Minggu, 09 September 2012

Mengembalikan "Iman" dari Bintang Tsurayya



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 68

Mengembalikan "Iman" dari Bintang Tsurayya


 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam bagian akhir Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai masalah ruh manusia, firman-Nya:
وَ یَسۡـَٔلُوۡنَکَ عَنِ الرُّوۡحِ ؕ قُلِ الرُّوۡحُ مِنۡ  اَمۡرِ رَبِّیۡ وَ مَاۤ  اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنَ الۡعِلۡمِ اِلَّا  قَلِیۡلًا ﴿﴾
Dan mereka bertanya kepada engkau mengenai ruh, katakanlah: “Ruh telah diciptakan atas perintah Tuhan-ku, dan kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu tentang itu melainkan sedikit.” (Bani Israil [17]:86).
       Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam masa kemunduran dan kejatuhan ruhani mereka, nampaknya orang-orang Yahudi asyik berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan ilmu klenik (occult), seperti halnya banyak ahli kebatinan modern, para pengikut gerakan teosofi dan yogi-yogi Hindu. Nampaknya di masa Nabi Besar Muhammad saw. pun beberapa orang Yahudi di Madinah telah menempuh cara-cara kebiasaan semacam itu.
      Itulah sebabnya mengapa ketika orang-orang musyrik Makkah mencari bantuan orang-orang Yahudi untuk membungkam Nabi Besar Muhammad saw.   mereka memberi saran supaya orang-orang musyrik Makkah itu menanyakan kepada beliau saw. hakikat ruh manusia.
    Dalam ayat yang sedang dibahas ini Al-Quran menjawab pertanyaan mereka dengan mengatakan  bahwa ruh memperoleh daya kekuatannya dari perintah Ilahi, dan apa pun yang menurut kepercayaan orang dapat diperoleh dengan perantaraan apa yang dikatakan latihan-latihan batin (olah batin) dan ilmu sihir, adalah semata-mata tipuan dan omong-kosong belaka, sebab sebagaimana yang menciptakan ruh manusia  adalah Allah Swt. (QS.23:15), demikian pula yang memiliki kekuasaan untuk mencabut dan mengembalikan ruh Al-Quran  adalah Allah Swt., manusia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut, sebagai firman-Nya: “kamu sama sekali  tidak  diberi ilmu tentang itu melainkan sedikit.”
    Menurut riwayat pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat ruh manusia pertama-tama diajukan kepada Nabi Besar Muhammad  saw. di kota Makkah oleh orang-orang Quraisy dan kemudian menurut ‘Abdullah bin Mas’ud r.a. — oleh orang-orang Yahudi di Madinah.
        Di sini ruh disebut sesuatu yang diciptakan atas perintah langsung dari Tuhan. Menurut Al-Quran semua penciptaan terdiri dari dua jenis: (1) Kejadian permulaan yang dilaksanakan tanpa mempergunakan zat atau benda yang telah diciptakan sebelumnya. (2) Kejadian selanjutnya yang dilaksanakan dengan mempergunakan sarana dan benda yang telah diciptakan sebelumnya.
        Kejadian macam pertama termasuk jenis amr (arti harfiahnya ialah perintah – kun fayakun), yang untuk itu lihat QS.2:118, dan yang terakhir disebut khalq (arti harfiahnya ialah menciptakan). Ruh manusia termasuk jenis penciptaan pertama, yakni “kun fayakun” (Jadilah, maka terjadi), atau melalui “peniupan ruh” dari Allah Swt. (QS.15:30; QS.38:73). Kata ruh itu berarti  pula wahyu Ilahi (Lexicon Lane) atau wahyu Al-Quran (QS.42:52-54). Letaknya kata ini di sini agaknya mendukung arti demikian.

Pencabutan Kembali  Ruh Al-Quran

      Setelah menyinggung masalah  ruh  manusia, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  ruh  Al-Quran:
وَ لَئِنۡ شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا  وَکِیۡلًا ﴿ۙ ﴾   اِلَّا رَحۡمَۃً  مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ  فَضۡلَہٗ  کَانَ عَلَیۡکَ  کَبِیۡرًا﴿ ﴾    قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ  ظَہِیۡرًا ﴿ ﴾
Dan jika   Kami benar-benar  menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali  apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dan kemudian engkau tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu.    Kecuali karena rahmat dari Tuhan engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau. Katakanlah: “Jika  manusia dan jin benar-benar berhimpun  untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini, walaupun  sebagian mereka membantu sebagian yang lain.” (Bani Israil [17]:87-89).
       Ayat 87  --  niscaya Kami mengambil kembali  apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau  --  nampaknya mengandung nubuatan bahwa akan datang suatu saat ketika ilmu Al-Quran akan lenyap dari bumi atau dari umat Islam. Nubuatan Nabi Besar Muhammad saw. serupa itu telah diriwayatkan oleh Mardawaih, Baihaqi, dan Ibn Majah, ketika ruh dan jiwa ajaran Al-Quran akan hilang lenyap dari bumi, dan semua  orang yang dikenal sebagai ahli-ahli mistik dan para sufi yang mengakui memiliki kekuatan batin istimewa — seperti pula diakui oleh segolongan orang-orang Yahudi dahulu kala yang sifatnya serupa dengan mereka — tidak akan berhasil mengembalikan jiwa ajaran Al-Quran dengan usaha mereka bersama-sama.
        Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik, supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib, yang darinya orang-orang ahli kebatinan itu —  menurut pengakuannya sendiri — menerima ilmu ruhani. Tantangan ini berlaku pula untuk semua orang yang menolak Al-Quran bersumber pada Allah Swt.  dan merupakan Kitab suci untuk sepanjang masa.
      
“Kaum Âkharīn”

        Sehubungan dengan penarikan kembali “ruh Al-Quran” tersebut (QS.32:6 & QS17:87-89) tersebut, dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyebutnya  iman akan terbang ke Bintang Tsuraya, dan yang akan membawanya kembali turun  bukan dari kalangan bangsa Arab, melainkan  seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Hadits  tersebut berhubungan “kaum ākharīn  dalam  firman Allah Swt. mengenai dua kali pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿ ﴾   وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ ﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara me-reka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata; dan juga akan membangkitkan-nya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  Itulah karunia Allah, Dia meng-anugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allāh mempunyai karunia yang besar.  (Al-Jumu’ah [62]:3).
  Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw.  meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s.  telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s.,  beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:128-130).
   Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafah, arti, dan kepentingan cita-cita dan asas-asas ajarannya itu,  kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.
   Didikan yang Nabi Besar Muhammad saw.  berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan falsafah ajaran beliau menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, sedangkan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat ini. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿ ﴾
Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Jumu’ah [62]:4).
  Makna ayat tersebut adalah bahwa ajaran Nabi Besar Muhammad saw.   ditujukan bukan kepada bangsa Arab belaka -- yang di tengah-tengah bangsa itu beliau saw.  dibangkitkan -- melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan (generasi) demi keturunan manusia yang akan datang hingga kiamat.
  Atau ayat ini dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw.   akan dibangkitkan lagi di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para pengikut semasa hidup beliau saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan  Nabi Besar Muhammad saw.   untuk kedua kali dalam wujud   Al-Masih Mau’ud a.s.,  di Akhir Zaman.

Salman Al-Farsi r.a.

    Abu Hurairah r.a.  berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw.  ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada beliau saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata  Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?”  Saat itu Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami.
     Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan tangan beliau pada Salman dan bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari). Hadits Nabi saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi.  Al-Masih Mau’ud a.s., pendiri Jemaat Ahmadiyah, adalah dari keturunan Parsi.
    Hadits Nabi saw.. lainnya menyebutkan kedatangan Al-Masih pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi). Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw.  dalam wujud  Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58).
    Menurut Allah Swt. semua itu terjadi adalah semata-mata fadhal (karunia) Allah Swt., firman-Nya: 
ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ ﴾
Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.  (Al-Jumu’ah [62]:5).
       Atau merupakan “rahmat-Nya”, sebagaimana firman-Nya sebelum ini mengenai “pencabutan ruh” Al-Quran”:
وَ لَئِنۡ شِئۡنَا لَنَذۡہَبَنَّ بِالَّذِیۡۤ  اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَکَ بِہٖ عَلَیۡنَا  وَکِیۡلًا ﴿ۙ ﴾   اِلَّا رَحۡمَۃً  مِّنۡ رَّبِّکَ ؕ اِنَّ  فَضۡلَہٗ  کَانَ عَلَیۡکَ  کَبِیۡرًا﴿ ﴾    قُلۡ لَّئِنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَ الۡجِنُّ عَلٰۤی اَنۡ یَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا یَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِہٖ وَ لَوۡ کَانَ بَعۡضُہُمۡ لِبَعۡضٍ  ظَہِیۡرًا ﴿ ﴾
Dan jika   Kami benar-benar  menghendaki, niscaya Kami mengambil kembali  apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dan kemudian engkau tidak akan memperoleh penjaga baginya terhadap Kami dalam hal itu.    Kecuali karena rahmat dari Tuhan engkau, sesungguhnya karunia-Nya sangat besar kepada engkau. Katakanlah: “Jika  manusia dan jin benar-benar berhimpun  untuk mendatangkan yang semisal Al-Quran ini, mereka tidak akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini, walaupun  sebagian mereka membantu sebagian yang lain.” (Bani Israil [17]:87-89).
       Ya, karena di Akhir Zaman ini,  Mirza Ghulam Ahmad a.s. atau Al-Masih Mau’ud a.s., adalah pengikut sejati Nabi Besar Muhmmad saw.,  yang dengan karunia Allah Swt. telah memasuki tingkat  ruhani  Maryam binti ‘Imran dan  tingkat   ruhani  Isa  Ibnu Maryam a.s. (QS.66:12-13), karena itu dengan perantaraan beliau itulah Allah Swt.  berkenan mengembalikan lagi “ruh” Al-Quran  dari “Bintang Tsurayya”, tidak melalui ahli-ahli kebatinan mau pun mereka yang menggeluti dunia sufisme  yang sudah melantur dari ajaran asli para Sufi yang hakiki , sebagaimana yang diamalkan  dan diajarkan oleh para Sufi besar seperti  Imam Ghazali, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Ibnu Arabi dll.
      Demikianlah penjelasan mengenai makna “apabila matahari digulung” dan pengembalian kembali “cahaya matahari” Al-Quran oleh Al-Masih Akhir Zaman, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ اِذَا  الشَّمۡسُ کُوِّرَتۡ ۪ۙ﴿۱﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Apabila matahari digulung,  (Al-Takwir [81]:1-2)

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 10 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma




1 komentar: