Minggu, 26 Agustus 2012

"Bapak Ruhani" Umat Manusia & Makna "Khataman Nabiyyiin"



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 53

 “Bapak Ruhani” Umat Manusia &
Makna “Khātaman Nabiyyīn”
  
 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir Bab  sebelumnya telah dikemukakan  tentang  kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah seorang laki-laki  dari kalangan Bani Israil sebagai As-Sā’ah (Tanda Saat) berakhirnya silsilah kenabian di kalangan Bani Israil, karena selanjutnya rasul Allah  -- yakni Nabi yang seperti Musa (Ulangan 18-18-19; QS.46:11) --  yang dijanjikan kepada mereka  sama sekali tidak memiliki hubungan  darah langsung dengan Bani Israil, karena ia dibangkitkan dari kalangan Bani Isma’il, yakni “Ia yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:30) atau “Roh Kebenaran” (Yohanes 16:12-13) atau Periclutos (Penghibur) atau “Emeth/Ahmad” (QS.61:7).

Perjanjian Allah Swt. dengan Nabi Ibrahim a.s.

      Sunnatullāh tersebut sesuai dengan perjanjian Allah Swt. dengan Nabi Ibrahim a.s. ketika Allah Swt. menjadikan beliau a.s. sebagai imam bagi mausia, firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی  اِبۡرٰہٖمَ  رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ  اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhan-nya dengan beberapa perintah  maka dilaksanakannya sepenuhnya. Dia berfirman: “Sesungguhnya  Aku akan menjadikan engkau imam bagi manusia.” Ia, Ibrahim,  berkata: “Dan jadikanlah juga imam dari  keturunanku. Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”  (Al-Baqarah [2]:125).
     Imam berarti setiap obyek yang diikuti, baik manusia atau suatu Kitab (Al-Mufradāt Imam Raghib). Pemindahan nikmat kenabian dll (QS.5:21) dari kalangan Bani Israil kepada kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab) sesuai dengan pernyataan Allah Swt.: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”  
       Demikian pula halnya kedudukan Al-Masih Mau’ud a.s. (Al-Masih Akhir Zaman) yang dibangkitkan dari kalangan umat Islam pun dari satu segi merupakan As-Sā’ah (Tanda Saat) bagi Bani Isma’il (bangsa Arab),  karena sebagaimana halnya hubungan darah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dengan Bani Israil hanya dari pihak ibu (perempuan), demikian pula hubungan darah antara Al-Masih Mau’ud a.s. – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – dengan Bani  Isma’il (Bangsa Arab) hanya dari pihak ibu (perempuan), karena Nabi Besar Muhammad saw. tidak memiliki seorang anak laki-laki yang berumur panjang, melainkan hanya melalui   Siti Fatimah r.a.  silsilah Ahli Bait Nabi Besar Muhammad saw. berlanjut.
      Oleh karena itu jika ada yang berpendapat bahwa kalau pun setelah Nabi Besar Muhammad saw. ada lagi rasul Allah maka ia harus dari kalangan Bani Isma’il (bangsa Arab),  pendapat tersebut bertentangan dengan sikap buruk bangsa Arab (Bani Isma’il) sendiri ketika semua anak laki-laki Nabi BGesar Muhammad saw. wafat pada waktu masih kecil, mereka gembira dengan hal tersebut dan menuduh  beliau  saw. sebagai seorang yang abtar (terputus keturunannya) --  na’ūdzubillāhi min dzālik  namun  dengan tegas Allah Swt. berfirman:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اِنَّاۤ  اَعۡطَیۡنٰکَ  الۡکَوۡثَرَ ؕ﴿﴾   فَصَلِّ  لِرَبِّکَ وَ انۡحَرۡ ؕ﴿﴾  اِنَّ شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ ٪﴿﴾
Aku baca   dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  Sesungguhnya Kami  telah  menganugerahkan kepada engkau berlimpah-limpah kebaikan, maka shalatlah  bagi Tuhan engkau dan berkorbanlah.   Sesungguhnya musuh engkau, dialah  yang  tanpa keturunan. (Al-Kautsar [108]:1-4). 

Arti Kautsar

    Kautsar antara lain berarti berlimpah-limpah kebaikan. Kautsar berarti pula  orang yang mempunyai banyak kebaikan dan orang yang banyak dan sering memberi (Al-Mufradat Imam Raghib dan Tafsir Ibnu Jarir). Surah ini mengemukakan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai pribadi yang telah dianugerahi Allah kautsar (kebaikan berlimpah-limpah), termasuk dianugerahi putra-putra ruhani yang tak terbilang jumlahnya (QS.33:7), bukannya putra-putra jasmani (QS.33:41).
  Surah Al-Kautsar  diturunkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. pada saat ketika beliau saw.   tidak memiliki apapun dan tidak punya sesuatu untuk diberikan. Ketika itu beliau  saw. sangat miskin dan pengakuan beliau sebagai rasul Allah dipandang dengan hina dan sebagai sesuatu yang tidak perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh oleh kaum beliau saw. (bangsa Arab).
    Bertahun-tahun lamanya sesudah Surah ini turun, Nabi Besar Muhammad saw.  masih terus juga diperolok-olokkan dan ditertawakan, dilawan serta ditindas, dan pada akhirnya beliau terpaksa hijrah meninggalkan kota kelahiran beliau saw. sebagai seorang pelarian, dan telah dijanjikan hadiah bagi siapa yang berhasil menangkap beliau dalam keadaan hidup atau mati (QS.8:31).
   Selama beberapa tahun di Madinah pun jiwa beliau saw. dalam keadaan bahaya dan musuh dengan tidak sabar menanti-nanti peluang untuk menyaksikan kesudahan Islam yang tragis (menyedihkan) dan cepat datangnya, yang menurut ukuran otak manusia memang bakal demikian terjadinya. Kemudian menjelang akhir hayat beliau saw., kebaikan berlimpah-limpah (kautsar) dalam segala corak dan bentuk turun kepada beliau saw. bagaikan air hujan, dan janji yang terkandung dalam Surah ini, telah menjadi sempurna secara harfiah.
    “Pelarian” dari Makkah itu telah menjadi orang yang menentukan nasib seluruh negeri Arab, dan sang putra padang pasir yang tidak dapat membaca dan menulis itu terbukti menjadi Guru Abadi seluruh umat manusia. Allah Swt. telah memberi beliau saw. sebuah Kitab yang merupakan petunjuk yang tidak mungkin gagal, untuk seluruh umat manusia dan untuk sepanjang masa; dan dengan meresapkan Sifat-sifat Tuhan ke dalam diri beliau saw., beliau saw. telah mencapai martabat tertinggi, yakni kedekatan kepada Khaliq-nya, yang mungkin dapat dicapai oleh seorang manusia.
     Nabi Besar Muhammad saw.  dikaruniai sahabat-sahabat yang kesetiakawanan serta pengabdiannya tidak pernah ada tara bandingannya; dan ketika panggilan Al-Khāliq datang kepada beliau saw. agar meninggalkan dunia yang fana ini, beliau saw. merasa puas telah melaksanakan tugas suci yang diserahkan kepada beliau saw. dengan sepenuhnya dan sesempurna-sempurnanya. Pendek kata, segala macam kebaikan --  baik bersifat kebendaan maupun moral -- telah dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad saw. dalam ukuran yang penuh. Oleh sebab itu beliaulah yang paling pantas disebut Nabi paling berhasil dari antara sekalian nabi(Encyclopaedia Britannica).
  Adalah sangat bermakna bahwa dalam Al-Kautsar ayat 4 musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw. telah disebut dengan kata-kata tegas bahwa mereka itu abtar (tidak mempunyai anak laki-laki), sedangkan menurut kenyataan sejarah sendiri, semua putra beliau saw.,  baik yang dilahirkan sebelum maupun sesudah ayat ini turun  telah wafat dan beliau  saw. idak meninggalkan seorang pun putra (anak laki-laki). Hal itu menunjukkan bahwa kata abtar di sini hanya berarti: orang yang tidak mempunyai keturunan ruhani (putra-putra ruhani) dan bukan putra-putra seperti biasa dikatakan orang, yakni anak-anak jasmani.

Makna Khātaman-nabiyyīn

   Pada hakikatnya, hal ini merupakan rencana Allah Swt. Sendiri bahwa Nabi Besar Muhammad saw.    tidak akan meninggalkan anak laki-laki seorang pun, oleh karena beliau telah ditakdirkan menjadi ayah ruhani berjuta-juta putra ruhani, sepanjang masa sampai Akhir Zaman – putra-putra yang akan jauh lebih setia, patuh taat dan penuh cinta daripada putra-putra jasmani ayah mana pun.
    Jadi, menurut Surah Al-Kautsar ayat 4 bukan Nabi Besar Muhammad  saw.  melainkan musuh-musuh beliaulah yang mati tanpa berketurunan, sebab dengan masuknya putra-putra mereka ke dalam pangkuan Islam – seperti contohnya Khalid bin Walid r.a., Ikrimah bin Abu Jahal dll --  mereka itu telah menjadi putra-putra ruhani Nabi Besar Muhammad saw.,  dan mereka itu merasa malu dan merasa hina, bila asal-usul mereka itu dikaitkan kepada ayah jasmani yang melahirkan mereka sendiri, firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ  اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ  النَّبِیّٖنَ ؕ وَ  کَانَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara laki  kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah dan Khātaman-nabiyyīn, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab [33]:41).
    Khātam berasal dari kata khatama yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang itu. Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua ialah: ia mencapai ujung benda itu; atau menutupi benda itu, atau melindungi apa yang tertera dalam tulisan dengan memberi tanda atau mencapkan secercah tanah liat di atasnya, atau dengan sebuah meterai jenis apa pun.
      Khātam berarti juga sebentuk cincin stempel; sebuah segel, atau meterai dan sebuah tanda; ujung atau bagian terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda. Kata itu pun berarti hiasan atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna. Kata-kata khatim, khatm dan khatam hampir sama artinya (Lexicon Lane; Al-Mufradat Imam Raghib; Fath-ul-Bari, dan Zurqani). Maka kata khātaman nabiyyin akan berarti: meterai para nabi; yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi; hiasan dan perhiasan nabi-nabi. Arti kedua ialah nabi terakhir.
     Di Makkah pada waktu semua putra  Nabi Besar Muhammad saw.   telah meninggal dunia semasa masih kanak-kanak, musuh-musuh beliau saw.  mengejek beliau seorang abtar (yang tidak mempunyai anak laki-laki), yang berarti karena ketiadaan ahliwaris lelaki itu untuk menggantikan beliau saw. maka  jemaat beliau cepat atau lambat akan menemui kesudahan (Al-Bahrul Muhith).
      Sebagai jawaban terhadap ejekan orang-orang kafir Quraisy Makkah, secara tegas dinyatakan dalam Surah Al-Kautsar bahwa bukan Nabi Besar Muhammad saw. melainkan musuh-musuh beliaulah yang  akan abtar (tidak akan berketurunan). Sesudah Surah Al-Kautsar diturunkan, tentu saja terdapat anggapan di kalangan kaum Muslimin di zaman permulaan bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  akan dianugerahi anak-anak lelaki yang akan hidup sampai dewasa.
       Ayat Al-Ahzab 41 yang sedang dibahas ini menghilangkan salah paham itu, sebab ayat ini menyatakan bahwa Nabi Besar Muhammad saw., baik sekarang maupun dahulu ataupun di masa yang akan datang bukan atau tidak pernah akan menjadi bapak seorang orang lelaki dewasa (rijal berarti pemuda).
      Dalam pada itu ayat ini nampaknya bertentangan dengan Surah Al-Kautsar, yang di dalamnya bukan Nabi Besar Muhammad saw.,  melainkan musuh-musuh beliau saw. yang diancam dengan abtar (tidak akan berketurunan), tetapi sebenarnya berusaha menghilangkan keragu-raguan dan prasangka-prasangka terhadap timbulnya arti yang kelihatannya bertentangan itu. Ayat 41 Al Ahzab ini mengatakan bahwa kedudukan ruhani Baginda Nabi Besar Muhammad saw. adalah rasul Allah, yang mengandung arti bahwa beliau adalah bapak ruhani seluruh umat manusia (QS.7:159;  QS.21L108; QS.25:2; QS.34:29), dan beliau juga Khātaman Nabiyyīn, yang maksudnya bahwa beliau adalah bapak ruhani seluruh nabi. Maka bila beliau saw. bapak ruhani semua orang beriman dan semua nabi, jadi bagaimana mungkin beliau saw. dapat disebut abtar atau tak berketurunan.

Nabi Terakhir Pembawa Syariat

         Apabila ungkapan ini diambil dalam arti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. adalah nabi yang terakhir, dan bahwa tidak ada nabi akan datang sesudah beliau, maka ayat ini akan nampak sumbang bunyinya dan tidak mempunyai pertautan dengan konteks ayat, dan daripada menyanggah ejekan orang-orang kafir bahwa Nabi Besar Muhammad saw. tidak berketurunan (abtar), malahan mendukung dan menguatkannya.
       Pendek kata, menurut arti yang tersimpul dalam kata khātam seperti dikatakan di atas, maka ungkapan Khātaman Nabiyyīn dapat mempunyai kemungkinan empat macam arti:
        (1) Nabi Besar Muhammad saw.  adalah meterai para nabi, yakni, tidak ada nabi dapat dianggap benar kalau kenabiannya tidak bermeteraikan beliau saw.. Kenabian semua nabi yang sudah lampau harus dikuatkan dan disahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan juga tidak ada seorang pun yang dapat mencapai tingkat kenabian sesudah beliau saw., kecuali dengan menjadi pengikut beliau (QS.3:32; QS.4:70-71).
    (2) Nabi Besar Muhammad saw. adalah yang terbaik, termulia, dan paling sempurna dari antara semua nabi, dan juga beliau saw. adalah sumber hiasan bagi mereka (Zurqani; Syarah Muwahib al-Laduniyyah).
    (3) Nabi Besar Muhammad saw.  adalah yang terakhir di antara para nabi pembawa syari'at. Penafsiran ini telah diterima oleh para ulama terkemuka, orang-orang suci dan waliullah seperti Ibn ‘Arabi, Syah Waliullah, Imam ‘Ali Qari, Mujaddid Alf Tsani, dan lain-lain.
     Menurut ulama-ulama besar dan para waliullāh itu, tidak ada nabi dapat datang sesudah Nabi Besar Muhammad saw. yang dapat memansukhkan (membatalkan) millah beliau saw. atau yang akan datang dari luar umat beliau (Futuhat-ul-Makiyyah, Tafhimat; Maktubat, dan Yawaqit wa’l Jawahir).
Sitti Aisyah r.a.,  istri Nabi Besar Muhammad saw., yang amat berbakat menurut riwayat pernah mengatakan: “Katakanlah bahwa beliau   adalah Khātaman Nabiyyīn, tetapi janganlah mengatakan tidak akan ada nabi lagi sesudah beliau” (Mantsur).
     (4)  Nabi Besar Muhammad saw.  adalah nabi yang terakhir (Akhirul Anbiya) hanya dalam arti kata bahwa semua nilai dan sifat kenabian terjelma dengan sesempurna-sempurnanya dan selengkap-lengkapnya dalam diri beliau saw; khatam dalam arti sebutan terakhir untuk menggambarkan kebagusan dan kesempurnaan, adalah sudah lazim dipakai. Lebih-lebih Al-Quran dengan jelas mengatakan tentang bakal diutusnya nabi-nabi sesudah Nabi Besar Muhammad saw. wafat (QS.7:36).
      Nabi Besar Muhammad saw. sendiri jelas mempunyai tanggapan mengenai berlanjutnya kenabian sesudah beliau. Menurut riwayat, beliau saw. pernah bersabda: “Seandainya Ibrahim (putra beliau) masih hidup, niscaya ia akan menjadi nabi” (Ibnu Majah, Kitab al-Jana’iz) dan: “Abu Bakar adalah sebaik-baik orang sesudahku, kecuali bila ada seorang nabi muncul” (Kanzul-Umal).

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 27 Agustus  2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar