بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 52
Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah
Sebagai Tanda Saat
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan tentang mimpi Maryam binti ‘Imran bertemu dengan
malaikat yang menyerupai seorang laki-laki sempurna, firman-Nya:
وَ اذۡکُرۡ فِی الۡکِتٰبِ مَرۡیَمَ ۘ اِذِ انۡتَبَذَتۡ مِنۡ اَہۡلِہَا
مَکَانًا شَرۡقِیًّا ﴿ۙ﴾ فَاتَّخَذَتۡ مِنۡ دُوۡنِہِمۡ حِجَابًا ۪۟ فَاَرۡسَلۡنَاۤ اِلَیۡہَا رُوۡحَنَا
فَتَمَثَّلَ لَہَا بَشَرًا سَوِیًّا ﴿ ﴾ قَالَتۡ اِنِّیۡۤ
اَعُوۡذُ بِالرَّحۡمٰنِ مِنۡکَ اِنۡ کُنۡتَ تَقِیًّا ﴿ ﴾
Dan ceriterakanlah di dalam Kitab itu tentang Maryam, ketika ia
mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia
membuat di antara mereka tabir, lalu Kami mengutus kepadanya malaikat Kami lalu ia menampak kepadanya seperti manusia sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindung kepada Yang Maha
Pemurah dari engkau, jika engkau
bertakwa. (Maryam [19]:17-19).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ
اِنَّمَاۤ اَنَا رَسُوۡلُ رَبِّکِ
٭ۖ لِاَہَبَ لَکِ غُلٰمًا زَکِیًّا ﴿ ﴾ قَالَتۡ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ غُلٰمٌ وَّ لَمۡ
یَمۡسَسۡنِیۡ بَشَرٌ وَّ
لَمۡ اَکُ بَغِیًّا ﴿ ﴾
قَالَ کَذٰلِکِ ۚ قَالَ رَبُّکِ
ہُوَ عَلَیَّ ہَیِّنٌ ۚ وَ لِنَجۡعَلَہٗۤ
اٰیَۃً لِّلنَّاسِ وَ
رَحۡمَۃً مِّنَّا ۚ وَ کَانَ اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا ﴿ ﴾ فَحَمَلَتۡہُ
فَانۡتَبَذَتۡ بِہٖ مَکَانًا قَصِیًّا ﴿ ﴾
Ia, malaikat, menjawab:
"Sesungguhnya aku utusan dari Tuhan engkau supaya aku memberikan kabar gembira kepada
engkau mengenai seorang anak laki-laki suci." Ia, Maryam, berkata: ”Bagaimanakah akan menjadikan
seorang anak laki-laki bagiku, padahal tidak
ada seorang manusia menyentuhku, dan aku
tidak berzina.” Ia,
malaikat, berkata: "Demikianlah, Tuhan engkau berfirman: "Itu mudah bagi-Ku, dan supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi
manusia serta suatu
rahmat dari Kami, dan hal itu adalah perkara
yang telah diputuskan.” Maka Maryam
mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri bersamanya ke suatu tempat yang jauh. (Maryam [19]:20-23).
Berbagai Perasaan Dalam Keadaan Mimpi
Kata
"utusan" (rasul) menunjukkan
bahwa malaikat itu hanya pengemban amanat
Tuhan, dan bahwa beliau tidak datang untuk memberi Maryam binti ‘Imran seorang anak melainkan hanya membawa kabar gembira mengenai kelahiran seorang anak. Siapa yang tidak
mengetahui bahwa Allah-lah yang mengaruniakan anak dan bukan malaikat? Tugas
seorang malaikat hanya terbatas pada penyampaian
kehendak dan keputusan Tuhan
saja.
Peristiwa yang disinggung dalam ayat ini dan
ayat-ayat sebelumnya terjadi dalam suatu kasyaf, dan dalam kasyaf
atau mimpi orang dapat mengalami aneka-ragam perasaan pada saat-saat yang
berlainan. Kadangkala perasaan dan bicaranya dalam mimpi itu dikuasai dan
berada di bawah pengaruh mimpi, sedang pada waktu lain tidak demikian
keadaannya, dan ia mempunyai perasaan dan berbicara seperti ia akan merasa dan
berbicara dalam keadaan bangun.
Contohnya, jika
dalam mimpi seorang bergirang hati atas wafat anaknya maka perasaannya akan
dianggap sebagai berada di bawah pengaruh suasana mimpi, sebab dalam keadaan
bangun tidak seorang pun manusia yang
waras akan bergirang hati atas kematian anaknya.
Jadi, jika
kata-kata yang diucapkan oleh Maryam
binti ‘Imran ketika beliau melihat malaikat dalam kasyaf itu ada di bawah pengaruh kasyaf (mimpi), maka kata-kata
itu akan mengandung arti bahwa ketika kabar gembira itu disampaikan kepada
beliau, saat itu beliau menjadi heran bercampur gembira, apakah benar Allah
Swt. akan memperlihatkan mukjizat semacam itu dengan
menganugerahi beliau seorang anak padahal beliau seorang gadis.
Tetapi jika
kata-kata yang diucapkan kepada beliau ketika disampaikan kabar gembira mengenal lahirnya seorang anak itu dianggap
pernyataan wajar dari beliau, maka kata-kata itu akan menunjukkan bahwa beliau
sama sekali kehilangan akal dan dicekam rasa takut demi terpikir bahwa beliau
akan melahirkan seorang anak, padahal beliau seorang gadis.
Dalam
keadaan pertama, keheranan beliau itu timbul dari rasa sangat senang atas karunia
besar yang Allah Swt. akan
anugerahkan kepada beliau. Dan dalam keadaan kedua, keheranan itu menunjukkan
cetusan rasa kebingungan beliau, dan
menggambarkan ketakutan yang
menguasai jiwa beliau pada saat itu.
Sedang kata-kata “padahal tidak ada seorang manusia menyentuhku” menunjukkan, bahwa
beliau akan melahirkan seorang anak
tanpa menaiki jenjang pernikahan yang
resmi, jika tidak demikian, sangkalan bahwa beliau tidak pernah mengenal
seorang laki-laki dalam keadaan sebagai suami
beliau tidak ada artinya, dan kata-kata “dan aku tidak berzina” mengisyaratkan kepada sangkalan adanya
beliau mengenal seorang laki-laki di luar pernikahan.
Dalam
jawabannya kepada malaikat rupanya beliau memikirkan sumpah beliau akan tetap
mendara, yang meniadakan segala kemungkinan memperoleh keturunan. Seandainya
beliau mengira, bahwa janji yang
diberikan dalam ayat terdahulu menunjuk kepada kelahiran seorang anak
sebagai hasil hubungan suami-istri padasuatu waktu yang akan datang — seperti
dianggap oleh beberapa ahli tafsir Al-Quran — kemudian tidak ada alasan bagi
beliau untuk menyatakan keheranan apa pun.
Makna “Tanda” Bagi Umat Manusia
Ungkapan
“supaya Kami menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia” berarti kelahiran
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah yang sungguh merupakan suatu Tanda besar bagi Bani Israil, hal itu mengisyaratkan bakal terjadi perpindahan kenabian dari keturunan (Bani) Israil kepada keturunan (Bani) Isma’il, dan merupakan peringatan kepada Bani Israil bahwa ruhani mereka telah begitu rusak, dan akhlak mereka telah begitu mundur, sehingga tidak ada seorang laki-laki di antara mereka yang layak menjadi ayah seorang nabi Allah.
Dalam artian
ini pula Nabi Isa ibnu Maryam a.s.
telah disebut sebagai "suatu Tanda bagi Saat" (as-Sā’ah) dalam
Al-Quran (QS.43:62), ialah Tanda
mengenai saat ketika kenabian
harus dipindahkan dari Bani Israil kepada Bani Isma’il, firman-Nya:
وَ اِنَّہٗ
لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ
ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Tetapi
sesungguhnya ia benar-benar pengetahuan
mengenai Saat, maka janganlah ragu-ragu mengenainya dan ikutilah aku, inilah jalan lurus. (Al-Zukhruf [43]:62).
"Saat" dapat
menyatakan waktu berakhirnya syariat
Nabi Musa a.s. dan kata pengganti hu dalam innahu dapat
mengisyaratkan kepada Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. a.s. atau kepada Al-Quran,
dan ayat ini dapat berarti bahwa sesudah
Nabi Isa ibnu Maryam a.s. kaum Bani Israil akan kehilangan karunia kenabian,
atau bahwa syariat lain —ialah syarat
Al-Quran— akan menggantikan syariat
Nabi Musa a.s..
Bahwa kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah -- seorang laki-laki
dari kalangan Bani Israil – merupakan
as-Sā’ah (Tanda saat) sebenarnya tanda-tanda bahwa nikmat kenabian akan dipindahkan
dari Bani Israil kepada Bani Isma’il
nampak dari beberapa kenyataan
berikut ini:
(1)
Nabi Zakaria
a.s. terus menerus berdoa kepada Allah Swt. agar mendapat keturunan yang akan menjadi pewaris
beliau dan pewaris keluarga leluhur
beliau, Nabi Ya’qub (QS.20:4-7). Ucapan Nabi Ya’qub a.s. mengenai keadaan diri
beliau yang telah tua-renta dan
keadaan istri beliau yang mandul
pada hakikatnya menggambarkan keadaan kaum beliau yang keadaan akhlak dan ruhaninya semakin lemah
dan memburuk, sehingga tidak mampu
melahirkan generasi penerus yang
memiliki akhlak dan ruhani yang baik.
(2)
Istri ‘Imran
atau ibunda Maryam binti ‘Imran telah menazarkan
bayi yang ada dalam kandungannya untuk
diwakafkan sebagai pengabdi
di rumah peribadatan, karena itu ia sangat mengharapkan bayi yang akan dilahirkannya adalah seorang bayi laki-laki, tetapi Allah Swt. menentukan lain, yakni bayi dilahirkannya
ternyata seorang bayi perempuan
(QS.3:36-38). Dalam peristiwa ini pun terkandung isyarat bahwa tidak ada lagi
seorang laki-laki dari Bani Israil yang
memikirkan keadaan akhlak dan ruhani kaumnya, justru yang tampil
adalah seorang perempuan, yakni istri ‘Imran.
(3)
Hamilnya
Maryam binti ‘Imran tanpa perantaraan “pembuahan” seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil, melainkan dirinya
sendiri yang merangkap sebagai ibu
dan ayah bayi yang dilahirkannya – yang diberi nama Isa ibnu (anak) Maryam – melalui “peniupan
ruh-Nya”, memperkuat kenyataan bahwa
di kalangan Bani Israil telah kehilangan
“bibit laki-laki yang unggul.”
Itulah berapa hikmah yang terkandung dalam kalimat “Kami
menjadikan dia suatu Tanda bagi manusia serta suatu rahmat dari Kami”
(QS.19:23). Ada pun ungkapan “perkara yang telah diputuskan” berarti
bahwa Allah Swt. telah menakdirkan seorang anak tanpa ayah akan dilahirkan Maryam
binti ‘Imran, dan keputusan ini tidak
dapat dicabut kembali.
Al-Quran telah mempergunakan dua buah perkataan yaitu qadar dan qadha,
untuk menyatakan pengertian keputusan Allah
itu. Kata yang pertama berarti merencanakan atau menentukan, sedang kata yang disebut terakhir berarti memutuskan. Bila suatu pola
atau rencana hanya dipikirkan untuk dilaksanakan maka rencana itu disebut qadar, dan
bila telah diputuskan oleh Allah
bahwa rencana itu harus dilaksanakan, rencana itu disebut qadha.
Kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tanpa
ayah merupakan qadha
(keputusan) Allah Swt..
Rahasia-rahasia Ilahi yang Masih Misterius
Betapa Maryam binti
Maryam bisa mengandung Isa a.s. tanpa adanya hubungan dengan suami, merupakan
salah satu dari rahasia-rahasia Ilahi
yang pada masa ini dapat dianggap ada di luar jangkauan kemampuan akal manusia
untuk menyelaminya. Hal ini dapat dipandang sebagai di atas hukum alam yang
lazim kita kenal.
Tetapi
ilmu manusia bagaimana pun
tingginya tetap terbatas. Ia tidak mampu
memahami semua rahasia Ilahi. Di alam raya terdapat rahasia-rahasia yang sampai
kini manusia belum berhasil memecahkannya, boleh jadi selama-lamanya ia tidak akan
dapat memecahkannya. Di antaranya adalah
kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tanpa ayah.
Cara bekerja Allah Swt. tidak dapat diteliti,
dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dia yang dapat menciptakan seluruh alam
dengan kata kun (jadilah), pasti dapat mendatangkan perubahan-perubahan
demikian dalam suatu benda, sehingga rahasia yang nampaknya tidak terpecahkan
itu akhirnya dapat dipecahkan juga. Lagi pula ilmu kedokteran tidak mutlak
menolak kemungkinan, — dilihat melulu dari segi biologi dan dalam
keadaan-keadaan tertentu — adanya gejala alami Parthenogenesis (pembuahan sepihak), atau kelahiran seorang anak dari seorang perempuan tanpa
adanya hubungan dengan seorang pria.
Tumor “Arrhenoblastoma"
Ahli-ahli
kedokteran menarik perhatian kepada kemungkinan ini, sebagai akibat dari jenis tumor-tumor tertentu yang kadangkala
terdapat pada pinggul atau bagian bawah perempuan. Tumor-tumor yang
dikenal sebagai “arrhenoblastoma"
ini mempunyai kesanggupan menjadikan sel-sel sperma jantan. Bila sel-sel
sperma-jantan yang hidup diproduksi dalam badan perempuan oleh “arrhenoblastoma” maka kemungkinan pembuahan pada diri seorang perempuan
tanpa perantaraan laki-laki tidak
dapat ditolak, yaitu bahwa badannya
sendiri akan mendatangkan akibat yang
sama seperti seolah-olah sel-sel
sperma dari badan laki-laki dipindahkan kepada badannya dengan jalan biasa,
atau dengan pertolongan seorang dokter.
Baru-baru ini sekelompok ahli penyakit
kandungan di Eropa telah menerbitkan data untuk membuktikan kejadian-kejadian
ibu-ibu melahirkan bayi tanpa adanya hubungan dengan orang laki-laki (Lancet). Barangkali kelahiran
Nabi Isa ibnu Maryam a.s. tidak merupakan kejadian unik sama
sekali dalam hal beliau dilahirkan tanpa
perantaraan seorang ayah. Kejadian-kejadian telah tercatat adanya anak-anak
Yang lahir tanpa adanya unsur ayah (Encyclopaedia
Britannica. pada kata
"Virgin Birth" dan "Anomalies and Curiosities of Medicine",
diterbitkan oleh W. Sanders & Co., London).
Jika kita menolak semua kemungkinan ini maka kelahiran
Nabi Isa ibnu Maryam a.s. harus dianggap, na’ūdzubillāh, tidak sah.
Orang-orang Kristen maupun orang-orang Yahudi sama-sama sepakat bahwa kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. adalah sesuatu di luar kebiasaan — orang-orang Kristen
menganggapnya supernatural (kesaktian),
sedang orang-orang Yahudi
menganggapnya kelahiran zadah (Jewish Encyclopaedia). Bahkan
di dalam catatan keluarga pun kelahiran Nabi
Isa ibnu Maryam a.s. dicatat sebagai kelahiran zadah (Talmud).
Kenyataan ini saja merupakan bukti yang kuat
mengenai kelahiran luar biasa Nabi Isa
ibu Maryam a.s. itu. Menurut Injil, Yusuf. suami Maryam
binti Maryam, tidak pernah hidup sebagai suami-istri
dengan beliau sebelum Nabi Isa ibu Maryam a.s. lahir (Matius 1:25). Maka kata "Maryam mengandungnya" mengisyaratkan kehamilan Maryam binti
‘Imran dengan cara yang luar biasa
tanpa adanya hubungan dengan seorang
laki-laki.
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 29 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar