بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 60
Kesejajaran Peristiwa Jasmani
dengan Peristiwa Ruhani
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan secara rinci pengalaman pribadi Al-Masih
Mau’ud a.s., yang mengalami “kelahiran
ruhani” atau “peningkatan ruhani” dari tingkat ruhani Maryam binti ‘Imran menjadi tingkat ruhani Isa Ibnu Maryam
(QS.66:13), sebagaimana halnya Maryam binti
‘Imran mengalami “rasa sakit melahirkan”, demikian pula halnya dengan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, setelah atas
perintah Allah Swt. menyatakan bahwa Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat
(QS.3:57; QS.5:117-119; QS.21:35-36), dan bahwa yang dimaksud dengan kedatangannya kedua kali di Akhir Zaman ini adalah
beliau -- sebagai misal Isa Ibnu Maryam
(QS.43:58) -- maka ketika mendengar pendakwaan
Al-Masih Mau’ud a.s. tersebut hampir seluruh
ulama Islam di Hindustan bereaksi keras
serta zalim, sehingga kenyataan
tersebut membuat hati beliau benar-benar merasa sangat sedih, seperti halnya kesedihan yang dialami oleh Maryam binti ‘Imran ketika melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s.,
firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ اِلٰی جِذۡعِ النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ
قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا
مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan
memaksanya pergi ke
sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam
[19]:24).
Kemajuan Ruhani di Akhirat yang Tak
Terbatas
Kenyataan ruhani tersebut membuktikan, bahwa semua kisah dalam Al-Quran bukan
merupakan dongeng atau kisah kaum-kaum
purbakala belaka (QS.6:26; QS.832; QS.16:25; QS.23:84; QS.25:6; QS. 27:69;
QS.46:18; QS.68:16; QS.83:14) sebagaimana tuduhan
orang-orang yang tidak memahami
kesempurnaan Kitab Suci Al-Quran, sebagai Kitab suci terakhir dan
tersempurna (QS.5:4).
Tetapi hal tersebut tidak perlu
diherankan, sebab dengan tegas Allah
Swt. telah menyatakan bahwa orang-orang
yang dapat “menyentuh” kedalaman kandungan keruhanian Al-Quran hanya orang-orang yang disucikan-Nya
(QS.56:78-80), yakni para wali Allah dan para Mujaddid, dan di Akhir Zaman ini orang Muslim yang mencapai nikmat ruhani kenabian (QS.4:70-71) – yakni yang telah
meraih martabat ruhani Maryam binti
‘Imran dan martabat ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s. (QS.66:12-13) -- kepada orang-orang
suci itulah Allah Swt. membukakan rahasia-rahasia-Nya (QS.3:180;
QS.72:27-29).
Dengan
demikian jelaslah, bahwa melakukan perjalanan ruhani di jalan
Allah Swt. (suluk) menuju “perjumpaan” dengan-Nya di dalam kehidupan di dunia
ini – yakni meningkatkan keadaan nafs
(jiwa) dari tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54) ke tingkat nafs Lawwamah (QS.75:2-3) lalu meraih
tingkat nafs Muthmainnah
(QS.89;28-31) atau dari keadaan misal “istri yang saleh Fir’aun” menjadi misal “Maryam binti ‘Imran” lalu menjadi misal “Isa ibnu Maryam a.s.” (66:12-13) -- pada hakikatnya merupakan suatu pendakian ruhani ke martabat-martabat
ruhani yang sangat tinggi dan tak
berujung.
Mengisyaratkan
kepada kenyataan itulah doa yang
dipanjatkan Rasul Allah dan orang-orang beriman yang besertanya berikut ini, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ
سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ
مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿۸﴾
Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh jadi Tuhan-mu akan menghapuskan dari kamu keburukan-keburukanmu dan akan memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun orang-orang yang beriman
besertanya, cahaya mereka akan
berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanannya, mereka akan berkata: “Hai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami,
dan maafkanlah kami, sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala se-suatu.” (Al-Tahrim [66]:9).
Keinginan tidak kunjung
padam bagi kesempurnaan pada pihak orang-orang yang beriman di surga
sebagaimana diungkapkan dalam kata-kata, “Hai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya
kami“ menunjukkan bahwa kehidupan di
surga itu bukanlah kehidupan tanpa aktivitas (statis). Kebalikannya, kemajuan ruhani di surga tiada berhingga sebab bila orang-orang
beriman akan mencapai kesempurnaan, yang
menjadi ciri tingkat tertentu, mereka
tidak akan berhenti sampai di situ, melainkan serentak terlihat di hadapannya
ada tingkat kesempurnaan lebih tinggi
dan diketahuinya bahwa tingkat yang didapati olehnya itu bukan tingkat
tertinggi maka ia akan maju terus dan seterusnya tanpa berakhir.
Selanjutnya tampak bahwa setelah masuk surga
orang-orang beriman akan mencapai maghfirah
– penutupan kekurangan (Lexicon Lane).
Mereka akan terus-menerus berdoa kepada Allah Swt. untuk mencapai kesempurnaan dan sama sekali tenggelam
dalam Nur Ilahi dan akan terus naik
kian menanjak ke atas dan memandang tiap-tiap tingkatan surga sebagai ada kekurangan dibandingkan dengan tingkat yang lebih tinggi yang
didambakan oleh mereka, dan karena itu akan berdoa kepada Allah Swt. supaya Dia
menutupi ketidaksempurnaannya
sehingga mereka akan mampu mencapai tingkat lebih tinggi itu. Inilah makna yang
sesungguhnya mengenai istighfar, yang secara harfiah berarti “mohon ampunan atas segala kealpaan.”
Ilmu Ladunni & Menjadi Sasaran Fitnah
Dalam beberapa Bab sebelumnya telah
dikemukakan bahwa ketika seorang hamba Allah dengan karunia-Nya telah dapat meningkatkan keadaan imannya dari (ruhaninya) martabat
keimanan (ruhani) “istri Fir’aun kepada martabat keimanan (ruhani) Maryam binti ‘Imran, maka ia akan
mendapat bimbingan langsung dari
Allah Swt., yang digambarkan sebagai “peniupan
ruh-Nya” kepada Maryam binti ‘Imran
sehingga ia menjadi hamil dan melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. melalui
“Kun fayakun” Allah Swt., yakni ia akan
memperoleh ilmu ladunni.
Telah dijelaskan pula dalam Bab-bab
sebelumnya, ketika seorang hamba Allah memperoleh ilmu ladunni dari Allah Swt. seperti itu
melalui wahyu-Nya, maka hamba Allah tersebut lazim menjadi sasaran fitnah serta fatwa-fatwa buruk dari para “ulama duniawi”, sebagaimana yang
dialami oleh Maryam binti ‘Imran dan
putranya, Isa Ibnu Maryam a.s. oleh para pemuka
agama Yahudi atau Ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi. Berikut adalah kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. terhadap mereka:
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh dan
berkata: “Jika kami hidup di zaman
nenek-moyang kita, tentulah kami tidak akan ikut dengan mereka dalam pembunuhan
nabi-nabi itu.” Tetapi dengan demikian kamu
bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh
nabi-nabi itu. Jadi penuhilah juga
takanan nenek-moyangmu! Hai kamu ular-ular,
hai kamu keturunan ular beludak!
Bagaimana mungkin kamu dapat meluputkan
diri dari hukuman neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku mengutus kepadamu nabi-nabi,
orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara
mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya
kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah
mulai dari Habel, orang benar itu, sampai Zakharia
anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua
ini akan ditanggung angkatan ini! (Matius 23:29-36).
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kecaman keras Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
tersebut pada hakikatnya merupakan kutukan
beliau terhadap orang-orang kafir
dari kalangan Bani Israil, dimana
sebelumnya Nabi Daud a.s. pun telah mengutuk
mereka dalam Mazmurnya (QS.5:79-81),
firman-Nya:
لُعِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا
عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ
فَعَلُوۡہُ ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾ تَرٰی کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ
اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang yang kafir dari
kalangan Bani Israil telah dilaknat oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam, hal
demikian itu karena mereka senantiasa
durhaka dan melampaui batas. Mereka tidak
pernah saling mencegah
dari kemungkaran yang dikerjakannya, benar-benar sangat
buruk apa yang senantiasa mereka
kerjakan. Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan
orang-orang kafir sebagai pelindung, dan benar-benar sangat buruk apa yang telah mereka dahulukan bagi diri mereka yaitu bahwa Allah murka
kepada mereka, dan di dalam azab
inilah mereka akan kekal. (Al-Maidah
[5]:79-91).
Kehancuran Kota Yerusalem &
“Dia yang Datang Dalam Nama Tuhan”
Dari antara semua nabi Bani Israil, Nabi Daud a.s. dan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tergolong
paling menderita di tangan
orang-orang Yahudi. Penzaliman
orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. mencapai puncaknya, ketika beliau dipakukan pada kayu
salib; dan penderitaan serta kepapaan yang dialami oleh Nabi Daud a.s. dari kaum yang tak tahu bersyukur, tercermin di dalam Mazmurnya yang
sangat merawankan hati. Padahal beliau inilah pendiri kerajaan Bani Israil yang sangat kuat dan luas yang dilanjutkan
oleh putera beliau, Nabi Sulaiman a.s.. Dari lubuk hati yang penuh kepedihan,
Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa
ibnu Maryam a.s. mengutuk mereka.
Kutukan Nabi Daud a.s. mengakibatkan orang-orang Bani Israil dihukum oleh Allah Swt. melalui serbuan dahsyat belatentara raja Nebukadnezar dari Babilonia, yang menghancurluluhkan Yerusalem dan membawa orang-orang Bani Israil sebagai tawanan pada tahun 556 sebelum Masehi
(QS.2:260).
Sedangkan akibat kutukan Nabi Isa ibnu Maryam a.s. mereka
ditimpa bencana dahsyat, karena Titus
dari kerajaan Romawi yang menaklukkan Yerusalem dalam tahun ± 70 Masehi, membinasakan kota dan menodai rumah-ibadah dengan jalan menyembelih babi — binatang yang sangat
dibenci oleh orang-orang Yahudi — di dalam rumah-ibadah itu (QS.17:5-8).
Masalah penghukuman Bani
Israil ini telah dibahas secara rinci dalam beberapa Bab-bab sebelumnya. Salah
satu di antara dosa-dosa besar yang
membangkitkan kemurkaan Allah Swt. atas
kaum Yahudi ialah, mereka tidak melarang
satu sama lain, terhadap kejahatan
yang begitu merajalela di
tengah-tengah mereka.
Setelah mengecam keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sehubungan pembunuhan yang mereka lakukan terhadap nabi-nabi dan orang-orang
saleh dari antara mereka,
selanjutnya Allah Swt. melalui lidah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bernubuat tentang kota Yerusalem – yang melambangkan bangsa Yahudi:
“Yesusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh
nabi-nabi dan melempari dengan batu
orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di
bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Dan Aku
berkata kepadamu: “Mulai sekarang kamu
tidak akan melihat Aku lagi, hingga
kamu berkata: “Diberkatilah Dia yang
datang dalam nama Tuhan!” (Matius 23:37-39).
Ada pun yang dimaksud dengan kalimat “Lihatlah
rumahmu ini akan ditinggalkan dan
menjadi sunyi. Dan Aku berkata
kepadamu: “Mulai sekarang kamu tidak akan melihat
Aku lagi”, Allah Swt.
-- sebagaimana janji-Nya kepada Nabi
Ibrahim a.s. akan menjadikan beliau imam
bagi umat manusia (QS.2:125) dan juga mengenai “4 burung” Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261) – lalu Allah Swt. mencabut
nikmat kenabian dari Bani Israil dan
menganugerahkannya kepada Bani Isma’il
(bangsa Arab) sebagaimana nubuatan dalam Kitab
Ulangan 18:15-19.
Dengan demikian yang dimaksud
dengan kalimat berikutnya: “hingga kamu
berkata: “Diberkatilah Dia yang datang
dalam nama Tuhan!” maksudnya adalah pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.
di kalangan Bani Isma’il (bangsa
Arab), atau “nabi yang seperti Musa“ (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) atau “Roh Kebenaran” (Wahyu 16:12-13) yang
dalam Al-Quran seluruh Surahnya dimulai
dengan wahyu Ilahi yang berbunyi “Bismillāhirrahmānirahīm”
yang artinya “Dengan nama Allah, maha Pemurah, Maha Penyayang” hal tersebut sesuai dengan “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”
Penyelamatan Secara Jasmani
Nabi Isa Ibnu Maryam dan Ibunya
Satu hal yang menakjubkan adalah,
ternyata dari segi jasmani pun Allah Swt. telah menyelamatkan Maryam binti ‘Imran dan putranya, Isa Ibnu Maryam a.s. dari upaya pembunuhan
yang dilakukan para pemuka kaum Yahudi
melalui penyaliban yang penuh dengan
kontroversi, sehingga telah menggelincirkan
banyak pihak dari kebenaran, firman-Nya:
وَّ بِکُفۡرِہِمۡ وَ قَوۡلِہِمۡ عَلٰی
مَرۡیَمَ بُہۡتَانًا عَظِیۡمًا ﴿ ﴾ۙ وَّ قَوۡلِہِمۡ اِنَّا
قَتَلۡنَا الۡمَسِیۡحَ عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ رَسُوۡلَ اللّٰہِ ۚ وَ مَا
قَتَلُوۡہُ وَ مَا صَلَبُوۡہُ وَ لٰکِنۡ شُبِّہَ لَہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ لَفِیۡ
شَکٍّ مِّنۡہُ ؕ مَا لَہُمۡ بِہٖ مِنۡ عِلۡمٍ
اِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَ مَا قَتَلُوۡہُ یَقِیۡنًۢا ﴿ ﴾ۙ بَلۡ رَّفَعَہُ اللّٰہُ اِلَیۡہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
عَزِیۡزًا حَکِیۡمًا ﴿ ﴾
Dan juga mereka
Kami azab karena kekafiran mereka dan ucapan mereka terhadap Maryam berupa tuduhan
palsu yang besar. Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih,
Isa Ibnu Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya secara
biasa dan tidak pula mematikannya
melalui penyaliban, akan
tetapi ia disamarkan kepada
mereka seperti telah mati di atas salib. Dan sesungguhnya orang-orang
yang berselisih dalam hal ini niscaya
ada dalam keraguan mengenai ini, mereka tidak memiliki pengetahuan yang pasti mengenai
ini melainkan menuruti dugaan
belaka dan mereka tidak yakin telah membunuhnya. Bahkan Allah telah mengangkatnya kepada-Nya dan Allah
Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Nisa
[4]:157-159).
Maksud kalimat “Bahkan Allah telah mengangkatnya
kepada-Nya“ bukan mengangkat Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. secara
jasmani hidup-hidup ke langit, sebagaimana umumnya disalah-artikan oleh orang-orang yang tidak mengetahui gaya bahasa Al-Quran,
melainkan Allah Swt. mengangkat beliau dari kehinaan besar berupa kematian terkutuk di tiang salib, sebagaimana
yang direncanakan oleh para pemuka
agama Yahudi melalui penyaliban, sebab menurut hukum
Taurat barangsiapa yang mati tergantung di tiang salib merupakan kutuk
baginya (Ulangan 21:23).
Mengisyaratkan
kepada penyelamatan secara jasmani
maupun dari segi ruhani terhadap Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunya, Maryam
binti ‘Imran, itu pulalah firman Allah Swt. berikut ini:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan Kami menjadikan Ibnu
Maryam dan ibunya suatu Tanda,
dan Kami melindungi keduanya ke suatu
dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir. (Al-Mu’minun
[23]:51).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 4 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar