بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 45
Hakikat “Kehamilan Ruhani” &
Fatwa Kafir dari Zaman ke Zaman
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam Bab 44
telah dikemukakan sebagian penjelasan
mengenai hakikat (makna) istri Fir’aun
sebagai misal orang-orang yang beriman, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ
﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi
firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(Al-Tahrīm
[66]:13).
Firman Allah Swt. tersebut mengisyaratkan kepada
tingkat ketiga dan tertinggi pada perkembangan ruh (jiwa) manusia adalah yang disebut nafs
muthmainnah (jiwa yang tenteram – QS.98:27-31) itulah
firman Allah Swt. selanjutnya:
وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ
﴿٪﴾
Dan juga Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi
firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya,
dan ia termasuk orang-orang yang patuh.
(Al-Tahrīm
[66]:13).
Tingkat Keruhanian Maryam binti
‘Imran &
Hakikat “Kehamilan Ruhani”
Siti Maryam (Martyam
binti ‘Imran), ibunda Nabi Isa a.s.
melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai
dengan Allah Swt. -- yakni berhasil melewati tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54) dan Nafs Lawwamah (QS.76:2-3) -- mereka
dikaruniai ilham Ilahi; kata
pengganti hi dalam fīhi menunjuk
kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata
pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah
berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa
dapat masuk.
Maknanya adalah, bahwa sebagaimana Maryam binti ‘Imran telah menjaga kesucian
jiwanya sedemikian rupa, sehingga sebagaimana ke dalam “rahim jasmani” Maryam binti ‘Imran lalu Allah Swt. “meniupkan ruh-Nya” -- yang mengakibatkan kehamilan dan kemudian melahirkan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., walau pun tanpa campur-tangan
“pembuahan” dari seorang laki-laki”
(QS.3:43-48) – demikian pula kepada orang-orang beriman sejati yang telah
mencapai derajat kesucian ruhani
seperti keadaan Maryam binti ‘Imran pun
Allah Swt. akan membuahi “rahim hatinya” dengan “tiupan ruh-Nya” berupa wahyu Ilahi, sehingga pada diri hamba Allah tersebut terjadi peningkatan ruhani dari keadaan tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran
menjadi tingkatan ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s..
Inilah salah satu
hakikat kenapa Maryam binti ‘Imran dan Isa
Ibnu Maryam a.s. telah dijadikan misal (perumpamaan) bagi perkembangan ruhani yang mungkin dicapai
hamba-hamba Allah yang menjaga kesucian jiwanya secara ketat, yakni
dari keadaan ruhani Maryam binti ‘Imran
meningkat menjadi keadaan ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s..
Pada tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran seperti itu
perkembangan ruhani hamba-hamba Allah yang hakiki tidak lagi berhubungan
dengan guru-guru secara jasmani – yang
dari segi ruhani mereka itu
berkedudukan sebagai “suami ruhani”
bagi murid-muridnya -- melainkan Allah Swt. Sendiri-lah yang menjadi
“Guru” mereka, yang pengajaran-Nya dilambangkan dengan ungkapan “peniupan ruh-Nya” kepada “rahim hati” Maryam binti ‘Imran,
sehingga terjadi “kehamilan ruhani.”
Fatwa Pengkafiran dari Zaman ke Zaman
“Kehamilan ruhani” yang
dialami oleh hamba-hamba Allah yang
hakiki – khususnya para wali Allah –
inilah yang seringkali tidak dimengerti
oleh para ulama jasmani (ulama duniawi),
sehingga berujung pada fatwa pengkafiran
terhadap para ulama rabbani tersebut,
misalnya fatwa pengkafiran terhadap Hujjatul
Islam Imam Ghazali, Syekh Abdul Qadir Jailani, Ibnu ‘Araby dan banyak
lagi para wali Allah besar lainnya, bahkan ada di antara mereka yang berakhir dengan pembunuhan, contohnya yang menimpa Sufi Al-Hallaj dll -- akibat “ucapan-ucapannya”
yang dalam keadaan diliputi kemabukan
cinta (sakr) kepada Allah Swt., yang
hanya dapat dicerna oleh
orang-orang yang mata ruhaninya melihat
dan memiliki cita rasa ruhani (dzawq)
yang baik.
Kenyataan menyedihkan
seperti itu terjadi juga di kalangan Bani
Israil atau kaum Yahudi, berikut adalah bagian terakhir dari kecaman keras Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. (Yesus Kristus) terhadap Ahli-ahli Taurat dan Orang-orang Farisi:
Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan
berkata: “Jika kami hidup di zaman
nenek-moyang kita, tentulah kami tidak akan ikut dengan mereka dalam pembunuhan
nabi-nabi itu.” Tetapi dengan demikian kamu
bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh
nabi-nabi itu. Jadi penuhilah juga
takanan nenek-moyangmu! Hai kamu ular-ular,
hai kamu keturunan ular beludak!
Bagaimana mungkin kamu dapat meluputkan
diri dari hukuman neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi,
orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara
mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya
kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah
mulai dari Habel, orang benar itu, sampai Zakharia
anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua
ini akan ditanggung angkatan ini! (Matius 23:29-36).
Kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
tersebut pada hakikatnya merupakan kutukan
beliau terhadap orang-orang kafir
dari kalangan Bani Israil,
sebagaimana sebelumnya Nabi Daud a.s. pun telah mengutuk mereka dalam Mazmurnya (QS.5:79-81),
firman-Nya:
لُعِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا
عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ
فَعَلُوۡہُ ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ
اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang yang kafir dari
kalangan Bani Israil telah dilaknat oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam, hal
demikian itu karena mereka senantiasa
durhaka dan melampaui batas. Mereka tidak
pernah saling mencegah
dari kemungkaran yang dikerjakannya, benar-benar sangat
buruk apa yang senantiasa mereka
kerjakan. Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan
orang-orang kafir sebagai pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang telah mereka dahulukan bagi diri mereka yaitu bahwa Allah murka
kepada mereka, dan di dalam azab
inilah mereka akan kekal. (Al-Maidah
[5]:79-91).
“Dia yang Datang Dalam Nama Tuhan”
Dari antara semua nabi Bani Israil, Nabi Daud a.s. dan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tergolong
paling menderita di tangan
orang-orang Yahudi. Penzaliman
orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. mencapai puncaknya, ketika beliau dipakukan pada kayu
salib; dan penderitaan serta kepapaan yang dialami oleh Nabi Daud a.s. dari kaum yang tak tahu bersyukur, tercermin di dalam Mazmurnya yang
sangat merawankan hati. Padahal beliau inilah pendiri kerajaan Bani Israil yang sangat kuat dan luas yang dilanjutkan
oleh putera beliau, Nabi Sulaiman a.s.. Dari lubuk hati yang penuh kepedihan,
Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa
ibnu Maryam a.s. mengutuk mereka.
Kutukan Nabi Daud a.s. mengakibatkan orang-orang Bani Israil dihukum oleh Allah Swt. melalui serbuan dahsyat belatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia, yang menghancurluluhkan Yerusalem dan membawa orang-orang Bani Israil sebagai tawanan pada tahun 556 sebelum Masehi
(QS.2:260). Sedangkan akibat kutukan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. mereka
ditimpa bencana dahsyat, karena Titus
dari kerajaan Romawi yang menaklukkan Yerusalem dalam tahun ± 70 Masehi, membinasakan kota dan menodai rumah-ibadah dengan jalan menyembelih babi — binatang yang sangat
dibenci oleh orang-orang Yahudi — di dalam rumah-ibadah itu (QS.17:5-8).
Masalah penghukuman Bani
Israil ini telah dibahas secara rinci dalam beberapa Bab sebelumnya. Salah
satu di antara dosa-dosa besar yang
membangkitkan kemurkaan Allah Swt. atas
kaum Yahudi ialah, mereka tidak melarang
satu sama lain, terhadap kejahatan
yang begitu merajalela di
tengah-tengah mereka.
Setelah mengecam keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sehubungan pembunuhan yang mereka lakukan terhadap nabi-nabi dan orang-orang
saleh dari antara mereka, selanjutnya
Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bernubuat tentang kota Yeruzalem
– yang melambangkan bangsa Yahudi:
“Yesusalem, Yerusalem,
engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari
dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu,
sama seperti induk ayam mengumpulkan
anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku
berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu
tidak akan melihat Aku lagi, hingga
kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang
datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
Ada pun yang dimaksud dengan
kalimat “Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan
Aku berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu tidak akan melihat Aku lagi”, Allah Swt. -- sebagaimana janji-Nya
kepada Nabi Ibrahim a.s. akan menjadikan beliau imam bagi umat manusia (QS.2:125) dan juga mengenai “4 burung” Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261) –
lalu Allah Swt. mencabut nikmat kenabian
dari Bani Israil dan menganugerahkannya kepada Bani Isma’il (bangsa Arab) sebagaimana nubuatan dalam Kitab Ulangan
18:15-19.
Dengan demikian yang dimaksud
dengan kalimat berikutnya: “hingga kamu
berkata: “Diberkatilah Dia yang datang
dalam nama Tuhan!” maksudnya adalah pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
di kalangan Bani Isma’il (bangsa
Arab), atau “nabi yang seperti Musa“ (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) atau “Roh Kebenaran” (Wahyu 16:12-13) yang
dalam Al-Quran seluruh Surahnya dimulai
dengan wahyu Ilahi yang berbunyi “Bismillāhirrahmānirahīm” yang
artinya “Dengan nama Allah, maha Pemurah, Maha Penyayang” hal tersebut sesuai dengan “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 26 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar