بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 40
Itikad Sesat “Lā nabiyya ba’dahū”
(Tidak Ada lagi Nabi Sesudahnya)
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir Bab 39 sebelumnya telah dikemukakan Sunnatullah pendustaan dan penentangan
para rasul Allah yang
meliputi juga cara-cara pendustaan dan penentangan yang dilakukan, sehingga pada setiap kedatangan rasul Allah para penentangnya seakan-akan telah saling mewasiyatkan cara-cara pendustaan dan penentangan yang zalim
tersebut, firman-Nya:
کَذٰلِکَ مَاۤ
اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ
مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾ اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ
قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah
sekali-kali tidak pernah datang
kepada orang-orang sebelum mereka seorang
rasul melainkan mereka berkata: “Dia
tukang sihir, atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai
itu? Tidak, bahkan mereka itu semua
kaum pendurhaka (Al- Dzāriyāt [51]:53-54).
Mengenai tuduhan-tuduhan dusta serta
berbagai fitnah seperti itu lihat pula QS.15:7; QS.26:28; QS.37:37; QS.51:40;
QS,54:10; QS.68:52, dan Nabi Besar Muhammad saw. pun tidak luput dari tuduhan dan fitnah: “Dia tukang sihir,
atau orang gila!” tersebut (QS,52:30; QS.68:3; QS.81:23).
Jadi, begitu menyoloknya
persamaan tuduhan-tuduhan yang
dilancarkan terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan para mushlih rabbani (rasul-rasul
Allah) lainnya oleh lawan-lawan mereka sepanjang masa, sehingga nampaknya orang-orang kafir dari abad tertentu menurunkan atau mewasiyatkan atau mewariskan
berbagai tuduhan-tuduhan tersebut kepada keturunan
mereka, supaya terus melancarkan lagi tuduhan-tuduhan
dusta itu.
Sunnatullāh pendustaan
dan penentangan tersebut terjadi pula
di Akhir Zaman ini terhadap Al-Masih Mau’ud a.s. yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., sebab pada
hakikatnya adanya pendustaan dan penentangan tersebut membuktikan kebenaran pendakwaan rasul
Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37).
Itikad Sesat Lā Nabiyya Ba’dahū
(Tidak Ada Lagi Nabi Susudahnya)
Ada pun landasan
utama dari pendustaan dan penentangan terhadap para rasul Allah yang kedatangannya telah dijanjikan Allah Swt. tersebut
(QS.7:35-37) adalah itikad sesat lā nabiya ba’dahū (tidak ada lagi
nabi sesudahnya). Berikut adalah
sebagian dari dialog antara seorang
yang beriman kepada Nabi Musa a.s. –
yang selama itu ia menyembunyikan keimanannya
-- dengan Fir’aun berkenaan pendakwaan
Nabi Musa a.s., yang didustakan dan ditentang oleh Fir’aun dan para
pembesarnya, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جَآءَکُمۡ یُوۡسُفُ مِنۡ قَبۡلُ بِالۡبَیِّنٰتِ
فَمَا زِلۡتُمۡ فِیۡ شَکٍّ مِّمَّا جَآءَکُمۡ بِہٖ ؕ حَتّٰۤی اِذَا ہَلَکَ قُلۡتُمۡ لَنۡ یَّبۡعَثَ
اللّٰہُ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ رَسُوۡلًا ؕ کَذٰلِکَ یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ
ہُوَ مُسۡرِفٌ مُّرۡتَابُۨ ﴿ۚۖ﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ
فِیۡۤ اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ
اَتٰہُمۡ ؕ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ
کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی
کُلِّ قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ جَبَّارٍ ﴿﴾
Dan sungguh
benar-benar telah datang kepada kamu
Yusuf sebelum ini dengan bukti-bukti yang nyata, tetapi kamu selalu dalam keraguan dari apa yang
dengannya dia datang kepadamu, hingga apabila ia telah mati kamu berkata:
“Allah
tidak akan pernah mengutus
seorang rasul pun sesudahnya.” Demikianlah Allah menyesatkan barangsiapa
yang melampaui batas, yang ragu-ragu. Yaitu orang-orang yang ber-tengkar mengenai
Tanda-tanda Allah tanpa dalil
yang datang kepada mereka. Sangat besar kebencian di sisi Allah dan di
sisi orang-orang yang beriman, demikianlah Allah mencap setiap hati orang
sombong lagi sewenang-wenang. (Al-Mu’min [40]:35-36)
Rasul-rasul Allah senantiasa datang ke dunia semenjak waktu yang jauh silam, tetapi
begitu busuknya pikiran orang-orang —
setiap kali datang seorang rasul baru
yang kedatangannya dijanjikan Allah
Swt. kepada mereka (QS.7:35-37), mereka menolak dan menentangnya, dan ketika rasul
Allah itu wafat orang-orang yang kemudian beriman
kepada rasul Allah itu
berkata bahwa “tidak ada nabi akan datang
lagi” (lā nabiyya ba’di) dan “pintu
wahyu telah tertutup” untuk selama-lamanya.
Kalimat
“Lan- yab’atsallāhu min ba’dihī rasūlan” (Allah tidak akan
pernah membangkitkan lagi/mengutus lagi rasul sesudahnya) identik dengan kalimat
“lā
nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi nabi sesudahnya). Dan menurut firman Allah Swt. dalam ayat tersebut
orang-orang yang mengatakan pernyataan
seperti itu adalah “orang-orang yang sesat”, firman-Nya:
ؕ کَذٰلِکَ
یُضِلُّ اللّٰہُ مَنۡ ہُوَ مُسۡرِفٌ
مُّرۡتَابُۨ ﴿ۚۖ﴾ الَّذِیۡنَ یُجَادِلُوۡنَ فِیۡۤ اٰیٰتِ اللّٰہِ بِغَیۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰہُمۡ ؕ
کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ؕ کَذٰلِکَ
یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ قَلۡبِ مُتَکَبِّرٍ جَبَّارٍ ﴿﴾
….Demikianlah
Allah menyesatkan barangsiapa yang melampaui batas, yang
ragu-ragu. Yaitu orang-orang
yang bertengkar mengenai Tanda-tanda Allah
tanpa dalil yang datang kepada mereka.
Sangat besar kebencian di sisi Allah
dan di sisi orang-orang yang beriman,
demikianlah Allah mencap setiap hati orang sombong lagi sewenang-wenang.
(Al-Mu’min
[40]:35-36).
Pewarisan Itikad Sesat “Lā Nabiyya Ba’dahū”
Itikad
sesat “lā nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi
nabi sesudahnya) dari zaman ke zaman
terus menerus diwariskan kepada generasi berikutnya dan terulang lagi pada saat Allah Swt. mengutus rasul-Nya, firman-Nya:
وَّ اَنَّہٗ کَانَ
رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ یَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ
مِّنَ الۡجِنِّ فَزَادُوۡہُمۡ رَہَقًا ۙ﴿﴾ وَّ اَنَّہُمۡ ظَنُّوۡا کَمَا
ظَنَنۡتُمۡ اَنۡ لَّنۡ یَّبۡعَثَ اللّٰہُ اَحَدًا ۙ﴿﴾
“Dan sesungguhnya ada beberapa
orang dari ins (manusia) yang meminta
perlindungan kepada beberapa orang dari jin
maka menambah kesombongan mereka. Dan
sesungguhnya mereka menyangka
sebagaimana kamu juga menyangka bahwa
Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang rasul, (Al-Jin
[71]:7-8).
Karena
kata rijāl hanya dipakai mengenai manusia,
ayat ini menunjukkan bahwa “serombongan
jin” yang tersebut dalam Surah Al-Jin
ayat 2 dan dalam Surah Al-Ahqāf ayat 30-33 adalah manusia
dan bukan suatu jenis makhluk lain
mana pun. Kata Arab jin di sini, dapat berarti orang-orang besar dan
berpengaruh, dan ins – orang-orang rendah dan hina, yang dengan
mengikuti golongan tersebut pertama dan mencari lindungan mereka itu,
meningkatkan kesombongan dan keangkuhan mereka.
Ada pun yang dimaksud dengan kalimat “serombongan jin” dalam kedua Surah Al-Quran tersebut pada
hakikatnya adalah serombongan “orang-orang Yahudi” dari Nashibin atau sumber lain menyebutkan
dari Niniwe, Iraq, yang karena takut mendapat tentangan dari para
pemuka Quraisy Makkah, mereka menjumpai Nabi Besar Muhammad saw. pada
malam hari, dan setelah mereka mendengar pembacaan
Al-Quran serta tuturan Nabi Besar Muhammad saw. mereka masuk Islam dan menyampaikan “agama baru”
itu kepada kaum mereka yang juga dengan suka hati menerikmanya (Bayan
jilid XIII).
Maksud ucapan mereka: “Dan sesungguhnya mereka menyangka sebagaimana kamu juga menyangka bahwa Allah tidak akan pernah membangkitkan seorang
rasul,” adalah bahwa sejak
zaman
Nabi Yusuf a.s. orang-orang Yahudi tidak
mempercayai lagi kedatangan rasul mana pun sesudah beliau.
Itulah sebabnya ketika Allah Swt. mengutus Nabi Musa a.s. dan Nabi
Harun a.s. pun bukan hanya Fir’aun
dan para pembesarnya (Haman dan Qarun) saja yang mendustakan dan menentang
Nabi Musa a.s., orang-orang Yahudi
pun tidak
percaya sepenuhnya kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., sehingga
mereka sering melakukan pembangkangan
dan melakukan hal-hal yang menyakiti
kedua rasul Allah tersebut (QS.61:5; QS.7:143-152; QS.2:68-72; QS.5:21-27).
Saling Mewasiyatkan
Dengan demikian benarlah
bahwa kalimat “Lan-
yab’atsallāhu min ba’dihī rasūlan” (Allah tidak akan pernah
membangkitkan lagi/mengutus lagi rasul sesudahnya) atau “lā nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi
nabi sesudahnya) adalah itikad sesat
yang diwariskan secara turun temurun
pada setiap kedatangan rasul Allah, termasuk
di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ یَہۡدِ لِلَّذِیۡنَ یَرِثُوۡنَ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِ اَہۡلِہَاۤ اَنۡ
لَّوۡ نَشَآءُ اَصَبۡنٰہُمۡ
بِذُنُوۡبِہِمۡ ۚ وَ نَطۡبَعُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ فَہُمۡ لَا
یَسۡمَعُوۡنَ ﴿ ﴾ تِلۡکَ الۡقُرٰی
نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآئِہَا ۚ
وَ لَقَدۡ جَآءَتۡہُمۡ رُسُلُہُمۡ بِالۡبَیِّنٰتِ ۚ فَمَا کَانُوۡا
لِیُؤۡمِنُوۡا بِمَا کَذَّبُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَذٰلِکَ یَطۡبَعُ اللّٰہُ عَلٰی
قُلُوۡبِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Apakah tidak pernah menjadi petunjuk bagi orang-orang yang mewarisi bumi sebagai penerus sesudah penduduknya dibinasakan, bahwa seandainya Kami menghendaki Kami siksa pula mereka karena dosa-dosanya, dan Kami memeterai hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar petunjuk yang benar? Itulah negeri-negeri yang Kami ceritakan kepada engkau (Rasulullah) sebagian dari berita-beritanya. Dan sungguh benar-benar telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan Tanda-tanda yang nyata, tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka dustakan sebelumnya, demikianlah Allah mencap hati orang-orang kafir. (Al-A’rāf [7]:101-102).
Kalimat “tetapi mereka senantiasa tidak beriman kepada apa yang telah mereka
dustakan sebelumnya” identik dengan itikad sesat “ Lan- yab’atsallāhu min ba’dihī
rasūlan” (Allah tidak akan pernah membangkitkan lagi/mengutus lagi
rasul sesudahnya) atau “lā
nabiyya ba’dahū” (tidak ada lagi nabi sesudahnya). Dengan demikian
benarlah firman Allah Swt. di awal Bab ini:
کَذٰلِکَ مَاۤ
اَتَی الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ
مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا قَالُوۡا سَاحِرٌ اَوۡ مَجۡنُوۡنٌ ﴿ۚ﴾ اَتَوَاصَوۡا بِہٖ ۚ بَلۡ ہُمۡ
قَوۡمٌ طَاغُوۡنَ ﴿ۚ﴾
Demikianlah
sekali-kali tidak pernah datang
kepada orang-orang sebelum mereka seorang
rasul melainkan mereka berkata: “Dia
tukang sihir, atau orang gila!” Adakah mereka saling mewasiatkan mengenai
itu? Tidak, bahkan mereka itu semua
kaum pendurhaka (Al- Dzāriyāt [51]:53-54).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 23 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar