بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 46
Pendusta Kenabian Pasti Dibinasakan Allah Swt.
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam Bab
sebelumnya telah dikemukakan pemindahan nikmat
kenabian dari Bani Israil kepada Bani Isma’il (bangsa Arab) melalui
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
atau Nabi yang seperti Musa atau “Dia yang datang dalam nama Tuhan”:
“Yesusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh
nabi-nabi dan melempari dengan batu
orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di
bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku
berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu
tidak akan melihat Aku lagi, hingga
kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang
datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
Ada pun yang dimaksud dengan kalimat “Lihatlah rumahmu ini akan
ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata
kepadamu: “Mulai sekarang kamu tidak akan melihat
Aku lagi”, Allah Swt.
-- sebagaimana janji-Nya kepada Nabi
Ibrahim a.s. akan menjadikan beliau imam
bagi umat manusia (QS.2:125) dan juga mengenai “4 burung” Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261) – lalu Allah Swt. mencabut
nikmat kenabian dari Bani Israil dan
menganugerahkannya kepada Bani Isma’il
(bangsa Arab) sebagaimana nubuatan dalam Kitab
Ulangan 18:15-19.
Penolakan Bangsa Arab (Bani Isma’il) Terhadap
Nabi Besar Muhammad Saw.
Jadi, yang dimaksud
dengan kalimat berikutnya: “hingga kamu
berkata: “Diberkatilah Dia yang datang
dalam nama Tuhan!” maksudnya adalah pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
di kalangan Bani Isma’il (bangsa
Arab), atau “nabi yang seperti Musa“ (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) atau “Roh Kebenaran” (Wahyu 16:12-13) yang
dalam Al-Quran seluruh Surahnya dimulai
dengan wahyu Ilahi yang berbunyi “Bismillāhirrahmānirahīm” yang
artinya “Dengan nama Allah, maha Pemurah,
Maha Penyayang” hal tersebut sesuai
dengan kalimat “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”
Bagaimana kenyataan yang terjadi, ketika Nabi Besar Muhammad saw. -- yang edatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat
beragama, terutama kaum Yahudi dan Nasrani -- apakah beliau
saw. diterima dan disambut dengan penuh kegembiraan oleh kaum
beliau a.s., khususnya di Makkah?
Jawabannya: Tidak! Nabi Besar Muhammad
saw. pun sebagaimana halnya para rasul Allah yang diutus sebelumnya
kepada kaum mereka masing-masing tetap didustakan
dan ditentang keras oleh bangsa Arab,
sebagaimana telah dikemukakan dalam ayat Surah Yā Sīn sebelum ini, firman-Nya:
یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ
مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿ ﴾ اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ اَنَّہُمۡ
اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ ﴾ وَ اِنۡ کُلٌّ لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪ ﴾
Wahai sangat disesalkan atas hamba-hamba itu,
sekali-kali tidak pernah datang kepada mereka seorang
rasul melainkan mereka senantiasa
mencemoohkannya. Apakah mereka tidak melihat berapa banyak
keturunan yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwasanya mereka
itu tidak kembali lagi kepada mereka? Dan setiap mereka semua niscaya akan dihadirkan kepada Kami.( Yā Sīn [36]:31-33).
Dengan
demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini mengenai tuntutan
yang bukan-bukan dari para penentang
Nabi Besar Muhammad saw. yang berasal dari kalangan kaum beliau saw. sendiri:
وَ اِذَا تُتۡلٰی
عَلَیۡہِمۡ اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ
الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ ہٰذَاۤ
اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ عَظِیۡمٍ
﴿ ﴾
قُلۡ
لَّوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ
فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ ؕ
اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami
berkata: ”Datangkanlah
yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.” Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya
dari pihak diriku, Aku tidak lain hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku,
sesungguhnya aku takut pada azab Hari
yang besar jika aku mendurhakai Tuhan-ku.” Katakanlah: “Seandainya Allah
menghendaki, aku sama sekali tidak akan
membacakannya kepada kamu dan tidak
pula Dia akan memberitahukan mengenainya kepadamu. Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersamamu
dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta
terhadap Allah atau mendustakan
Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak
akan berhasil.” (Yunus [12]:16-18).
“Hati Mereka Serupa”
Pada hakikatnya apa yang dikemukakan
oleh firman Allah Swt. tersebut
merupakan bantahan-bantahan yang diwarisankan
oleh kaum-kaum purbakala sebelumnya,
termasuk para pemuka agama Yahudi
dan Kristen, firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ
اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ
مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾ اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ
قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah
sekali-kali tidak pernah datang
kepada orang-orang sebelum mereka seorang
rasul melainkan mereka berkata: “Dia
tukang sihir, atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai
itu? Tidak, bahkan mereka itu semua
kaum pendurhaka (Al- Dzāriyāt [51]:53-54).
Mengenai tuduhan-tuduhan dusta serta
berbagai fitnah seperti itu lihat pula QS.15:7; QS.26:28; QS.37:37; QS.51:40;
QS,54:10; QS.68:52, dan Nabi Besar Muhammad saw. pun tidak luput dari tuduhan dan fitnah tersebut (QS,52:30; QS.68:3; QS.81:23).
Begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan yang
dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (rasul-rasul
Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya
orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan
atau mewasiyatkan atau mewariskan berbagai tuduhan-tuduhan
tersebut kepada keturunan
mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan
dusta tersebut.
Sunnatullāh pendustaan
dan penentangan tersebut terjadi pula
di Akhir Zaman ini terhadap Al-Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., sebab pada
hakikatnya adanya pendustaan dan penentangan tersebut membuktikan kebenaran pendakwaan rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37).
Allah Swt. mengatakan
tentang adanya persamaan cara-cara pendustaan
dan penentangan yang dilakukan
terhadap para rasul Allah bahwa “hati mereka serupa”, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ لَوۡ لَا
یُکَلِّمُنَا اللّٰہُ اَوۡ
تَاۡتِیۡنَاۤ اٰیَۃٌ ؕ کَذٰلِکَ قَالَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ مِّثۡلَ قَوۡلِہِمۡ ؕ تَشَابَہَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ قَدۡ
بَیَّنَّا الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ
یُّوۡقِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang tidak mengetahui
berkata: “Mengapa Allah
tidak berkata-kata langsung dengan kami, atau mendatangkan
satu Tanda kepada kami?” Demikian pula orang-orang
sebelum mereka berkata seperti ucapan mereka itu, hati mereka serupa. Sungguh Kami
telah menjelaskan Tanda-tanda kepada suatu kaum yang yakin. (Al-Baqarah
[2]:119).
Perlu
diperhatikan bahwa bila orang-orang yang tidak beriman disebutkan menuntut Tanda, kata “Tanda” itu berarti Tanda menurut keinginan mereka atau Tanda
azab (QS.21:6; QS.6:38; QS.13:28; QS.20:134, 135; QS.29:51).
Keluhuran Akhlak Nabi Besar
Muhammad Saw.
Sebelum Pendakwaan Sebagai Rasul Allah
Kembali kepada firman Allah Swt. sebelum ini
tentang tuntutan para penentang Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ ہٰذَاۤ
اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ عَظِیۡمٍ
﴿ ﴾ قُلۡ لَّوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ
فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ ؕ
اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾ فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami
berkata: ”Datangkanlah
yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.” Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya
dari pihak diriku, Aku tidak lain hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku,
sesungguhnya aku takut pada azab Hari
yang besar jika aku mendurhakai Tuhan-ku.” Katakanlah: “Seandainya Allah
menghendaki, aku sama sekali tidak akan
membacakannya kepada kamu dan tidak
pula Dia akan memberitahukan mengenainya kepadamu. Maka sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersamamu
dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta
terhadap Allah atau mendustakan
Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak
akan berhasil.” (Yunus [12]:16-18).
Ayat yang pertama (16) menjelaskan
bahwa wahyu Al-Quran sepenuhnya bersumber
dari Allah Swt., dan Nabi Besar Muhammad saw. hanya sekedar menyampaikannya kepada
umat manusia oleh karena itu sebagai penyampai amanat Ilahi yang hakiki beliau saw. tidak
berwenang menahannya atau mengubah-ubahnya sekehendak hati beliau berdasarkan
permintaan kaum beliau sdaw.
Kalimat dalam ayat 17 “Maka
sungguh sebelum ini aku telah tinggal bersamamu dalam masa yang panjang,
tidakkah kamu mempergunakan akal?” mengandung batu
ujian yang amat jitu untuk menguji
kebenaran seseorang yang mengaku
dirinya seorang rasul Allah.
Bila kehidupan seorang rasul Allah sebelum dakwa kenabiannya menampakkan kejujuran
dan ketulusan hati yang bertaraf luar
biasa tingginya -- dan di antara masa
itu dengan dakwa kenabiannya -- tidak
ada masa-antara yang dapat memberikan kesan bahwa beliau telah jatuh dari keutamaan akhlak
yang tinggi tarafnya itu, maka dakwa kenabiannya harus diterima sebagai
dakwa orang yang tinggi akhlaknya, orang jujur,
dan benar.
Tentu saja seseorang yang terbiasa kepada suatu sikap atau
tingkah-laku tertentu disebabkan adat-kebiasaannya
atau tabiatnya, akan memerlukan waktu
yang lama untuk mengadakan perubahan
besar dalam dirinya untuk menjadi orang
baik atau orang buruk, karena itu
bagaimanakah Nabi Besar Muhammad saw.
tiba-tiba dapat berubah
menjadi seorang penipu, padahal sepanjang kehidupan beliau saw. sebelum
dakwa kenabian, beliau adalah orang
yang tidak ada taranya dalam kejujuran
dan kelurusan, sehingga kaumnya
sendiri memberinya gelar Al-Amin?
Pendusta Kenabian Pasti Dibinasakan
Allah Swt.
Ayat selanjutnya
(18) “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang
mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya?” menjelaskan dua kebenaran yang kekal:
(a) Orang-orang yang mengada-adakan dusta mengenai Allah Swt. -- yakni
yang mendakwakan sebagai rasul
Allah padahal dusta -- dan
orang-orang yang menolak dan menentang rasul-rasul-Nya sama sekali tidak akan luput dari hukuman Tuhan;
(b) Pendusta-pendusta dan nabi-nabi
palsu tidak dapat berhasil dalam
tujuannya.. Berikut firman-Nya mengenai Nabi Besar Muhammad saw. seandainya, na’udzubillāh min dzālik, pendakwaan
beliau sebagai rasul Allah adalah dusta atau beliau saw. mengada-ada berkenaan dengan Al-Quran, firman-Nya:
اِنَّہٗ لَقَوۡلُ
رَسُوۡلٍ کَرِیۡمٍ ﴿ۚۙ﴾ وَّ مَا ہُوَ بِقَوۡلِ شَاعِرٍ ؕ
قَلِیۡلًا مَّا تُؤۡمِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ لَا بِقَوۡلِ
کَاہِنٍ ؕ قَلِیۡلًا مَّا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَوۡ تَقَوَّلَ
عَلَیۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِیۡلِ ﴿ۙ﴾
لَاَخَذۡنَا مِنۡہُ بِالۡیَمِیۡنِ
﴿ۙ﴾
ثُمَّ
لَقَطَعۡنَا مِنۡہُ الۡوَتِیۡنَ ﴿۫﴾ فَمَا مِنۡکُمۡ
مِّنۡ اَحَدٍ عَنۡہُ حٰجِزِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Al-Quran itu
benar-benar firman yang disampaikan seorang
Rasul mulia, dan bukanlah Al-Quran itu perkataan seorang penyair, sedikit sekali
apa yang kamu percayai. Dan bukanlah Al-Quran ini perkataan ahli nujum,
sedikit sekali kamu mengambil nasihat.
Al-Quran
Ini adalah wahyu yang diturunkan
dari Tuhan seluruh alam. Dan seandainya ia, Rasulullah, mengada-adakan sebagaian perkataan atas nama Kami, niscaya
Kami akan menangkap dia dengan tangan
kanan, Kemudian niscaya Kami
me-motong urat nadinya, dan tidak ada seorang pun di antara kamu dapat
mencegah itu darinya. (Al-Haqqah [69]:41-48).
Dalam ayat ini dan dalam tiga ayat sebelumnya
keterangan-keterangan telah diberikan bahwa bila Nabi Besar Muhammad saw. itu pendusta,
maka tangan
perkasa Allah pasti menangkap
dan memutuskan urat leher
beliau dan pasti beliau saw. telah menemui ajal dengan sangat pedih, dan
seluruh pekerjaan dan misi beliau saw. pasti telah hancur berantakan, sebab memang
demikianlah nasib seorang nabi palsu.
Dakwa dan keterangan yang
tercantum dalam ayat-ayat ini, agaknya merupakan reproduksi yang tepat dari
peryataan Bible dalam Ulangan 18:20: “Tetapi seorang nabi yang terlalu berani untuk mengucapkan demi namaKu
perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata
demi nama allah lain, nabi itu harus mati.”
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 26 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar