بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 28
Azab yang
Tidak Khusus Menimpa
Orang-orang Zalim
Orang-orang Zalim
&
Makna
“Peniupan Nafiri (Terompet)”
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam Bab
sebelumnya telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai nubuatan Dzulqarnain (Cyrus)
tentang akan merajalelanya kembali Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) sehubungan akan hancurnya “Dinding
Darband” yang telah dibangunnya (QS.18:95-98), Allah Swt. berfirman:
قَالَ ہٰذَا رَحۡمَۃٌ
مِّنۡ رَّبِّیۡ ۚ
فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّیۡ
جَعَلَہٗ دَکَّآءَ ۚ وَ
کَانَ وَعۡدُ رَبِّیۡ حَقًّا ﴿ؕ﴾ وَ تَرَکۡنَا
بَعۡضَہُمۡ یَوۡمَئِذٍ یَّمُوۡجُ فِیۡ بَعۡضٍ وَّ نُفِخَ
فِی الصُّوۡرِ فَجَمَعۡنٰہُمۡ جَمۡعًا ﴿ۙ﴾
Ia, Dzulqarnain, berkata:
Ini rahmat dari Tuhan-ku, tetapi apabila telah tiba janji Tuhan-ku, Dia akan
memecahkannya berkeping-keping, dan janji
Tuhan-ku itu pasti benar. Dan pada hari
itu Kami akan membiarkan sebagian mereka
menyerang sebagian lain, dan nafiri (terompet) akan ditiup, lalu Kami akan menghimpun mereka itu semuanya.
(Al-Kahf [18]:99-100).
Juga telah dijelaskan mengenai jawaban doa seorang wali Allah ketika diminta oleh pengusana Muslim menjelang datangnya
hukuman Allah Swt. yang pertama
kepada mereka saat itu – berupa serbuan dahsyat balatentara Hulaku Khan – namun
jawaban Allah Swt. adalah: “Yā-ayyuhal
kuffar uqtulul fujjar!” (hai orang-orang kafir, bunuhlah orang-orang yang
berdosa itu!”
Jawaban Allah Swt. itulah yang
kemudian menimpa umat Islam
saat itu, dan puncak dari hukuman melalui “hamba-hamba
Allah” – yang kafir dan musyrik -- tersebut
adalah berupa dihancur-luluhkannya kota Baghdad, sebagaimana yang pernah terjadi
sebelumnya pada kota Yerusalem, firman-Nya:
وَ قَضَیۡنَاۤ اِلٰی
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ فِی الۡکِتٰبِ
لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ
مَرَّتَیۡنِ وَ
لَتَعۡلُنَّ عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا
بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ
عِبَادًا لَّنَاۤ اُولِیۡ بَاۡسٍ
شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا
خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ وَعۡدًا مَّفۡعُوۡلًا
Dan telah
Kami tetapkan dengan jelas kepada Bani
Israil dalam kitab itu:
“Niscaya kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi ini dua kali, dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang sangat besar.” Apabila datang saat sempurnanya janji yang pertama dari kedua janji itu, Kami membangkitkan
untuk menghadapi kamu hamba-hamba Kami
yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, dan itu
merupakan suatu janji yang pasti
terlaksana. (Bani Israil [17]:5-6).
Sesuai dengan Sunnatullāh
Azab-azab (hukuman-hukuman) yang Allah Swt. timpakan kepada “orang-orang beriman” atau “kaum terpilih” seperti yang menimpa Bani Israil (Yahudi) dan Bani Isma’il (umat Islam) tidak bertentangan dengan Sunnatullāh berikut ini, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَجِیۡبُوۡا لِلّٰہِ وَ لِلرَّسُوۡلِ اِذَا دَعَاکُمۡ لِمَا یُحۡیِیۡکُمۡ ۚ وَ اعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یَحُوۡلُ بَیۡنَ الۡمَرۡءِ وَ قَلۡبِہٖ وَ اَنَّہٗۤ اِلَیۡہِ تُحۡشَرُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan Rasul-Nya
apabila ia menyeru kamu
supaya ia menghidupkanmu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghalang di
antara manusia dan keinginan
hatinya dan bahwa sesungguhnya
kepada-Nya-lah kamu akan dihimpun.
(Al-Baqarah
[2]:25).
Kata ganti orang ketiga “ia”
menunjuk kepada rasul, sebab rasul itulah yang sebenarnya menyeru. Seruan dari Allah Swt. pun melalui rasul-Nya. Atau kata “ia” boleh juga diartikan mengacu
kepada Allah Swt. atau rasul secara mandiri yaitu, “bila Allqh menyeru kamu” atau “bila rasul menyeru kamu.”
“Menghidupkan yang mati” apabila
disifatkan kepada seorang rasul Allah
harus diartikan secara kiasan atau secara ruhani, karena menghidupkan yang telah mati
secara jasmani hanyalah wewenang
Allah Swt. saja.
Kata-kata “Allah menghalang di antara manusia dan hatinya”
maknanya adalah bahwa manusia (atau akunya) tidak berkuasa
atas hatinya, oleh sebab itu ia tidak dapat membuat hatinya tunduk kepada perintah-perintahnya. Kata-kata itu
dapat pula berarti bahwa hendaknya manusia segera
menanggapi dan menyambut seruan Allah
Swt., karena jika ia menangguh-nangguh maka keadaan-keadaan yang tidak
disangka-sangka dapat timbul sewaktu-waktu dan membuat hatinya keras atau berkarat
sehingga ia enggan mendengarnya.
Selanjutnya Allah Swt. memperingatkan mereka yang menolak –
bahkan yang menangguh-nangguh untuk -- menyambut
seruan Allah Swt. dan rasul-Nya:
وَ اتَّقُوۡا فِتۡنَۃً لَّا تُصِیۡبَنَّ
الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡکُمۡ خَآصَّۃً ۚ وَ اعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿﴾
Dan takutilah fitnah (ujian/hukuman) yang tidak khusus hanya menimpa orang-orang zalim di antara kamu, dan
ketahuilah sesungguhnya siksaan Allah
sangat keras. (Al-Baqarah [2]:26).
Ayat ini juga
memperingatkan orang-orang yang beriman,
bahwa hanya membuat diri sendiri saja baik
tidaklah cukup. Mereka belum aman sebelum membenahi juga keadaan di sekitar mereka, sebab sebuah rumah yang di sekelilingnya ada api
menyala-nyala, setiap saat boleh jadi, dapat menjadi umpan api itu.
Jadi, itulah alasan kenapa jawaban Allah Swt. atas wali
Allah tersebut mulai berdoa -- sesuai dengan pemohonan
penguasa Muslim saat ini -- jawaban yang diterima dari Allah Swt. adalah
kalimat: “ Yā ayyuhal kuffar, uqtulul
fujjar!” (hai orang-orang kafir, bunuhlah orang-orang yang berdosa itu!”
Makna “Peniupan Nafiri”
Kembali kepada firman Allah Swt. mengenai Dzulqarnain berikut ini yang telah dikemukakan dalam Bab sebelumnya:
قَالَ ہٰذَا رَحۡمَۃٌ
مِّنۡ رَّبِّیۡ ۚ
فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّیۡ
جَعَلَہٗ دَکَّآءَ ۚ وَ
کَانَ وَعۡدُ رَبِّیۡ حَقًّا ﴿ؕ﴾ وَ تَرَکۡنَا بَعۡضَہُمۡ
یَوۡمَئِذٍ یَّمُوۡجُ فِیۡ بَعۡضٍ وَّ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ
فَجَمَعۡنٰہُمۡ جَمۡعًا ﴿ۙ﴾
Ia, Dzulqarnain, berkata:
Ini rahmat dari Tuhan-ku, tetapi apabila telah tiba janji Tuhan-ku, Dia akan
memecahkannya berkeping-keping, dan janji
Tuhan-ku itu pasti benar. Dan pada hari
itu Kami akan membiarkan sebagian mereka
menyerang sebagian lain, dan nafiri akan ditiup, lalu Kami akan menghimpun mereka itu semuanya.
(Al-Kahf [18]:99-100).
Dalam ayat 100 terdapat kalimat “dan nafiri (terompet) ditiup”
selanjutnya dikatakan “lalu Kami
akan menghimpun mereka itu semuanya”. Perlu diperhatikan bahwa “peniupan
nafiri (terompet)” tersebut
terjadi setelah merajalelanya bangsa-bangsa
yang disebut Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) setelah mereka dilepaskan dari masa pemenjaraannya
selama 1000 tahun:
Dan setelah masa seribu
tahun itu berakhir iblis akan dilepaskan dari penjaranya dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa
pada keempat penjuru bumi, yaitu Gog
dan Magog, dan mengumpulkan mereka
untuk berperang dan jumlah mereka
sama banyaknya pasir di laut. Maka naiklah
mereka ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung
perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu. Tetapi dari
langit turunlah api menghanguskan mereka, dan iblis yang menyesatkan mereka dilemparkan ke dalam lautan api dan
belerang, yaitu tempat binatang
dan nabi palsu itu, dan mereka akan
disiksa siang malam sampai selama-lamanya (Wahyu 20:7-10).
Yang pasti adalah bahwa “peniupan nafiri (terompet)” bukanlah dalam makna sebagaimana umumnya
para ahli tafsir Al-Quran
mengartikannya, yaitu “peniupan terompet” dalam makna harfiah, melainkan dalam
makna lainnya, yaitu dalam makna ruhani
berupa pengutusan rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada Bani Adam (QS.7:35-37), termasuk umat manusia (Bani Adam) di Akhir Zaman ini.
Kenapa demikian? Sebab pada
hakikatnya pengutusan para rasul
Allah adalah merupakan “nafiri” (terompet) yang dijadikan sarana oleh Allah Swt. untuk menyuarakan
“suara Tuhan” atau “seruan
Tuhan” – sebagaimana telah dijelaskan sebelum ini (QS.8:25-26) -- guna memperingatkan atau membangunkan manusia-manusia dari kelalaian mereka akan tujuan
utama penciptaan mereka
yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt.
(QS.51:57-59) atau untuk beribadah
kepada Allah Swt. dengan tulus-ikhlas
dan lurus
(QS.3:103-105; QS.40:15;QS.98:1-9).
“Penghakiman”
Allah Swt.
Dengan
perantaraan pengutusan rasul Allah
itulah maka masa penghakiman Allah
Swt. di dunia ini diberlakukan dengan adil, yaitu untuk memilah-milah atau untuk
memisahkan orang-orang yang pengakuan imannya benar dan yang dusta, memisahkan orang-orang
yang benar dan yang sesat, memisahkan orang-orang yang layak masuk surga dan yang tidak layak, dll
(QS.2:154-155; QS.3:180; QS.9:16; QS.29:3-5).
Berikut beberapa firman Allah Swt. mengenai “nafiri” yang memiliki berbagai makna dan fungsi
(tujuan), antara lain sebagai sarana
penghakiman Allah Swt. untuk memisahkan orang-orang beriman hakiki dari yang tidak,
sebab masalah keimanan termasuk
hal gaib,
yang hanya Allah Swt. sajalah yang
mengetahui benar-tidaknya
pengakuan keimanan seseorang,
firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ
لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ
عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ
مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ
ۚ وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا
فَلَکُمۡ اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di
dalam keadaan kamu berada di
dalamnya hingga Dia
memi-sahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi AllAh memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu ganjaran
yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
Ayat ini maksudnya
adalah bahwa percobaan (ujian keimanan) dan kemalangan
yang telah dialami kaum Muslimin
hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan dan ujian-ujian keimanan yang tersedia bagi mereka, dan
percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman sejati,
akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman (QS.2:144-145, 218-219;
QS.3:143-149; QS.5:55-57; QS.9:16
&38-42; QS.29:3-5; QS.9:16; QS.47:39).
Makna lain kalimat “Dan Allah sekali-kali tidak akan
memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki”, ketika suatu umat beragama
telah pecah-belah menjadi berbagai sekte dan firqah yang saling bertentangan
serta saling menkafirkan – bahkan saling berperang – maka sudah merupakan Sunnatullah caya Allah Swt, member penghakiman kepada mereka yang bertikai tersebut siapa dan golongan mana yang pemahaman dan pengamalan agamanya benar
atau yang keimanannya benar adalah
dengan cara mengutus rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37).
Dari semua firqah atau sekte agama yang
saling bertentangan tersebut, siapa
pun di antara mereka yang beriman kepada rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan kepada
mereka – bagaimana pun lemahnya keadaan sosial
mereka dan walau pun mereka itu jumlahnya hanya sedikit (minoritas) -- maka dalam pandangan Allah Swt. mereka itu
yang keimanannya benar dan tulus ikhlas.
Sebaliknya, golongan yang mendustakan dan menentang rasul Allah tersebut, bagaimana apun besarnya jumlah mereka itu dan merupakan golongan mayoritas, tetapi dalam pandangan
Allah Swt. keimanan dan keberagamaan mereka itu tidak benar,
sebab untuk membawa mereka kepada keimanan
dan keberagamaan yang benar itulah
Allah Swt. telah mengutus para rasul
Allah dari zaman ke zaman (QS.7:35-37; QS.98:1-9).
Kata-kata “Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara
rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki”, itu pun tidaklah berarti
bahwa sebagian rasul-rasul Allah adalah terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari
orang-orang yang ditetapkan Allah
Swt. sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman
tertentu di zaman rasul Allah itu dibangkitkan.
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 16 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Al Baqarah: 26?
BalasHapusbener tu pak kyai?
alhamdulillah ini ketemu.
Hapusyg bener Al-Anfal:25 Pak :)