بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 85
"Bidadari Surgawi" & Istri-istri yang Bertakwa
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai firman Allah Swt. berikut ini:
وَ یَطُوۡفُ عَلَیۡہِمۡ وِلۡدَانٌ
مُّخَلَّدُوۡنَ ۚ اِذَا
رَاَیۡتَہُمۡ حَسِبۡتَہُمۡ
لُؤۡلُؤًا مَّنۡثُوۡرًا ﴿ ﴾ وَ اِذَا
رَاَیۡتَ ثَمَّ رَاَیۡتَ نَعِیۡمًا وَّ مُلۡکًا کَبِیۡرًا ﴿ ﴾ عٰلِیَہُمۡ ثِیَابُ سُنۡدُسٍ خُضۡرٌ وَّ اِسۡتَبۡرَقٌ ۫
وَّ حُلُّوۡۤا اَسَاوِرَ مِنۡ فِضَّۃٍ ۚ
وَ سَقٰہُمۡ رَبُّہُمۡ
شَرَابًا طَہُوۡرًا ﴿ ﴾ اِنَّ
ہٰذَا کَانَ لَکُمۡ جَزَآءً وَّ کَانَ سَعۡیُکُمۡ مَّشۡکُوۡرًا ﴿٪ ﴾ اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا
عَلَیۡکَ الۡقُرۡاٰنَ تَنۡزِیۡلًا ﴿ۚ ﴾
Dan mereka dikelilingi pemuda-pemuda
yang tetap muda. Apabila engkau melihat mereka, engkau menyangka mereka itu
mutiara-mutiara yang bertaburan. Dan apabila engkau melihat niscaya engkau akan melihat kenikmatan dan kerajaan besar. Pada mereka
ada pakaian-pakaian dari sutera halus hijau dan sutera tebal, dan mereka dipakaikan gelang-gelang
perak, dan Tuhan mereka memberi mereka minum-minuman
murni. Sesungguhnya
ini adalah ganjaran bagi kamu dan usahamu dihargai. (Al-Dahr [76]:20-24).
Sebagai imbuhan bagi kerajaan ruhani yang dijanjikan kepada orang-orang beriman yang bertakwa
di akhirat, para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. diberi hak menguasai kerajaan-kerajaan
besar di zaman mereka dalam kehidupan ini juga. Inilah makna lain dari kalimat
“mereka akan mengenakan
gelang-gelang emas dan mutiara” dan “duduk
di atas tahta-tahta” (QS.34:34-36;
QS.15:46-49).
Sementara di tingkat kafūr pada perjalanan ruhani sang pengembara ruhani yang mabuk
cinta Ilahi, ia dilukiskan berusaha minum anggur cinta Ilahi atau sungai
Arak (QS.47:16; QS.76:6) dan pada tingkat zanjabil ia diberi oleh
orang-orang lain minuman yang menghidupkan
(QS.76:18), pada tingkat terakhir atau tingkat salsabil Allah Swt. Sendiri
memberi dia eliksir atau zat kehidupan kekal abadi. Itulah
peningkatan penting dalam ketiga macam minuman
surgawi.
Minuman pertama dicampur
dengan kamper (kapur) yang mempunyai khasiat menyejukkan. Minuman itu mendinginkan hasrat-hasrat dan hawa nafsu
rendah. Minuman kedua dicampur dengan jahe
(zanjabil) mempunyai khasiat memanasi yang
merangsang keinginan mengejar nilai
ketakwaan, dan salsabil menandai tingkat ketiga, ketika orang-orang
beriman dengan sendirinya akan taat menempuh
jalan yang ditunjukkan dan mengikuti jalan
ketakwaan.
“Bidadari Surgawi” adalah “Perempuan
Bertakwa”
Kembali kepada para penghuni surga yang dikemukakan dalam
Surah Al-Thūr, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
مُتَّکِئِیۡنَ عَلٰی سُرُرٍ مَّصۡفُوۡفَۃٍ ۚ وَ زَوَّجۡنٰہُمۡ بِحُوۡرٍ عِیۡنٍ ﴿﴾
Mereka duduk-duduk bersandar pada dipan-dipan
yang berjajar-jajar, dan Kami akan menjodohkan mereka dengan jodoh-jodoh yang cantik bermata jeli. (Al-Thūr [52]:21).
Zawwaja syai’an bi-syai’in, artinya, ia
memperpasangkan atau menjodohkan sebuah benda dengan sebuah benda lain; ia
mempersatukannya sebagai kawannya atau sesamanya. Hūr adalah jamak dari ahwar
(bentuk mudzakar, atau laki-laki) dan haura’ (muannats, atau
perempuan) dan berarti orang yang matanya ditandai sifat yang disebut hawar,
yakni putih-mata yang sangat putih
dan hitam-mata yang sangat hitam,
dengan warna putih sekali, atau keindahan
yang sangat pada diri orang itu. Ahwar berarti juga kecerdasan yang murni atau jernih.
‘Īn adalah jamak dari ‘ayan dan
aina’, yang masing-masing berarti laki-laki dan perempuan bermata hitam dan lebar; kata yang terakhir berarti juga ucapan atau perkataan bagus
atau indah (Lexicon Lane; Al-Mufradat,
dan Taj-ul ‘Urus). Dengan demikian kata hūr dan ‘īn mengandung
arti keindahan serta kemurnian pribadi dan watak.
Itulah sebabnya
dikisahkan ketika ada seorang perempuan
beriman yang usianya sudah lanjut (nenek-nenek) memohon doa kepada Nabi Besar Muhammad
saw. agar ia termasuk penghuni surga,
Nabi Besar Muhammad saw. menjawab dengan gurauan bahwa “di surga tidak ada nenek-nenek, yang
ada adalah gadis-gadis remaja”
sehingga perempuan tua itu merasa
sedih. Tetapi kemudian beliau saw. menghiburnya bahwa ia pun di surga akan
menjadi seperti “gadis remaja”,
sehingga perempuan tua itu pun merasa gembira mendengar keterangan tersebut.
Kehidupan sesudah mati
merupakan citra (bayangan) dan
penjelmaan kehidupan di dunia ini, dan ganjaran
serta hukuman di akhirat hanyalah
akan berupa perwujudan-perwujudan dan
bayangan-bayangan perbuatan manusia
selama di dunia ini. Surga dan neraka bukanlah suatu alam serba-kebendaan baru yang datang dari
luar.
Sungguh benar, surga dan neraka akan dapat dilihat dan dirasakan, katakanlah kedua-duanya
itu kebendaan, jika anda inginkan,
akan tetapi surga dan neraka hanyalah perwujudan kenyataan ruhani kehidupan ini. Segala kesulitan mengamalkan agama di dunia ini akan nampak di
akhirat kelak sebagai belenggu-belenggu
yang melingkari kedua belah kaki.
Begitu juga panas yang membakar hati di dunia ini akan nampak dengan jelas sebagai nyala api yang berkobar-kobar; dan kecintaan kepada Allah Swt. dan
Al-Khāliq, yang dirasakan oleh
orang beriman akan nampak di alam
akhirat dalam wujud seperti anggur,
dan sebagainya. Oleh karena itu akan ada kebun-kebun,
sungai-sungai, susu, madu, daging burung, anggur, buah-buahan,
mahligai-mahligai, jodoh-jodoh, dan banyak benda lain lagi di surga, tetapi benda-benda
itu tidak akan serupa benda-benda
yang ada di dunia ini melainkan berupa perwujudan kenyataan-kenyataan ruhani kehidupan di dunia ini.
Kenyataan bahwa di
surga nanti tidak akan ada dosa, kejanggalan atau pembicaraan hampa, tidak ada
kesenangan jasmani yang kita pahami mengenai itu di sini, melainkan keamanan dan keridhaan Allah Swt. belaka
yang meliputi segala sesuatu
(QS.56:26-27) menjelaskan keadaan surga, sebagaimana dimengerti
oleh orang-orang bertakwa dan dijanjikan kepada mereka oleh Al-Quran.
“Istri-istri yang Bertakwa”
Di Bawah Telapak Kakinya Terdapat
“Surga”
Kata-kata zawwajnā,
hūr dan ‘īn, sebagaimana diterangkan di atas menunjukkan bahwa di
surga, hamba Allah yang bertakwa akan dibuat hidup bersama jodoh-jodoh suci-murni yang berwajah
berseri-seri oleh kejuitaan ruhani
yang cemerlang; atau, mereka akan mempunyai teman
hidup – bidadari-bidadari cantik -- yakni istri-istri mereka sendiri.
Untuk mengerti dan
memahami sifat ganjaran-ganjaran dan hukuman-hukuman dalam kehidupan sesudah
mati, hendaknya diingat bahwa kehidupan di sana adalah kelanjutan kehidupan yang telah kita jalani di dunia ini. Segera
sesudah ruh manusia meninggalkan jasad tanahnya ia diberi tubuh baru, sebab ruh tidak dapat
membuat kemajuan atau tidak dapat merasai kenikmatan atau sakit tanpa tubuh.
Tubuh baru itu sama halus dan latifnya seperti ruh di dunia
ini sebelum mati. Karena bentuk dan sifat tubuh baru kita akan berbeda dengan
tubuh jasmani kita sekarang ini, lagi
pula perbedaan itu sukar kita pahami maka sifat ganjaran dan hukuman di alam akhirat nanti pun berada di luar jangkauan
pengertian kita. Itulah sebabnya mengapa
Al-Quran mengatakan “Dan tidak ada seorang pun mengetahui apa yang
tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai pahala atas apa-apa yang
telah mereka kerja-kan.” (QS.32:18). Dan Nabi Besar Muhammad saw. menurut riwayat pernah bersabda: “Tidak ada mata pernah melihat nikmat-nikmat
surga, begitu pun tidak ada telinga pernah mendengamya, begitu juga tidak ada
pikiran manusia memakluminya” (Bukhari).
Oleh karena para
suami dan ayah yang ketika dunia
ini tidak berusaha menjadikan istri-istrinya
serta anak-anak perempuannya menjadi
orang-orang yang bertakwa atau sebagai calon-calon “bidadari surgawi”, lalu ia
(suami) mengharapkan akan memperoleh “bidadari surgawi” di akhirat maka ia
tidak akan memperoleh “bidadari surgawi” yang didambakannya tersebut.
Sehubungan dengan itu
pulalah Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda
mengenai perempuan bahwa “surga ada di bawah telapak kaki ibu”, yakni ibu-ibu yang bertakwa yang menjadi calon “bidadari
surgawi” itulah yang di bawah telapak
kakinya ada “surga” bagi anak-anaknya.
Dan merupakan kewajiban para suami untuk menjadikan istri-istrinya sebagai calon “bidadari surgawi.”
Dialog Umum Mukminin, Umi Salamah
r.a.
Dengan Nabi Besar Muhammad Saw.
Bahwa para hakikatnya “bidadari-bidadari surgawi” yang akan menjadi jodoh (istri) kaum lelaki para penghuni surga adalah istri-istri mereka sendiri yang bertakwa
dapat diketahui dari dialog antara Umum Mukminin, Umi Salamah r.a. dengan Nabi
Besar Muhammad Saw..
Sebagaimana diketahui bahwa Umi Salamah
r.a. sebelum adalah istri dari Abu Talhah r.a., seorang sahabat Nabi Besar
Muhammad saw., seorang suami yang sangat dibanggakan oleh Umi Salamah r.a.,
istrinya, karena ketakwaan serta akhlak-akhlak baik lainnya.
Ketika Abu Talhah r.a. meninggal dunia, Umi Salamah r.a.
memberitahukannya kepada Nabi Besar Muhammad saw., dan beliau saw. menghibur
kesedihan Umi Salamah r.a. dengan bersabda, “Berdoalah kepada Allah Ta’ala agar
Dia menganugerahkan suami yang lebih
baik daripada Abu Talhah.” Mendengar sabda beliau saw., Umi Salamah berkata,
“Ya Rasulullah, mungkinkah ada laki-laki (suami) yang lebih baik daripada Abu
Talhah?”
Takdir Ilahi menentukan, Ummi Salamah kemudian diperistri (dinikahi) oleh Nabi Besar
Muhammad saw.. Dengan demikian terbuktilah kebenaran sabda Nabi Besar Muhammad
saw., bahwa Umi Salamah r.a., seorang perempuan (istri) yang sangat bertakwa
ketika menjadi istri Abu Talhah r.a., mendapatkan suami baru yang segala
sesuatunya jauh lebih baik daripada
Abu Talhah r.a..
Dalam suatu kesempatan, Umi Salamah r.a.
bertanya kepada Nabi Besar Muhammad saw., “Ya Rasulullah, jika ada seorang perempuan mempunyai dua orang suami, nanti di
akhirat perempuan itu akan menjadi suami
yang mana?” Beliau saw. menjawab, “Perempuan itu akan menjadi istri dari suaminya yang lebih
bertakwa.”
Dari
dialog tersebut jelaslah bahwa pada hakikatnya “bidadari-bidadari surgawi” bukanlah makhluk lain yang speciesnya
berbeda dengan manusia, melainkan perempuan-perempuan bertakwa – yakni istri-istri dari laki-laki (suami) yang bertakwa
ketika mereka hidup di dunia. Itulah sebabnya Allah Swt. telah mengajarkan doa berikut ini:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ
اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan
orang-orang yang mengatakan: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami,dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
Sehubungan dengan peran istri yang bertakwa terhadap keberhasilan suaminya dalam membina keluarganya Allah Swt.
berfirman:
اَلَّذِیۡنَ یَحۡمِلُوۡنَ الۡعَرۡشَ وَ مَنۡ
حَوۡلَہٗ یُسَبِّحُوۡنَ بِحَمۡدِ
رَبِّہِمۡ وَ یُؤۡمِنُوۡنَ بِہٖ وَ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ رَبَّنَا وَسِعۡتَ
کُلَّ شَیۡءٍ رَّحۡمَۃً وَّ عِلۡمًا فَاغۡفِرۡ لِلَّذِیۡنَ تَابُوۡا وَ اتَّبَعُوۡا
سَبِیۡلَکَ وَ قِہِمۡ عَذَابَ الۡجَحِیۡمِ ﴿﴾
Wujud-wujud yang memikul ‘Arasy
dan yang di sekitarnya, mereka bertasbih
dengan pujian Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan mereka memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman: “Wahai Tuhan
kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan
rahmat dan ilmu maka ampunilah
orang-orang yang bertaubat dan mengikuti
jalan Engkau, dan lindungilah mereka
dari azab Jahannam. (Al-Mukmin
[40]:8).
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 25 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar