Sabtu, 04 Agustus 2012

Azab yang Tidak Khusus Menimpa Orang-orang Zalim & Makna "Peniupan Nafiri (Terompet)"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 28

Azab yang Tidak Khusus Menimpa 
Orang-orang Zalim
&  
Makna “Peniupan Nafiri (Terompet)”
                                                                                
Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai nubuatan Dzulqarnain (Cyrus) tentang akan merajalelanya kembali Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) sehubungan akan hancurnya  Dinding Darband” yang telah dibangunnya (QS.18:95-98), Allah Swt. berfirman:
قَالَ ہٰذَا رَحۡمَۃٌ مِّنۡ رَّبِّیۡ ۚ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّیۡ جَعَلَہٗ  دَکَّآءَ ۚ وَ کَانَ وَعۡدُ رَبِّیۡ  حَقًّا ﴿ؕ﴾   وَ تَرَکۡنَا بَعۡضَہُمۡ یَوۡمَئِذٍ یَّمُوۡجُ فِیۡ بَعۡضٍ وَّ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ فَجَمَعۡنٰہُمۡ جَمۡعًا ﴿ۙ﴾
Ia, Dzulqarnain, berkata: Ini rahmat dari Tuhan-ku, tetapi apabila telah tiba janji Tuhan-ku, Dia akan me­mecahkannya berkeping-keping, dan  janji Tuhan-ku itu pasti benarDan pada hari itu Kami akan mem­biarkan sebagian mereka  menyerang sebagian lain, dan nafiri (terompet) akan ditiup, lalu Kami akan menghimpun mereka itu semuanya.  (Al-Kahf [18]:99-100).
      Juga telah dijelaskan mengenai jawaban doa seorang wali Allah ketika diminta oleh pengusana Muslim menjelang datangnya hukuman Allah Swt. yang pertama kepada mereka saat itu – berupa serbuan dahsyat balatentara Hulaku Khan – namun jawaban Allah Swt. adalah: “Yā-ayyuhal kuffar uqtulul fujjar!” (hai orang-orang kafir, bunuhlah orang-orang yang berdosa itu!”
      Jawaban Allah Swt. itulah  yang  kemudian menimpa umat Islam saat itu,  dan puncak dari hukuman melalui  hamba-hamba Allah” – yang kafir dan musyrik --  tersebut  adalah  berupa dihancur-luluhkannya kota Baghdad, sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya pada kota Yerusalem,  firman-Nya:
 وَ قَضَیۡنَاۤ  اِلٰی بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ فِی الۡکِتٰبِ لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ مَرَّتَیۡنِ  وَ لَتَعۡلُنَّ  عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾   فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ  عِبَادًا  لَّنَاۤ   اُولِیۡ  بَاۡسٍ  شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ وَعۡدًا  مَّفۡعُوۡلًا
Dan telah Kami tetapkan dengan jelas kepada Bani Israil dalam kitab itu: “Niscaya  kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi ini dua kali,  dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang sangat besar.”  Apabila datang saat sempurnanya janji yang pertama dari kedua janji itu,  Kami membangkitkan untuk menghadapi kamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, dan itu merupakan suatu janji yang pasti terlaksana. (Bani Israil [17]:5-6).

Sesuai dengan Sunnatullāh

       Azab-azab (hukuman-hukuman)  yang Allah Swt. timpakan kepada “orang-orang beriman” atau “kaum terpilih” seperti yang menimpa Bani Israil (Yahudi) dan Bani Isma’il (umat Islam)  tidak bertentangan dengan Sunnatullāh berikut ini, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَجِیۡبُوۡا لِلّٰہِ وَ لِلرَّسُوۡلِ  اِذَا دَعَاکُمۡ  لِمَا  یُحۡیِیۡکُمۡ ۚ وَ اعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یَحُوۡلُ بَیۡنَ الۡمَرۡءِ وَ قَلۡبِہٖ  وَ اَنَّہٗۤ   اِلَیۡہِ  تُحۡشَرُوۡنَ ﴿﴾ 
Hai orang-orang yang beriman,  sambutlah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila ia menyeru kamu supaya ia menghidupkanmu,  dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghalang  di antara manusia dan keinginan hatinya dan bahwa sesungguhnya  kepada-Nya-lah kamu akan dihimpun. (Al-Baqarah [2]:25).
      Kata ganti orang ketiga “ia” menunjuk kepada rasul, sebab rasul itulah yang sebenarnya menyeru. Seruan dari  Allah Swt.  pun melalui rasul-Nya. Atau kata “ia” boleh juga diartikan mengacu kepada Allah Swt. atau rasul secara mandiri yaitu, “bila Allqh menyeru kamu” atau “bila rasul menyeru kamu.”
      “Menghidupkan yang mati” apabila disifatkan kepada seorang rasul Allah harus diartikan secara kiasan atau secara ruhani,  karena menghidupkan yang  telah mati secara jasmani hanyalah wewenang Allah Swt. saja.
        Kata-kata “Allah menghalang  di antara manusia dan hatinya” maknanya  adalah bahwa manusia (atau akunya) tidak berkuasa atas hatinya,  oleh sebab itu ia tidak dapat membuat hatinya tunduk kepada perintah-perintahnya. Kata-kata itu dapat pula berarti bahwa hendaknya manusia segera menanggapi dan menyambut seruan Allah Swt., karena jika ia menangguh-nangguh  maka keadaan-keadaan yang tidak disangka-sangka dapat timbul sewaktu-waktu dan membuat hatinya keras atau berkarat sehingga ia enggan mendengarnya.
       Selanjutnya Allah Swt. memperingatkan mereka yang menolak – bahkan yang  menangguh-nangguh untuk -- menyambut seruan Allah Swt. dan rasul-Nya:
وَ اتَّقُوۡا فِتۡنَۃً لَّا تُصِیۡبَنَّ الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡکُمۡ خَآصَّۃً ۚ وَ اعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ  شَدِیۡدُ  الۡعِقَابِ ﴿﴾
Dan  takutilah fitnah (ujian/hukuman) yang tidak   khusus hanya menimpa  orang-orang zalim di antara kamu, dan ketahuilah sesungguhnya siksaan Allah sangat keras. (Al-Baqarah [2]:26).
     Ayat ini juga memperingatkan orang-orang yang beriman, bahwa hanya membuat diri   sendiri saja  baik tidaklah cukup.   Mereka  belum aman sebelum  membenahi juga keadaan di sekitar mereka, sebab sebuah rumah yang di sekelilingnya ada api menyala-nyala, setiap saat boleh jadi, dapat menjadi umpan api itu.
    Jadi, itulah alasan kenapa jawaban Allah Swt. atas  wali Allah tersebut  mulai berdoa -- sesuai dengan pemohonan penguasa Muslim saat ini -- jawaban yang diterima dari Allah Swt. adalah kalimat: “   ayyuhal kuffar, uqtulul fujjar!” (hai orang-orang kafir, bunuhlah orang-orang yang berdosa itu!”

Makna “Peniupan Nafiri”

        Kembali kepada  firman Allah Swt. mengenai Dzulqarnain berikut ini yang telah dikemukakan dalam Bab sebelumnya:
قَالَ ہٰذَا رَحۡمَۃٌ مِّنۡ رَّبِّیۡ ۚ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّیۡ جَعَلَہٗ  دَکَّآءَ ۚ وَ کَانَ وَعۡدُ رَبِّیۡ  حَقًّا  ﴿ؕ﴾ وَ تَرَکۡنَا بَعۡضَہُمۡ یَوۡمَئِذٍ یَّمُوۡجُ فِیۡ بَعۡضٍ وَّ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ فَجَمَعۡنٰہُمۡ جَمۡعًا ﴿ۙ﴾
Ia, Dzulqarnain, berkata: Ini rahmat dari Tuhan-ku, tetapi apabila telah tiba janji Tuhan-ku, Dia akan me­mecahkannya berkeping-keping, dan  janji Tuhan-ku itu pasti benarDan pada hari itu Kami akan mem­biarkan sebagian mereka  menyerang sebagian lain, dan nafiri akan ditiup, lalu  Kami akan menghimpun mereka itu semuanya.  (Al-Kahf [18]:99-100).
      Dalam ayat 100   terdapat kalimat “dan nafiri (terompet) ditiup” selanjutnya dikatakan “lalu  Kami akan menghimpun mereka itu semuanya”.  Perlu diperhatikan    bahwa “peniupan nafiri (terompet)” tersebut terjadi setelah merajalelanya bangsa-bangsa yang disebut Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog)  setelah mereka dilepaskan dari masa pemenjaraannya selama 1000 tahun:
Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir iblis akan dilepaskan dari penjaranya dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk berperang dan jumlah mereka sama banyaknya pasir di laut. Maka naiklah mereka ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu. Tetapi dari langit turunlah api menghanguskan mereka, dan iblis yang menyesatkan mereka dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka akan disiksa siang malam sampai selama-lamanya (Wahyu 20:7-10).
         Yang pasti adalah bahwa “peniupan nafiri (terompet)” bukanlah dalam makna sebagaimana umumnya para ahli tafsir Al-Quran mengartikannya, yaitu   peniupan terompet  dalam makna harfiah, melainkan dalam  makna lainnya, yaitu dalam makna ruhani berupa pengutusan rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada Bani Adam  (QS.7:35-37), termasuk umat manusia (Bani Adam) di Akhir Zaman ini.
       Kenapa demikian? Sebab   pada hakikatnya  pengutusan  para rasul Allah  adalah merupakan “nafiri” (terompet) yang dijadikan sarana oleh Allah Swt. untuk  menyuarakan “suara Tuhan atau “seruan Tuhan” – sebagaimana telah dijelaskan sebelum ini (QS.8:25-26) -- guna memperingatkan atau membangunkan manusia-manusia dari kelalaian mereka akan tujuan  utama penciptaan mereka yaitu untuk  beribadah  kepada Allah Swt. (QS.51:57-59) atau untuk beribadah kepada Allah Swt. dengan tulus-ikhlas  dan lurus  (QS.3:103-105; QS.40:15;QS.98:1-9).

“Penghakiman” Allah Swt.

       Dengan perantaraan pengutusan rasul Allah itulah maka masa penghakiman Allah Swt. di dunia ini diberlakukan  dengan adil,  yaitu untuk memilah-milah  atau untuk memisahkan orang-orang yang pengakuan imannya benar dan yang dusta, memisahkan orang-orang yang benar  dan yang sesat, memisahkan orang-orang yang layak masuk surga dan  yang tidak layak, dll (QS.2:154-155; QS.3:180; QS.9:16; QS.29:3-5).
     Berikut beberapa  firman Allah Swt. mengenai “nafiri”  yang memiliki berbagai makna dan fungsi (tujuan),   antara lain sebagai  sarana  penghakiman Allah Swt.  untuk memisahkan  orang-orang beriman hakiki dari yang tidak,  sebab masalah keimanan termasuk hal   gaib, yang hanya Allah Swt. sajalah yang  mengetahui benar-tidaknya pengakuan keimanan seseorang, firman-Nya:
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya  hingga  Dia memi-sahkan yang buruk dari yang baik. Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi AllAh memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
        Ayat ini maksudnya adalah  bahwa percobaan (ujian keimanan) dan kemalangan yang telah dialami kaum Muslimin hingga saat itu tidak akan segera berakhir. Masih banyak lagi percobaan dan ujian-ujian keimanan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang beriman  sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah iman (QS.2:144-145, 218-219; QS.3:143-149; QS.5:55-57;  QS.9:16 &38-42; QS.29:3-5; QS.9:16; QS.47:39).
       Makna lain kalimat “Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki”, ketika suatu umat beragama telah pecah-belah menjadi berbagai sekte dan firqah yang saling bertentangan serta saling menkafirkan – bahkan saling berperang – maka  sudah merupakan Sunnatullah caya Allah Swt, member penghakiman kepada mereka yang bertikai tersebut siapa dan golongan mana  yang pemahaman dan pengamalan  agamanya benar atau yang keimanannya benar adalah dengan cara mengutus rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan  kepada mereka (QS.7:35-37).
       Dari semua firqah atau sekte agama yang saling bertentangan tersebut, siapa pun di antara mereka yang beriman kepada rasul Allah  yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka – bagaimana pun lemahnya keadaan sosial mereka  dan walau pun mereka itu jumlahnya hanya sedikit (minoritas)  -- maka dalam pandangan Allah Swt. mereka itu yang keimanannya benar dan tulus ikhlas.
      Sebaliknya, golongan yang mendustakan dan menentang rasul Allah tersebut, bagaimana apun besarnya jumlah mereka itu dan merupakan golongan mayoritas, tetapi  dalam pandangan Allah Swt. keimanan dan keberagamaan mereka itu tidak benar, sebab untuk membawa mereka kepada keimanan dan keberagamaan yang benar itulah Allah Swt. telah mengutus para rasul Allah dari zaman ke zaman (QS.7:35-37; QS.98:1-9).
        Kata-kata “Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki”, itu pun tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul  Allah adalah  terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt.  sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu  di zaman rasul Allah itu dibangkitkan.                                                                   (Bersambung).


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 16 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

2 komentar: