Sabtu, 11 Agustus 2012

Rasul Allah Selalu Diutus Sebelum Azab Terjadi




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 38

 Rasul Allah Selalu Diutus 
Sebelum Azab Terjadi

                                                                                
Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam  akhir Bab 37 sebelumnya telah dikemukakan firman-Nya berikut ini, tentang  ketidak-mungkinan seorang rasul Allah – termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – mengajarkan para pengikutnya supaya menyembah beliau sebagai “Tuhan sembahan” selain Allah Swt. (QS.5:117-119), firman-Nya:
 مَا کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ یُّؤۡتِیَہُ اللّٰہُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحُکۡمَ وَ النُّبُوَّۃَ ثُمَّ یَقُوۡلَ لِلنَّاسِ کُوۡنُوۡا عِبَادًا لِّیۡ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ لٰکِنۡ کُوۡنُوۡا رَبّٰنِیّٖنَ بِمَا کُنۡتُمۡ تُعَلِّمُوۡنَ الۡکِتٰبَ وَ بِمَا کُنۡتُمۡ  تَدۡرُسُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ لَا یَاۡمُرَکُمۡ اَنۡ تَتَّخِذُوا الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ النَّبِیّٖنَ اَرۡبَابًا ؕ اَیَاۡمُرُکُمۡ بِالۡکُفۡرِ بَعۡدَ اِذۡ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿٪﴾
Sekali-kali tidak mungkin  bagi seorang manusia yang kepadanya Allah memberi Kitab, Kekuasaan, dan  kenabian,  kemudian ia  berkata kepada manusia: “Jadilah kamu hamba-hamba-Ku, bukannya hamba-hamba Allah”,  tetapi ia akan berkata:  Jadilah kamu orang yang berbakti hanya kepada Allah, karena kamu senantiasa mengajarkan Kitab, kamu senantiasa mempelajarinya, dan kamu senantiasa membacanya.”  Dan tidak  pula ia akan menyuruh kamu supaya kamu menjadikan malaikat-malaikat dan nabi-nabi sebagai tuhan-tuhan. Apakah  ia akan menyuruhmu  kafir  setelah kamu menjadi  orang-orang yang berserah diri kepada Allah?   (Ali ‘Imran [80-81).
     Kalimat  mā kāna lahu dipakai dalam tiga pengertian: (a) tidak layak baginya berbuat demikian; (b) tidak mungkin baginya berbuat demikian; atau tidak masuk akal ia sampai berbuat demikian; (c) tidak ada kemungkinan ia dapat berbuat demikian, yakni secara fisik mustahil ia berbuat demikian.
       Rabbaniyyīn itu jamak dari Rabbaniy yang berarti: (1) orang yang mewakafkan diri untuk mengkhidmati agama atau menyediakan dirinya untuk menjalankan ibadah; (2) orang yang memiliki ilmu Ilahiyyat (Ketuhanan); (3) orang yang ahli dalam pengetahuan agama, atau seorang yang baik dan bertakwa; (4) guru yang mulai mem-berikan kepada orang-orang pengetahuan atau ilmu yang ringan-ringan sebelum beranjak ke ilmu-ilmu yang berat-berat; (5) induk semang atau majikan atau pemimpin; (6) seorang muslih (pembaharu). (Lexicon Lane;  Sibawaih, dan Mubarrad).

Penolakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Terhadap  
Ajaran Paulus “Trinitas” dan “Penebusan Dosa”

   Kata-kata: Karena kamu senantiasa mengajarkan Al-Kitab dan senantiasa mempelajarinya, menunjukkan bahwa telah menjadi kewajiban bagi semua yang telah meraih ilmu keruhanian, agar mereka meneruskannya kepada orang-orang lain dan jangan membiarkan orang-orang meraba-raba dalam kegelapan, kejahilan atau kebodohan. Firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿﴾  اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain  Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan  apa yang  sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku telah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,   sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib.   Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu:  Beribadahlah kepada Allah, Tuhan-ku  dan Tuhan-mu.” Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku  maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”  (Al-Ma’idah [5]:117-118).
       Kalimat “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan  selain  Allah?"    menunjuk kepada kebiasaan Gereja Kristen yang menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah (Ketuhanan) kepada Siti Maryam, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. Pertolongan Siti Maryam dimohon dalam Litania (suatu bentuk sembahyang), sedangkan dalam Katakisma (Cathechism, yakni, dasar-dasar ajaran agama berupa tanya-jawab) Gereja Romawi ditanamkan akidah bahwa beliau itu bunda Tuhan.
      Gerejawan-gerejawan di zaman lampau menganggap beliau mempunyai sifat-sifat Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan paham kenaikan Siti Maryam ke langit dalam ajaran Gereja. Semua ini sama halnya dengan menaikkan beliau ke jenjang Ketuhanan dan inilah apa yang dicela oleh umat Protestan dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara Maria).
    Ungkapan bahasa Arab dalam teks yang diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku” dapat ditafsirkan sebagai: “Tidak patut bagiku” atau “tidak mungkin bagiku” atau “aku tidak berhak berbuat demikian”, dan sebagainya.  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dengan tegas menolak keras  faham “Trinitas” yang dibuat-buat oleh Paulus, dan beliau selama hidupnya mengajarkan kepada Bani Israil  untuk hanya menyembah  satu Tuhan yakni Allah Swt. (Matius 4:10 dan Lukas 4:8).
       Bandingkan pernyataan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut dengan firman-Nya berikut ini:
 وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾   اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾   یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾   ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, mereka  meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka  sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, padahal  mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-Suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.  Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.  (Al-Taubah [9]:30-32).

Pengutusan  Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Sebagai Al-Masih Mau’ud a.s.

      Kembali kepada Surah Yā Sīn tentang “seorang laki-laki  yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu” (QS.36:21-28),  yakni “burung Nabi Ibrahim a.s.” yang keempat (QS.2:261) atau “misal Nabi Isa Ibnu Maryam  a.s.” (QS.43:58) atau “Rasul Akhir Zaman” (QS.61:10; QS.77:12) atau “Al-Masih Mau’ud a.s.  -- yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s.. 
       Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman tersebut diutus Allah Swt. pada zaman Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) atau Dajjal tengah berada di   puncak kejayaannya, karena sebagaimana diisyaratkan dalam Bible dan Al-Quran, sebagian besar wilayah dunia – termasuk wilayah kekuasaan umat Islam -- telah dikuasai oleh mereka, baik secara politik, ekonomi, militer, maupun keagamaan.
  Berikut adalah nubuatan Yohanes dalam Kitab Wahyu  mengenai pelepasan kembali Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) dari masa “pemenjaraannya  selama 1000 tahun”:
Dan setelah masa seribu tahun itu berakhir iblis akan dilepaskan dari penjaranya dan ia akan pergi menyesatkan bangsa-bangsa pada keempat penjuru bumi, yaitu Gog dan Magog, dan mengumpulkan mereka untuk berperang dan jumlah mereka sama banyaknya pasir di laut. Maka naiklah mereka ke seluruh dataran bumi, lalu mengepung perkemahan tentara orang-orang kudus dan kota yang dikasihi itu. Tetapi dari langit turunlah api menghanguskan mereka, dan iblis yang menyesatkan mereka dikemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka akan disiksa siang malam sampai selama-lamanya (Wahyu 20:7-10).
        Penjelasan Kitab Wahyu tersebut sesuai pula dengan pernyataan Allah Swt. dalam Al-Quran   mengenai pelepasan kembali Ya’juj (Gog) dan Ma’juj  (Magog):
وَ حَرٰمٌ عَلٰی قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَاۤ  اَنَّہُمۡ لَا  یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ ﴾   حَتّٰۤی  اِذَا  فُتِحَتۡ یَاۡجُوۡجُ وَ مَاۡجُوۡجُ وَ ہُمۡ  مِّنۡ  کُلِّ  حَدَبٍ  یَّنۡسِلُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan diharamkan (terlarang) bagi penduduk suatu negeri yang telah Kami binasakan bahwa sesungguhnya mereka itu tidak mungkin akan kembali.  Hingga apabila dibukakan pintu pemenjaraan  Ya’juj dan Ma’juj  dan mereka turun dengan cepat dari setiap ketinggian.  (Al-Anbiyā [21]:96-97).
    Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya, menurut Yehezkiel (bab-bab 38 dan 39) Uni Soviet itu Ya’juj (Gog) dan bangsa-bangsa barat itu Ma’juj (Magog). Kini pun mereka sedang bersiap-siap untuk perang Armagedon, yakni Perang Dunia III.  Pembahasan hukuman Allah Swt.yang amat mengerikan dan membinasakan yang akan turun kepada Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) itu lihat Surah Al-Rahmān [55]:34-36).  

Pengutusan Rasul Akhir Zaman Mendahului
Perang Dunia I dan Perang Dunia II

 Sesuai dengan kenyataan tersebut   Allah Swt. berfirman     dalam Surah Yā Sīn selanjutnya:                                                   
 وَ مَاۤ  اَنۡزَلۡنَا عَلٰی قَوۡمِہٖ مِنۡۢ  بَعۡدِہٖ مِنۡ جُنۡدٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَ مَا کُنَّا مُنۡزِلِیۡنَ ﴿۲۸﴾  اِنۡ کَانَتۡ  اِلَّا صَیۡحَۃً وَّاحِدَۃً  فَاِذَا ہُمۡ خٰمِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami sekali-kali tidak menurunkan suatu lasykar dari langit atas kaumnya sesudah dia, dan Kami sekali-kali tidak  pernah menurunkannya.     Itu tidak lain melainkan suatu ledakan dahsyat, tiba-tiba musnahlah  mereka. (Yā Sīn [36]:29-30).
       Lukisan ini agaknya bertalian Perang Dunia I dan Perang Dunia II sehubungan dengan berjatuhannya granat-granat, bom-bom bakar dan bom-bom atom dengan suara menggelegar. Api yang ditimbulkan oleh bom-bom itu membinasakan segala sesuatu yang ditimpanya sehingga menjadi puing-puing, dan segala kehidupan sejauh bermil-mil di sekitarnya menjadi lenyap. Di tempat lain Al-Quran melukiskan azab ini dengan kata-kata: “Dan sesungguhnya akan Kami jadikan segala yang ada di atasnya menjadi tanah rata yang tandus” (QS.18:9).
     Perang Dunia I terjadi pada tahun 1914  dan Perang Dunia II terjadi th. 1945, sedangkan  masa kehidupan Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang diutus Allah Swt.  sebagai Al-Masih Mau’ud a.s.  atau  Rasul Akhir Zaman  beliau hidup th. 1835-1908. Artinya,  pengutusan beliau sebagai Rasul Allah yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh seluruh umat beragama di Akhir Zaman ini sesuai dengan Sunnatullah, yakni sebelum azab yang dahsyat  terjadi – khususnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II Allah Swt. telah terlebih dulu mengutus Rasul Akhir Zaman, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ  وِّزۡرَ  اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ  حَتّٰی  نَبۡعَثَ  رَسُوۡلًا ﴿﴾
Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya,  dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan atas dirinya,  dan  tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain.  Dan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. (Bani Israil [17]:16).
        Azab bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan terbit dan timbul dari dalam diri manusia sendiri. Pada hakikatnya siksaan-siksaan neraka dan ganjaran-ganjaran surga akan hanya merupakan sekian banyak perwujudan dan penjelmaan perbuatan manusia — baik atau buruk — yang pernah dilakukannya dalam kehidupan ini. Jadi, dalam kehidupan ini manusia menjadi perancang nasibnya sendiri, dan seolah-olah pada kehidupan yang akan datang ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum terhadap dirinya sendiri.
      Tiap orang harus memikul tanggung-jawab perbuatannya sendiri. Pengorbanan dan penebusan dari siapa pun, tidak dapat mendatangkan faedah apa pun kepada orang lain. Ayat ini mematahkan   ajaran Paulus tentang Trinitas dan  penebusan dosa sampai ke akar-akarnya.

Sunnatullah  Sebelum Azab Terjadi

        Kebenaran Sunatullāh dalam kalimat “Dan  Kami tidak menimpakan azab hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul” (QS.17:16),   dalam generasi kita sendiri dunia telah menyaksikan wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi, serta malapetaka lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit karenanya.
       Sebelum malapetaka-malapetaka dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah selayaknya Allah Swt. membangkitkan seorang rasul Allah sebagai  pemberi peringatanDan  Kami tidak menimpakan azab  hingga Kami  terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul” (QS.17:16).    Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اِذَاۤ  اَرَدۡنَاۤ  اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً  اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ  فَدَمَّرۡنٰہَا  تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾  وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ  بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا  بَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan  apabila Kami hendak membinasakan suatu kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk menempuh kehidupan yang shalih, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kota itu firman Kami menjadi sempurna  lalu Kami menghancur-leburkannya.   Dan  betapa banyak generasi  yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, dan cukuplah Tuhan engkau Maha Mengetahui,  Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:17).
        Kata qaryah (kota) di sini dimaksudkan ibukota, yaitu kota yang berperan sebagai metropolis atau pusat kebudayaan dan politik bagi kota-kota lain. Dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنۡ قَرۡیَۃٍۭ  بَطِرَتۡ مَعِیۡشَتَہَا ۚ فَتِلۡکَ مَسٰکِنُہُمۡ لَمۡ تُسۡکَنۡ مِّنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ  اِلَّا قَلِیۡلًا ؕ وَ کُنَّا نَحۡنُ  الۡوٰرِثِیۡنَ ﴿﴾  وَ مَا کَانَ رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی یَبۡعَثَ فِیۡۤ  اُمِّہَا رَسُوۡلًا یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۚ وَ مَا کُنَّا مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی  اِلَّا وَ اَہۡلُہَا ظٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan berapa banyak  kota yang  telah Kami binasakan yang  bersenang-senang dalam kehidupannya, maka itulah tempat kediaman mereka yang tidak  didiami lagi sesudah mereka, dan Kami-lah Yang  menjadi pewarisnya.   Dan Tuhan engkau sekali-kali tidak akan membinasakan kota-kota hingga Dia membangkitkan di ibu-kotanya seorang rasul  yang membacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami, dan Kami sekali-kali tidak akan membinasakan kota-kota kecuali penduduknya orang-orang zalim. (Al-Qashash [28]:59-60).

Agar Manusia Tidak Memiliki  Dalih
Menyalahkan Allah Swt.

       Pernah ada bangsa-bangsa yang hidup di masa lampau yang lebih kuat dan lebih kaya, lagi memiliki peradaban lebih tinggi dari bangsa yang ditakuti oleh kaum Makkah, namun ketika mereka menolak kebenaran dan berlaku sombong, mereka disapu bersih dari permukaan bumi, seolah-olah mereka tidak pernah hidup di atasnya, dan mereka yang dianggap lemah ditakdirkan menggantikan tempat mereka.
      Demikian pula di Akhir Zaman ini, luar biasa sering dan menyeluruhnya bencana alam dalam bentuk kelaparan, peperangan, gempa bumi, dan wabah selama lima atau enam dekade terakhir, membuktikan telah munculnya  seorang Pembaharu Suci di zaman ini, yakni Rasul Akhir Zaman. Sebab jika tidak, maka manusia akan  memiliki alasan (dalih) untuk menyalahkan Allah Swt., firman-Nya:
   وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ  تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ  مَا فِی الصُّحُفِ  الۡاُوۡلٰی ﴿    وَ لَوۡ اَنَّـاۤ  اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ لَقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ  اَرۡسَلۡتَ  اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ  نَّذِلَّ  وَ  نَخۡزٰی  ﴿ ﴾  قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ  اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ  وَ مَنِ  اہۡتَدٰی ﴿  ﴾٪
Dan mereka berkata: "Mengapakah ia (rasul) tidak mendatang­kan kepada kami suatu Tanda dari Tuhan-nya?" Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu?   Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini  niscaya mereka akan berkata: "Ya Tuhan kami, me­ngapakah   Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?" Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun tunggulah, lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk dan siapa yang tidak. (Thā Hā [20]:134-135).

(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 22 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar