بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 31
"Empat Burung" Nabi Ibrahim a.s.
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir Bab 30 sebelumnya telah dikemukakan
bahwa yang dimaksud dengan peniupan “nafiri” (terompet) adalah mengisyaratkan kepada pengutusan rasul Allah yang dengan
perantarannya “seruan Allah Swt.” disampaikan kepada umat manusia, firman-Nya:
قَالَ ہٰذَا رَحۡمَۃٌ
مِّنۡ رَّبِّیۡ ۚ
فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ رَبِّیۡ
جَعَلَہٗ دَکَّآءَ ۚ وَ
کَانَ وَعۡدُ رَبِّیۡ حَقًّا ﴿ؕ﴾ وَ تَرَکۡنَا بَعۡضَہُمۡ
یَوۡمَئِذٍ یَّمُوۡجُ فِیۡ بَعۡضٍ وَّ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ
فَجَمَعۡنٰہُمۡ جَمۡعًا ﴿ۙ﴾
Ia, Dzulqarnain, berkata:
Ini rahmat dari Tuhan-ku, tetapi apabila telah tiba janji Tuhan-ku, Dia akan
memecahkannya berkeping-keping, dan janji
Tuhan-ku itu pasti benar. Dan pada hari
itu Kami akan membiarkan sebagian mereka
menyerang sebagian lain, dan nafiri akan ditiup, lalu Kami akan menghimpun mereka itu semuanya.
(Al-Kahf [18]:99-100).
“Rasul Allah” yang Keempat
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
berkenaan dengan “perumpamaan sebuah kota”
yang kepada penduduknya telah diutus 3 orang rasul Allah:
وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا
الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ ﴾ اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ
﴿ ﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu
seorang laki-laki dengan berlari-lari,
ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu. Ikutilah mereka
yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka
yang telah mendapat petunjuk.” (Yā Sīn [33]:21-22).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kata-kata “bagian terjauh kota itu” dapat diartikan
suatu tempat yang jauh letaknya dari markas Islam, yakni Makkah, karena Rasul Akhir
Zaman tersebut tidak muncul di wilayah Arabia sebagaimana 3 orang rasul Allah yang diutus sebelumnya melainkan dari wilayah Hindustan, yakni di Qadian,
yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri Jemaat Ahmadiyah.
Isyarat
yang terkandung dalam kata rajulun (seorang laki-laki) dapat tertuju
kepada Al-Masih Mau’ud a.s., yang telah disebut demikian dalam suatu
hadits yang terkenal (Bukhari,
Kitab at-Tafsir). Kata-kata yang sama dalam arti dan maksud dengan kata yas’a
(berlari-lari) -- “seorang
laki-laki dengan berlari-lari”
-- telah dipakai mengenai Al-Masih Mau’ud a.s. oleh Nabi Besar
Muhammad saw. dalam beberapa sabda beliau saw., yang memberi isyarat kepada sifat yang dimiliki Rasul Akhir Zaman, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang
tidak mengenal lelah, cepat bertindak dan tak mengenal jemu dalam usahanya
untuk kepentingan Islam, yakni guna
mewujudkan keunggulan agama dan umat Islam
yang kedua kali di Akhir Zaman ini,
firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ
کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai.
(Al-Shaf
[61]:10).
Dengan demikian jumlah rasul Allah yang dikirim kepada
“penduduk kota itu” adalah 4 orang, 3
orang rasul Allah berasal dari
jazirah Arabia, sedangkan rasul Allah
yang keempat datang dari “bagian terjauh
dari kota itu”, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang lahir di
kampung Qadian, wilayah
Hindustan (India).
“4 Ekor Burung” Nabi Ibrahim a.s.
Jumlah “4 orang rasul Allah” tersebut sesuai
dengan jumlah “4 ekor burung” Nabi
Ibrahim a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ
رَبِّ اَرِنِیۡ کَیۡفَ تُحۡیِ
الۡمَوۡتٰی ؕ قَالَ اَوَ لَمۡ تُؤۡمِنۡ ؕ قَالَ بَلٰی وَ لٰکِنۡ
لِّیَطۡمَئِنَّ قَلۡبِیۡ ؕ قَالَ فَخُذۡ اَرۡبَعَۃً مِّنَ الطَّیۡرِ
فَصُرۡہُنَّ اِلَیۡکَ ثُمَّ اجۡعَلۡ عَلٰی کُلِّ جَبَلٍ مِّنۡہُنَّ جُزۡءًا ثُمَّ
ادۡعُہُنَّ یَاۡتِیۡنَکَ سَعۡیًا ؕ وَ اعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾٪
Dan ingatlah
ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhan-ku, perlihatkan
kepadaku bagaimanakah cara Engkau
menghidupkan yang mati?” Dia berfirman: “Apakah engkau tidak percaya?” Ia berkata: “Ya aku percaya, tetapi aku tanyakan supaya hatiku tenteram.”
Dia berfirman: “Jika demikian, maka ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah mereka kepada engkau, kemudian letakkanlah setiap burung itu di atas tiap-tiap gunung lalu panggillah mereka, niscaya mereka dengan cepat akan datang kepada engkau,
dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah [2]:261).
Perbedaan antara iman dan ithminan
(hati dalam keadaan tenteram) ialah, dalam keadaan pertama, orang hanya percaya bahwa Allah Swt. dapat berbuat sesuatu, sedangkan dalam
keadaan kedua (ithminan), orang mendapat kepastian
bahwa sesuatu dapat pula berlaku atas
dirinya. Nabi Ibrahim a.s. sungguh
beriman bahwa Allah Swt. dapat menghidupkan yang sudah mati, tetapi apa yang diinginkan beliau
ialah kepuasan pribadi untuk
mengetahui apakah Allah Swt. akan berbuat demikian untuk keturunan beliau.
Menunjuk kepada ayat yang ada dalam bahasan,
Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan
telah bersabda: “Kita lebih layak menaruh
syak (keraguan) daripada Ibrahim” (Muslim). Kata syak
berarti keinginan keras yang
tersembunyi, menunggu dengan penuh harapan akan sempurnanya keinginan itu, sebab beliau saw. tidak pernah ragu-ragu mengenai janji
atau apa pun perbuatan Allah Swt.. Hal itu menunjukkan bahwa
pertanyaan Nabi Ibrahim a.s. tidak
terdorong oleh keraguan, melainkan oleh kedambaan
yang sangat.
Shurtu
al ghushna ilayya berarti “saya mencondongkan dahan itu kepadaku sendiri”
(Lexicon Lane). Kata depan ila
menentukan arti kata shurhunna dalam artian mencondongkan atau
melekatkan dan bukan memotong. Para penafsir umumnya mengartikan kalimat “fashurhunna ilayka” adalah “lalu
potong-potonglah burung-burung itu”,
yang lebih tepat adalah “jinakkanlah
kepada engkau”, sebab hal tersebut berkaitan erat dengan pemanggilan keempat ekor burung dari
punjak gunung.
Takwil “Burung” adalah “Keturunan”
Nampaknya orang yang menafsirkan kalimat “fashurhunna ilayka” dengan arti “lalu
potong-potonglah burung-burung itu”, tersandera dengan kalimat “menghidupkan
yang telah mati”. Padahal kalau benar
bahwa yang dimaksud oleh Nabi Ibrahim a.s. adalah ingin melihat kekuasaan Allah Swt. “menghidupkan
orang yang mati secara jasmani”,
maka mengapa Allah Swt. tidak memerintahkan
Nabi Ibrahim a.s. untuk membunuh dan
memotong-motong 4 orang manusia, dan
bukannya 4 ekor burung yang dipotong-potong, sehingga ketika orang-orang yang tubuhnya telah dipotong-potong tersebut benar-benar hidup lagi maka hal itu benar-benar akan mententramkan hati (yakin).
Kenapa demikian? Sebab jika yang dijadikan
obyek contoh adalah 4
ekor burung maka hal itu akan
menyisakan keraguan dalam hati Nabi
Ibrahim a.s., yakni: “Ya, benar burung-burung
itu telah dapat dihidupkan lagi oleh
Allah Swt., tetapi jika yang dipotong-potong
itu manusia maka apakah Allah Swt. tetap
akan dapat menghidupkannya lagi?”
Tetapi yang jelas bahwa Allah
Swt. dalam ayat tersebut telah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s. untuk mengambil
“4 ekor burung” – bukannya “4 orang
manusia” -- karena itu pasti terdapat hikmah mendalam dengan menjadikan “4 ekor burung” sebagai bukti kekuasaan
Allah Swt. Dalam takwil mimpi “burung” berarti “keturunan”, jadi “4 ekor
burung” Nabi Ibrahim a.s.
mengisyaratkan kepada “empat keturunan”
Nabi Ibrahim a.s., yang dengan
perantaraan mereka keturunan Nabi Ibrahim a.s. (Bani Israil dan Bani Ismai’il) akan mengalami
masa kebangkitan ruhani dan juga akan
memiliki kekuasaan duniawi.
Juz’ berarti suku, sebagian atau
sesuatu. Jadi, bila sesuatu terdiri atas atau meliputi suatu rombongan, kata
“bagian” akan berarti tiap-tiap anggotanya. Ini adalah suatu kasyaf (penglihatan ruhani) Nabi Ibrahim a.s.. Dengan “mengambil 4 ekor burung”,
maknanya ialah keturunan beliau
akan bangkit dan jatuh 4 kali, peristiwa itu
disaksikan dua kali di tengah-tengah
kaum Bani Israil dan terulang lagi
dua kali di tengah-tengah para pengikut Nabi Muhammad saw., yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim
a.s. melalui Nabi Isma’il
a.s..
Ada pun “keempat ekor burung” Nabi Ibrahim a.s. tersebut masing-masing
adalah: (a) Dari kalangan Bani Israil (1) Nabi Musa
a.s. dan (2) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.; (b) dari kalangan Bani Isma’il (3) Nabi Muhammad saw. (Misal Nabi Musa a.s. – QS.46:11) dan (4) Mirza Ghulam Ahmad a.s. ( Misal Isa Ibnu Maryam a.s. – QS.43:58).
Kalau Rasul Akhir Zaman yang
ditunggu-tunggu oleh Bani Israil (Yahudi dan Kristen) dan oleh Banim Ismail (umat Islam) adalah Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. Israili, maka jumlah “burung
Nabi Ibrahim a.s.” bukan 4 ekor burung melainkan hanya 3 ekor burung, sebab Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili datang
dua kali. Jika kepercayaan tersebut benar
maka berarti Allah Swt. telah berlaku “tidak adil” terhadap Bani Isma’il (umat Islam), Na’udzubillāhi min dzālik.
Empat Kali Kejatuhan Bani Israil dan Bani Isma’il
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab
sebelumnya sehubungan dengan QS.17:5-8, kekuasaan kaum Yahudi -- yang adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s. melalui
Nabi Ishaq a.s. . — hancur dua kali: pertama kali oleh Nebukadnezar dari Babilonia; dan
kemudian oleh Titus dari kerajaan
Romawi (QS.17:5-8 & Encyclopaedia Brtitannica, pada
Jews), dan tiap-tiap kali Allah Swt. membangkitkan kembali sesudah keruntuhan mereka; kebangkitan kedua
kalinya terlaksana oleh Konstantin,
Maharaja Roma, yang memeluk agama Kristen
yang telah berubah mempertuhankan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..
Demikian pula kekuasaan umat Islam, mula-mula dengan hebat digoncang
ketika Bagdad, pusat kekuasaan umat Islam Bani ‘Abbas, jatuh saat
menghadapi pasukan-pasukan Mongol dan Tartar
pimpinan Hulaku Khan,
tetapi segera dapat pulih kembali
sesudah pukulan yang meremukkan itu.
Para pemenang berubah menjadi golongan yang
kalah dan cucu Hulaku, perebut Bagdad, masuk Islam. Keruntuhan kedua datang
kemudian, ketika kemunduran umum dan menyeluruh dialami oleh kaum Muslimin
dalam bidang ruhani dan bidang politik. Kebangkitan Islam yang kedua sedang dilaksanakan oleh Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman atau “seorang laki-laki yang datang berlari-lari
dari bagian terjauh kota itu” (QS.36:21) yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., Pendiri
Jemaat Ahmadiyah.
Dalam
ayat-ayat yang lalu dijelaskan bahwa, menurut hukum Ilahi, Allah Swt. . memberikan hidup baru kepada bangsa-bangsa yang layak menerimanya sesudah mereka mati, dan ihwal Bani Israil disebut sebagai contoh. Kemudian dinyatakan dalam ayat
ini (QS.2:261) bahwa keturunan Nabi Ibrahim
a.s. akan bangkit empat kali: yakni Bani
Israil dan Bani Isma’il
masing-masing akan bangkit dua kali.
Setelah mengalami masing-masing 2 kali
masa kemunduran dan mendapat hukuman Allah Swt. melalui serbuan dahsyat “hamba-hamba Allah” yang memiliki kekuatan tempur yang hebat, berikut
firman-Nya mengenai puncak kejatuhan Bani
Israil yang pertama:
وَ قَضَیۡنَاۤ اِلٰی
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ فِی الۡکِتٰبِ
لَتُفۡسِدُنَّ فِی الۡاَرۡضِ
مَرَّتَیۡنِ وَ
لَتَعۡلُنَّ عُلُوًّا کَبِیۡرًا ﴿﴾ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ اُوۡلٰىہُمَا
بَعَثۡنَا عَلَیۡکُمۡ
عِبَادًا لَّنَاۤ اُولِیۡ بَاۡسٍ
شَدِیۡدٍ فَجَاسُوۡا
خِلٰلَ الدِّیَارِ ؕ وَ کَانَ وَعۡدًا مَّفۡعُوۡلًا ﴿﴾
Dan telah
Kami tetapkan dengan jelas kepada Bani
Israil dalam kitab itu:
“Niscaya kamu akan melakukan kerusakan di muka bumi ini dua kali, dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang sangat besar.” Apabila datang saat sempurnanya janji yang pertama dari kedua janji itu, Kami membangkitkan
untuk menghadapi kamu hamba-hamba Kami
yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat, dan mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah, dan itu merupakan
suatu janji yang pasti terlaksana. (Bani Israil [17]:5-6).
Selanjutna mengenai kejatuhan Bani Israil yang kedua kali – yang juga
merupakan peringatan bagi umat Islam
(Bani Isma’il -- Allah Swt. berfirman:
اِنۡ اَحۡسَنۡتُمۡ اَحۡسَنۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ ۟ وَ اِنۡ اَسَاۡتُمۡ فَلَہَا ؕ فَاِذَا جَآءَ وَعۡدُ الۡاٰخِرَۃِ لِیَسُوۡٓءٗا وُجُوۡہَکُمۡ وَ لِیَدۡخُلُوا الۡمَسۡجِدَ
کَمَا دَخَلُوۡہُ اَوَّلَ مَرَّۃٍ وَّ لِیُتَبِّرُوۡا مَا عَلَوۡا تَتۡبِیۡرًا
﴿۷﴾
Jika kamu
berbuat ihsan, kamu berbuat ihsan
bagi diri kamu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk maka itu untuk
dirimu sendiri. Lalu bila datang saat
sempurnanya janji yang kedua
itu Kami membangkitkan lagi hamba-hamba Kami yang lain supaya mereka mendatangkan kesusahan kepada
pemimpin-pemimpin kamu dan supaya mereka memasuki masjid seperti pernah mereka
memasukinya pada kali pertama, dan supaya mereka menghancurluluhkan segala yang telah mereka kuasai (Bani Israil [17]:8).
Jadi, guna mempersiapkan kaum Muslimin untuk kebangkitan yang dijanjikan, Allah Swt. dalam ayat-ayat Al-Quran selanjutnya kembali lagi membahas
jalan kemajuan nasional dan
memerintahkan orang-orang beriman
supaya membelanjakan harta sebanyak-banyaknya
di jalan Allah (QS.2:262-282).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar