بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 47
Orang-orang yang Indera Ruhaninya Lumpuh
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir
Bab sebelumnya telah dikemukakan
mengenai Sunnatullāh, yakni
orang-orang yang mengada-ada dusta
terhadap Allah Swt. – misalnya mengaku rasul
Allah padahal dusta, mengaku
mendapat wahyu Ilahi padahal tidak dll – mereka pasti akan dibinasakan Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّہٗ لَقَوۡلُ
رَسُوۡلٍ کَرِیۡمٍ ﴿ۚۙ﴾ وَّ مَا ہُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ ؕ
قَلِیۡلًا مَّا تُؤۡمِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لَا بِقَوۡلِ
کَاہِنٍ ؕ قَلِیۡلًا مَّا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ تَقَوَّلَ
عَلَیۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِیۡلِ ﴿ۙ﴾
لَاَخَذۡنَا مِنۡہُ بِالۡیَمِیۡنِ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ لَقَطَعۡنَا مِنۡہُ الۡوَتِیۡنَ ﴿۫﴾ فَمَا مِنۡکُمۡ
مِّنۡ اَحَدٍ عَنۡہُ حٰجِزِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Al-Quran itu
benar-benar firman yang disampaikan seorang
Rasul mulia, dan bukanlah Al-Quran itu perkataan seorang penyair, sedikit sekali
apa yang kamu percayai. Dan bukanlah Al-Quran ini perkataan ahli
nujum, sedikit sekali kamu mengambil
nasihat. Al-Quran Ini adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh
alam. Dan seandainya ia, Rasulullah, mengada-adakan
sebagian perkataan atas nama Kami, niscaya
Kami akan menangkap dia dengan tangan
kanan, Kemudian niscaya Kami
memotong urat nadinya, dan tidak ada seorang pun di antara kamu dapat
mencegah itu darinya. (Al-Haqqah [69]:41-48).
Orang-orang yang Lumpuh
“Indera-indera Ruhaninya”
Nah, jika kepada Nabi Besar Muhammad saw. saja – rasul Allah yang bergelar Khātaman
Nabiyyīn (QS.33:41) -- demikian kerasnya ancaman Allah Swt., terlebih kepada orang-orang lain, termasuk Mirza Ghulam Ahmad a.s., seandainya
pendakwaan beliau a.s. sebagai Al-Masih
Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman
(QS.61:10) dusta.
Namun dalam kenyataannya Sunnatullāh
tersebut tidak menimpa Mirza Ghulam Ahmad a.s., hal tersebut membuktikan
bahwa pendakwaan beliau sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman (QS.61:10) benar. Bahkan hebatnya pendustaan, penentangan serta kezaliman
yang ditujukan kepada beliau a.s. dan para pengikutnya merupakan bukti lainnya yang mendukung kebenaran pendakwaan beliau. Benarlah firman-Nya mengenai Nabi Besar Muhammad saw. berikut
ini:
وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّسۡتَمِعُوۡنَ اِلَیۡکَ ؕ اَفَاَنۡتَ تُسۡمِعُ الصُّمَّ
وَ لَوۡ کَانُوۡا لَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّنۡظُرُ اِلَیۡکَ ؕ اَفَاَنۡتَ تَہۡدِی الۡعُمۡیَ وَ لَوۡ
کَانُوۡا لَا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan dari
antara mereka ada orang yang
mendengarkan engkau, tetapi dapatkah
engkau membuat orang-orang tuli mendengar, walau pun mereka tidak dapat mengerti? Dan dari antara mereka ada orang yang memandang kepada engkau,
tetapi dapatkah engkau memberi petunjuk
orang-orang buta, walaupun mereka tidak melihat? (Yunus [10]:43-44). Lihat pula QS.6:26; QS.7:199; QS.17:48;
QS.27:81)
Orang-orang kafir tidak memiliki pengertian
dan daya pengamatan. Dalam ayat
sebelum ini (QS.10:43), selain mereka disebut sebagai mahrum (luput) dari
“daya mendengar” juga sebagai “kosong dari pengertian” dan dalam ayat
ini mereka itu disebut buta dan juga
hampa dari “daya pengamatan”.
Dari semua para rasul Allah, Nabi Muhammad saw. adalah rasul Allah yang paling jelas, lengkap dan sempurna tanda-tanda atau bukti-bukti yang mendukung kebenaran pendakwaannya sebagai rasul
Allah, namun demikian tetap saja orang-orang seperti Abu Jahal dan kawan-kawannya tidak dapat melihatnya, padahal selama
itu mereka bergaul erat dan menjadi saksi atas keluhuran kejujuran serta berbagai berbagai akhlak luhur (QS.68:2-7) yang dimiliki oleh beliau saw., bahkan mereka sendiri yang
memberi gelar Al-Amin kepada Nabi
Besar Muhammad saw., firman-Nya:
فَقَدۡ
لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ
ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾
“Maka
sungguh sebelum ini aku telah tinggal
bersamamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” (Yunus [12]:17).
Firman Allah Swt. tersebut merupakan
bagian dari firman-Nya berikut ini mengenai
berbagai tuntutan terhadap Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِذَا تُتۡلٰی
عَلَیۡہِمۡ اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ
الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ ہٰذَاۤ
اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ
اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ عَظِیۡمٍ
﴿ ﴾
قُلۡ
لَّوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ
فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ ؕ
اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami
berkata: ”Datangkanlah
yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.” Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya
dari pihak diriku, Aku tidak lain hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku,
sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang besar jika aku mendurhakai Tuhan-ku.” Katakanlah:
“Seandainya Allah menghendaki, aku
sama sekali tidak akan membacakannya kepada kamu dan tidak pula Dia akan memberitahukan
mengenainya kepadamu. Maka sungguh sebelum
ini aku telah tinggal bersamamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu
mempergunakan akal?” Maka
siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan
suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan
Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak
akan berhasil.” (Yunus [12]:16-18).
Makar Buruk Maulvi Muhammad Hussein Batalwi
Firman Allah Swt. sebelumnya pun berlaku
pula terhadap kebenaran pendakwaan
Mirza Ghulam Ahmad a.s.:
فَقَدۡ
لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ
ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾
“Maka
sungguh sebelum ini aku telah tinggal
bersamamu dalam masa yangpanjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” (Yunus [12]:17).
Salah seorang yang sangat menentang pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. adalah Maulvi Muhammad Hussein
Batalwi, tetapi sebelumnya ulama inilah yang dalam tulisan-tulisan di
majalahnya, Isya’atus Sunnah, sangat menyanjung-nyanjung pembelaan yang dilakukan Mirza Ghulam Ahmad a.s. mengenai kesempurnaan agama Islam dan Nabi Besar
Muhammad saw. dalam buku beliau “Barahin-i-Ahmadiyyah.”
Namun ketika atas perintah
Allah Swt. kemudian Mirza Ghulam Ahmad
a.s. mengumumkan mengenai telah wafatnya
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., dan yang dimaksud dengan kedatangannya Al-Masih
Mau’ud a.s. adalah beliau sendiri,
maka ia menjadi orang pertama yang menentangnya,
dan berkata bahwa sebagaimana halnya dirinyalah -- melalui tulisan-tulisannya
dalam majalah miliknya, ‘Isya’atus –Sunnah, mengenai
buku Barahin-I Ahmadiyyah telah
membuat Mirza Ghulam Ahmad a.s. menjadi sangat terkenal, maka dia pulalah yang akan menjatuhkan dan menghinakan
Mirza Ghulam Ahmad a.s. karena telah mendakwakan diri sebagai Al-Masih Mau’ud.
Maulvi Muhammad Hussein Batalwi
kemudian berkeliling ke seluruh
Hindustan untuk meminta tandatangan para
ulama Islam Hindustan agar mendukung
berbagai fatwa buruk dan zalim yang telah disusunnya
mengenai Mirza Ghulam Ahmad a.s. dan
para pengikutnya, dan ia berhasil
mengumpulkan 200 tanda tangan
ulama-ulama Hindustan yang mendukung fatwanya.
Akibat fatwa zalim tersebut maka Mirza
Ghulam Ahmad a.s. mendapat berbagai serangan dahsyat yang mendeskriditkan beliau dan para
pengikutnya, sehingga beliau dan
jama’ahnya mengalami berbagai macam kesulitan dalam melaksanakan missi sucinya sebagai Rasul Akhir Zaman dalam upaya
menyebarkan Cahaya Allah di Akhir
Zaman ini, firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ لۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ
﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang
Yahudi berkata: “Uzair adalah anak Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih
adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari
Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu
juga Al-Masih ibnu Maryam,
padahal mereka tidak
diperintahkan melainkan supaya mereka
menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak
ada Tuhan kecuali Dia. Maha Suci
Dia dari apa yang mereka sekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan
cahaya-Nya, walau pun orang-orang
kafir tidak menyukai. Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan aga-ma yang haq
(benar), supaya Dia mengunggulkannya
atas semua agama walau-pun orang-orang
musyrik tidak menyukainya. (Al-Taubat [9]:30-33).
Kemusyrikan yang Berulang di Akhir Zaman
Dari
segi asbabun- nuzulnya firman Allah
Swt. tersebut tertuju kepada Nabi Besar Muhammad saw., sebab Nabi Besar
Muhammad saw. itulah rasul Allah yang
di zaman itu menyalakan Cahaya Tauhid
Ilahi yang nyaris padam oleh tiupan
berbagai bentuk kemusyrikan yang
dianut oleh umat-umat beragama akibat
telah jauh dari masa kenabian dari para rasul
Allah yang mengajarkan agama-agama
tersebut, firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا
کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ
عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ
اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ
الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya
dirasakan kepada mereka akibat sebagian
perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruk-nya akibat bagi
orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang
dari Allah hari yang tidak dapat
dihindarkan, pada hari itu orang-orang
beriman dan kafir akan terpisah. (Al-Rūm [30]:42-44)
Masalah pokok dalam
ayat-ayat sebelumnya berkisar dalam rangka menimbulkan dan meresapkan pada manusia keimanan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha
Perkasa, Yang menciptakan, mengatur, dan membimbing segala kehidupan. Dalam
ayat sekarang ini (42) manusia diberi tahu, bahwa bila kegelapan menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Tuhan dan menaklukkan
diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah
Swt. membangkitkan seorang rasul-Nya
untuk mengembalikan gembalaan yang
tersesat keharibaan Majikan-nya.
“Permulaan abad ketujuh adalah
masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah
lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat
belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada
kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan
Isa a.m.s. di dalam aliran darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan
keenam, dunia beradab berada di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar
yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah
berada di tepi jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya
telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas
dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi
dengan mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga
terasnya” (“Emotion as the Basis of
Civilization” dan “Spirit of
Islam”).
Demikianlah keadaan umat manusia
pada waktu Nabi Besar Muhammad saw., Guru
umat manusia terbesar, muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir
diturunkan dalam bentuk Al-Quran,
sebab syariat yang sempurna hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan, teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan, menampakkan diri telah
menjadi mapan.
Kata-kata “daratan dan lautan”
dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya
hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman manusia, dan
bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi; (b)
orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup di
pulau-pulau. Ayat ini berarti, bahwa semua
bangsa di dunia telah menjadi rusak
sampai kepada intinya, baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
Kerusakan parah seperti itu kembali terjadi di Akhir Zaman, lebih-lebih Nabi Besar Muhammad saw. telah
bersabda bahwa keadaan umat Islam jauh sepeninggal beliau saw. akan memiliki persamaan dengan kaum Yahudi dan Kristen
seperti persamaan sepasang sepatu.
Dengan demikian firman Allah Swt.
dalam QS.9:30-33 mengenai munculnya berbagai bentuk kemusyrikan berupa mempertuhankan rasul Allah (Uzair dan Al-Masih) dan para ulama
dan rahib di kalangan kaum Yahudi dan Kristen, hal seperti itu terjadi pula di lingkungan umat Islam. Walau pun umat Islam tidak menganggap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mau pun para wali Allah sebagai “Tuhan sembahan” selain Allah Swt., tetapi umumnya umat Islam pun telah menisbahkan sifat-sifat Ketuhanan kepada Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. dan para wali Allah,
khususnya kepada Syekh Abdul Qadir Jailani.
Kecaman Keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Pendek kata, tugas Mirza Ghulam
Ahmad a.s. sebagai Al-Masih Mau’ud atau Rasul
Akhir Zaman benar-benar sangat berat, karena beliau bukan saja harus
berhadapan dengan type para pemuka agama yang harus dihadapi oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
-- sebagaimana digambarkan dalam kecaman keras beliau terhadap ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi –
tetapi harus menghadapi type-type para pemuka agama-agama lainnya, karena pada hakikatnya missi utama Mirza Ghulam Ahmad a.s. adalah misi kedatangan kedua kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. (QS.62:3-4)
dalam rangka mewujudkan kejayaan Islam kedua kali (QSD.61:10).
Berikut adalah kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam (Yesus Kristus) mengenai orang-ahli-ahli Taurat dan orang
Farsi:
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan
berkata: “Jika kami hidup di zaman
nenek-moyang kita, tentulah kami tidak akan ikut dengan mereka dalam pembunuhan
nabi-nabi itu.” Tetapi dengan demikian kamu
bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi penuhilah juga takanan nenek-moyangmu!
Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimana
mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman
neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus
kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara
mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya
kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah
mulai dari Habel, orang benar itu, sampai Zakharia
anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua
ini akan ditanggung angkatan ini! (Matius 23:29-36).
Setelah mengecam
keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Faris, selanjutnya Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. bernubuat tentang
kota Yeruzalem – yang melambangkan bangsa Yahudi yang selalu melakukan pendustaan dan penentangan terhadap para
rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.2:88-90):
“Yesusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh
nabi-nabi dan melempari dengan batu
orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di
bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku
berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu
tidak akan melihat Aku lagi, hingga
kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang
datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
Pendek kata, sebagaimana keadaan buruk dan makar
buruk harus dihadapi oleh Al-Masih Ibnu Maryam a.s. Israili, demikian
pula keadaan yang sama di Akhir Zaman
ini pun dialami pula oleh misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) atau Al-Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza
Ghulam Ahmad a.s..
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 27 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar