بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 37
Para Rasul Allah Tidak Pernah
Mengajarkan Kemusyrikan
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir Bab 36 sebelumnya telah
dikemukakan sehubungan khazanah
ilmu pengetahuan yang terkandung Al-Quran yang tak terhingga, seperti
halnya alam semesta kebendaan, Al-Quran
merupakan alam semesta keruhanian, di
mana tersembunyi khazanah-khazanah ilmu
keruhanian yang dibukakan kepada manusia sesuai dengan keperluan zaman. Firman-Nya lagi:
قُلۡ لَّوۡ کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ
لَنَفِدَ الۡبَحۡرُ قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ
کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ
لَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah: "Seandainya lautan
menjadi tinta untuk menuliskan
kalimat-kalimat Tuhan-ku, niscaya lautan itu akan habis sebelum kalimat-kalimat Tuhan-ku habis dituliskan,
sekalipun Kami mendatangkan sebanyak itu
lagi sebagai tambahannya (Al-Kahf [18]:110).
Firman-Nya lagi:
وَ
لَوۡ اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ
اَقۡلَامٌ وَّ الۡبَحۡرُ
یَمُدُّہٗ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ
سَبۡعَۃُ اَبۡحُرٍ مَّا نَفِدَتۡ
کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿ ﴾
Dan seandainya pohon-pohon di bumi ini menjadi pena dan laut ditambahkan kepadanya sesudahnya tujuh laut menjadi tinta, kalimat Allāh sekali-kali tidak akan habis.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Luqman [31]:28).
Bilangan “7” dan “70” digunakan dalam
bahasa Arab adalah menyatakan jumlah besar, dan bukan benar-benar “tujuh” dan
“tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan lazim.
Mengakhiri
10 ayat terakhir Surah Al-Kahf selanjutnya
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ اِنَّمَاۤ اَنَا بَشَرٌ مِّثۡلُکُمۡ یُوۡحٰۤی اِلَیَّ اَنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمۡ اِلٰہٌ وَّاحِدٌ ۚ فَمَنۡ کَانَ یَرۡجُوۡا لِقَآءَ رَبِّہٖ فَلۡیَعۡمَلۡ عَمَلًا
صَالِحًا وَّ لَا یُشۡرِکۡ بِعِبَادَۃِ رَبِّہٖۤ اَحَدًا ﴿ ﴾٪
Katakanlah: ”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia
seperti kamu, tetapi telah diwahyukan
kepadaku bahwa Tuhan-mu adalah Tuhan
Yang Maha Esa, maka barangsiapa mengharap akan bertemu
dengan Tuhan-nya hendaklah ia beramal
shalih dan ia jangan mepersekutukan siapa pun dalam beribadah
kepada Tuhan-nya." (Al-Kahf
[18]:111).
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda bahwa pembacaan 10
ayat pertama dan 10 ayat terakhir Surah ini menjamin keselamatan seseorang terhadap serangan-serangan
ruhani dari Dajjal. Hal itu
menunjukkan bahwa Dajjal dan Ya’juj (Gog) serta Ma’juj (Magog) adalah
bangsa itu-itu juga, yaitu bangsa-bangsa
Kristen dari barat.
Kata Dajjal
menggambarkan propaganda keagamanan
mereka yang membawa kemudaratan
kepada Islam, sedang Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) menggambarkan kekuatan dan kekuasaan mereka di bidang kebendaan
dan politik, yang di Akhir Zaman ini dijadikan sarana oleh Allah Swt. untuk menghukum umat Islam (Bani Isma’il), sebagaimana
yang terjadi sebelumnya pada Bani Israil
(QS.17:5-8).
Perbedaan Ajaran Tauhid
dengan Kemusyrikan
Pernyataan Allah Swt. dalam ayat terakhir
Surah Al-Kahf tersebut sesuai dengan
firman-Nya berikut ini, tentang ketidak-mungkinan seorang rasul Allah – termasuk Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. – mengajarkan para pengikutnya supaya menyembah beliau sebagai “Tuhan sembahan” selain Allah Swt.
(QS.5:117-119), firman-Nya:
مَا کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ
یُّؤۡتِیَہُ اللّٰہُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحُکۡمَ وَ النُّبُوَّۃَ ثُمَّ یَقُوۡلَ
لِلنَّاسِ کُوۡنُوۡا عِبَادًا لِّیۡ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ لٰکِنۡ کُوۡنُوۡا
رَبّٰنِیّٖنَ بِمَا کُنۡتُمۡ تُعَلِّمُوۡنَ الۡکِتٰبَ وَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَدۡرُسُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لَا یَاۡمُرَکُمۡ اَنۡ تَتَّخِذُوا
الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ النَّبِیّٖنَ اَرۡبَابًا ؕ اَیَاۡمُرُکُمۡ بِالۡکُفۡرِ بَعۡدَ
اِذۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿٪﴾
Sekali-kali tidak mungkin bagi seorang manusia yang kepadanya Allah
memberi Kitab, Kekuasaan, dan kenabian, kemudian ia berkata kepada manusia: “Jadilah kamu hamba-hamba-Ku,
bukannya hamba-hamba Allah”, tetapi ia akan berkata: “Jadilah
kamu orang yang berbakti hanya kepada Allah, karena kamu senantiasa mengajarkan Kitab, kamu
senantiasa mempelajarinya, dan kamu senantiasa membacanya.”
Dan tidak pula ia akan
menyuruh kamu supaya kamu menjadikan
malaikat-malaikat dan nabi-nabi
sebagai tuhan-tuhan. Apakah ia akan menyuruhmu kafir
setelah kamu menjadi orang-orang yang berserah diri kepada
Allah? (Ali ‘Imran [80-81).
Kalimat mā kāna lahu dipakai dalam tiga pengertian: (a) tidak
layak baginya berbuat demikian; (b) tidak mungkin baginya berbuat demikian;
atau tidak masuk akal ia sampai berbuat demikian; (c) tidak ada kemungkinan ia
dapat berbuat demikian, yakni secara fisik mustahil ia berbuat demikian.
Rabbaniyyīn
itu jamak dari Rabbaniy yang berarti: (1) orang yang mewakafkan diri
untuk mengkhidmati agama atau
menyediakan dirinya untuk menjalankan ibadah; (2) orang yang memiliki ilmu Ilahiyyat (Ketuhanan); (3) orang
yang ahli dalam pengetahuan agama, atau seorang yang baik dan bertakwa; (4)
guru yang mulai mem-berikan kepada orang-orang pengetahuan atau ilmu yang
ringan-ringan sebelum beranjak ke ilmu-ilmu yang berat-berat; (5) induk semang
atau majikan atau pemimpin; (6) seorang muslih (pembaharu). (Lexicon Lane; Sibawaih,
dan Mubarrad).
Kata-kata: Karena kamu senantiasa
mengajarkan Al-Kitab dan senantiasa mempelajarinya, menunjukkan bahwa telah
menjadi kewajiban bagi semua yang
telah meraih ilmu keruhanian, agar
mereka meneruskannya kepada orang-orang lain dan jangan membiarkan orang-orang
meraba-raba dalam kegelapan, kejahilan atau kebodohan. Bandingkan dengan firman-Nya berikut ini:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ
اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ
اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ
وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ
ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ
نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ
لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah anak
Allah”, dan orang-orang Nasrani
berkata: “Al-Masih adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka
sampai dipalingkan dari Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah,
dan begitu juga Al-Masih ibnu
Maryam, padahal mereka
tidak diperintahkan melainkan supaya
mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-Suci Dia
dari apa yang mereka sekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.
(Al-Taubah [9]:30-32).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 21 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar