بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 35
Faham “Trinitas”
Bertolak-belakang dengan
Ajaran Asli Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam akhir Bab 34 sebelumnya telah
dikemukakan mengenai maksud kalimat “orang-orang yang berkata: "Allah
mengambil seorang anak lelaki”
(QS.18:5), hal tersebut dijelaskan Allah
Swt. dalam Surah Al-Quran lainnya, firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ
اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ
اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ
وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ
ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ
نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ
لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah anak
Allah”, dan orang-orang Nasrani
berkata: “Al-Masih adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka
sampai dipalingkan dari Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan melainkan
supaya mereka menyembah Tuhan Yang
Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka
sekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.
(Al-Taubah [9]:30-32).
‘Uzair
atau Ezra hidup pada abad kelima sebelum Masehi. Beliau keturunan
Seraya, imam agung, dan karena beliau sendiri pun anggota Dewan Imam dan
dikenal sebagai Imam Ezra. Beliau termasuk seorang tokoh terpenting di masanya
dan mem-punyai pengaruh yang luas sekali dalam mengembangkan agama Yahudi.
Beliau men-dapat kehormatan khas di antara nabi-nabi
Israil.
Orang-orang Yahudi di Medinah dan
suatu mazhab Yahudi di Hadramaut, mempercayai beliau sebagai anak Allah. Para Rabbi
(pendeta-pendeta Yahudi) menghubungkan nama beliau dengan beberapa
lembaga-lembaga penting. Renan mengemukakan dalam mukadimah bukunya “History of the People of Israel”
bahwa bentuk agama Yahudi yang-pasti dapat dianggap berwujud semenjak masa
Ezra. Dalam kepustakaan golongan Rabbi, beliau dianggap patut jadi wahana
pengemban syariat seandainya syariat itu tidak dibawa oleh Nabi Musa a.s.. Beliau bekerjasama dengan Nehemya dan
wafat pada usia 120 tahun di Babil (Yewish Encyclopaedia & Encyclopaedia Biblica).
Paulus & “Trinitas”
Ahbar adalah ulama-ulama Yahudi dan Ruhban adalah para rahib agama Nasrani. Pencetus ajaran Trinitas – “Bapa – Anak - Rohul Kudus” dalam agama Kristen adalah Saul atau Paulus, yang menurut
pengakuannya sendiri ia berasal dari
kalangan Ahli Taurat dan penentang
keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
serta para pengikunya ( Kis. 22:1-5; Gal.1:11-24).
Faham “Trinitas”
karya Paulus benar-benar bertolak-belakang
dengan ajaran utama semua Rasul Allah
mulai dari Adam a.s. sampai dengan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. yang sangat
menekankan Tauhid Ilahi (QS.16:37),
termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ
لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ
سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ
اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ
تَعۡلَمُ مَا فِیۡ
نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ
مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا
اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا
تَوَفَّیۡتَنِیۡ کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ
عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ﴿﴾ اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ
فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu
Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak patut bagiku mengatakan apa yang
sekali-kali bukan hakku.
Jika aku telah mengatakannya maka
sungguh Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan tidak mengetahui apa yang ada
dalam diri Engkau, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. “Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan
kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau
perintahkan kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Tuhan-ku dan Tuhan-mu.” Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, tetapi tatkala Engkau
telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah
Saksi atas segala sesuatu. Kalau
Engkau mengazab mereka, maka
sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba
Engkau, dan kalau Engkau mengampuni
mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Ma’idah [5]:117-118).
Kalimat “Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan
selain Allah?" menunjuk kepada kebiasaan Gereja Kristen yang
menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah (Ketuhanan) kepada Siti Maryam, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s.. Pertolongan Siti Maryam dimohon dalam Litania (suatu bentuk
sembahyang), sedangkan dalam Katakisma (Cathechism, yakni,
dasar-dasar ajaran agama berupa tanya-jawab) Gereja Romawi ditanamkan akidah
bahwa beliau itu bunda Tuhan.
Gerejawan-gerejawan di zaman
lampau menganggap beliau mempunyai sifat-sifat
Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan
paham kenaikan Siti Maryam ke langit
dalam ajaran Gereja. Semua ini sama halnya dengan menaikkan beliau ke jenjang Ketuhanan dan inilah apa yang
dicela oleh umat Protestan dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara
Maria).
Ungkapan bahasa Arab dalam teks
yang diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku” dapat ditafsirkan
sebagai: “Tidak patut bagiku” atau “tidak mungkin bagiku” atau “aku tidak berhak berbuat demikian”, dan
sebagainya. Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
dengan tegas menolak keras faham “Trinitas”
yang dibuat-buat oleh Paulus, dan
beliau selama hidupnya mengajarkan kepada Bani
Israil untuk hanya menyembah satu
Tuhan yakni Allah Swt. (Matius 4:10 dan Lukas 4:8).
Tidak Ada Manusia yang Hidup Kekal
Lebih lanjut ayat tersebut
menjelaskan alasan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menolak keras penisbahan “penyembahan
terhadap beliau dan ibunya” -- sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus -- bahwa selama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hidup,
beliau senantiasa mengamati dengan cermat
pengikut-pengikut beliau dan menjaga
agar mereka jangan menyimpang dari jalan yang benar (Tauhid Ilahi). Tetapi setelah
Allah Swt. mewafatkan beliau
(QS.3:56) maka beliau tidak mengetahui bagaimana mereka telah berbuat dan akidah-akidah
palsu apa yang dianut mereka.
Kini, oleh karena pengikut-pengikut Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. telah sesat karena telah mempercayai faham “Trinitas”
dan “Penebusan Dosa” karya Paulus, maka
dapat diambil kesimpulan pasti bahwa
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah
wafat, sebab sebagaimana ditunjukkan oleh ayat itu, sesudah wafatnyalah beliau disembah
sebagai Tuhan selain Allah Swt..
Begitu pula kenyataan bahwa menurut ayat ini Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan menyatakan tidak tahu-menahu bahwa pengikut-pengikut beliau menganggap beliau dan bundanya sebagai dua tuhan sesudah beliau meninggalkan
mereka, membuktikan bahwa beliau tidak
akan kembali lagi ke dunia.
Kenapa demikian? Sebab apabila beliau benar-benar
harus kembali ke dunia ini –
sebagaimana yang dipercaya oleh kaum
Kristen dan juga oleh umumnya umat Islam
-- dan melihat dengan mata sendiri pengikut-pengikut beliau telah menjadi rusak dan telah mempertuhankan beliau, beliau tidak dapat berdalih tidak tahu-menahu tentang diri beliau telah dipertuhankan
mereka. Jika sekiranya beliau berbuat demikian, jawaban beliau dengan berdalih tidak
tahu-menahu, akan sama halnya dengan benar-benar
dusta.
Dengan demikian ayat itu
membuktikan secara positif bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah
wafat dan beliau sekali-kali tidak
akan kembali ke dunia ini. Lebih-lebih menurut hadits yang termasyhur, Nabi
Besar Muhammad saw. akan
menggunakan kata-kata seperti itu pada Hari
Kebangkitan, sebagaimana kata-kata itu diletakkan di sini pada mulut Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s., bila kelak di
akhirat beliau saw. melihat
pengikut beliau (umat Islam) digiring ke
neraka. Ini memberikan dukungan lebih
lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah
wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. pun telah wafat, firman-Nya:
وَ مَا جَعَلۡنَا لِبَشَرٍ مِّنۡ
قَبۡلِکَ الۡخُلۡدَ ؕ اَفَا۠ئِنۡ مِّتَّ فَہُمُ الۡخٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ الۡمَوۡتِ
ؕ وَ نَبۡلُوۡکُمۡ بِالشَّرِّ وَ الۡخَیۡرِ فِتۡنَۃً ؕ وَ اِلَیۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami
sekali-kali tidak menjadikan seorang
manusia pun sebelum engkau hidup
kekal, maka apakah jika engkau mati lalu mereka itu akan hidup kekal? Setiap jiwa
akan merasai kematian, dan Kami menguji kamu dengan keburukan serta
kebaikan sebagai percobaan, dan kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan. (Al-Anbiyā
[21]:35-36).
Semua syariat dan sistem agama
yang bermacam-macam di masa sebelum Nabi Besar Muhammad saw. telah ditetapkan
dan ditakdirkan untuk mengalami kehancuran dan kematian ruhani, dan hanyalah syariat
Nabi Besar Muhammad saw. -- syariat
Islam -- sajalah yang ditakdirkan
akan tetap
hidup dan akan berlaku terus sampai Akhir Zaman.
Ayat ini dapat pula mengandung maksud bahwa tidak seorang pun yang kebal
terhadap kehancuran dan kematian jasmani – termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. -- bahkan Nabi Besar Muhammad saw. pun tidak. Kekekalan dan keabadian merupakan Sifat-sifat
khusus Allah Swt..
Kembali kepada firman Allah Swt.
sebelum ini sehubungan dengan kebiasaan di kalangan kaum Yahudi dan Kristen biasa “mempertuhankan” ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka –
termasuk Nabi Uzair a.s (Ezra) .
dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Al-Masih)
-- firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ
اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ
کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ
اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ
وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ
دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ
ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ
اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ
نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ
لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah anak
Allah”, dan orang-orang Nasrani
berkata: “Al-Masih adalah anak Allah.” Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka
sampai dipalingkan dari Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan melainkan
supaya mereka menyembah Tuhan Yang
Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-Suci Dia dari apa yang mereka
sekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai.
(Al-Taubah [9]:30-32).
Pernyataan Allah Swt. “Mereka berkehendak memadamkan
cahaya Allah dengan mulut mereka,
tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau pun orang-orang kafir tidak menyukai“ (QS.9:32)
mengisyaratkan kepada upaya orang-orang
Nasrani (Kristen) yang berdiam di tanah
Arab telah menghasut orang-orang kuat
seagama mereka di Siria, dan
dengan pertolongan mereka mencoba untuk memadamkan Nur Islam yang telah dinyalakan
Allah Swt. di tanah Arab
dengan perantaraan pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw.. Orang-orang Yahudi
pun pernah berupaya semacam itu, dengan menghasut orang-orang Parsi atau
Majusi yang menyembah
api -- yakni kerajaan Persia pimpinan Kisra
-- untuk bangkit melawan beliau saw..
Para mufassir
(ahli tafsir) Al-Quran sepakat bahwa, seperti dikemukakan dalam sebuah hadits Nabi
Besar Muhammad saw., bahwa kemenangan Islam pada akhirnya akan
terjadi di masa Al-Masih Mau’ud a.s. (Tafsir Ibnu Jarir), manakala semua
agama yang beraneka ragam akan bangkit
dan akan berusaha sekeras-kerasnya untuk menyiarkan ajaran mereka sendiri.
Cita-cita dan asas-asas Islam yang luhur sudah mulai
semakin bertambah diakui, dan hari itu tidak jauh lagi bila Islam
akan memperoleh kemenangan atas semua agama lainnya dan
pengikut-pengikut agama-agama itu akan masuk ke dalam haribaan Islam dalam jumlah besar.
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 19 Ramadhan 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar