Sabtu, 28 Juli 2012

Tuduhan-tuduhan Dusta yang Klasik



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

BAB 17

Tuduhan-tuduhan Dusta yang Klasik


                                                                       Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam BAB 16 telah dibahas mengenai tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi Besar Muhammad saw. tentang Al-Quran, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا ۚ﴿ۛ ﴾
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya,  dan  kepadanya kaum   lain telah membantunya.” Sesungguhnya   mereka telah berbuat zalim dan dusta.    (Al-Furqān [25]:5).

Dua Macam Tuduhan Orang-orang Kafir

       Ayat-ayat ini menunjuk kepada dua tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi Besar Muhammad saw.,  dan beliau saw. atas petunjuk wahyu Allah Swt. menjawab tuduhan-tuduhan dusta itu. Jawaban kepada tuduhan yang pertama -- bahwa beliau saw. mengada-adakan dusta -- yaitu bahwa mereka tidak adil melancarkan tuduhan semacam itu, karena mereka sangat mengetahui bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  telah tinggal di tengah-tengah mereka untuk suatu masa yang panjang sebelum itu, dan mereka sendiri semuanya menjadi saksi atas ketulusan hati dan kebenaran beliau saw.,    jadi bagaimanakah mereka sekarang dapat menuduh beliau pemalsu? Firman-Nya:
قُلۡ لَّوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ  وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ  قَبۡلِہٖ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾  فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Katakanlah: “Seandainya  Allah menghendaki, aku sama sekali tidak akan  membacakannya kepada kamu dan tidak pula Dia akan memberitahukan mengenainya kepadamu. Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersamamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?”   Maka  siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang meng-ada-adakan suatu dusta terhadap Allāh atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa  tidak akan berhasil.”  (Yunus [10]:17-18).
      Ayat 17 mengandung batu ujian yang amat jitu untuk menguji kebenaran seseorang yang mengaku dirinya seorang nabi Allah. Bila kehidupan seorang nabi sebelum dakwa kenabiannya menampakkan kejujuran dan ketulusan hati yang bertaraf luar biasa tingginya, dan di antara masa itu dengan dakwa kenabiannya tidak ada masa-antara yang dapat memberikan kesan  bahwa beliau telah jatuh dari keutamaan akhlak yang tinggi tarafnya itu, maka dakwa kenabiannya harus diterima sebagai dakwa orang yang tinggi akhlaknya, orang jujur, dan benar. Inilah makna kalimat “Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersamamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?”      
      Kenapa demikian? Sebab seseorang yang terbiasa kepada suatu sikap atau tingkah-laku tertentu disebabkan adat-kebiasaannya atau tabiatnya, akan memerlukan waktu yang lama untuk mengadakan perubahan besar dalam dirinya untuk menjadi orang baik atau orang buruk, karena itu bagaimanakah Nabi Besar Muhammad saw. tiba-tiba dapat berubah menjadi seorang penipu, padahal sepanjang kehidupan beliau saw. sebelum dakwa kenabian, beliau adalah orang yang tidak ada taranya dalam kejujuran dan kelurusan?
       Ayat 18  menjelaskan dua kebenaran yang kekal: (a) Orang-orang yang mengada-adakan dusta mengenai Allah Swt.   dan orang-orang yang menolak dan menentang rasul-rasul-Nya sama sekali tidak akan luput dari hukuman Tuhan; (b) Pendusta-pendusta dan nabi-nabi palsu tidak dapat berhasil dalam tujuannya. Firman-Nya:
فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka  siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa  tidak akan berhasil.”    (Yunus [10]:18). Lihat pula QS.6:22; QS7:38. QS.11:19; QS.61:8.
      Makna kalimat “orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah“ mengisyaratkan kepada para pendakwa palsu atau nabi-nabi palsu,  sedangkan kalimat “atau mendustakan Tanda-tanda-Nya?“ mengisayatkan kepada para penentang rasul Allah yang diutus kepada mereka, menurut Allah  Swt. kedua jenis orang tersebut tidak akan pernah berhasil dalam tujuan buruknya.

Dibantu “Kaum Lain” &
Hakikat Kisah Kaum-kaum Purbakala

        Ada pun Jawaban kepada tuduhan kedua terhadap Nabi Besar Muhammad saw. – beliau saw. dibantu oleh kaum lain dalam menggubah Al-Quran (QS.25:5-6) -- yaitu bahwa siapa pun yang dikatakan pembantu beliau saw. dalam hal tersebut   pastilah mereka menganut beberapa kepercayaan dan itikad, akan tetapi dalam kenyataan  Allah Swt. dalam Al-Quran menolak dan merombak semua kepercayaan   palsu dan membatalkan serta memperbaiki kepercayaan-kepercayaan lainnya (QS.2:107). Bagaimana mungkin seseorang dapat dianggap membantu beliau saw. untuk menciptakan sebuah kitab – yakni menggubah Al-Quran -- yang telah memotong urat nadi kepercayaan dan itikad-itikad yang begitu mereka junjung dan muliakan itu?
     Selanjutnya Allah Swt.  berfirman mengenai tuduhan klasik lainnya yang dilontarkan para penentang rasul Allah – khususnya penentang Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran:
وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا ﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾
Dan mereka berkata:  Dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, diminta supaya dituliskannya   lalu dongeng itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.”  Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”  (Al-Furqān [25]:6-7).
       Memang benar bahwa di dalam Al-Quran terdapat berbagai kisah kaum-kaum purbakala serta para rasul Allah yang diutus kepada mereka mulai dari Nabi Adam a.s. sampai dengan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., tetapi tidak berarti bahwa Al-Quran merupakan  kitab “kumpulan dongeng orang-orang (kaum)  yang telah lalu” karena di dalam banyak mengandung hikmah antara lain:
       (1) Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa Allah Swt. telah mengutus para nabi Allah sebanyak 124.000 orang. Allah Swt. menyatakan bahwa bahwa kepada setiap kaum di masa lalu  Dia telah mengutus seorang rasul  sebagai pemberi  peringatan atau pemberi petunjuk (QS.10:48; QS.13:8; QS.35:25). Para rasul Allah tersebut mengajarkan Tauhid Ilahi dan melarang kemusyrikan (QS.16:37).
      (2)  Di dalam Al-Quran Allah Swt. hanya memuat 26  nama  rasul-rasul Allah – termasuk Luqman a.s. -- yang pada umumnya diutus kepada kaum-kaum di sekitar jazirah Arabia, hal tersebut dimaksudkan   -- selain agar tidak ada alasan bagi orang-orang Arab (Bani Isma’il) untuk menolak keberadaan kaum-kaum purbakala tersebut serta nasib buruk yang akhirnya menimpa mereka akibat mendustakan dan menentang rasul-rasul Allah yang diutus kepada mereka di masa lalu – juga kisah-kisah para nabi Allah tersebut akan kembali terulang di masa Nabi Besar Muhammad saw. sampai dengan masa Akhir Zaman (Kiamat).

Menghimpun Akhlak Fadhilah Para Rasul Allah

      Itulah sebabnya Allah Swt. telah memerintahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk mengikuti  petunjuk  Allah Swt. yang telah diberikan kepada para rasul Allah tersebut serta memperagakan kembali nilai-nilai akhlak dan ruhani terbaik yang telah diamalkan oleh para rasul Allah tersebut (QS.6:84-91), firman-Nya:
 اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحُکۡمَ وَ النُّبُوَّۃَ ۚ فَاِنۡ یَّکۡفُرۡ بِہَا ہٰۤؤُلَآءِ  فَقَدۡ وَکَّلۡنَا بِہَا قَوۡمًا لَّیۡسُوۡا بِہَا بِکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾   اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ  فَبِہُدٰىہُمُ اقۡتَدِہۡ ؕ قُلۡ  لَّاۤ  اَسۡـَٔلُکُمۡ عَلَیۡہِ  اَجۡرًا ؕ اِنۡ  ہُوَ   اِلَّا  ذِکۡرٰی لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Mereka itulah  orang-orang yang  Kami telah menganugerahkan  kepada mereka Kitab, kekuasaan, dan kenabian. Tetapi jika mereka kafir (ingkar) terhadapnya maka sungguh Kami telah menyerahkannya kepada suatu kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah memberi petunjuk maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Untuk tugas ini aku tidak meminta u pah kepada kamu,  ini tidak lain melainkan suatu nasihat untuk seluruh alam" (Al-Anām [6]:90-91). 
  Kalimat “Kami telah menganugerahkan  kepada mereka Kitab, kekuasaan, dan kenabian" tidak berarti bahwa tiap-tiap nabi Allah diberi Kitab syariat masing-masing. "Memberi Kitab" adalah ungkapan yang dipergunakan dalam Al-Quran, pada umumnya dalam makna "memberi Kitab melalui seorang nabi pembawa syariat." .
  Di tempat lain dalam Al-Quran (QS.45:17) dikatakan bahwa tiga hal, yaitu Kitab, kedaulatan (kekuasaan) dan kenabian diberikan kepada semua keturunan Bani Israil. Dalam QS.5:45 kita baca bahwa satu rangkaian nabi Allah datang sesudah Nabi Musa a.s. tidak diberi syariat baru, melainkan mengikuti syariat yang diberikan dalam Taurat dan menjalankan hukum dengan syariat itu (QS.2:88-89). 
Sebenarnya nabi-nabi itu ada dua golongan: nabi-nabi pembawa syariat yang kepada mereka masing-masing diberikan sebuah Kitab (hukum atau syariat) dan nabi-nabi yang tidak diberi Kitab atau syariat, tetapi mengikuti syariat nabi pembawa syariat. Ihwal mereka kata-kata "Kami beri mereka kitab" berarti bahwa mereka diberi pengetahuan tentang  Kitab, atau mereka mewarisi Kitab atau syariat nabi pembawa syariat yang mendahuluinya. 
  Kata-kata “maka ikutilah petunjuk mereka”  dapat dianggap tertuju kepada Nabi Besar Muhammad saw. atau kepada tiap-tiap orang Islam, sebab dasar ajaran para nabi Allah semuanya sama. Atau, kata-kata itu dapat diartikan bahwa wujud ruhani atau fitrat Nabi Besar Muhammad saw. adalah sedemikian rupa, sehingga seakan-akan beliau saw. diperintahkan supaya menghimpun dan memadukan di dalam diri beliau saw. segala sifat utama (akhlak fadhilah) yang terdapat pada pribadi para nabi Allah  lainnya. 
 Perintah yang dikemukakan dengan kata-kata, “ikutilah petunjuk mereka” itu disebut dalam istilah keruhanian Amr kauni atau Amar khalqi, yang berarti satu keinginan atau sifat yang terdapat pada suatu benda atau orang. Contoh mengenai perintah "Kun fayakun" tersebut lihat QS.3:60 dan QS.21:70. 
 Dalam kenyataannya  akhlak dan ruhani terpuji  para rasul Allah yang diperagakan kembali oleh Nabi Besar Muhammad saw. jauh lebih sempurna dalam segala seginya,  itulah sebabnya  dengan diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah pembawa syariat terakhir dan tersempurna maka manusia tidak wajib lagi untuk mengikuti akhlak-akhlak terpuji  para rasul Allah sebelumnya atau pun mengikuti berbagai petunjuk yang terdapat dalam Kitab-kitab suci sebelum Al-Quran, karena semuanya telah tercakup dalam pribadi Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran (QS.3:32 & 86; QS.33:22). Itulah sebabnya beliau saw. mendapat gelar Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41) dan sebutan  Yā Sīn (Pemimpin yang sempurna).
  
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 9 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar