بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
BAB 17
Tuduhan-tuduhan Dusta yang Klasik
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam BAB
16 telah dibahas mengenai tuduhan orang-orang
kafir terhadap Nabi Besar Muhammad saw. tentang Al-Quran, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ ﴾
Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini
tidak lain melainkan kedustaan yang ia telah mengada-adakannya, dan
kepadanya kaum lain telah membantunya.” Sesungguhnya mereka telah berbuat zalim dan dusta.
(Al-Furqān [25]:5).
Dua Macam Tuduhan Orang-orang
Kafir
Ayat-ayat ini menunjuk kepada dua tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi
Besar Muhammad saw., dan beliau saw.
atas petunjuk wahyu Allah Swt. menjawab
tuduhan-tuduhan dusta itu. Jawaban kepada
tuduhan yang pertama -- bahwa beliau
saw. mengada-adakan dusta -- yaitu
bahwa mereka tidak adil melancarkan tuduhan semacam itu, karena mereka sangat mengetahui bahwa Nabi Besar
Muhammad saw. telah tinggal di tengah-tengah mereka untuk suatu masa yang panjang sebelum itu, dan mereka sendiri semuanya menjadi saksi atas ketulusan hati dan kebenaran
beliau saw., jadi bagaimanakah mereka sekarang dapat
menuduh beliau pemalsu? Firman-Nya:
قُلۡ لَّوۡ
شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ
وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ
اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Katakanlah:
“Seandainya Allah menghendaki, aku sama
sekali tidak akan membacakannya kepada
kamu dan tidak pula Dia akan
memberitahukan mengenainya kepadamu. Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersamamu dalam masa yang
panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang meng-ada-adakan suatu dusta terhadap Allāh atau mendustakan Tanda-tanda-Nya?
Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak
akan berhasil.” (Yunus
[10]:17-18).
Ayat 17 mengandung batu ujian yang amat jitu untuk menguji kebenaran seseorang yang mengaku
dirinya seorang nabi Allah. Bila
kehidupan seorang nabi sebelum dakwa kenabiannya menampakkan kejujuran dan ketulusan hati yang bertaraf luar biasa tingginya, dan di antara
masa itu dengan dakwa kenabiannya
tidak ada masa-antara yang dapat
memberikan kesan bahwa beliau telah
jatuh dari keutamaan akhlak yang tinggi
tarafnya itu, maka dakwa kenabiannya
harus diterima sebagai dakwa orang
yang tinggi akhlaknya, orang jujur,
dan benar. Inilah makna kalimat “Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal
bersamamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?”
Kenapa demikian? Sebab seseorang
yang terbiasa kepada suatu sikap atau tingkah-laku tertentu disebabkan adat-kebiasaannya atau tabiatnya, akan memerlukan waktu yang
lama untuk mengadakan perubahan besar
dalam dirinya untuk menjadi orang baik
atau orang buruk, karena itu
bagaimanakah Nabi Besar Muhammad saw. tiba-tiba dapat berubah menjadi seorang penipu,
padahal sepanjang kehidupan beliau saw.
sebelum dakwa kenabian, beliau adalah
orang yang tidak ada taranya dalam kejujuran dan kelurusan?
Ayat 18
menjelaskan dua kebenaran yang kekal: (a) Orang-orang yang mengada-adakan dusta mengenai Allah Swt.
dan orang-orang yang menolak dan menentang rasul-rasul-Nya sama sekali
tidak akan luput dari hukuman Tuhan; (b)
Pendusta-pendusta dan nabi-nabi palsu tidak dapat berhasil
dalam tujuannya. Firman-Nya:
فَمَنۡ اَظۡلَمُ
مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا
اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ لَا
یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang-orang
yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak akan berhasil.” (Yunus [10]:18). Lihat
pula QS.6:22; QS7:38. QS.11:19; QS.61:8.
Makna kalimat “orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah“
mengisyaratkan kepada para pendakwa palsu
atau nabi-nabi palsu, sedangkan kalimat “atau mendustakan Tanda-tanda-Nya?“
mengisayatkan kepada para penentang rasul
Allah yang diutus kepada mereka, menurut Allah Swt. kedua jenis orang tersebut tidak akan
pernah berhasil dalam tujuan buruknya.
Dibantu “Kaum Lain” &
Hakikat Kisah Kaum-kaum Purbakala
Ada pun Jawaban kepada tuduhan kedua terhadap Nabi Besar
Muhammad saw. – beliau saw. dibantu oleh kaum
lain dalam menggubah Al-Quran
(QS.25:5-6) -- yaitu bahwa siapa pun yang dikatakan pembantu beliau saw. dalam hal tersebut pastilah mereka menganut beberapa kepercayaan
dan itikad, akan tetapi dalam
kenyataan Allah Swt. dalam Al-Quran menolak dan merombak semua kepercayaan palsu
dan membatalkan serta memperbaiki kepercayaan-kepercayaan
lainnya (QS.2:107). Bagaimana mungkin seseorang dapat dianggap membantu beliau saw. untuk menciptakan
sebuah kitab – yakni menggubah
Al-Quran -- yang telah memotong urat nadi
kepercayaan dan itikad-itikad
yang begitu mereka junjung dan muliakan itu?
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tuduhan klasik lainnya
yang dilontarkan para penentang rasul Allah – khususnya penentang Nabi Besar
Muhammad saw. dan Al-Quran:
وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا
فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ بُکۡرَۃً وَّ
اَصِیۡلًا ﴿﴾ قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾
Dan mereka
berkata: ”Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, diminta supaya
dituliskannya lalu dongeng itu dibacakan
kepadanya pagi dan petang.” Katakanlah: ”Diturunkannya Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan
bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Furqān
[25]:6-7).
Memang benar bahwa di dalam Al-Quran
terdapat berbagai kisah kaum-kaum
purbakala serta para rasul Allah
yang diutus kepada mereka mulai dari Nabi
Adam a.s. sampai dengan Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s., tetapi tidak berarti bahwa Al-Quran merupakan kitab “kumpulan
dongeng orang-orang (kaum) yang telah
lalu” karena di dalam banyak mengandung hikmah
antara lain:
(1) Nabi Besar Muhammad saw. telah
bersabda bahwa Allah Swt. telah mengutus para nabi Allah sebanyak 124.000 orang. Allah Swt. menyatakan bahwa bahwa
kepada setiap kaum di masa lalu Dia telah mengutus seorang rasul sebagai pemberi
peringatan atau pemberi petunjuk (QS.10:48; QS.13:8; QS.35:25). Para rasul Allah tersebut mengajarkan Tauhid Ilahi dan melarang kemusyrikan (QS.16:37).
(2) Di dalam Al-Quran Allah Swt. hanya memuat 26 nama rasul-rasul Allah – termasuk Luqman a.s. -- yang pada umumnya diutus kepada
kaum-kaum di sekitar jazirah Arabia, hal tersebut dimaksudkan --
selain agar tidak ada alasan bagi orang-orang Arab (Bani Isma’il) untuk
menolak keberadaan kaum-kaum purbakala
tersebut serta nasib buruk yang
akhirnya menimpa mereka akibat mendustakan
dan menentang rasul-rasul Allah yang diutus kepada mereka di masa lalu – juga kisah-kisah para nabi Allah tersebut akan kembali
terulang di masa Nabi Besar Muhammad
saw. sampai dengan masa Akhir Zaman
(Kiamat).
Menghimpun Akhlak Fadhilah Para
Rasul Allah
Itulah sebabnya Allah Swt. telah
memerintahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk mengikuti petunjuk Allah Swt. yang telah diberikan kepada para rasul Allah tersebut serta memperagakan kembali
nilai-nilai akhlak dan ruhani terbaik yang telah diamalkan oleh para rasul Allah tersebut (QS.6:84-91), firman-Nya:
اُولٰٓئِکَ
الَّذِیۡنَ اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحُکۡمَ وَ النُّبُوَّۃَ ۚ فَاِنۡ
یَّکۡفُرۡ بِہَا ہٰۤؤُلَآءِ فَقَدۡ
وَکَّلۡنَا بِہَا قَوۡمًا لَّیۡسُوۡا بِہَا بِکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ
الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ فَبِہُدٰىہُمُ
اقۡتَدِہۡ ؕ قُلۡ لَّاۤ اَسۡـَٔلُکُمۡ عَلَیۡہِ اَجۡرًا ؕ اِنۡ ہُوَ اِلَّا ذِکۡرٰی
لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Mereka
itulah orang-orang yang Kami telah menganugerahkan kepada mereka Kitab, kekuasaan, dan kenabian. Tetapi jika mereka kafir (ingkar) terhadapnya maka sungguh Kami telah menyerahkannya kepada suatu kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah memberi petunjuk maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Untuk tugas ini aku tidak meminta u pah kepada kamu, ini tidak lain melainkan suatu nasihat untuk seluruh alam" (Al-Anām [6]:90-91).
Kalimat
“Kami telah menganugerahkan kepada mereka Kitab, kekuasaan, dan kenabian" tidak berarti bahwa tiap-tiap nabi Allah diberi Kitab syariat masing-masing. "Memberi Kitab" adalah ungkapan yang dipergunakan dalam Al-Quran, pada umumnya dalam makna "memberi Kitab melalui seorang nabi pembawa syariat." .
Di tempat lain dalam Al-Quran (QS.45:17)
dikatakan bahwa tiga hal, yaitu Kitab,
kedaulatan (kekuasaan) dan kenabian diberikan kepada semua
keturunan Bani Israil. Dalam QS.5:45
kita baca bahwa satu rangkaian nabi Allah datang sesudah Nabi Musa a.s. tidak diberi syariat baru, melainkan mengikuti syariat yang diberikan dalam Taurat dan menjalankan hukum dengan syariat itu (QS.2:88-89).
Sebenarnya
nabi-nabi itu ada dua golongan: nabi-nabi
pembawa syariat yang kepada mereka masing-masing diberikan sebuah Kitab (hukum atau syariat) dan nabi-nabi yang tidak diberi Kitab atau syariat, tetapi mengikuti syariat nabi pembawa syariat. Ihwal
mereka kata-kata "Kami beri mereka kitab" berarti bahwa mereka diberi pengetahuan tentang Kitab, atau mereka mewarisi Kitab atau syariat nabi pembawa syariat yang mendahuluinya.
Kata-kata “maka
ikutilah petunjuk mereka” dapat dianggap tertuju kepada Nabi Besar Muhammad saw. atau kepada tiap-tiap orang Islam, sebab dasar ajaran para nabi Allah semuanya sama. Atau, kata-kata itu dapat diartikan bahwa wujud ruhani atau fitrat Nabi Besar Muhammad saw. adalah sedemikian rupa, sehingga seakan-akan beliau saw. diperintahkan supaya menghimpun dan memadukan di dalam diri beliau saw. segala sifat utama (akhlak fadhilah) yang terdapat pada pribadi para nabi Allah lainnya.
Perintah yang dikemukakan dengan kata-kata, “ikutilah petunjuk mereka” itu disebut
dalam istilah keruhanian Amr kauni atau Amar khalqi, yang berarti satu keinginan atau sifat yang terdapat pada suatu benda atau orang. Contoh mengenai perintah "Kun fayakun" tersebut lihat QS.3:60 dan QS.21:70.
Dalam
kenyataannya akhlak dan ruhani terpuji para rasul Allah yang diperagakan kembali oleh
Nabi Besar Muhammad saw. jauh lebih sempurna dalam segala seginya, itulah sebabnya dengan diutusnya Nabi Besar Muhammad saw.
sebagai Rasul Allah pembawa syariat
terakhir dan tersempurna maka
manusia tidak wajib lagi untuk
mengikuti akhlak-akhlak terpuji para rasul
Allah sebelumnya atau pun mengikuti berbagai petunjuk yang terdapat dalam Kitab-kitab
suci sebelum Al-Quran, karena semuanya telah tercakup dalam pribadi
Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran
(QS.3:32 & 86; QS.33:22). Itulah sebabnya beliau saw. mendapat gelar Khātaman-Nabiyyīn (QS.33:41) dan sebutan
Yā
Sīn (Pemimpin yang sempurna).
(Bersambung)
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 9 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar