Rabu, 15 Agustus 2012

Hakikat "Kehamilan Ruhani" & Fatwa Kafir dari Zaman ke Zaman



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 45


Hakikat “Kehamilan Ruhani” &
Fatwa Kafir dari Zaman ke Zaman  
 
                                                                                
Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam  Bab 44   telah dikemukakan   sebagian penjelasan mengenai hakikat (makna) istri Fir’aun sebagai misal  orang-orang yang beriman, firman-Nya: 
 وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (Al-Tahrīm [66]:13).
    Firman Allah Swt. tersebut mengisyaratkan  kepada   tingkat ketiga dan tertinggi pada perkembangan ruh (jiwa) manusia adalah yang disebut nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram – QS.98:27-31)  itulah  firman Allah Swt. selanjutnya:
 وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami,  dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (Al-Tahrīm [66]:13).

Tingkat Keruhanian Maryam binti ‘Imran  &
Hakikat “Kehamilan Ruhani

    Siti Maryam (Martyam binti ‘Imran),  ibunda Nabi Isa a.s. melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah Swt.  --  yakni berhasil melewati tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54) dan Nafs Lawwamah (QS.76:2-3) -- mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti hi dalam fīhi  menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk.
    Maknanya adalah, bahwa sebagaimana Maryam binti ‘Imran telah menjaga kesucian  jiwanya  sedemikian rupa,  sehingga sebagaimana ke dalam “rahim jasmani” Maryam binti ‘Imran lalu  Allah Swt. “meniupkan ruh-Nya” -- yang mengakibatkan kehamilan dan kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., walau pun tanpa campur-tangan “pembuahan” dari seorang laki-laki” (QS.3:43-48) –  demikian pula kepada orang-orang beriman sejati yang telah mencapai derajat kesucian ruhani seperti  keadaan Maryam binti ‘Imran   pun Allah Swt. akan membuahi “rahim hatinya” dengan “tiupan ruh-Nya” berupa wahyu Ilahi, sehingga pada diri hamba Allah tersebut terjadi peningkatan ruhani dari keadaan tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran menjadi tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s..
     Inilah salah satu hakikat kenapa  Maryam binti ‘Imran dan Isa Ibnu Maryam  a.s. telah dijadikan misal (perumpamaan) bagi perkembangan ruhani yang mungkin dicapai hamba-hamba Allah yang menjaga kesucian jiwanya secara ketat, yakni dari keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran meningkat menjadi keadaan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s..
     Pada tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran seperti itu perkembangan ruhani hamba-hamba Allah  yang hakiki tidak lagi berhubungan dengan  guru-guru secara jasmani – yang  dari segi ruhani mereka itu berkedudukan sebagai “suami ruhani” bagi murid-muridnya --  melainkan Allah Swt. Sendiri-lah yang menjadi “Guru” mereka, yang pengajaran-Nya dilambangkan dengan ungkapan “peniupan ruh-Nya” kepada “rahim hati” Maryam binti ‘Imran, sehingga terjadi “kehamilan ruhani.”

Fatwa Pengkafiran dari Zaman ke Zaman

    “Kehamilan ruhani” yang dialami oleh hamba-hamba Allah yang hakiki – khususnya para wali Allah – inilah yang seringkali tidak dimengerti oleh para ulama jasmani (ulama duniawi), sehingga berujung pada fatwa pengkafiran terhadap para ulama rabbani tersebut, misalnya  fatwa pengkafiran terhadap Hujjatul Islam Imam Ghazali, Syekh Abdul Qadir Jailani, Ibnu ‘Araby dan banyak lagi  para wali Allah besar lainnya, bahkan ada di antara mereka  yang berakhir dengan pembunuhan, contohnya yang menimpa Sufi Al-Hallaj dll -- akibat “ucapan-ucapannya” yang dalam keadaan diliputi kemabukan cinta (sakr) kepada Allah Swt., yang  hanya dapat dicerna oleh orang-orang yang mata ruhaninya melihat dan memiliki cita rasa ruhani (dzawq) yang baik.
   Kenyataan menyedihkan seperti itu terjadi juga di kalangan Bani Israil atau kaum Yahudi,  berikut adalah bagian  terakhir dari kecaman  keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) terhadap Ahli-ahli Taurat dan Orang-orang Farisi:
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan berkata: “Jika kami hidup di zaman nenek-moyang kita, tentulah kami tidak akan ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu.” Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan  pembunuh nabi-nabi itu. Jadi penuhilah juga takanan nenek-moyangmu! Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimana mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya kamu menanggung akibat  penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua ini akan ditanggung angkatan ini! (Matius 23:29-36).
     Kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut pada hakikatnya merupakan kutukan beliau terhadap orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil, sebagaimana sebelumnya Nabi Daud a.s. pun telah mengutuk mereka dalam Mazmurnya  (QS.5:79-81),  firman-Nya:
لُعِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ  وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾  کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾  تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang  yang kafir  dari kalangan Bani Israil telah   dilaknat oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam, hal demikian itu karena mereka senantiasa durhaka dan melampaui batas.   Mereka tidak pernah  saling mencegah dari kemungkaran yang dikerjakannya, benar-benar sangat  buruk apa yang senantiasa  mereka kerjakan. Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang kafir  sebagai pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang telah  mereka dahulukan  bagi diri mereka   yaitu bahwa Allah  murka kepada mereka, dan di dalam azab inilah mereka akan kekal. (Al-Maidah [5]:79-91).

“Dia yang Datang Dalam Nama Tuhan”

 Dari antara semua nabi Bani Israil, Nabi Daud a.s.   dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tergolong paling menderita di tangan orang-orang Yahudi. Penzaliman orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mencapai puncaknya, ketika beliau dipakukan pada  kayu salib; dan penderitaan serta kepapaan yang dialami oleh Nabi Daud a.s.  dari kaum yang tak tahu bersyukur,  tercermin di dalam Mazmurnya yang sangat merawankan hati. Padahal beliau inilah pendiri kerajaan Bani Israil yang sangat kuat dan luas yang dilanjutkan oleh putera beliau, Nabi Sulaiman a.s.. Dari lubuk hati yang penuh kepedihan, Nabi Daud a.s.  dan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. mengutuk mereka.
        Kutukan Nabi Daud a.s.  mengakibatkan orang-orang Bani Israil dihukum oleh Allah Swt. melalui serbuan dahsyat belatentara raja Nebukadnezar dari  Babilonia,  yang menghancurluluhkan Yerusalem dan membawa orang-orang Bani Israil sebagai tawanan pada tahun 556 sebelum Masehi (QS.2:260).    Sedangkan akibat kutukan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. mereka ditimpa bencana dahsyat, karena Titus dari kerajaan Romawi  yang menaklukkan Yerusalem dalam tahun ± 70 Masehi, membinasakan kota dan menodai rumah-ibadah dengan jalan menyembelih babi — binatang yang sangat dibenci oleh orang-orang Yahudi — di dalam rumah-ibadah itu (QS.17:5-8).
         Masalah penghukuman Bani Israil ini telah dibahas secara rinci dalam beberapa Bab sebelumnya.   Salah satu di antara dosa-dosa besar yang membangkitkan kemurkaan Allah Swt.  atas kaum Yahudi ialah, mereka tidak melarang satu sama lain, terhadap kejahatan yang begitu merajalela di tengah-tengah mereka.
      Setelah mengecam keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang  Farisi sehubungan pembunuhan yang mereka lakukan terhadap nabi-nabi dan orang-orang saleh dari antara mereka,  selanjutnya Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bernubuat tentang kota Yeruzalem – yang melambangkan bangsa Yahudi:
Yesusalem, Yerusalem, engkau yang  membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak  mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan  Aku berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu tidak akan melihat  Aku lagi, hingga kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
     Ada pun yang dimaksud dengan kalimat “Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu tidak akan melihat  Aku lagi”, Allah Swt. -- sebagaimana janji-Nya kepada Nabi Ibrahim a.s. akan menjadikan beliau imam bagi umat manusia (QS.2:125) dan juga mengenai “4 burung” Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261) – lalu Allah Swt. mencabut nikmat kenabian  dari Bani Israil dan menganugerahkannya kepada Bani Isma’il (bangsa Arab) sebagaimana nubuatan dalam Kitab Ulangan 18:15-19.
      Dengan demikian yang dimaksud dengan kalimat berikutnya: “hingga kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!” maksudnya adalah pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab), atau “nabi yang seperti Musa“ (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) atau “Roh Kebenaran” (Wahyu 16:12-13) yang dalam  Al-Quran seluruh Surahnya dimulai dengan wahyu Ilahi yang berbunyi “Bismillāhirrahmānirahīm” yang artinya “Dengan nama Allah, maha Pemurah, Maha Penyayang”  hal tersebut sesuai dengan “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!

(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 26 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma


Tidak ada komentar:

Posting Komentar