بِسۡمِ اللّٰہِ
الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
BAB 11
Pentingnya Beriman kepada Semua Rasul Allah Tanpa Kecuali
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam BAB 10 telah
dijelaskan mengenai hakikat “beriman
kepada yang gaib”, sebagaimana dijelaskan dalam Rukun Iman, dan beriman kepada “yang
gaib” tersebut merupakan tanda pertama dari orang bertakwa (muttaqi). Karena itu orang yang bertakwa – baik ia
berada bersama dengan banyak orang atau hanya seorang diri – maka ia akan tetap menjaga ketakwaannya kepada Allah Swt., sebagaimana makna dari kata taqwa
(takwa), yakni: muttaqi (orang bertakwa) diserap dari kata waqa
yang mempunyai pengertian menjaga diri
terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Wiqayah berarti
perisai, dan ittaqa bihi (muttaqi itu bentuk ism fa’il dari ittaqa)
berarti ia menganggap dia atau sesuatu sebagai perisai (Lexicon Lane).
Ubayy bin
Ka’ab, sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yang terkenal, tepat
benar menerangkan kata taqwa dengan memisalkan muttaqi (orang
bertakwa) sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri. Dengan
segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan
robek oleh duri-durinya (Tafsir Ibnu Katsir). Jadi
seorang muttaqi (bertakwa) adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Allah Swt. sebagai perisainya atau pelindungnya dan
sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya.
Kata-kata “petunjuk bagi
orang-orang yang bertaqwa” berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Al-Quran
tidak terbatas. Al-Quran membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan ruhani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Ilahi, firman-Nya:
ذٰلِکَ الۡکِتٰبُ
لَا رَیۡبَ ۚۖۛ
فِیۡہِ ۚۛ ہُدًی لِّلۡمُتَّقِیۡنَ ۙ﴿﴾
Inilah Kitab
yang sempurna itu, tidak ada keraguan
di dalamnya, petunjuk
bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Baqarah
[2]:3).
Mendirikan
Shalat &
Berkhidmat
Terhadap Sesama Makhluk
Beriman kepada “yang gaib” itulah yang akan menimbulkan sikap-sikap terpuji lainnya dari orang yang bertakwa tersebut yakni
beribadah kepada Allah Swt.
(hablun- minallāh) – dalam bentuk senantiasa mendirikan shalat -- dan mengkhidmati
sesama makhluk
Allah (hablun minan- nās) melalui pembelanjaan
berbagai rezeki yang dianugerahkan
Allah Swt. di jalan-Nya, firman-Nya:
الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡغَیۡبِ وَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ مِمَّا رَزَقۡنٰہُمۡ یُنۡفِقُوۡنَ
ۙ﴿﴾
Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mendirikan
shalat dan mereka membelanjakan sebagian dari apa
yang Kami rezekikan kepada mereka. (Al-Baqarah [2]:4).
Anak kalimat “mendirikan shalat” berarti: mereka melakukan shalat
dengan segala syarat yang telah ditetapkan; aqama berarti ia menempatkan
benda atau perkara itu pada keadaan yang tepat (Lexicon Lane). Beribadah
itu merupakan ungkapan lahiriah dari perhubungan batin manusia dengan Allah
Swt. Tambahan pula karunia
Ilahi meliputi baik jasmani
maupun ruh. Jadi ibadah
yang sempurna adalah saat ketika jasmani
dan ruhani keduanya sama-sama
berperan. Tanpa keduanya jiwa sejati ibadah tidak dapat dipelihara, sebab meskipun pemujaan oleh hati itu merupakan isinya dan pemujaan oleh jasmani hanya kulitnya,
namun isi tidak dapat dipelihara
tanpa kulit. Jika kulit binasa isinya pun pasti mengalami nasib yang sama.
Rizq berarti sesuatu yang
dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia, baik anugerah itu,
bersifat kebendaan atau selain itu (Mufradat). Surah Al-Baqarah
ayat 2-3 ini menentukan tiga petunjuk dan menjelaskan tiga tingkat kesejahteraan ruhani
manusia:
(1) Ia harus beriman kepada kebenaran yang
tersembunyi (gaib) dari pandangan mata dan di luar jangkauan pancaindera,
sebab kepercayaan demikian menunjukkan
bahwa ia mempunyai ketakwaan yang sejati.
(2) Bila ia merenungkan keajaiban alam semesta dan tertib
serta rancangan menakjubkan yang
terdapat di dalamnya, dan bila sebagai
hasil dari renungan itu ia menjadi yakin
akan adanya Dzat Yang menciptakan (Tuhan Pencipta) maka suatu hasrat yang tidak dapat ditahan untuk
mempunyai perhubungan nyata dan benar dengan Dzat itu menguasai dirinya. Hasrat tersebut terpenuhi dengan mendirikan shalat.
(3) Akhirnya, ketika orang
beriman itu berhasil menegakkan perhubungan
yang hidup dengan Khāliq-nya (Pencipta-nya) – yakni Allah Swt. -- ia merasakan adanya dorongan batin untuk berbakti
kepada sesama manusia, yakni membelanjakan apa pun yang direzekikan Allah Swt. kepada mereka di jalan-Nya.
Beriman kepada Rasul-rasul Allah dan
Kepada Kitab-kitab Wahyu
Tanda-tanda lainnya dari orang-orang bertakwa tersebut selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
وَ الَّذِیۡنَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ مِنۡ قَبۡلِکَ ۚ وَ بِالۡاٰخِرَۃِ ہُمۡ یُوۡقِنُوۡنَ
ؕ﴿﴾
Dan orang-orang
yang beriman kepada apa yang
diturunkan kepada engkau, juga kepada apa yang telah diturunkan sebelum engkau dan kepada akhirat pun me-reka yakin. Mereka
itulah orang-orang yang berada di atas petunjuk
dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Baqarah [2]:5).
Iman kepada Nabi Besar Muhammad saw. merupakan inti sejauh menyangkut hubungan iman
kepada rasul-rasul Allah -- sebagaimana tercantum dalam Rukun Iman ke 5 -- mengenai
hal tersebut Allah Swt. berfirman-Nya:
اٰمَنَ الرَّسُوۡلُ
بِمَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مِنۡ
رَّبِّہٖ وَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ ؕ کُلٌّ اٰمَنَ
بِاللّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ وَ کُتُبِہٖ وَ رُسُلِہٖ ۟ لَا نُفَرِّقُ بَیۡنَ اَحَدٍ مِّنۡ
رُّسُلِہٖ ۟ وَ قَالُوۡا
سَمِعۡنَا وَ اَطَعۡنَا ٭۫
غُفۡرَانَکَ رَبَّنَا وَ اِلَیۡکَ الۡمَصِیۡرُ ﴿۲۸۵﴾
Rasul ini beriman kepada apa yang
diturunkan kepadanya dari Tuhan-nya,
dan begitu pula orang-orang beriman, semuanya beriman
kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
dan Rasul-rasul-Nya, mereka berkata: ”Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun dari antara Rasul-rasul-Nya”, dan mereka berkata: “Kami telah mendengar dan kami taat. Kami mohon ampunan Engkau, ya Tuhan
kami, dan kepada Engkau-lah kami
kembali.” (Al-Baqarah [2]:286).
Mengerjakan amal-amal baik memang merupakan cara
utama untuk mencapai kesucian ruhani,
tetapi amal-amal baik itu bersumber
pada kesucian hati yang dapat dicapai
hanya dengan berpegang pada itikad-itikad
yang benar. Dari itu, ayat ini merinci dasar-dasar
kepercayaan yang telah diajarkan oleh Al-Quran
yaitu beriman kepada Allah,
para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya menurut urutan atau tertib yang wajar.
Karena pentingnya masalah keimanan tersebut maka Allah Swt. telah berfirman berupa perintah kepada orang-orang yang “mengaku beriman”:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ
رَسُوۡلِہٖ وَ الۡکِتٰبِ الَّذِیۡ نَزَّلَ عَلٰی رَسُوۡلِہٖ وَ الۡکِتٰبِ
الَّذِیۡۤ اَنۡزَلَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ مَنۡ یَّکۡفُرۡ بِاللّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ
وَ کُتُبِہٖ وَ رُسُلِہٖ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلٰلًۢا بَعِیۡدًا ﴿۱۳۶﴾
Hai
orang-orang yang beriman, berimanlah
kepada Allah, Rasul-Nya, Kitab
yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kepada Kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Dan barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan kepada Hari
Kemudian maka sungguh ia telah sesat sejauh-jauhnya. (Al-Nisā
[4]:137).
Jadi, pernyataan Allah
Swt.: “Hai orang-orang yang beriman, berimanlah…” maksudnya adalah “Hai
orang-orang yang menyatakan dirinya orang
beriman, tunjukkanlah dengan perbuatan dan tindakan kamu bahwa keimanan
kamu itu sejati dan teguh landasannya.”
Arti Lain "Akhirat"
Ajaran Islam
(Al-Quran) mewajibkan para pengikutnya beriman bahwa ajaran semua nabi Allah yang terdahulu bersumber dari Allah Swt.sebab Allah Swt. mengutus utusan-utusan-Nya kepada semua kaum (QS.13:8; QS.35:25). Ada pun kata akhirat dalam kalimat “Dan
kepada akhirat pun mereka yakin”, al-ākhirah
(akhirat) berarti: (a) tempat tinggal ukhrawi, yaitu kehidupan di hari kemudian; (b) al-akhirah
dapat juga berarti wahyu yang akan
datang.
Arti kedua kata akhirat itu lebih lanjut diuraikan dalam QS.62:3-4; di sana
Al-Quran menyebut dua kebangkitan (pengutusan) Nabi Besar Muhammad saw.. Kedatangan beliau saw. untuk pertama kali terjadi di tengah
orang-orang Arab dalam abad ke-7 Masehi, ketika Al-Quran diwahyukan kepada beliau saw., dan yang kedua terjadi di Akhir Zaman dalam wujud seorang dari
antara para pengikut beliau saw..
Nubuatan ini menjadi sempurna dalam wujud
Mirza Ghulam Ahmad a.s. yakni Al-Masih
Mau’ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan), Pendiri Jemaat Ahmadiyah, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ
بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ
وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang
telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada
mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata. Dan Dia akan mem-bangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan, Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.
(Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 5 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana
Kusuma
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus