Selasa, 28 Agustus 2012

Maryam binti 'Imran Melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. pada Bulan Agustus-September



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 54

 Maryam binti 'Imran Melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s.
pada Bulan Agustus - September

 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan  tentang  alasan bahwa sebagaimana  di kalangan Bani Israil,   kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah seorang laki-laki  dari kalangan Bani Israil sebagai As-Sā’ah (Tanda Saat) berakhirnya silsilah kenabian di kalangan Bani Israil, karena selanjutnya rasul Allah  -- yakni Nabi yang seperti Musa (Ulangan 18-18-19; QS.46:11) --  yang dijanjikan kepada mereka  sama sekali tidak memiliki hubungan  darah langsung dengan Bani Israil, karena ia dibangkitkan dari kalangan Bani Isma’il, yakni “Ia yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:30) atau “Roh Kebenaran” (Yohanes 16:12-13) atau Periclutos (Penghibur) atau “Emeth/Ahmad” (QS.61:7).
         Demikian pula – sesuai dengan perjanjian Allah Swt. dengan Nabi Ibrahim a.s. --  peristiwa yang sama terjadi juga di kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab), itulah sebabnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menyebut Rasul Akhir Zaman yang kedatangannya ditunggu-tunggu  oleh semua umat beragama (QS.61:10) dengan sebutan Al-Masih Ibnu Maryam a.s., yakni misal Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ  مَثَلًا  اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ  یَصِدُّوۡنَ ﴿ ﴾  وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ  لَکَ  اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿ ﴾  اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ  مَثَلًا   لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ ﴾
Dan apabila   Ibnu Maryam dikemukakan  sebagai misal tiba-tiba kaum engkau meneriakkan  penentangan terhadapnya, dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah.  Ia tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami  anugerahi nikmat kepadanya, dan Kami menjadikan dia suatu perumpamaan  bagi Bani Israil. (Al-Zukhruf [43]:58-60).
     Shadda (yashuddu) berarti: ia menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia mengajukan sanggahan (protes) (Aqrab-ul-Mawarid).
      Kedatangan Al-Masih a.s.  adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan kenabian untuk selama-lamanya. Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39.
       Ayat ini, di samping arti yang diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw.   — yaitu kaum Muslimin — diberitahu bahwa orang lain seperti dan merupakan sesama (misal) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – yakni Al-Masih Mau’ud a.s. --  akan dibangkitkan di antara mereka untuk memperbaharui mereka dan mengembalikan kejayaan ruhani mereka yang telah hilang, maka bukannya bergembira atas kabar gembira itu malah mereka berteriak  mengajukan protes. Jadi, ayat ini dapat dianggap mengisyaratkan kepada kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   untuk kedua kalinya.
      Dengan  demikian ayat Khātaman Nabiyyīn sangat erat kaitannya dengan masalah tersebut, bahwa sebagaimana halnya  tidak ada seorang laki-laki Bani Israil (Yahudi)  pun sebagai ayah dari Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., demikian pula halnya Nabi Besar Muhammad saw. pun bukan bapak (ayah) salah  seorang  laki-laki mana pun dari kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab), karena semua putra beliau saw. telah wafat pada waktu masih kecil, firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ  اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ  النَّبِیّٖنَ ؕ وَ  کَانَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara laki  kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah dan Khātaman-nabiyyīn, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab [33]:41).

“Peniupan Ruh” Allah Swt.

       Dalam beberapa Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai terjadinya “kelahiran ruhani” dari tingkat ruhani Maryam binti ‘Imran kepada tingkat ruhani Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.66:13) melalui “peniupan ruh” Allah Swt., yakni  sebagaimana halnya yang terjadi dengan “kehamilan” Maryam binti ‘Imran walau pun beliau belum menikah atau berhubungan badan dengan salah saorang laki-laki mana pun (QS.3:46:52) yakni melalui proses “kun fayakun.
       Peristiwa hamilnya  gadis Maryam binti ‘Imran yang luar biasa tersebut  telah membuat gempar para pemuka agama Yahudi, sehingga timbullah berbagai fitnah terhadap Maryam binti ‘Imran sebagai zaniah (perempuan pezina – QS. 4:157). Berikut firman-Nya mengenai hal tersebut:

وَ اذۡکُرۡ فِی الۡکِتٰبِ مَرۡیَمَ ۘ اِذِ انۡتَبَذَتۡ مِنۡ اَہۡلِہَا مَکَانًا شَرۡقِیًّا ﴿ۙ﴾
Dan ceriterakanlah di dalam Kitab itu mengenai Maryam, ketika ia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. (Maryam [19]:17)
       Kiranya tepat benar dan pada tempatnya mengemukakan beberapa kenyataan mengenai  Maryam binti ‘Imran dalam Al-Quran dan Perjanjian Baru, sebagai pendahuluan bagi uraian yang agak terinci mengenai kelahiran Isa Al-Masih a.s  tanpa ayah seperti dikemukakan dalam beberapa ayat berikut ini.
       Kitab Perjanjian Baru praktis tidak memberi penjelasan  apa pun mengenai kehidupan   Maryam binti ‘Imran sebelum beliau hamil. Injil-Injil Matius dan Lukas memberi gambaran-gambaran yang sangat singkat, lagi sebentar-sebentar menyimpang dan pokok mengenai keadaan-keadaan Maryam binti ‘Imran sebelum terjadi peristiwa penting tersebut, sedangkan Injil Markus dan Injil Yahya  sama sekali bungkam mengenai itu.
  Menurut Injil Matius ketika    Maryam binti ‘Imran hendak dinikahkan dengan Yusuf, pada waktu itu beliau telah mengandung. Yusuf berniat secara diam-diam melepaskan beliau  tetapi dicegah oleh   malaikat yang berkata kepadanya dalam mimpi agar jangan mengambil tindakan terlampau jauh itu: "Hai Yusuf anak Daud, janganlah engkau kuatir menerima Maryam itu menjadi istrimu, karena kandungannya itu terbit dari Ruhulqudus (Matius 1:1920).
  Tetapi Al-Quran menguraikan dengan cara yang jauh lebih terinci mengenai  keluarga  Maryam dengan mengemukakan keadaan-keadaan yang bertalian dengan kelahirannya, nazar ibunya, diwakafkannya beliau untuk mengkhidmati rumah ibadah, dan pada akhirnya mengenai beliau mengandung Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  (QS.3:36-37, 48).
  Surah ini memberi uraian yang lebih terinci lagi mengenai  Maryam binti ‘Imran   ketika beliau mengandung Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  dan mengenai apa yang  menimpa diri beliau dan puteranya setelah dilahirkan dan setelah Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  mendapat tugas sebagai rasul Allah,  dengan demikian mengemukakan segala hal terinci mengenai    Maryam binti ‘Imran yang ada sangkut-pautnya dengan masalah penting berkenaan dengan masalah kenabian yang tidak lama lagi akan dipindahkan dari keturunan Ishaq kepada keturunan Isma’il, hal ini merupakan masalah terpokok dalam Surah Maryam ini.
  Dalam ayat ini telah disinggung secara khusus mengenai "suatu tempat di sebelah Timur" nampaknya untuk mengisyaratkan kepada adat kebiasaan kaum Yahudi semenjak dahulu kala untuk mengeramatkan arti Timur. Baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen, kedua-duanya memandang Timur itu dengan penghormatan yang khas. Mereka mendirikan tempat-tempat ibadah mereka menghadap jurusan Timur.
فَاتَّخَذَتۡ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ  حِجَابًا ۪۟ فَاَرۡسَلۡنَاۤ  اِلَیۡہَا رُوۡحَنَا فَتَمَثَّلَ لَہَا بَشَرًا سَوِیًّا ﴿﴾ قَالَتۡ اِنِّیۡۤ  اَعُوۡذُ بِالرَّحۡمٰنِ مِنۡکَ اِنۡ کُنۡتَ تَقِیًّا ﴿۱﴾
قَالَ  اِنَّمَاۤ  اَنَا رَسُوۡلُ رَبِّکِ ٭ۖ لِاَہَبَ لَکِ غُلٰمًا  زَکِیًّا ﴿﴾ قَالَتۡ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ غُلٰمٌ وَّ لَمۡ یَمۡسَسۡنِیۡ  بَشَرٌ  وَّ  لَمۡ   اَکُ  بَغِیًّا ﴿﴾
Maka ia membuat di antara mereka tabir lalu Kami  mengutus kepadanya  malaikat Kami, lalu ia menampak kepadanya berupa manusia sempurna.  Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung kepada Yang Maha Pemurah dari engkau, jika engkau bertakwa.  Ia, malaikat, menjawab: "Sesungguhnya aku  se­orang utusan  Tuhan engkau supaya  aku memberi kabar gembira kepada engkau  mengenai seorang anak laki-laki suci.”  Ia, Maryam,  berkata:  ”Bagai­manakah akan menjadikan seorang anak laki-laki bagiku, padahal tidak pernah ada seorang manusia yang  menyentuhku, dan aku tidak berzina  (Maryam [19]:18-21).

Peristiwa Ruhani (Kasyaf)

   Seperti jelas dari ayat yang mendahuluinya apa yang dilihat  Maryam binti ‘Imran  hanyalah sebuah kasyaf,  dan pada umumnya bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukainya dalam keadaan bangun  maka tidak disukainya pula hal itu bila dilihatnya dalam kasyaf. Ketika Siti Maryam melihat malaikat itu sedang berdiri di hadapannya berupa seorang laki-laki, maka sebagai seorang perempuan  shalih sangat wajar  beliau terperanjat dan menjadi bingung seperti pula beliau akan terperanjat dan menjadi bingung seandainya dalam keadaan bangun melihat seorang laki-laki di dekat beliau, karena itu sudah sewajarnya kalau beliau mohon perlindungan Ilahi terhadap orang itu.
  Kata "utusan" menunjukkan bahwa malaikat itu hanya pengemban amanat Tuhan, dan bahwa beliau tidak datang untuk memberi Siti Maryam seorang anak melainkan hanya membawa kabar gembira mengenai kelahiran seorang anak. Siapa yang tidak mengetahui bahwa Allah-lah yang mengaruniakan anak dan bukan malaikat? Tugas seorang malaikat hanya terbatas pada penyampaian kehendak dan keputusan Tuhan saja.
  Dalam keadaan pertama, keheranan beliau itu timbul dari rasa sangat senang atas karunia besar yang  Allah Swt.  akan anugerahkan kepada beliau. Dan dalam keadaan kedua, keheranan itu menunjukkan cetusan rasa kebingungan beliau, dan menggambarkan ketakutan yang menguasai jiwa beliau pada saat itu. Sedang kata­-kata “padahal tidak pernah ada seorang manusia yang  menyentuhku” menunjukkan, bahwa beliau akan memperoleh seorang anak tanpa menaiki jenjang pernikahan yang resmi, jika tidak demikian, sangkalan bahwa beliau tidak pernah mengenal seorang laki-laki dalam keadaan sebagai suami beliau tidak ada artinya,  dan kata-kata “dan aku tidak berzina” mengisyaratkan kepada sangkalan adanya beliau mengenal seorang laki­-laki di luar pernikahan.
   Dalam jawabannya kepada malaikat rupanya beliau memikirkan sumpah beliau akan tetap mendara, yang meniadakan segala kemungkinan memperoleh keturunan. Seandainya beliau mengira bahwa janji yang  diberikan dalam ayat terdahulu menunjuk kepada kelahiran seorang anak sebagai hasil hubungan suami-istri pada suatu waktu yang akan datang — seperti dianggap oleh beberapa ahli tafsir Al-Quran — kemudian tidak ada alasan bagi beliau untuk menyatakan keheranan apa pun.
  Ungkapan  supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia” berarti  kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  tanpa ayah  yang sungguh merupakan suatu Tanda besar bagi Bani Israil, hal itu mengisyaratkan bakal terjadi perpindahan kenabian dari keturunan Israil kepada keturunan Isma’il, dan merupakan peringatan kepada Bani Israil  bahwa ruhani mereka telah begitu rusak serta  akhlak mereka telah begitu mundur, sehingga tidak ada seorang laki-laki di antara mereka yang layak menjadi ayah seorang nabi Allah. Dalam artian ini pula Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah disebut sebagai "suatu Tanda bagi Saat" dalam Al-Quran (QS.43:62), ialah Tanda mengenai saat ketika kenabian harus dipindahkan dari Bani Israil kepada Bani Isma’il.
       Ungkapan  perkara yang telah diputuskan” berarti bahwa Allah Swt.   telah menakdirkan seorang anak tanpa ayah akan dilahirkan  Maryam bintyi ‘Imran, dan keputusan ini tidak dapat dicabut kembali. Al-Quran telah mempergunakan dua buah perkataan yaitu qadar dan qadha, untuk menyatakan pengertian keputusan Allah itu. Kata yang pertama berarti  merencanakan atau menentukan, sedang kata yang disebut terakhir berarti memutuskan. Bila suatu pola atau rencana hanya dipikirkan untuk dilaksanakan  maka rencana itu disebut qadar, dan bila telah diputuskan oleh Allah bahwa rencana itu harus dilaksanakan, rencana itu disebut qadha. Kelahiran Isa Ibnu Maryam a.s.  tanpa ayah  merupakan qadha (keputusan) Allah Swt..

Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah
Sebagai Tanda bagi Manusia

   Sebagaimana halnya dalam dunia ruhani Allah Swt. telah menetapkan  Maryam binti ‘Imran dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. merupakan  dua tingkatan ruhani melalui proses “peniupan ruh” dari Allah atau “kun fayakun” (jadilah maka terjadilah), demikian pula halnya proses hamilnya Maryam binti ‘Imran pun melalui proses  yang sama, sehingga sangat rawan menimbulkan fitnah. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ  کَذٰلِکِ ۚ قَالَ رَبُّکِ ہُوَ  عَلَیَّ ہَیِّنٌ ۚ وَ  لِنَجۡعَلَہٗۤ  اٰیَۃً  لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً  مِّنَّا ۚ وَ کَانَ  اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا ﴿﴾  فَحَمَلَتۡہُ  فَانۡتَبَذَتۡ بِہٖ مَکَانًا قَصِیًّا ﴿﴾
Ia, malaikat, berkata: "Demikianlah. Tuhan engkau ber­firman: "Itu mudah bagi-Ku, dan supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi ma-nusia serta suatu rahmat dari Kami, dan hal itu adalah perkara yang telah di­putuskan.”  Maka Maryam mengandungnya,   lalu ia mengasingkan diri bersamanya ke suatu tempat yang jauh. (Maryam [19]:22-23).
        Betapa  Maryam binti “imran bisa mengandung Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  tanpa adanya hubungan dengan suami, merupakan salah satu dari rahasia-rahasia Ilahi yang pada masa ini dapat dianggap ada di luar jangkauan kemampuan akal manusia untuk menyelaminya. Hal ini dapat dipandang sebagai di atas hukum alam yang lazim kita kenal. Tetapi ilmu manusia  bagaimana pun tingginya  tetap terbatas. Ia tidak mampu memahami semua rahasia Ilahi.
 Di alam raya terdapat rahasia-rahasia yang sampai kini manusia belum berhasil memecahkannya, boleh jadi selama-lamanya ia tidak akan dapat memecahkannya. Di antaranya  adalah kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s.    tanpa ayah. Cara bekerja Allah Swt.   tidak dapat diteliti, dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dia yang dapat menciptakan seluruh alam dengan kata kun (jadilah), pasti dapat mendatangkan perubahan-perubahan demikian dalam suatu benda, sehingga rahasia yang nampaknya tidak terpecahkan itu akhirnya dapat dipecahkan juga.
    Lagi pula ilmu kedokteran tidak mutlak menolak kemungkinan, — dilihat melulu dari segi biologi dan dalam keadaan-keadaan tertentu — adanya gejala alami Parthenogenesis (pembuahan sepihak), atau kelahiran seorang anak dari seorang perempuan  tanpa adanya hubungan dengan seorang pria.
    Ahli-ahli kedokteran menarik perhatian kepada kemungkinan ini, sebagai akibat dari jenis tumor-tumor tertentu yang kadangkala terdapat pada pinggul atau bagian bawah perempuan. Tumor-tumor  yang   dikenal sebagai “arrhenoblastoma" ini mempunyai kesanggupan menjadikan   sel-sel sperma jantan. Bila sel-sel sperma-jantan yang hidup diproduksi dalam badan perempuan oleh “arrhenoblastoma” maka kemungkinan pembuahan pada diri seorang perempuan tanpa perantaraan laki-laki tidak dapat ditolak,  yaitu bahwa badannya sendiri akan mendatangkan akibat yang sama seperti seolah-olah sel-sel sperma dari badan laki-laki dipindahkan kepada badannya dengan jalan biasa, atau dengan pertolongan seorang dokter.
    Baru-baru ini sekelompok ahli penyakit kandungan di Eropa telah menerbitkan data untuk membuktikan kejadian-kejadian ibu-ibu melahirkan bayi tanpa adanya hubungan dengan orang laki-laki (Lancet). Barangkali kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  tidak merupakan kejadian unik sama sekali dalam hal beliau dilahirkan tanpa perantaraan seorang ayah. Kejadian-kejadian telah tercatat adanya anak­-anak Yang lahir tanpa adanya unsur ayah (Encyclopaedia  Britannica, pada kata "Virgin Birth" dan "Anomalies and Curiosities of Medicine", diterbitkan oleh W. Sanders & Co., London).
  Jika kita menolak semua kemungkinan ini maka kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. harus dianggap, na’ūdzubillāh, tidak sah. Orang-orang Kristen maupun orang-orang Yahudi sama-sama sepakat bahwa kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. adalah sesuatu di luar kebiasaan — orang-orang Kristen menganggapnya supernatural (kesaktian), sedang orang-orang Yahudi menganggapnya kelahiran zadah (Jewish Encyclopaedia).
    Bahkan di dalam  catatan keluarga pun kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. dicatat sebagai kelahiran zadah (Talmud). Kenyataan ini saja merupakan bukti yang kuat mengenai kelahiran luar biasa Nabi Isa ibnu Maryam a.s.. Menurut Injil, Yusuf, suami Siti Maryam, tidak pernah hidup sebagai suami-istri dengan beliau sebelum Nabi Isa ibu Maryam a.s. lahir (Matius 1:25). Maka kata "Maryam mengandungnya" mengisyaratkan kehamilan   Maryam  binti ‘Imran  dengan cara yang luar biasa tanpa adanya hubungan dengan seorang laki-laki.

(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 28 Agustus  2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar