Selasa, 24 Juli 2012

Makna "Beriman kepada Yang Gaib"





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

  

SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

BAB10 

    Makna “Beriman kepada Yang Gaib”  

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma
  
Dalam BAB 8    telah dijelaskan mengenai hakikat sebutan kafir bagi orang-orang yang menolak kebenaran yang disampaikan kepada mereka, karena mereka bersikap seperti kiper (keeper) gawang sepak bola.    Penjaga gawang sepak bola disebut kiper atau keeper, yang dalam bahasa Arab kata dasarnya adalah ka far ra (kafir), karena tugas atau pekerjaan kiper adalah berusaha menahan atau menangkap bola agar jangan masuk ke dalam gawang yang dijaganya. 
      Orang-orang yang menolak kebenaran dalam Al-Quran disebut orang kafir karena sikap mereka terhadap kebenaran yang datang kepada mereka atau yang disampaikan kepada mereka seperti -- sikap kiper yang menghalau bola  agar tidak masuk ke dalam gawang yang dijaganya --  karena itu mengenai mereka Allah Swt. berfirman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا سَوَآءٌ  عَلَیۡہِمۡ ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ  اَمۡ  لَمۡ  تُنۡذِرۡہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka, apakah engkau  memperingatkan mereka atau pun engkau tidak pernah memperingatkan mereka, mereka tidak akan beriman  (Al-Baqarah [2]:7).
خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ ؕ  وَ عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫ وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ٪﴿﴾
Allah  telah mencap (menyegel)   hati mereka dan pendengaran mereka, sedangkan pada penglihatan  mereka   ada tutupan, dan bagi mereka ada siksaan yang amat besar. (Al-Baqarah [2]:8).

Beriman kepada Yang Gaib

         Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai orang yang  sikapnya bertolak belakang dengan “kiper” (penjaga gawang yang baik),  atau  bertolak-belakang dengan   “orang kafir”, yakni mereka yang membiarkan hatinya dimasuki oleh kebenaran yang disampaikan kepada mereka melalui  pendengar mau pun penglihatan mereka, firman-Nya:
اِنَّمَا تُنۡذِرُ مَنِ اتَّبَعَ  الذِّکۡرَ  وَ خَشِیَ الرَّحۡمٰنَ بِالۡغَیۡبِ ۚ فَبَشِّرۡہُ  بِمَغۡفِرَۃٍ وَّ اَجۡرٍ  کَرِیۡمٍ ﴿﴾
Sesungguhnya engkau hanya dapat menasihati orang yang mengikuti peringatan itu dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dalam keadaan tidak tampak, (gaib) maka berilah dia kabar gembira  mengenai ampunan dan ganjaran yang mulia. (Yā Sīn [36]:12). 
        Allah Swt. di awal Surah Al-Baqarah telah menyatakan bahwa tanda pertama orang yang bertakwa adalah “beriman kepada yang gaib”, firman-Nya:
ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾
Inilah Kitab yang sempurna itu,   tidak ada keraguan  di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Baqarah [2]:3).
      Muttaqi (orang bertakwa) diserap dari kata waqa yang mempunyai pengertian menjaga diri terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Wiqayah berarti perisai, dan ittaqa bihi (muttaqi itu bentuk ism fa’il dari ittaqa)  berarti ia menganggap dia atau sesuatu sebagai perisai (Lexicon Lane).
      Ubayy bin Ka’ab, sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  yang terkenal, tepat benar menerangkan kata taqwa dengan memisalkan muttaqi (orang bertakwa) sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri. Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan robek oleh duri-durinya (Tafsir Ibnu Katsir). Jadi  seorang muttaqi (bertakwa) adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Allah Swt.   sebagai perisainya atau pelindungnya dan sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya.
      Kata-kata  “petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa” berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Al-Quran tidak terbatas. Al-Quran membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan ruhani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Ilahi.

Rukun Iman

       Al-ghaib berarti: sesuatu yang tersembunyi atau tidak nampak; sesuatu yang tidak terlihat, tidak hadir, atau jauh sekali (Aqrab-ul-Mawarid). Allah Swt.,   para malaikat dan hari kiamat,  semuanya al-ghaib. Lagi pula, kata yang digunakan dalam Al-Quran tersebut tidak berarti hal-hal yang khayali dan tidak nyata, melainkan hal-hal yang nyata dan telah dibenarkan adanya meskipun tidak nampak (QS.32:7; QS.49:19).   
     Contohnya:  Udara merupakan hal yang gaib (tidak tampak)  bagi mata (penglihatan) tetapi bagi kulit (indera perasa) dan sistim pernafasan  udara adalah sesuatu yang ada (nyata). Demikian pula suara (bunyi)  bagi mata dan hidung adalah sesuatu yang gaib (tidak nampak) tetapi bagi  telinga (pendengaran) adalah suara (bunyi) adalah sesuatu yang nyata keberadaannya. Banyak contoh-contoh lainnya dalam alam dunia ini yang tidak nampak (gaib) oleh salah satu panca  indera tetapi merupakan hal yang nyata bagi indra-indra lainnya.
       Oleh karena itu keliru sekali menyangka — seperti dikira oleh beberapa kritikus Al-Quran dari Barat — bahwa Islam memaksakan kepada para pengikutnya beberapa kepercayaan aneh yang tidak dapat dipahami dan mengajak mereka mempercayainya dengan membabi buta.
     Kata  gaib  itu berarti hal-hal yang meskipun di luar jangkauan indera manusia tetapi dapat dibuktikan oleh akal atau pengalaman. Yang tidak tertangkap oleh panca indera tidak senantiasa tak dapat diterima oleh akal. Tidak ada dari hal-hal  gaib  yang orang Islam diminta agar beriman kepadanya itu di luar jangkauan akal. Banyak benda-benda di dunia yang meskipun tidak nampak tetapi terbukti adanya dengan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang kuat dan tiada seorang pun dapat menolak kehadiran benda-benda itu.
       Ada pun yang dimaksud  dengan “beriman kepada yang gaib” oleh firman Allah Swt. tersebut  (QS.2:3) adalah 6 macam yang tercakup dalam Rukun Iman: (1) Beriman kepada Allah, (2) Hari Akhir (akhirat), (3) malaikat-malaikat, (4) Kitab-kitab, (5) Rasul-rasul, (6) Takdir.
      Iblis, jin, dan syaitan pun termasuk makhluk gaib, tetapi tidak termasuk dalam Rukun Iman, sebab  menurut Nabi Besar Muhammad saw. yang dimaksud dengan iman  adalah sesuatu yang diyakini (dipercayai) dalam hati, diucapkan oleh lidah, dan diperagakan dalam  bentuk amal nyata. Sedangkan   iblis, syaitan, dan jin adalah makhluk-makhluk gaib yang Allah Swt. melarang manusia untuk mempercayai perkataannya (ajakannya) mau pun janji-janjinya yang muluk dan ancamannya karena semuanya merupakan kedustaan (QS.2:49 & 268-269; QS.6:44 & 49; QS.7:201-202; QS.14:23;  QS.16:64 & 99-101; QS.17:54; QS.27:24-25; QS.41:37), firman-Nya:
اَلَمۡ  اَعۡہَدۡ  اِلَیۡکُمۡ یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ اَنۡ  لَّا تَعۡبُدُوا الشَّیۡطٰنَ ۚ اِنَّہٗ  لَکُمۡ  عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ ﴾   وَّ  اَنِ اعۡبُدُوۡنِیۡ ؕؔ ہٰذَا  صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿ ﴾   وَ لَقَدۡ اَضَلَّ  مِنۡکُمۡ  جِبِلًّا کَثِیۡرًا ؕ اَفَلَمۡ  تَکُوۡنُوۡا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾  ہٰذِہٖ  جَہَنَّمُ  الَّتِیۡ  کُنۡتُمۡ  تُوۡعَدُوۡنَ ﴿ ﴾ اِصۡلَوۡہَا الۡیَوۡمَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿ ﴾
“Bukankah  Aku telah memerintahkan kepada kamu hai Bani Adam, bahwa  janganlah kamu menyembah syaitan sesungguhnya  ia bagimu adalah  musuh yang nyata.  Dan hendaknya kamu menyembahKu, inilah jalan yang lurus.  Dan  sungguh  syaitan benar-benar telah menyesatkan sebagian besar dari antara kamu, maka apakah kamu tidak mau berpikir?  Inilah Jahannam yang telah dijanjikan kepada kamu.   Masukilah itu pada hari ini, disebabkan kamu dahulu selalu  mengingkari.” (Yā Sīn [36]:61-65). 
     Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. di awal uraian ini mengenai "orang yang beriman kepada yang gaib", karena baik mereka sedang "sendirian" maupun bersama-sama dengan orang lain, mereka akan tetap bertakwa kepada Allah Swt., firman-Nya:

 اِنَّمَا تُنۡذِرُ مَنِ اتَّبَعَ  الذِّکۡرَ  وَ خَشِیَ الرَّحۡمٰنَ بِالۡغَیۡبِ ۚ فَبَشِّرۡہُ  بِمَغۡفِرَۃٍ وَّ اَجۡرٍ  کَرِیۡمٍ ﴿﴾
Sesungguhnya engkau hanya dapat menasihati orang yang mengikuti peringatan itu dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dalam keadaan tidak tampak, (gaib) maka berilah dia kabar gembira  mengenai ampunan dan ganjaran yang mulia. (Yā Sīn [36]:12). 

(Bersambung).


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 5 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar