Kamis, 16 Agustus 2012

Tetap Terbukanya Kemajuan Ruhani Bagi Umat Islam



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 48

 Tetap Terbukanya Kemajuan Ruhani 
bagi Umat Islam
 
                                                                                
Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan  mengenai kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang  Farsi, dan sesuai dengan sabda Nabi Besar Muhammad saw. -- mengenai akan adanya persamaan antara keadaan umat Islam dengan keadaan  kaum Yahudi dan Kristen  seperti persamaan sepasanga sepatu   berikut adalah kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam (Yesus Kristus) tersebut:    
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: “Jika kami hidup di zaman nenek-moyang kita, tentulah kami tidak akan ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu.” Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi penuhilah juga takanan nenek-moyangmu! Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimana mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya kamu menanggung akibat  penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua ini akan ditanggung angkatan ini! (Matius 23:29-36).
       Setelah mengecam keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang  Faris,   selanjutnya Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bernubuat tentang kota Yeruzalem – yang melambangkan bangsa Yahudi yang selalu melakukan pendustaan dan penentangan terhadap para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:88-90):
Yesusalem, Yerusalem, engkau yang  membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak  mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan  Aku berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu tidak akan melihat  Aku lagi, hingga kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
       Pendek kata, sebagaimana keadaan  buruk  dan makar buruk  harus dihadapi oleh Al-Masih Ibnu Maryam a.s. Israili, demikian pula keadaan yang sama di Akhir Zaman ini pun dialami pula oleh misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau Al-Masih Mau’ud a.s.,  yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..

Tingkat Keruhanian Maryam binti ‘Imran  &
Hakikat “Kehamilan Ruhani

       Kembali kepada   orang-orang beriman yang dimisalkan sebagai Maryam binti ‘Imran  yang menjaga kesucian dirinya, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (Al-Tahrīm [66]:13).
    Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya, bahwa Siti Maryam (Maryam binti ‘Imran),  ibunda Nabi Isa a.s., melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena  beliau telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah Swt.  --  yakni berhasil melewati tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54) dan Nafs Lawwamah (QS.76:2-3) – maka hamba-hamba Allah tersebut   dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi  menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk.
    Maknanya adalah, bahwa sebagaimana Maryam binti ‘Imran telah menjaga kesucian  jiwanya  sedemikian rupa,  sehingga sebagaimana ke dalam “rahim jasmani” Maryam binti ‘Imran lalu  Allah Swt. “meniupkan ruh-Nya” -- yang mengakibatkan kehamilan dan kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., walau pun tanpa campur-tangan “pembuahan” dari seorang laki-laki” (QS.3:43-48) –  demikian pula kepada orang-orang beriman sejati yang telah mencapai derajat kesucian ruhani seperti  keadaan Maryam binti ‘Imran   pun Allah Swt. akan membuahi “rahim hatinya” dengan “tiupan ruh-Nya” berupa wahyu Ilahi, sehingga pada diri hamba Allah tersebut terjadi peningkatan ruhani dari keadaan tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran menjadi tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s..
     Inilah salah satu hakikat kenapa  Maryam binti ‘Imran dan Isa Ibnu Maryam  a.s. telah dijadikan misal (perumpamaan) bagi perkembangan ruhani yang mungkin dicapai hamba-hamba Allah yang menjaga kesucian jiwanya secara ketat, yakni dari keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran meningkat menjadi keadaan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s..
     Pada tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran seperti itu perkembangan ruhani hamba-hamba Allah  yang hakiki tidak lagi berhubungan dengan  guru-guru secara jasmani – yang  dari segi ruhani mereka itu berkedudukan sebagai “suami ruhani” bagi murid-muridnya --  melainkan Allah Swt. Sendiri-lah yang menjadi “Guru” mereka, yang pengajaran-Nya dilambangkan dengan ungkapan “peniupan ruh-Nya” kepada “rahim hati” Maryam binti ‘Imran, sehingga terjadi “kehamilan ruhani.”

Fatwa Pengkafiran  &  
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah Wafat

   “Kehamilan ruhani” yang dialami oleh hamba-hamba Allah yang hakiki – khususnya para wali Allah – inilah yang seringkali tidak dimengerti oleh para ulama jasmani (ulama duniawi), sehingga berujung pada fatwa pengkafiran terhadap para ulama rabbani tersebut, misalnya  fatwa pengkafiran terhadap Hujjatul Islam Imam Ghazali, Syekh Abdul Qadir Jailani, Ibnu ‘Araby dan banyak lagi  para wali Allah besar lainnya, bahkan ada di antara mereka  yang berakhir dengan pembunuhan, contohnya yang menimpa Sufi Al-Hallaj dll -- akibat “ucapan-ucapannya” yang dalam keadaan diliputi kemabukan cinta (sakr) kepada Allah Swt., yang  hanya dapat dicerna oleh orang-orang yang mata ruhaninya melihat dan memiliki cita rasa ruhani (dzawq) yang baik.
        Di Akhir Zaman ini dari antara pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw. yang telah berhasil meraih maqam (martabat) keruhanian Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut adalah Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang atas perintah Allah ditetapkan sebagai misal Isa Ibnu Maryam (QS.43:58) atau sebagai  Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama.
    Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini mengenai martabat kenabian yang dapat terjadi di kalangan para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw., yang sepenuhnya patuh-taat kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32), firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪ ﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.    Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisā [4]:70-71).

Makna kata Ma’a

        Kata depan ma’a menunjukkan adanya dua orang atau lebih, bersama pada suatu tempat atau pada satu saat, kedudukan, pangkat atau keadaan. Kata itu mengandung arti bantuan, seperti tercantum dalam QS.9:40 (Mufradat Imam Rgib). Kata itu dipergunakan pada beberapa tempat dalam Al-Quran dengan artian fi artinya “di antara”  (QS.3:194; QS.4: 147).
        Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian —   nabi-nabi, shiddiq-shiddiq,  syuhada (saksi-saksi) dan para shalih (orang-orang saleh) — kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32).  
        Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi Nabi Besar Muhammad saw.  semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka” (QS.57:20).
       Apabila kedua ayat ini  (QS.57:20 dan QS.5:70-71) dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar Muhammad saw.  dapat naik ke martabat nabi juga.
      Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan mengenai QS.5:70-71): “ Allah Swt. telah membagi orang-orang beriman  dalam empat  golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Beliau menambahkan keterangan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus.  Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.” 
        Oleh karena itu buat apa umat Islam menunggu kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili  dari langit,  yang telah dibangkitkan (diutus)  dari kalangan Bani Israil dan misi kenabiannya hanya untuk kalangan Bani Israil  dan beliau telah wafat (QS.3:46-57; QS.61:7; QS.5:117-119), sebab  hal tersebut   bertentangan dengan kesaksian Al-Quran tentang misi kenabiannya hanya untuk kalangan Bani Israil dan tentang telah wafatnya beliau, sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. dan seluruh rasul Allah  yang diutus sebelum beliau saw. telah wafat tanpa kecuali (QS. 3:145; QS.21:35-36).


(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 27 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar