بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
BAB 5
Kerasnya
Hati Bangsa Arab Jahiliyah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam BAB
4 telah dikemukakan makna penganugerahan gelar Yā Sīn (Pemimpin sempurna) dan Khātaman
Nabiyyīn kepada Nabi Besar Muhammad
saw., sebab beliau saw. benar-benar merupakan seorang rasul Allah yang memberikan suri
teladan tersempurna (QS.3:32; QS.33:22) dalam pengamalan syariat Islam (Al-Quran) yang merupakan syariat terakhir dan
tersempurna (QS.5:4).
Sehubungan dengan kenyataan
tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman dalam Surah Yā Sīn:
عَلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ؕ﴿۴﴾
“Pada jalan yang lurus” (Yā Sīn [36]:5).
Jalan -- yakni syariat
-- Nabi Besar Muhammad saw. merupakan
satu-satunya jalan benar dan lurus yang membawa penempuhnya kepada
Allah Swt.. Ayat ini membuat perbedaan
indah antara seorang nabi dengan
seorang ahli filsafat. Seorang ahli
filsafat memerlukan waktu panjang untuk menemukan kebenaran dan seringkali kehilangan arah dalam penyelidikannya,
tetapi seorang nabi Allah
menemukannya dengan jalan dan waktu yang paling singkat. Tidak seperti halnya
ahli filsafat, beliau dibimbing kepada kebenaran itu secara langsung dengan
perantaraan wahyu Ilahi, tanpa
bertualang di tempat kesesatan gagasan khayali dan sukar dipahami.
Perbedaan Pendapat Ahli Filsafat dengan Rasul Allah
Mengenai Kebedaan Tuhan Pencipta Alam Semesta
Pendapat para ahli filsafat
tentang keberadaan Tuhan adalah bahwa
hanya berupa kesimpulan yang tidak
meyakinkan, yakni: “Dengan
adanya keteraturan hukum yang
meliputi alam semesta ini maka sudah seharusnya
ada Tuhan Pencipta.” Tetapi mereka
sampai mati pun tidak pernah sekali pun punya pengalaman secara pribadi berhubungan
(berkomunikasi) dengan Tuhan,
sehingga mereka benar-benar meyakini
bahwa Tuhan Pencipta alam semesta itu
benar-benar ada. Tetapi seorang Rasul
Allah dengan penuh keyakinan akan
menyatakan bahwa: “Tuhan benar-benar ada,
dan aku adalah Utusan-Nya”.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
تَنۡزِیۡلَ
الۡعَزِیۡزِ الرَّحِیۡمِ ۙ﴿﴾
Inilah
Al-Quran yang
diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang, (Yā
Sīn [36]:6).
Ada pun yang dimaksud dengan “jalan lurus”
lebih lanjut oleh Allah Swt. dalam ayat tersebut adalah Al-Quran,
yang diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw.. Dalam
ayat tersebut tidak dikatakan “diturunkan
oleh Allah Swt.” melainkan dikatakan “diturunkan
oleh Yang Maha Perkasa (Al-‘Azīz), Maha Penyayang (Al-Rahīm)”,
sebagaimana firman-Nya berikut ini
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
الٓرٰ ۟ کِتٰبٌ اَنۡزَلۡنٰہُ اِلَیۡکَ لِتُخۡرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ
اِلَی النُّوۡرِ ۬ۙ بِاِذۡنِ رَبِّہِمۡ
اِلٰی صِرَاطِ الۡعَزِیۡزِ الۡحَمِیۡدِ
ۙ﴿﴾
اللّٰہِ
الَّذِیۡ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا
فِی الۡاَرۡضِ ؕ وَ وَیۡلٌ لِّلۡکٰفِرِیۡنَ مِنۡ عَذَابٍ شَدِیۡدِۣ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡنَ یَسۡتَحِبُّوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا عَلَی الۡاٰخِرَۃِ وَ یَصُدُّوۡنَ
عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ یَبۡغُوۡنَہَا
عِوَجًا ؕ اُولٰٓئِکَ فِیۡ ضَلٰلٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿﴾
Allah Maha Mengetahui Maha
Melihat. Inilah suatu Kitab yang Kami telah
menurunkannya kepada engkau, supaya engkau dapat mengeluarkan manusia dari berbagai
kegelapan kepada cahaya dengan izin Tuhan mereka kepada jalan
Tuhan Yang Maha Perkasa (Al’Azīz), Maha Terpuji (Al-Hamīd), jalan
Allah, Yang kepunyaan-Nya apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun di
bumi. Dan celakalah
orang-orang kafir disebabkan oleh azab
yang sangat keras, yaitu orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada akhirat, dan menghalang-halangi
orang-orang dari jalan Allah serta berusaha membuatnya bengkok, mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh. (Ibrahim
[14]:2-4).
Al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa)
Pernyataan Allah Swt. dalam ayat tersebut
– yakni “supaya engkau dapat mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan kepada cahaya dengan izin Tuhan mereka kepada jalan Tuhan Yang Maha Perkasa (Al’Azīz),
Maha Terpuji (Al-Hamīd),” senada dengan ayat Surah Yā Sīn selanjutnya:
لِتُنۡذِرَ
قَوۡمًا مَّاۤ اُنۡذِرَ اٰبَآؤُہُمۡ
فَہُمۡ غٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Supaya engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang bapak-bapaknya (leluhurnya) belum
pernah diberi peringatan karena itu mereka
lalai. (Yā Sīn [36]:7).
Salah satu hikmah mengapa dalam
ayat-ayat tersebut Allah Swt. menampilkan sifat-Nya Al-‘Azīz (Yang Maha
Perkasa), hal tersebut mengandung makna,
bahwa missi suci Nabi Besar
Muhammad saw. akan mendapat perlawanan
yang sangat keras dari kaum beliau
saw. (Bani Isma’il) -- terutama kaum
Quraisy Makkah.
Keadaan tersebut terjadi adalah
karena sejak Nabi Isma’il a.s. hingga masa Nabi Besar Muhammad saw. tidak pernah ada seorang rasul Allah pun yang dibangkitkan di
kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab),
karena selama itu Allah Swt. hanya mengutus para
rasul Allah dari kalangan saudara
mereka, yakni dari kalangan Bani Israil
yaitu keturunan Nabi Ishaq a.s.--
saudara Nabi Isma’il satu ayah
(QS.14:40).
Dengan demikian pernyataan Allah Swt. dalam
ayat tersebut terkandung suatu hukum
(ketentuan) Allah Swt., bahwa merupakan Sunatullah
apabila di kalangan suatu kaum -- bahkan di kalangan umat beragama – Allah Swt. lama tidak membangkitan seorang rasul Allah maka mereka akan menjadi
kaum yang lalai dan hati mereka
menjadi keras membatu, firman-Nya:
لِتُنۡذِرَ
قَوۡمًا مَّاۤ اُنۡذِرَ اٰبَآؤُہُمۡ
فَہُمۡ غٰفِلُوۡنَ ﴿﴾
Supaya engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang bapak-bapaknya (leluhurnya) belum
pernah diberi peringatan karena itu mereka
lalai. (Yā Sīn [36]:7).
Kenyataan tersebut sesuai dengan “hukum alam”,
yakni apabila permukaan bumi dalam waktu yang lama tidak pernah disirami dengan air hujan maka permukaan bumi tersebut akan menjadi kering-kerontang dan keras, sebab permukaan air tanah pun menjadi semakin jauh dari
permukaan bumi, akibatnya berbagai sumber
mata air dan sungai-sungai
menjadi kering sehingga tidak ada lagi tanaman yang mampu tumbuh dipermukaan
bumi tersebut.
Ketentuan (Sunnah) Allah Swt. tersebut
berlaku pula dalam dunia ruhani, yakni apabila “hujan wahyu” yang diturunkan Allah
Swt. bersamaan dengan kedatangan para Rasul Allah sudah lama berhenti maka
keadaan hati manusia pun akan menjadi keras membatu. Dan contoh yang paling
nyata mengenai kenyataan tersebut adalah apa yang terjadi di kalangan bangsa Arab sebelum pengutusan Nabi
Besar Muhammad saw., sehingga bangsa Arab
disebut sebagai “kaum jahiliyah” karena
mereka benar-benar dalam kesesatan yang
nyata, firman-Nya:
یُسَبِّحُ لِلّٰہِ
مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ الۡمَلِکِ الۡقُدُّوۡسِ الۡعَزِیۡزِ
الۡحَکِیۡمِ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡ
بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿۳﴾
Menyanjung
kesucian Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada
di bumi, Yang Maha Berdaulat, Maha Suci, Maha
Perkasa, Maha Bijaksana. Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang
membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,
mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun
sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata; (Al-Jumu’ah [62:2-3).
Dalam ayat 2 sifat Al-‘Azīz (Maha Perkasa) Allah Swt. kembali disebut, sehubungan
dengan kenyataan tersebut Allah Swt. mengenai kerasnya hati bangsa Arab jahiliyah
di masa Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
اُنۡظُرۡ کَیۡفَ
ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ
سَبِیۡلًا ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اِذَا کُنَّا عِظَامًا وَّ رُفَاتًاءَ اِنَّا لَمَبۡعُوۡثُوۡنَ خَلۡقًا جَدِیۡدًا ﴿۴۹﴾ قُلۡ کُوۡنُوۡا حِجَارَۃً اَوۡ حَدِیۡدًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ خَلۡقًا مِّمَّا یَکۡبُرُ فِیۡ صُدُوۡرِکُمۡ ۚ فَسَیَقُوۡلُوۡنَ
مَنۡ یُّعِیۡدُنَا ؕ قُلِ الَّذِیۡ فَطَرَکُمۡ
اَوَّلَ مَرَّۃٍ ۚ
فَسَیُنۡغِضُوۡنَ اِلَیۡکَ رُءُوۡسَہُمۡ وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہُوَ ؕ قُلۡ عَسٰۤی اَنۡ یَّکُوۡنَ قَرِیۡبًا ﴿﴾ یَوۡمَ یَدۡعُوۡکُمۡ
فَتَسۡتَجِیۡبُوۡنَ بِحَمۡدِہٖ وَ تَظُنُّوۡنَ اِنۡ لَّبِثۡتُمۡ
اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿٪﴾
Perhatikanlah
bagaimana mereka mengada-adakan tamsil-tamsil
(perumpamaan-perumpamaan) mengenai diri
engkau, maka akibatnya mereka
menjadi sesat lalu mereka tidak
dapat menemukan jalan. Dan mereka berkata: ”Apakah apabila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali
sebagai makhluk yang baru?”
Katakanlah: “Jadilah kamu batu
atau besi, atau makhluk
yang nampaknya terkeras dalam pikiran kamu, kamu pasti akan
dibangkitkan kembali.” Maka
pasti mereka akan mengatakan: “Siapakah yang akan menghidupkan kami
kembali?” Katakanlah: “Dia Yang
telah menjadikan kamu pertama kali.” Maka pasti mereka akan menggelengkan
kepalanya terhadap engkau dan berkata: ”Kapankah itu akan terjadi?” Katakanlah: “Boleh jadi itu
dekat. Itu
akan terjadi pada hari ketika Dia
akan memanggilmu lalu kamu akan
menyambut dengan memuji-Nya dan kamu akan beranggapan bahwa kamu tidak tinggal di dunia
kecuali hanya sebentar.” (Bani Israil [17]:49-53).
Ayat 52 dapat dianggap mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa meskipun
seandainya hati mereka menjadi keras seperti besi atau batu atau suatu
benda lain semacam itu, tetapi Allah Swt. akan menimbulkan di antara mereka perubahan segar yang kedatangannya Dia
takdirkan melalui Nabi Besar Muhammad saw..
Atau, dapat pula diartikan menjawab keragu-raguan mereka mengenai Hari Kebangkitan, seperti disebutkan
dalam ayat sebelumnya, seraya berkata kepada mereka, bahwa mereka tidak dapat
menghindarkan diri dari azab Ilahi,
seandainya mereka akan berubah menjadi besi
atau batu atau suatu benda keras yang lain.
Pendek kata, terdapat kesejajaran antara hukum alam dengan hukum ruhani, bahwa sebagaimana halnya permukaan bumi akan menjadi kering-kerontang
dan keras membatu jika hujan
lama tidak pernah turun, demikian pulanya halnya dalam dunia keruhanian jika wahyu
Ilahi lama tidak diturunkan llah
Swt. bersama dengan pengutusan para Rasul
Allah (QS.7:35-37) maka hati manusia
akan menjadi keras membatu, termasuk di kalangan umat agama. (Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 3 Ramadhan 2012
Ki Langlang
Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar