Sabtu, 18 Agustus 2012

Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah Sebagai "Tanda Saat"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 52

 Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah
Sebagai Tanda Saat 
 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya telah dikemukakan  tentang mimpi Maryam binti ‘Imran bertemu dengan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki sempurna, firman-Nya:  
 وَ اذۡکُرۡ فِی الۡکِتٰبِ مَرۡیَمَ ۘ اِذِ انۡتَبَذَتۡ مِنۡ اَہۡلِہَا مَکَانًا شَرۡقِیًّا ﴿ۙ﴾  فَاتَّخَذَتۡ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ  حِجَابًا ۪۟ فَاَرۡسَلۡنَاۤ  اِلَیۡہَا رُوۡحَنَا فَتَمَثَّلَ لَہَا بَشَرًا سَوِیًّا ﴿ ﴾  قَالَتۡ اِنِّیۡۤ  اَعُوۡذُ بِالرَّحۡمٰنِ مِنۡکَ اِنۡ کُنۡتَ تَقِیًّا ﴿ ﴾ 
Dan ceriterakanlah di dalam Kitab itu tentang Maryam, ketika ia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur,  maka ia membuat di antara mereka tabir, lalu Kami  mengutus kepadanya  malaikat Kami  lalu ia menampak kepadanya seperti manusia sempurna.  Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung kepada Yang Maha Pemurah dari engkau, jika engkau bertakwa. (Maryam [19]:17-19).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
 قَالَ  اِنَّمَاۤ  اَنَا رَسُوۡلُ رَبِّکِ ٭ۖ لِاَہَبَ لَکِ غُلٰمًا  زَکِیًّا ﴿ ﴾    قَالَتۡ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ غُلٰمٌ وَّ لَمۡ یَمۡسَسۡنِیۡ  بَشَرٌ  وَّ  لَمۡ   اَکُ  بَغِیًّا ﴿ ﴾  قَالَ  کَذٰلِکِ ۚ قَالَ رَبُّکِ ہُوَ  عَلَیَّ ہَیِّنٌ ۚ وَ  لِنَجۡعَلَہٗۤ  اٰیَۃً  لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً  مِّنَّا ۚ وَ کَانَ  اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا ﴿ ﴾    فَحَمَلَتۡہُ  فَانۡتَبَذَتۡ بِہٖ مَکَانًا قَصِیًّا ﴿ ﴾
Ia, malaikat, menjawab: "Sesungguhnya aku    utusan  dari Tuhan engkau supaya aku memberikan kabar gembira kepada engkau  mengenai seorang anak laki-laki suci."   Ia, Maryam,  berkata:  ”Bagai­manakah akan menjadikan seorang anak laki-laki bagiku, padahal tidak ada seorang manusia menyentuhku, dan aku tidak berzina.”  Ia, malaikat, berkata: "Demikianlah,  Tuhan engkau ber­firman: "Itu mudah bagi-Ku, dan supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia serta suatu rahmat dari Kami, dan hal itu adalah perkara yang telah di­putuskan.”  Maka Maryam mengandungnya,  lalu ia mengasingkan diri bersamanya ke suatu tempat yang jauh.  (Maryam [19]:20-23).

Berbagai Perasaan Dalam Keadaan Mimpi

     Kata "utusan" (rasul)  menunjukkan bahwa malaikat itu hanya pengemban amanat Tuhan, dan bahwa beliau tidak datang untuk memberi  Maryam binti ‘Imran seorang anak melainkan hanya membawa kabar gembira mengenai kelahiran seorang anak. Siapa yang tidak mengetahui bahwa Allah-lah yang mengaruniakan anak dan bukan malaikat? Tugas seorang malaikat hanya terbatas pada penyampaian kehendak dan keputusan Tuhan saja.
   Peristiwa yang disinggung dalam ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya terjadi dalam suatu kasyaf,  dan dalam kasyaf atau mimpi orang dapat mengalami aneka-ragam perasaan pada saat-saat yang berlainan. Kadangkala perasaan dan bicaranya dalam mimpi itu dikuasai dan berada di bawah pengaruh mimpi, sedang pada waktu lain tidak demikian keadaannya, dan ia mempunyai perasaan dan berbicara seperti ia akan merasa dan berbicara dalam keadaan bangun.
   Contohnya, jika dalam mimpi seorang bergirang hati atas wafat anaknya maka perasaannya akan dianggap sebagai berada di bawah pengaruh suasana mimpi, sebab dalam keadaan bangun  tidak seorang pun manusia yang waras akan bergirang hati atas kematian anaknya.
   Jadi, jika kata-kata yang diucapkan oleh  Maryam binti ‘Imran  ketika beliau melihat malaikat dalam kasyaf itu ada di bawah pengaruh kasyaf (mimpi), maka kata-kata itu akan mengandung arti  bahwa ketika kabar gembira itu disampaikan kepada beliau, saat itu beliau menjadi heran bercampur gembira, apakah benar Allah Swt. akan memperlihatkan  mukjizat semacam itu dengan menganugerahi beliau seorang anak padahal beliau seorang gadis.
   Tetapi jika kata-kata yang diucapkan kepada beliau ketika disampaikan kabar gembira mengenal lahirnya seorang anak itu dianggap pernyataan wajar dari beliau, maka kata-kata itu akan menunjukkan bahwa beliau sama sekali kehilangan akal dan dicekam rasa takut demi terpikir bahwa beliau akan melahirkan seorang anak, padahal beliau seorang gadis.
  Dalam keadaan pertama, keheranan beliau itu timbul dari rasa sangat senang atas karunia besar yang  Allah Swt. akan anugerahkan kepada beliau. Dan dalam keadaan kedua, keheranan itu menunjukkan cetusan rasa kebingungan beliau, dan menggambarkan ketakutan yang menguasai jiwa beliau pada saat itu.
 Sedang kata­-kata “padahal tidak ada seorang manusia menyentuhku” menunjukkan, bahwa beliau akan melahirkan seorang anak tanpa menaiki jenjang pernikahan yang resmi, jika tidak demikian, sangkalan bahwa beliau tidak pernah mengenal seorang laki-laki dalam keadaan sebagai suami beliau tidak ada artinya,  dan kata-kata “dan aku tidak berzina” mengisyaratkan kepada sangkalan adanya beliau mengenal seorang laki­-laki di luar pernikahan.
   Dalam jawabannya kepada malaikat rupanya beliau memikirkan sumpah beliau akan tetap mendara, yang meniadakan segala kemungkinan memperoleh keturunan. Seandainya beliau mengira, bahwa janji yang  diberikan dalam ayat terdahulu menunjuk kepada kelahiran seorang anak sebagai hasil hubungan suami-istri padasuatu waktu yang akan datang — seperti dianggap oleh beberapa ahli tafsir Al-Quran — kemudian tidak ada alasan bagi beliau untuk menyatakan keheranan apa pun.

Makna “Tanda” Bagi Umat Manusia

  Ungkapan  supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia” berarti  kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah  yang sungguh merupakan suatu Tanda besar bagi Bani Israil, hal itu mengisyaratkan bakal terjadi perpindahan kenabian dari keturunan (Bani) Israil kepada keturunan (Bani)  Isma’il, dan merupakan peringatan kepada Bani Israil  bahwa ruhani mereka telah begitu rusak, dan akhlak mereka telah begitu mundur, sehingga tidak ada seorang laki-laki di antara mereka yang layak menjadi ayah seorang nabi Allah.
Dalam artian ini pula Nabi Isa ibnu Maryam a.s. telah disebut sebagai "suatu Tanda bagi Saat" (as-Sā’ah) dalam Al-Quran (QS.43:62), ialah Tanda mengenai saat ketika kenabian harus dipindahkan dari Bani Israil kepada Bani Isma’il, firman-Nya:
وَ اِنَّہٗ  لَعِلۡمٌ  لِّلسَّاعَۃِ  فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Tetapi sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan mengenai  Saat,  maka janganlah ragu-ragu mengenainya dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. (Al-Zukhruf [43]:62).
       "Saat" dapat menyatakan waktu berakhirnya syariat Nabi Musa a.s. dan kata pengganti hu dalam innahu dapat mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. a.s. atau kepada Al-Quran,  dan ayat ini dapat berarti bahwa sesudah Nabi Isa ibnu Maryam a.s. kaum Bani Israil akan kehilangan karunia kenabian, atau bahwa syariat lain —ialah syarat Al-Quran— akan menggantikan syariat Nabi Musa a.s..
       Bahwa kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah -- seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil – merupakan as-Sā’ah (Tanda saat)  sebenarnya tanda-tanda bahwa nikmat kenabian  akan dipindahkan dari Bani Israil kepada Bani Isma’il  nampak dari  beberapa kenyataan berikut ini:
(1)    Nabi Zakaria a.s. terus menerus berdoa kepada Allah Swt. agar mendapat keturunan yang akan menjadi pewaris beliau dan pewaris keluarga leluhur beliau, Nabi Ya’qub (QS.20:4-7). Ucapan Nabi Ya’qub a.s. mengenai keadaan diri beliau yang telah tua-renta dan keadaan istri beliau yang mandul  pada hakikatnya menggambarkan keadaan kaum beliau yang keadaan akhlak dan ruhaninya semakin lemah dan memburuk, sehingga tidak mampu melahirkan generasi penerus yang memiliki akhlak dan ruhani yang baik.
(2)    Istri ‘Imran atau ibunda Maryam binti ‘Imran telah menazarkan bayi yang ada dalam kandungannya untuk diwakafkan  sebagai pengabdi di rumah peribadatan, karena itu ia sangat mengharapkan bayi yang akan dilahirkannya adalah seorang bayi laki-laki, tetapi Allah Swt. menentukan lain, yakni bayi dilahirkannya ternyata seorang bayi perempuan (QS.3:36-38). Dalam peristiwa ini pun terkandung isyarat bahwa tidak ada lagi seorang  laki-laki dari Bani Israil yang memikirkan keadaan akhlak dan ruhani kaumnya, justru yang tampil adalah seorang perempuan, yakni istri ‘Imran.
(3)    Hamilnya Maryam binti ‘Imran tanpa perantaraan “pembuahan” seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil, melainkan dirinya sendiri yang merangkap sebagai ibu dan ayah  bayi yang dilahirkannya – yang diberi nama Isa ibnu (anak) Maryam melalui “peniupan ruh-Nya”,  memperkuat kenyataan bahwa di kalangan Bani Israil telah kehilangan “bibit laki-laki yang unggul.”
      Itulah berapa hikmah yang terkandung dalam kalimat “Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia serta suatu rahmat dari Kami” (QS.19:23). Ada pun ungkapan  perkara yang telah diputuskan” berarti bahwa Allah Swt.  telah menakdirkan seorang anak tanpa ayah akan dilahirkan   Maryam binti ‘Imran, dan keputusan ini tidak dapat dicabut kembali.
        Al-Quran telah mempergunakan dua buah perkataan yaitu qadar dan qadha, untuk menyatakan pengertian keputusan Allah itu. Kata yang pertama berarti  merencanakan atau menentukan, sedang kata yang disebut terakhir berarti memutuskan.  Bila suatu pola atau rencana hanya dipikirkan untuk dilaksanakan  maka rencana itu disebut qadar, dan bila telah diputuskan oleh Allah bahwa rencana itu harus dilaksanakan, rencana itu disebut qadha. Kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tanpa ayah  merupakan qadha (keputusan) Allah Swt..

Rahasia-rahasia Ilahi yang Masih Misterius

  Betapa   Maryam binti Maryam bisa mengandung Isa a.s. tanpa adanya hubungan dengan suami, merupakan salah satu dari rahasia-rahasia Ilahi yang pada masa ini dapat dianggap ada di luar jangkauan kemampuan akal manusia untuk menyelaminya. Hal ini dapat dipandang sebagai di atas hukum alam yang lazim kita kenal.
  Tetapi ilmu manusia  bagaimana pun tingginya  tetap terbatas. Ia tidak mampu memahami semua rahasia Ilahi. Di alam raya terdapat rahasia-rahasia yang sampai kini manusia belum berhasil memecahkannya, boleh jadi selama-lamanya ia tidak akan dapat memecahkannya. Di antaranya  adalah kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tanpa ayah.
  Cara bekerja Allah Swt. tidak dapat diteliti, dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dia yang dapat menciptakan seluruh alam dengan kata kun (jadilah), pasti dapat mendatangkan perubahan-perubahan demikian dalam suatu benda, sehingga rahasia yang nampaknya tidak terpecahkan itu akhirnya dapat dipecahkan juga. Lagi pula ilmu kedokteran tidak mutlak menolak kemungkinan, — dilihat melulu dari segi biologi dan dalam keadaan-keadaan tertentu — adanya gejala alami Parthenogenesis (pembuahan sepihak), atau kelahiran seorang anak dari seorang perempuan  tanpa adanya hubungan dengan seorang pria.

 Tumor “Arrhenoblastoma"

    Ahli-ahli kedokteran menarik perhatian kepada kemungkinan ini, sebagai akibat dari jenis tumor-tumor tertentu yang kadangkala terdapat pada pinggul atau bagian bawah perempuan. Tumor-tumor  yang   dikenal sebagai “arrhenoblastoma" ini mempunyai kesanggupan menjadikan   sel-sel sperma jantan. Bila sel-sel sperma-jantan yang hidup diproduksi dalam badan perempuan oleh “arrhenoblastoma” maka kemungkinan pembuahan pada diri seorang perempuan tanpa perantaraan laki-laki tidak dapat ditolak,  yaitu bahwa badannya sendiri akan mendatangkan akibat yang sama seperti seolah-olah sel-sel sperma dari badan laki-laki dipindahkan kepada badannya dengan jalan biasa, atau dengan pertolongan seorang dokter.
   Baru-baru ini sekelompok ahli penyakit kandungan di Eropa telah menerbitkan data untuk membuktikan kejadian-kejadian ibu-ibu melahirkan bayi tanpa adanya hubungan dengan orang laki-laki (Lancet). Barangkali kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam  a.s. tidak merupakan kejadian unik sama sekali dalam hal beliau dilahirkan tanpa perantaraan seorang ayah. Kejadian-kejadian telah tercatat adanya anak­-anak Yang lahir tanpa adanya unsur ayah (Encyclopaedia  Britannica. pada kata "Virgin Birth" dan "Anomalies and Curiosities of Medicine", diterbitkan oleh W. Sanders & Co., London).
   Jika kita menolak semua kemungkinan ini maka kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. harus dianggap, na’ūdzubillāh, tidak sah. Orang-orang Kristen maupun orang-orang Yahudi sama-sama sepakat bahwa kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam  a.s. adalah sesuatu di luar kebiasaan — orang-orang Kristen menganggapnya supernatural (kesaktian), sedang orang-orang Yahudi menganggapnya kelahiran zadah (Jewish Encyclopaedia). Bahkan di dalam  catatan keluarga pun kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam  a.s. dicatat sebagai kelahiran zadah (Talmud).
   Kenyataan ini saja merupakan bukti yang kuat mengenai kelahiran luar biasa Nabi Isa ibu Maryam a.s. itu. Menurut Injil, Yusuf. suami   Maryam binti Maryam, tidak pernah hidup sebagai suami-istri dengan beliau sebelum Nabi Isa ibu Maryam a.s. lahir (Matius 1:25). Maka kata "Maryam mengandungnya" mengisyaratkan kehamilan   Maryam binti  ‘Imran dengan cara yang luar biasa tanpa adanya hubungan dengan seorang laki-laki.

(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 29 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma


Tidak ada komentar:

Posting Komentar