Rabu, 25 Juli 2012

Pentingnya Beriman kepada Semua Rasul Allah Tanda Kecuali




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ

  

SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

BAB 11 

     Pentingnya  Beriman kepada Semua Rasul Allah Tanpa Kecuali 

 Oleh

 Ki Langlang Buana Kusuma
  
Dalam BAB 10    telah dijelaskan mengenai hakikat “beriman kepada yang gaib”, sebagaimana dijelaskan dalam Rukun Iman, dan beriman kepada “yang gaib” tersebut merupakan tanda pertama dari orang bertakwa (muttaqi). Karena itu orang yang bertakwa – baik ia berada bersama dengan banyak orang atau hanya seorang diri – maka ia akan tetap menjaga ketakwaannya kepada Allah Swt., sebagaimana makna dari kata  taqwa (takwa), yakni: muttaqi (orang bertakwa) diserap dari kata waqa yang mempunyai pengertian menjaga diri terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Wiqayah berarti perisai, dan ittaqa bihi (muttaqi itu bentuk ism fa’il dari ittaqa)  berarti ia menganggap dia atau sesuatu sebagai perisai (Lexicon Lane).
      Ubayy bin Ka’ab, sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  yang terkenal, tepat benar menerangkan kata taqwa dengan memisalkan muttaqi (orang bertakwa) sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri. Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan robek oleh duri-durinya (Tafsir Ibnu Katsir). Jadi  seorang muttaqi (bertakwa) adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Allah Swt.   sebagai perisainya atau pelindungnya dan sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya.
      Kata-kata  “petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa” berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Al-Quran tidak terbatas. Al-Quran membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan ruhani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Ilahi, firman-Nya:
ذٰلِکَ  الۡکِتٰبُ لَا رَیۡبَ ۚۖۛ فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی  لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾
Inilah Kitab yang sempurna itu,   tidak ada keraguan  di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Baqarah [2]:3).

Mendirikan Shalat &
Berkhidmat Terhadap Sesama Makhluk

       Beriman kepada “yang gaib” itulah yang akan  menimbulkan sikap-sikap terpuji lainnya dari orang yang bertakwa tersebut yakni  beribadah kepada Allah Swt. (hablun- minallāh) – dalam bentuk senantiasa mendirikan shalat -- dan mengkhidmati   sesama makhluk Allah (hablun minan- nās) melalui pembelanjaan berbagai rezeki yang dianugerahkan Allah Swt. di jalan-Nya, firman-Nya:
الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ  مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ  یُنۡفِقُوۡنَ ۙ﴿﴾
Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib,  mendirikan shalat  dan mereka membelanjakan sebagian dari apa  yang Kami rezekikan  kepada mereka. (Al-Baqarah [2]:4).
      Anak kalimat “mendirikan shalat” berarti: mereka melakukan shalat dengan segala syarat yang telah ditetapkan; aqama berarti ia menempatkan benda atau perkara itu pada keadaan yang tepat (Lexicon Lane). Beribadah itu merupakan ungkapan lahiriah dari perhubungan batin manusia dengan Allah Swt.   Tambahan pula  karunia Ilahi  meliputi baik jasmani  maupun ruh. Jadi ibadah yang sempurna adalah saat ketika jasmani dan ruhani keduanya sama-sama berperan. Tanpa keduanya jiwa sejati ibadah   tidak dapat dipelihara, sebab meskipun pemujaan oleh hati itu merupakan isinya dan pemujaan oleh jasmani hanya kulitnya, namun isi tidak dapat dipelihara tanpa kulit. Jika kulit binasa isinya pun  pasti  mengalami nasib yang sama.
       Rizq berarti  sesuatu yang dianugerahkan  Allah Swt.   kepada manusia, baik anugerah itu, bersifat kebendaan atau selain itu (Mufradat).  Surah Al-Baqarah ayat 2-3 ini  menentukan tiga petunjuk dan menjelaskan tiga tingkat kesejahteraan ruhani manusia:
      (1) Ia harus beriman kepada kebenaran yang tersembunyi (gaib) dari pandangan mata dan di luar jangkauan pancaindera, sebab kepercayaan demikian  menunjukkan bahwa ia mempunyai ketakwaan yang sejati.
    (2) Bila ia merenungkan keajaiban alam semesta dan tertib serta rancangan menakjubkan yang terdapat di dalamnya, dan bila  sebagai hasil dari renungan itu ia menjadi yakin akan adanya Dzat Yang menciptakan  (Tuhan Pencipta) maka suatu hasrat yang tidak dapat ditahan untuk mempunyai perhubungan nyata dan benar dengan Dzat itu menguasai dirinya. Hasrat  tersebut terpenuhi dengan mendirikan shalat.
      (3) Akhirnya, ketika orang beriman itu berhasil menegakkan perhubungan yang hidup dengan Khāliq-nya (Pencipta-nya) – yakni Allah Swt. --  ia merasakan adanya dorongan batin untuk berbakti kepada sesama manusia, yakni membelanjakan apa pun yang direzekikan Allah Swt. kepada mereka di jalan-Nya.

Beriman kepada Rasul-rasul Allah dan
Kepada Kitab-kitab Wahyu

     Tanda-tanda lainnya dari orang-orang bertakwa tersebut  selanjutnya  Allah Swt. berfirman:
وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ  اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ ؕ﴿﴾
Dan orang-orang  yang beriman kepada apa yang diturunkan kepada engkau, juga kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau dan kepada  akhirat  pun me-reka yakin.   Mereka itulah orang-orang yang  berada di atas  petunjuk dari Tuhannya  dan mereka itulah orang-orang yang  berhasil. (Al-Baqarah [2]:5).
        Iman kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan inti sejauh menyangkut hubungan iman kepada rasul-rasul  Allah -- sebagaimana  tercantum dalam Rukun Iman ke 5 --  mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman-Nya:
اٰمَنَ الرَّسُوۡلُ بِمَاۤ  اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مِنۡ رَّبِّہٖ وَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ؕ کُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ وَ کُتُبِہٖ وَ رُسُلِہٖ ۟ لَا نُفَرِّقُ بَیۡنَ  اَحَدٍ مِّنۡ رُّسُلِہٖ ۟ وَ قَالُوۡا سَمِعۡنَا وَ اَطَعۡنَا ٭۫ غُفۡرَانَکَ رَبَّنَا وَ اِلَیۡکَ الۡمَصِیۡرُ ﴿۲۸۵﴾
Rasul ini beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari  Tuhan-nya, dan begitu pula  orang-orang beriman,  semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya,  mereka berkata:   Kami tidak membeda-bedakan  seorang pun dari antara Rasul-rasul-Nya”, dan mereka berkata: “Kami telah mendengar dan kami taat.  Kami mohon ampunan Engkau, ya Tuhan kami, dan kepada Engkau-lah kami  kembali.” (Al-Baqarah [2]:286).
       Mengerjakan amal-amal baik memang merupakan cara utama untuk mencapai kesucian ruhani, tetapi amal-amal baik itu bersumber pada kesucian hati yang dapat dicapai hanya dengan berpegang pada itikad-itikad yang benar. Dari itu, ayat ini merinci dasar-dasar kepercayaan yang telah diajarkan oleh Al-Quran yaitu  beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya menurut urutan atau tertib yang wajar.
       Karena pentingnya masalah keimanan tersebut   maka Allah Swt. telah berfirman berupa perintah kepada orang-orang yang “mengaku beriman”:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ الۡکِتٰبِ الَّذِیۡ نَزَّلَ عَلٰی رَسُوۡلِہٖ وَ الۡکِتٰبِ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ بِاللّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ وَ کُتُبِہٖ وَ رُسُلِہٖ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ فَقَدۡ ضَلَّ  ضَلٰلًۢا  بَعِیۡدًا ﴿۱۳۶﴾
Hai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada  Allah, Rasul-NyaKitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kepada Kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Dan  barangsiapa yang kafir kepada Allah,  malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan kepada Hari Kemudian maka  sungguh ia telah sesat sejauh-jauhnya. (Al-Nisā [4]:137).
        Jadi, pernyataan Allah Swt.: “Hai orang-orang yang beriman, berimanlah…” maksudnya adalah  “Hai orang-orang yang menyatakan dirinya orang  beriman,  tunjukkanlah dengan perbuatan dan tindakan kamu bahwa keimanan kamu itu sejati dan teguh landasannya.”

Arti Lain "Akhirat"

      Ajaran Islam (Al-Quran)  mewajibkan para pengikutnya beriman bahwa ajaran semua nabi Allah yang terdahulu bersumber dari Allah Swt.sebab Allah Swt. mengutus utusan-utusan-Nya kepada semua kaum (QS.13:8; QS.35:25).  Ada pun kata akhirat dalam kalimat “Dan kepada akhirat pun mereka yakin”,   al-ākhirah (akhirat) berarti: (a) tempat tinggal ukhrawi, yaitu  kehidupan di hari kemudian; (b) al-akhirah dapat juga berarti wahyu yang akan datang.
     Arti kedua kata akhirat itu lebih lanjut diuraikan dalam QS.62:3-4; di sana Al-Quran menyebut dua kebangkitan  (pengutusan) Nabi Besar Muhammad saw.. Kedatangan beliau saw.  untuk pertama kali terjadi di tengah orang-orang Arab dalam abad ke-7 Masehi, ketika Al-Quran diwahyukan kepada beliau saw., dan yang kedua terjadi di Akhir Zaman dalam wujud seorang dari antara para pengikut beliau saw.. Nubuatan ini menjadi sempurna dalam wujud  Mirza Ghulam Ahmad a.s.  yakni Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan),  Pendiri Jemaat Ahmadiyah, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾  وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nyamensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah  walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan Dia akan mem-bangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan, Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

(Bersambung).


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 5 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma


1 komentar: