganjaran yang mulia. (Yā
Sīn [36]:12).
Allah Swt. di awal Surah Al-Baqarah telah menyatakan bahwa tanda pertama orang yang bertakwa adalah “beriman kepada yang gaib”, firman-Nya:
ذٰلِکَ الۡکِتٰبُ لَا
رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾
Inilah Kitab yang sempurna itu, tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang
yang bertakwa (Al-Baqarah [2]:3).
Muttaqi (orang
bertakwa) diserap dari kata waqa yang mempunyai pengertian menjaga diri
terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Wiqayah berarti
perisai, dan ittaqa bihi (muttaqi itu bentuk ism fa’il dari ittaqa)
berarti ia menganggap dia atau
sesuatu sebagai perisai (Lexicon Lane).
Ubayy bin Ka’ab, sahabat Nabi
Besar Muhammad saw. yang
terkenal, tepat benar menerangkan kata taqwa dengan memisalkan muttaqi
(orang bertakwa) sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri.
Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut
dan robek oleh duri-durinya (Tafsir Ibnu Katsir). Jadi
seorang muttaqi (bertakwa) adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Allah Swt. sebagai perisainya atau pelindungnya dan
sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya.
Kata-kata “petunjuk
bagi orang-orang yang bertaqwa” berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Al-Quran tidak terbatas. Al-Quran
membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan
ruhani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Ilahi.
Rukun Iman
Al-ghaib berarti: sesuatu yang
tersembunyi atau tidak nampak; sesuatu yang tidak terlihat, tidak hadir, atau
jauh sekali (Aqrab-ul-Mawarid).
Allah Swt., para malaikat dan hari kiamat, semuanya al-ghaib. Lagi pula, kata
yang digunakan dalam Al-Quran tersebut tidak berarti hal-hal yang khayali dan tidak nyata, melainkan hal-hal yang nyata dan telah dibenarkan adanya meskipun tidak nampak (QS.32:7; QS.49:19).
Contohnya: Udara merupakan hal yang gaib
(tidak tampak) bagi mata (penglihatan) tetapi bagi kulit
(indera perasa) dan sistim pernafasan udara adalah sesuatu yang ada (nyata).
Demikian pula suara (bunyi) bagi mata
dan hidung adalah sesuatu yang gaib (tidak nampak) tetapi bagi telinga (pendengaran) adalah suara (bunyi) adalah sesuatu yang nyata keberadaannya. Banyak
contoh-contoh lainnya dalam alam dunia ini yang tidak nampak (gaib) oleh salah satu panca indera tetapi
merupakan hal yang nyata bagi indra-indra
lainnya.
Oleh karena itu keliru sekali
menyangka — seperti dikira oleh beberapa kritikus
Al-Quran dari Barat — bahwa Islam
memaksakan kepada para pengikutnya beberapa kepercayaan
aneh yang tidak dapat dipahami dan mengajak mereka mempercayainya dengan
membabi buta.
Kata gaib
itu berarti hal-hal yang meskipun di luar jangkauan indera manusia
tetapi dapat dibuktikan oleh akal
atau pengalaman. Yang tidak
tertangkap oleh panca indera tidak
senantiasa tak dapat diterima oleh akal.
Tidak ada dari hal-hal gaib yang orang Islam diminta agar beriman kepadanya itu di luar jangkauan akal. Banyak benda-benda di dunia yang
meskipun tidak nampak tetapi terbukti adanya dengan keterangan-keterangan dan
dalil-dalil yang kuat dan tiada seorang pun dapat menolak kehadiran benda-benda
itu.
Ada pun yang dimaksud dengan “beriman
kepada yang gaib” oleh firman Allah Swt. tersebut (QS.2:3) adalah 6 macam yang tercakup dalam Rukun
Iman: (1) Beriman kepada Allah, (2) Hari Akhir (akhirat), (3)
malaikat-malaikat, (4) Kitab-kitab, (5) Rasul-rasul, (6) Takdir.
Iblis, jin, dan syaitan pun termasuk makhluk
gaib, tetapi tidak termasuk dalam
Rukun Iman, sebab menurut Nabi Besar
Muhammad saw. yang dimaksud dengan iman adalah sesuatu yang diyakini (dipercayai) dalam hati,
diucapkan oleh lidah, dan diperagakan
dalam bentuk amal nyata. Sedangkan iblis,
syaitan, dan jin adalah makhluk-makhluk gaib yang Allah Swt. melarang manusia untuk mempercayai perkataannya (ajakannya) mau pun janji-janjinya yang muluk dan ancamannya karena semuanya merupakan kedustaan (QS.2:49 & 268-269;
QS.6:44 & 49; QS.7:201-202; QS.14:23;
QS.16:64 & 99-101; QS.17:54; QS.27:24-25; QS.41:37), firman-Nya:
اَلَمۡ
اَعۡہَدۡ اِلَیۡکُمۡ
یٰبَنِیۡۤ اٰدَمَ اَنۡ لَّا تَعۡبُدُوا الشَّیۡطٰنَ ۚ اِنَّہٗ لَکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ ﴾ وَّ اَنِ
اعۡبُدُوۡنِیۡ ؕؔ ہٰذَا صِرَاطٌ
مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿ ﴾ وَ لَقَدۡ
اَضَلَّ مِنۡکُمۡ جِبِلًّا کَثِیۡرًا ؕ اَفَلَمۡ تَکُوۡنُوۡا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾ ہٰذِہٖ جَہَنَّمُ الَّتِیۡ کُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ ﴿ ﴾ اِصۡلَوۡہَا الۡیَوۡمَ بِمَا
کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿ ﴾
“Bukankah Aku
telah memerintahkan kepada kamu hai Bani
Adam, bahwa janganlah kamu menyembah syaitan sesungguhnya ia bagimu adalah musuh
yang nyata. Dan hendaknya kamu menyembahKu, inilah jalan yang lurus. Dan sungguh
syaitan benar-benar telah
menyesatkan sebagian besar dari antara kamu, maka apakah kamu tidak mau
berpikir? Inilah Jahannam yang telah dijanjikan kepada kamu. Masukilah
itu pada hari ini, disebabkan kamu
dahulu selalu mengingkari.” (Yā Sīn [36]:61-65).
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. di awal uraian ini mengenai "orang yang beriman kepada yang gaib", karena baik mereka sedang "sendirian" maupun bersama-sama dengan orang lain, mereka akan tetap bertakwa kepada Allah Swt., firman-Nya:
Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. di awal uraian ini mengenai "orang yang beriman kepada yang gaib", karena baik mereka sedang "sendirian" maupun bersama-sama dengan orang lain, mereka akan tetap bertakwa kepada Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّمَا
تُنۡذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّکۡرَ وَ خَشِیَ الرَّحۡمٰنَ بِالۡغَیۡبِ ۚ
فَبَشِّرۡہُ بِمَغۡفِرَۃٍ وَّ اَجۡرٍ کَرِیۡمٍ ﴿﴾
Sesungguhnya
engkau hanya dapat menasihati orang yang
mengikuti peringatan itu dan yang takut
kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dalam keadaan tidak tampak, (gaib) maka berilah dia kabar gembira
mengenai ampunan dan ganjaran yang mulia. (Yā
Sīn [36]:12).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 5 Ramadhan 2012
Ki
Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar