بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 48
Tetap Terbukanya Kemajuan Ruhani
bagi Umat Islam
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai kecaman keras Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farsi, dan sesuai dengan sabda Nabi Besar
Muhammad saw. -- mengenai akan adanya persamaan antara keadaan umat Islam
dengan keadaan kaum Yahudi dan Kristen seperti persamaan
sepasanga sepatu – berikut adalah kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam (Yesus Kristus) tersebut:
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan
berkata: “Jika kami hidup di zaman
nenek-moyang kita, tentulah kami tidak akan ikut dengan mereka dalam pembunuhan
nabi-nabi itu.” Tetapi dengan demikian kamu
bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi penuhilah juga takanan nenek-moyangmu!
Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimana
mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman
neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus
kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara
mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya
kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah
mulai dari Habel, orang benar itu, sampai Zakharia
anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua
ini akan ditanggung angkatan ini! (Matius 23:29-36).
Setelah mengecam
keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Faris, selanjutnya Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. bernubuat tentang
kota Yeruzalem – yang melambangkan bangsa Yahudi yang selalu melakukan pendustaan dan penentangan terhadap para
rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:88-90):
“Yesusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh
nabi-nabi dan melempari dengan batu
orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di
bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku
berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu
tidak akan melihat Aku lagi, hingga
kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang
datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
Pendek kata, sebagaimana keadaan buruk dan makar
buruk harus dihadapi oleh Al-Masih Ibnu Maryam a.s. Israili, demikian
pula keadaan yang sama di Akhir Zaman
ini pun dialami pula oleh misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau Al-Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s..
Tingkat Keruhanian Maryam binti ‘Imran &
Hakikat “Kehamilan Ruhani”
Kembali kepada orang-orang
beriman yang dimisalkan sebagai Maryam binti ‘Imran” yang menjaga kesucian dirinya, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ
Dan juga Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi
firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(Al-Tahrīm
[66]:13).
Sebagaimana telah
dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya, bahwa Siti Maryam (Maryam binti ‘Imran), ibunda Nabi Isa a.s., melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena beliau telah menutup segala jalan dosa
dan karena telah berdamai dengan Allah
Swt. --
yakni berhasil melewati tingkatan nafs
Ammarah (QS.12:54) dan Nafs Lawwamah
(QS.76:2-3) – maka hamba-hamba Allah
tersebut dikaruniai ilham
Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib
baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj,
yang secara harfiah berarti celah
atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk.
Maknanya adalah, bahwa
sebagaimana Maryam binti ‘Imran telah
menjaga kesucian jiwanya
sedemikian rupa, sehingga
sebagaimana ke dalam “rahim jasmani”
Maryam binti ‘Imran lalu Allah Swt. “meniupkan ruh-Nya” -- yang mengakibatkan
kehamilan dan kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., walau pun
tanpa campur-tangan “pembuahan” dari seorang
laki-laki” (QS.3:43-48) – demikian
pula kepada orang-orang beriman
sejati yang telah mencapai derajat kesucian
ruhani seperti keadaan Maryam binti ‘Imran pun Allah Swt. akan membuahi “rahim hatinya”
dengan “tiupan ruh-Nya” berupa wahyu
Ilahi, sehingga pada diri hamba Allah
tersebut terjadi peningkatan ruhani
dari keadaan tingkatan ruhani Maryam
binti ‘Imran menjadi tingkatan ruhani
Isa Ibnu Maryam a.s..
Inilah salah satu hakikat
kenapa Maryam binti ‘Imran dan Isa
Ibnu Maryam a.s. telah dijadikan misal (perumpamaan) bagi perkembangan ruhani yang mungkin dicapai
hamba-hamba Allah yang menjaga kesucian jiwanya secara ketat, yakni
dari keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran
meningkat menjadi keadaan ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s..
Pada tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran seperti itu
perkembangan ruhani hamba-hamba Allah yang hakiki tidak lagi berhubungan
dengan guru-guru secara jasmani – yang
dari segi ruhani mereka itu
berkedudukan sebagai “suami ruhani”
bagi murid-muridnya -- melainkan Allah Swt. Sendiri-lah yang menjadi
“Guru” mereka, yang pengajaran-Nya dilambangkan dengan ungkapan “peniupan ruh-Nya” kepada “rahim hati” Maryam binti ‘Imran,
sehingga terjadi “kehamilan ruhani.”
Fatwa Pengkafiran &
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah Wafat
“Kehamilan ruhani” yang
dialami oleh hamba-hamba Allah yang
hakiki – khususnya para wali Allah –
inilah yang seringkali tidak dimengerti
oleh para ulama jasmani (ulama
duniawi), sehingga berujung pada fatwa pengkafiran
terhadap para ulama rabbani tersebut,
misalnya fatwa pengkafiran terhadap Hujjatul
Islam Imam Ghazali, Syekh Abdul Qadir Jailani, Ibnu ‘Araby dan banyak
lagi para wali Allah besar lainnya, bahkan ada di antara mereka yang berakhir dengan pembunuhan, contohnya yang menimpa Sufi Al-Hallaj dll -- akibat “ucapan-ucapannya”
yang dalam keadaan diliputi kemabukan
cinta (sakr) kepada Allah Swt., yang
hanya dapat dicerna oleh
orang-orang yang mata ruhaninya melihat
dan memiliki cita rasa ruhani (dzawq)
yang baik.
Di
Akhir Zaman ini dari antara pengikut
sejati Nabi Besar Muhammad saw. yang telah berhasil meraih maqam (martabat) keruhanian Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut adalah Mirza
Ghulam Ahmad a.s., yang atas perintah Allah ditetapkan sebagai misal Isa
Ibnu Maryam (QS.43:58) atau sebagai
Al-Masih Mau’ud a.s.
atau Rasul
Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama.
Dengan demikian benarlah
firman Allah Swt. berikut ini mengenai martabat kenabian yang dapat terjadi di kalangan para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw., yang sepenuhnya patuh-taat kepada Allah Swt. dan Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.3:32), firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ
الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ
وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ
وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪ ﴾
Dan
barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang
yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka itulah sahabat
yang sejati. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (Al-Nisā [4]:70-71).
Makna kata Ma’a
Kata depan ma’a
menunjukkan adanya dua orang atau lebih, bersama
pada suatu tempat atau pada satu saat, kedudukan, pangkat atau keadaan. Kata itu mengandung arti bantuan, seperti tercantum dalam QS.9:40
(Mufradat Imam Rgib). Kata itu dipergunakan pada beberapa tempat dalam
Al-Quran dengan artian fi artinya “di antara” (QS.3:194; QS.4: 147).
Ayat
ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian — nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syuhada (saksi-saksi) dan para shalih (orang-orang saleh) — kini
semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti
Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32).
Hal ini
merupakan kehormatan khusus bagi Nabi
Besar Muhammad saw. semata.
Tidak ada nabi lain menyamai beliau dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu
lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka
adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka” (QS.57:20).
Apabila kedua ayat ini (QS.57:20
dan QS.5:70-71) dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau
para pengikut nabi-nabi lainnya dapat
mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Nabi Besar
Muhammad saw. dapat naik ke
martabat nabi juga.
Kitab “Bahr-ul-Muhit”
(jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan mengenai QS.5:70-71): “
Allah Swt. telah membagi orang-orang
beriman dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan
bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain,
dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari
keempat tingkatan ini.” Beliau menambahkan keterangan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus.
Kenabian khusus, yakni kenabian yang
membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum
masih tetap dapat dicapai.”
Oleh
karena itu buat apa umat Islam
menunggu kedatangan kedua kali Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. Israili dari langit, yang telah dibangkitkan (diutus) dari
kalangan Bani Israil dan misi kenabiannya hanya untuk kalangan Bani
Israil dan beliau telah wafat (QS.3:46-57; QS.61:7;
QS.5:117-119), sebab hal tersebut bertentangan dengan kesaksian Al-Quran tentang misi
kenabiannya hanya untuk kalangan Bani
Israil dan tentang telah wafatnya
beliau, sebagaimana halnya Nabi Besar Muhammad saw. dan seluruh rasul Allah yang diutus sebelum beliau saw. telah wafat tanpa kecuali (QS. 3:145;
QS.21:35-36).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 27 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar