بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 42
Misal (Perumpamaan) Orang-orang Beriman
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam Bab 41
telah dikemukakan masalah “pasangan” yang dikemukakan Allah Swt.
dalam firman-Nya:
سُبۡحٰنَ
الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ
اَنۡفُسِہِمۡ وَ مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ
﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan
dari diri mere-a sendiri, mau
pun dari apa yang tidak mereka ketahui.
(Yā Sīn [36]:36).
Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan (jodoh-jodoh) terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam nabati, dan malahan dalam zat anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan
sendirinya. Unsur-unsur itu pun
bergantung pada zat-zat lain untuk dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah tersebut berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur
samawi yakni wahyu Ilahi turun,
manusia tidak dapat memperoleh ilmu
sejati yang lahir dari perpaduan wahyu
Ilahi dan kecerdasan otak
manusia.
Sunnatullah
tersebut berlaku juga dalam dunia keruhanian, yakni sebagaimana di alam
jasamani, laki-laki dan perempuan
merupakan pasangan -- yang membuat manusia dapat berkembang biak melalui percampuran
keduanya -- demikian pula halnya di alam keruhanian pun ada orang-orang yang berkedudukan sebagai “laki-laki” dan ada juga yang
berkedudukan sebagai “perempuan.”
Orang-orang yang secara ruhani berkedudukan sebagai “laki-laki” (suami) adalah para rasul Allah , sedangkan kaum-kaum
dari para rasul Allah berkedudukan
sebagai “perempuan” (istri).
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman Allah Swt. berikut ini
mengenai misal (perumpamaan) orang-orang
kafir dan misal (perumpamaan) orang-orang beriman, firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ
عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ
شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ
مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan istri Nuh dan istri
Luth sebagai misal bagi orang-orang
kafir. Keduanya di bawah dua hamba
dari hamba-hamba Kami yang shalih,
tetapi kedua istrinya berbuat khianat kepada kedua
suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan
dikatakan kepada mereka: “Masuklah
kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (Al-Tahrīm
[66]:11).
“Bayi” dan
“Darah Kotor”
Dalam ayat
tersebut orang-orang kafir diumpamakan seperti istri Nabi Nuh a.s. dan istri
Nabi Luth a.s. dimana kedua orang perempuan
tersebut tidak beriman kepada kedudukan mulia kedua suaminya sebagai rasul Allah. Kedua istri
yang durhaka tersebut malah bergabung dengan kaum Nabi Nuh a.s. dan kaum Nabi Luth a.s. yang mendustakan dan menentang kedua rasul Allah
tersebut.
Perumpamaan orang-orang
kafir tersebut untuk menunjukkan bahwa persahabatan
dengan orang bertakwa -- bahkan rasul
Allah sekalipun -- tidak berfaedah
bagi orang yang mempunyai kecenderungan
buruk menolak kebenaran. Akibatnya, kedua istri
durhaka tersebut bernasib sama dengan nasib
buruk kaum Nabi Nuh a.s. dan kaum Nabi
Luth a.s., yakni di dunia mereka diazab oleh Allah Swt. dan di akhirat mereka menjadi penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
وَّ قِیۡلَ
ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
“Dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk!”
(Al-Tahrīm
[66]:11).
Al-Quran
menerangkan bahwa rahim jasmani kedua istri durhaka rasul Allah tersebut memang telah “dibuahi” secara
baik oleh suami mereka yang suci sehingga
dari rahim jasmani kedua
perempuan tersebut lahir anak-anak jasmani. Tetapi dari segi
ruhani rahim keduanya -- yakni hati
mereka -- menolak untuk “dibuahi” oleh ajaran-ajaran suci kedua suami
mereka, sehingga akibatnya yang keluar (dilahirkan) dari “rahim ruhani” (hati) kedua istri durhaka tersebut sama dengan yang dilahirkan oleh “rahim ruhani” (hati) kaum Nabi Nuh a.s.
dan Nabi Luth a.s., bukannya “bayi yang mungil dan hidup” melainkan “darah kotor” (darah haid).
Oleh karena itu tidak mengherankan akhlak dan ruhani kaum-kaum yang mendustakan
dan menentang para rasul Allah semakin rusak
dan kotor, bagaikan keadaan “darah haid” yang keluar dari “rahim perempuan” yang tidak
mendapat atau yang menolak “pembuahan”
yang baik dari suaminya, dalam hal
ini adalah rasul Allah. Akibat dari kaum
yang kafir kepada para rasul Allah seperti -- yakni “suami ruhani” mereka -- itu
sama buruknya dengan nasib kedua istri durhaka dari Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., firman-Nya:
وَّ قِیۡلَ
ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
“Dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk!”
(Al-Tahrīm
[66]:11).
Misal “Orang-orang yang Beriman”
Sebaliknya, orang-orang dari kaum-kaum para rasul
Allah yang beriman kepada rasul Allah yang diutus kepada
mereka keadaan mereka dimisalkan oleh Allah SWt. seperti “istri yang saleh” dari Fir’aun,
firman-Nya:
وَ ضَرَبَ اللّٰہُ
مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai misal bagi orang-orang beriman, ketika
ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah
bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah
aku dari kaum yang zalim, (Al-Tahrīm [66]:12).
Perumpamaan tersebut mengandung berbagai makna yang dalam, (1) sebagaimana istri Fir’aun telah beriman
kepada Nabi Musa a.s. -- bertentangan
dengan keadaan suaminya (Fir’aun) yang sangat menentang Nabi Musa a.s. – sehingga akibatnya istri Fir’aun yang sebelumnya hidup
dalam berbagai kemewahan kehidupan duniawi di istana kerajaan
Mesir milik Fir’aun, ia kemudian
mengalami berbagai bentuk kezaliman
dari suaminya (Fir’aun) dan kaumnya.
Namun karena keimanannya kepada Nabi Musa a.s.
merupakan pilihan hatinya,
karena itu istri Fir’aun tetap bersabar
menghadapi berbagai ujian keimanan
yang dideritanya dari Fir’aun dan kaumnya yang zalim. Ia berdoa:
رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ
بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ
نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
“Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga,
dan selamatkanlah aku dari Fir’aun
dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,
(Al-Tahrīm
[66]:12).
Demikian pula keadaan yang terjadi pada
orang-orang yang beriman kepada rasul Allah, mereka pun akan menderita berbagai ujian di jalan Allah akibat kezaliman
para pemuka kaumnya yang kafir – yang
dari segi duniawi kedudukan para
pemuka (pemimpin) kaum pun merupakan
“suami” bagi kaumnya, namun mereka merupakan
“suami yang buruk” bagaikan Fir’aun.
Orang-orang yang beriman beriman kepada
rasul Allah pun bersikap terpuji seperti istri
Fir’aun, yakni mereka memilih hidup menderita di jalan Allah
sehingga mereka memilih hijrah
meninggalkan apa pun dan siapa pun yang mereka cintai sebelumnya. Contoh yang paling
baik adalah hijrah yang dilakukan
oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad
saw. dari Makkah ke Madinah, firman-Nya:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ
مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ
لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ
اِخۡوَانَہُمۡ اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ
ؕ اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ
الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ
مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ
حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ
ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak
akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan
beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka
mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka itu bapak-bapak
mereka atau anak-anak mereka
atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia
telah menanamkan iman dan Dia
telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam
kebun-kebun yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Allah
ridha kepada mereka dan me-reka
ridha kepada-Nya. Itulah golongan
Allah (Hizbullah). Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah (Hizbullah) itulah orang-orang
yang berhasil. (Al-Mujādilah [58]:23). Liht pula QS.5:55-57.
Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki
Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh
di antara orang-orang beriman dengan
orang-orang kafir, sebab cita-cita,
pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain, dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan
yang sungguh-sungguh erat menjadi
tidak ada, maka orang-orang beriman diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra
dengan orang-orang kafir (QS.3:29
& 119; QS.4:145-146; QS.5:52-54; QS.60-10).
Ikatan agama (keimanan) mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya
merupakan seruan umum. Tetapi secara
khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang
kafir yang ada dalam berperang dengan
kaum Muslim.
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 24 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar