Minggu, 12 Agustus 2012

Itikad Sesat "Laa Nabiyya Ba'dahu" (Tidak Ada Lagi Nabi Sesudahnya)



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 40

Itikad Sesat “Lā nabiyya ba’dahū
(Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya)
  
                                                                                
Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam akhir  Bab 39 sebelumnya telah dikemukakan     Sunnatullah pendustaan dan penentangan para rasul Allah  yang  meliputi juga cara-cara pendustaan dan penentangan yang dilakukan, sehingga    pada setiap   kedatangan rasul Allah para penentangnya seakan-akan telah saling mewasiyatkan cara-cara pendustaan dan penentangan   yang zalim  tersebut, firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Al- Dzāriyāt [51]:53-54).
      Mengenai tuduhan-tuduhan dusta serta berbagai fitnah seperti itu lihat pula QS.15:7; QS.26:28; QS.37:37; QS.51:40; QS,54:10; QS.68:52, dan Nabi Besar Muhammad saw. pun tidak luput dari tuduhan dan fitnah:Dia tukang sihir, atau orang gila!”     tersebut (QS,52:30; QS.68:3; QS.81:23).
  Jadi, begitu menyoloknya persamaan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani  (rasul-rasul Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan atau mewasiyatkan atau mewariskan  berbagai  tuduhan-tuduhan  tersebut  kepada keturunan mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan dusta itu.
   Sunnatullāh  pendustaan dan penentangan tersebut terjadi pula di Akhir Zaman ini terhadap Al-Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., sebab pada hakikatnya adanya pendustaan dan penentangan tersebut membuktikan kebenaran pendakwaan  rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37).

Itikad Sesat Lā Nabiyya Ba’dahū
(Tidak Ada Lagi Nabi Susudahnya)

       Ada pun landasan utama dari pendustaan dan penentangan terhadap para rasul Allah yang kedatangannya telah dijanjikan Allah Swt. tersebut (QS.7:35-37) adalah itikad sesat lā nabiya ba’dahū (tidak ada lagi nabi sesudahnya). Berikut  adalah sebagian dari dialog antara  seorang yang  beriman kepada Nabi Musa a.s. – yang selama itu ia menyembunyikan keimanannya -- dengan Fir’aun berkenaan pendakwaan Nabi Musa a.s., yang didustakan dan ditentang oleh Fir’aun dan para pembesarnya, firman-Nya:  
وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ  شَکٍّ  مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی  اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  مِنۡۢ بَعۡدِہٖ  رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ  مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿ۚۖ﴾  الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ  اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ  قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ  جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang kepada kamu Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan dari apa yang dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati  kamu berkata: “Allah  tidak akan pernah mengutus  seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan  barangsiapa yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang ber-tengkar mengenai  Tanda-tanda Allah tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap  hati orang sombong lagi  sewenang-wenang. (Al-Mu’min [40]:35-36)
   Rasul-rasul Allah senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam, tetapi begitu busuknya pikiran orang-orang — setiap kali datang seorang rasul baru yang kedatangannya dijanjikan Allah Swt. kepada mereka (QS.7:35-37),  mereka menolak dan menentangnya, dan ketika rasul Allah itu  wafat orang-orang yang kemudian beriman kepada rasul Allah   itu berkata bahwa “tidak ada nabi akan datang lagi” (lā nabiyya ba’di)  dan “pintu wahyu telah tertutup” untuk selama-lamanya.
  Kalimat  Lan- yab’atsallāhu min ba’dihī rasūlan” (Allah tidak akan pernah membangkitkan lagi/mengutus lagi rasul sesudahnya) identik dengan kalimat “lā nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi nabi sesudahnya). Dan menurut  firman Allah Swt. dalam ayat tersebut orang-orang yang   mengatakan pernyataan seperti itu adalah “orang-orang  yang  sesat”, firman-Nya:
 ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ  مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿ۚۖ﴾  الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ  اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ  عَلٰی کُلِّ  قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ  جَبَّارٍ ﴿﴾
….Demikianlah Allah menyesatkan  barangsiapa yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang bertengkar mengenai  Tanda-tanda Allah tanpa dalil yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap  hati orang sombong lagi  sewenang-wenang. (Al-Mu’min [40]:35-36).

Pewarisan Itikad Sesat “Lā Nabiyya Ba’dahū

       Itikad sesat   lā nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi nabi sesudahnya)  dari zaman ke zaman terus menerus  diwariskan kepada generasi berikutnya dan terulang lagi pada saat Allah Swt. mengutus rasul-Nya, firman-Nya:
وَّ  اَنَّہٗ کَانَ رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ یَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ  مِّنَ  الۡجِنِّ فَزَادُوۡہُمۡ  رَہَقًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہُمۡ  ظَنُّوۡا کَمَا ظَنَنۡتُمۡ  اَنۡ  لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ  اَحَدًا ۙ﴿﴾
“Dan sesungguhnya  ada beberapa orang dari ins (manusia) yang meminta perlindungan kepada beberapa orang dari jin maka  menambah kesombongan mereka. Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul, (Al-Jin [71]:7-8).
   Karena kata rijāl hanya dipakai mengenai manusia, ayat ini menunjukkan bahwa “serombongan jin” yang tersebut dalam Surah Al-Jin ayat 2   dan dalam Surah Al-Ahqāf  ayat 30-33  adalah manusia dan bukan suatu jenis makhluk lain mana pun. Kata Arab jin di sini, dapat berarti orang-orang besar dan berpengaruh, dan ins – orang-orang rendah dan hina, yang dengan mengikuti golongan tersebut pertama dan mencari lindungan mereka itu, meningkatkan kesombongan dan keangkuhan mereka.
  Ada pun yang dimaksud dengan kalimat “serombongan jin” dalam kedua Surah Al-Quran tersebut pada hakikatnya  adalah serombongan “orang-orang Yahudi dari Nashibin atau sumber lain menyebutkan dari Niniwe, Iraq, yang karena takut mendapat tentangan dari  para pemuka  Quraisy Makkah,  mereka menjumpai Nabi Besar Muhammad saw. pada malam hari, dan setelah mereka  mendengar pembacaan Al-Quran serta tuturan  Nabi Besar Muhammad saw. mereka masuk Islam dan menyampaikan “agama baru” itu kepada kaum mereka yang juga dengan suka hati menerikmanya (Bayan jilid XIII).
 Maksud ucapan mereka:  Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa  Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul,” adalah bahwa sejak  zaman Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak mempercayai lagi kedatangan rasul mana pun sesudah beliau.  
 Itulah sebabnya ketika Allah Swt. mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. pun bukan hanya Fir’aun dan para pembesarnya (Haman dan Qarun) saja yang mendustakan dan menentang Nabi Musa a.s., orang-orang Yahudi pun  tidak percaya sepenuhnya kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., sehingga mereka sering melakukan pembangkangan dan melakukan hal-hal yang menyakiti kedua rasul Allah tersebut (QS.61:5; QS.7:143-152; QS.2:68-72; QS.5:21-27).

Saling Mewasiyatkan

 Dengan demikian benarlah bahwa  kalimat   Lan- yab’atsallāhu min ba’dihī rasūlan” (Allah tidak akan pernah membangkitkan lagi/mengutus lagi rasul sesudahnya) atau  lā nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi nabi sesudahnya) adalah itikad sesat yang diwariskan secara turun temurun pada setiap kedatangan rasul Allah, termasuk di Akhir Zaman  ini, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ  یَہۡدِ  لِلَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ  بَعۡدِ  اَہۡلِہَاۤ  اَنۡ  لَّوۡ نَشَآءُ  اَصَبۡنٰہُمۡ بِذُنُوۡبِہِمۡ ۚ وَ نَطۡبَعُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ  فَہُمۡ  لَا  یَسۡمَعُوۡنَ ﴿    تِلۡکَ الۡقُرٰی نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآئِہَا ۚ  وَ لَقَدۡ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ ۚ فَمَا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِ  الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Apakah tidak pernah  menjadi petunjuk  bagi orang-orang yang mewarisi bumi sebagai penerus sesudah penduduknya dibinasakan, bahwa seandainya Kami menghendaki Kami siksa pula mereka karena dosa-dosanya, dan Kami memeterai hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar petunjuk yang benar? Itulah negeri-negeri yang Kami ceritakan kepada engkau (Rasulullah) sebagian dari berita-beritanya. Dan sungguh benar-benar telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya, demikianlah Allah mencap hati orang-orang kafir. (Al-A’rāf [7]:101-102).
       Kalimat “tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya” identik dengan itikad sesat “ Lan- yab’atsallāhu min ba’dihī rasūlan” (Allah tidak akan pernah membangkitkan lagi/mengutus lagi rasul sesudahnya) atau  lā nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi nabi sesudahnya). Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. di awal Bab ini:
کَذٰلِکَ مَاۤ  اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ  مِّنۡ رَّسُوۡلٍ  اِلَّا  قَالُوۡا  سَاحِرٌ  اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾  اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah sekali-kali tidak pernah datang kepada orang-orang sebelum mereka seorang rasul melainkan mereka berkata: “Dia tukang sihir, atau orang gila!”  Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai itu? Tidak, bahkan mereka itu semua kaum pendurhaka (Al- Dzāriyāt [51]:53-54).

(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 23 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar