Minggu, 12 Agustus 2012

Misal (Perumpamaan) Orang-orang Beriman



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 42


 Misal (Perumpamaan) Orang-orang Beriman 
 
                                                                                
Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam  Bab 41   telah dikemukakan   masalah “pasangan” yang dikemukakan Allah Swt. dalam firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ  مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan  baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan  dari diri mere-a sendiri, mau pun  dari apa yang  tidak mereka ketahui.  (Yā Sīn [36]:36).
        Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan (jodoh-jodoh) terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam nabati, dan malahan dalam zat anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan sendirinya. Unsur-unsur itu pun bergantung pada zat-zat lain untuk dapat mengambil wujud.   Kebenaran ilmiah tersebut berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi yakni wahyu Ilahi turun, manusia tidak dapat memperoleh ilmu sejati yang lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak manusia.
       Sunnatullah tersebut berlaku juga dalam  dunia keruhanian, yakni sebagaimana di alam jasamani,  laki-laki dan perempuan merupakan pasangan -- yang membuat manusia dapat berkembang biak melalui percampuran keduanya --  demikian pula halnya di alam keruhanian pun ada orang-orang yang berkedudukan sebagai “laki-laki” dan ada juga yang berkedudukan sebagai “perempuan.
      Orang-orang yang secara ruhani berkedudukan sebagai “laki-laki” (suami) adalah para rasul Allah , sedangkan  kaum-kaum dari para rasul Allah berkedudukan sebagai “perempuan” (istri). Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman Allah Swt. berikut ini mengenai  misal  (perumpamaan)  orang-orang kafir dan misal (perumpamaan) orang-orang beriman, firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang shalih, tetapi kedua istrinya berbuat khianat  kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (Al-Tahrīm [66]:11).

“Bayi” dan “Darah Kotor”

    Dalam ayat  tersebut  orang-orang kafir diumpamakan seperti istri Nabi Nuh a.s. dan istri Nabi Luth a.s.  dimana kedua orang  perempuan tersebut tidak beriman kepada kedudukan mulia kedua suaminya sebagai rasul Allah. Kedua istri yang durhaka tersebut malah bergabung dengan kaum  Nabi Nuh a.s. dan kaum Nabi Luth a.s. yang mendustakan dan menentang kedua rasul Allah tersebut.
   Perumpamaan  orang-orang kafir tersebut untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa -- bahkan   rasul Allah  sekalipun -- tidak berfaedah bagi orang yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran.  Akibatnya, kedua  istri durhaka tersebut bernasib sama dengan nasib buruk  kaum Nabi Nuh a.s. dan kaum Nabi Luth a.s., yakni di dunia  mereka diazab oleh Allah Swt. dan di akhirat mereka  menjadi penghuni neraka jahannam, firman-Nya:
وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
“Dan dikatakan  kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk!” (Al-Tahrīm [66]:11).
       Al-Quran menerangkan bahwa rahim  jasmani kedua istri durhaka rasul Allah tersebut memang telah “dibuahi” secara baik oleh suami mereka yang suci sehingga  dari rahim jasmani kedua perempuan tersebut lahir anak-anak jasmani. Tetapi dari segi ruhani rahim keduanya  -- yakni hati mereka -- menolak  untuk  “dibuahi” oleh ajaran-ajaran suci kedua suami mereka, sehingga akibatnya  yang keluar (dilahirkan) dari  “rahim ruhani” (hati) kedua istri durhaka tersebut sama  dengan yang dilahirkan oleh “rahim ruhani” (hati) kaum Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.,  bukannya “bayi yang mungil dan hidup” melainkan “darah kotor” (darah haid).
       Oleh karena itu tidak mengherankan akhlak dan ruhani kaum-kaum yang mendustakan dan menentang para rasul Allah  semakin rusak dan kotor, bagaikan keadaan “darah haid” yang keluar dari “rahim perempuan” yang tidak mendapat  atau yang menolak  pembuahan” yang baik dari suaminya, dalam hal ini adalah rasul Allah. Akibat   dari kaum yang kafir  kepada para rasul Allah seperti  -- yakni “suami ruhani” mereka -- itu sama  buruknya  dengan nasib kedua istri durhaka dari Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., firman-Nya:
وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
 “Dan dikatakan  kepada mereka: “Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk!” (Al-Tahrīm [66]:11).

Misal “Orang-orang yang Beriman”

       Sebaliknya, orang-orang dari kaum-kaum  para rasul Allah yang beriman kepada rasul Allah yang diutus kepada mereka  keadaan mereka dimisalkan oleh Allah SWt. seperti  “istri yang saleh” dari Fir’aun, firman-Nya: 
وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman, ketika ia berkata: “Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, (Al-Tahrīm [66]:12).
   Perumpamaan tersebut  mengandung berbagai makna yang dalam, (1) sebagaimana istri Fir’aun telah beriman kepada Nabi Musa a.s. --  bertentangan dengan keadaan  suaminya (Fir’aun) yang sangat menentang Nabi Musa  a.s. – sehingga akibatnya istri Fir’aun yang sebelumnya hidup dalam berbagai kemewahan kehidupan duniawi di istana kerajaan Mesir milik Fir’aun, ia kemudian mengalami berbagai bentuk kezaliman dari suaminya (Fir’aun) dan kaumnya.
      Namun karena keimanannya kepada Nabi Musa a.s.  merupakan pilihan hatinya, karena itu  istri Fir’aun tetap bersabar menghadapi berbagai ujian keimanan yang dideritanya dari Fir’aun dan kaumnya yang zalim. Ia berdoa:
     رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Hai Tuhan, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim, (Al-Tahrīm [66]:12).
        Demikian pula keadaan yang terjadi pada orang-orang yang beriman kepada rasul Allah, mereka pun akan menderita berbagai ujian di jalan Allah akibat kezaliman para pemuka kaumnya yang kafir – yang dari segi duniawi kedudukan para pemuka (pemimpin) kaum  pun merupakan “suami” bagi kaumnya, namun  mereka merupakan “suami yang buruk” bagaikan Fir’aun.
      Orang-orang yang beriman beriman kepada rasul Allah pun bersikap terpuji seperti istri Fir’aun, yakni mereka  memilih hidup menderita di jalan Allah sehingga mereka memilih hijrah meninggalkan apa pun dan siapa pun yang mereka cintai sebelumnya. Contoh yang paling baik adalah hijrah yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.  dari Makkah ke Madinah, firman-Nya:
 لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir  tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,  walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  Allah ridha kepada mereka dan me-reka ridha kepada-Nya. Itulah golongan Allah (Hizbullah). Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah (Hizbullah) itulah orang-orang yang berhasil. (Al-Mujādilah [58]:23). Liht pula QS.5:55-57.

Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki

        Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir, sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain, dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka orang-orang beriman  diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir (QS.3:29 & 119; QS.4:145-146; QS.5:52-54; QS.60-10).
       Ikatan agama (keimanan) mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim.


(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 24 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma



Tidak ada komentar:

Posting Komentar