بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 83
Makna "Duduk Bersandar di atas Dipan-dipan dan Tahta-tahta Berhadap-hadapan"
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai
hubungan upaya menguasai keadaan nafs Ammarah (QS.12:54) dengan pemberian
“minuman surgawi” yang campurannya “kapur barus” serta makna firman Allah
selanjutnya:
وَ یُطۡعِمُوۡنَ
الطَّعَامَ عَلٰی حُبِّہٖ مِسۡکِیۡنًا وَّ یَتِیۡمًا وَّ اَسِیۡرًا ﴿ ﴾ اِنَّمَا نُطۡعِمُکُمۡ
لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً وَّ لَا شُکُوۡرًا ﴿ ﴾ اِنَّا نَخَافُ مِنۡ
رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿ ﴾
Dan karena cinta kepada-Nya mereka
memberi makan orang miskin, anak yatim,
dan tawanan. Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu karena
meng-harapkan keridhaan Allah, Kami tidak
mengharapkan darimu balasan dan tidak
pula ucapan terima kasih, sesungguhnya
kami takut azab dari Tuhan kami
pada suatu hari muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Al-Dahr [76]:9-11).
Ya
benar, ketika orang-orang beriman telah terbebas dari belenggu egoisme
nafs Ammarah yang membelenggunya,
maka sebagai pengaruh dari kecintaan
Ilahi serta makrifat Ilahi yang dimilikinya maka perhatiannya akan mulai beralih kepada upaya menegakkan haququllah dan haququl ‘ibad, antara lain berupa pengkhidmatan
terhadap sesama makhluk Allah. Dengan demikian firman Allah Swt. tersebut berarti:
(1) karena orang-orang yang beriman dan
mukhlis mencintai Allah, maka untuk
memperoleh ridha-Nya mereka memberi makan kepada orang-orang miskin dan tawanan-tawanan;
(2) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin
demi ingin menjamin makan mereka, artinya, mereka beramal saleh dengan memberi makan kepada orang-orang miskin demi
ingin beramal saleh, tidak untuk
mencari pahala, penghargaan atau persetujuan
atas apa yang dilakukan mereka.
(3) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, sedang mereka sendiri cinta kepada uang yang dibelanjakan
mereka bagi orang-orang miskin itu,
sebab di sinilah letak “pertarungannya” melawan keadaan nafs Ammarah (QS.12:54) yang pada dasarnya merupakan himpunan
berbagai akhlak buruk yang menyerupai
binatang.
(4) Mereka memberi makan makanan
yang sehat dan baik kepada orang-orang miskin, sebab kata tha’am berarti
makanan sehat (Lexicon Lane).
Makna “Duduk Bersandar di atas
Dipan-dipan” &
“Duduk
Berhadap-hadapan di atas Tahta-tahta”
Selanjutnya Allah
Swt. berfirman mengenai keadaan para penghuni
surga tersebut:
مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا
یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ لَا زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ ﴾ وَ دَانِیَۃً عَلَیۡہِمۡ
ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا تَذۡلِیۡلًا ﴿ ﴾ وَ یُطَافُ
عَلَیۡہِمۡ بِاٰنِیَۃٍ مِّنۡ
فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ ﴾ قَؔوَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿ ﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ
فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ۱۷﴾ عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿۱۸﴾
Duduk bersandar di
dalamnya atas dipan-dipan, mereka tidak
melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula dingin
yang sangat. Dan keteduhannya (naungannya) didekatkan atas mereka dan tandan-tandan
buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari perak diedarkan kepada
mereka dan piala-piala seperti kaca, Seperti
kaca, terbuat dari perak,
mereka mengukurnya sesuai dengan ukuran.
Dan di dalamnya mereka diberi minuman
yang di campurannya jahe. dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Al-Dahr
[76]:12-19).
Gambaran keadaan para penghuni surga yang dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut sama
sekali tidak mengisyaratkan suatu kehidupan
para penghuni surga yang santai atau berleha-leha
di dalam surga. Kalimat “duduk bersandar
di dalamnya atas dipan-dipan“
tidak mengisyaratkan kepada keadaan santai
atau berleha-leha, sebab dalam Surah
Al-Quran lain dijelaskan, bahwa para penghuni surga tersebut tidak disentuh
oleh keletihan dan kesusahan
di dalamnya, selanjutnya Dia berfirman lagi:
اِنَّ الۡمُتَّقِیۡنَ
فِیۡ جَنّٰتٍ وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ؕ ﴾ اُدۡخُلُوۡہَا
بِسَلٰمٍ اٰمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ
اِخۡوَانًا عَلٰی سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾ لَا یَمَسُّہُمۡ
فِیۡہَا نَصَبٌ وَّ مَا ہُمۡ مِّنۡہَا بِمُخۡرَجِیۡنَ ﴿ ﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam kebun-kebun dan mata air-mata air yang mengalir. Dikatakan: “Masuklah kamu ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman.”
Dan Kami
akan mencabut segala dendam yang ada dalam dada mereka, sehingga
mereka merasa bersaudara, duduk
berhadap-hadapan di atas tahta-tahta, di
dalamnya keletihan
tidak akan menyentuh mereka dan mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya. (Al-Hijr [15]:46-49).
Kata-kata “selamat” dan “aman”
masing-masing mengandung arti, kebebasan dari kecemasan-kecemasan batin yang menggerogoti hati seseorang, dan kebebasan
dari sakit dan hukuman lahiriah. Hanya
orang-orang yang hatinya bebas dari
segala perasaan-perasaan dendam kesumat
terhadap saudara-saudaranya,
merekalah yang dapat dikatakan menikmati kehidupan
surga yang sungguh-sungguh.
Kalimat “di
dalamnya keletihan tidak akan menyentuh mereka
dan mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya.”
(QS.15:49) mengandung arti, bahwa surga itu akan merupakan satu tempat,
di mana amal-perbuatan akan tetap dan
terus-menerus dilakukan. Namun kendatipun demikian, orang-orang beriman tidak akan merasa keletihan, sebagai
akibat yang tak bisa dihindarkan dari kerja-berat,
dan juga tenaga mereka tidak akan hilang atau berkurang sebagai akibat dari kelelahan.
Itulah salah satu makna kalimat “duduk bersandar
di dalamnya atas dipan-dipan“,
sebab jika orang duduk pada kursi atau tempat yang ada sandarannya maka ia
akan merasa nyaman, jika dibandingkan dengan duduk pada tempat duduk
yang tidak ada sandarannya. Demikian
juga duduk di atas kursi atau di atas
dipan (sofa) lebih terhormat daripada duduk
lesehan di atas lantai sekali pun
beralaskan permadani yang indah dan
lembut.
Makna “Gelang-gelang Emas”
dan “Pakaian Sutera”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kenikmatan-kenikmatan
surgawi lainnya yang akan dirasakan oleh para penghuni surga:
جَنّٰتُ عَدۡنٍ یَّدۡخُلُوۡنَہَا یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ
اَسَاوِرَ مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ۚ وَ
لِبَاسُہُمۡ فِیۡہَا حَرِیۡرٌ ﴿ ﴾ وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ الَّذِیۡۤ اَذۡہَبَ عَنَّا الۡحَزَنَ ؕ اِنَّ رَبَّنَا لَغَفُوۡرٌ شَکُوۡرُۨ ﴿ۙ ﴾ الَّذِیۡۤ اَحَلَّنَا دَارَ الۡمُقَامَۃِ مِنۡ فَضۡلِہٖ ۚ لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا نَصَبٌ
وَّ لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا لُغُوۡبٌ ﴿ ﴾
Ganjaran
mereka kebun-kebun abadi, mereka
akan memasukinya, di dalamnya mereka dihiasi
dengan gelang-gelang emas dan mutiara,
dan pakaian mereka di dalamnya adalah
sutera. Dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah, Yang telah menjauhkan kesedihan dari kami.
Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha
Pengampun, Maha Menghargai, Yang
menempatkan kami di rumah abadi dari
karunia-Nya, kesulitan tidak
menyentuh kami di dalamnya dan tidak pula kelelahan menyentuh kami di dalamnya.” (Al-Fathir [35]:34-36).
Kalimat “mereka dihiasi dengan
gelang-gelang emas dan mutiara“ dan “pakaian
sutera” mengandung makna bahwa keadaan
mereka serta penampilan mereka akan
sangat terhormat dan berwibawa, bagaikan penampilan para raja atau
orang-orang kaya ketika mereka hidup
di dunia, dimana mereka yang cenderung mengenakan pakaian kebesaran serta berbagai aksesoris lainnya yang akan menambah
kewibawaaannya.
Dengan demikian firman Allah Swt.
tersebut mengisyaratkan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal saleh, walau pun ketika hidupnya di dunia penuh dengan kesederhanaan dan penderitaan
serta mendapat penghinaan dari para
penentangnya – yang bangga dengan kekuasaan
dan kekayaan serta jumlah
mereka -- tetapi di akhirat keadaannya akan terbalik 180 derajat (QS.2:213; QS.11:26-40;
QS.83:30-37).
Berikut adalah
perkataan Fir’aun kepada para
pembesarnya ketika menghina dan mengejek keadaan penampilan lahiriah Nabi Musa a.s., firman-Nya:
وَ نَادٰی فِرۡعَوۡنُ فِیۡ قَوۡمِہٖ
قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ یُبِیۡنُ ﴿﴾ فَلَوۡ لَاۤ اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ اَسۡوِرَۃٌ
مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ مَعَہُ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ مُقۡتَرِنِیۡنَ ﴿﴾ فَاسۡتَخَفَّ قَوۡمَہٗ فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا قَوۡمًا
فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّاۤ اٰسَفُوۡنَا انۡتَقَمۡنَا مِنۡہُمۡ
فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿ۙ﴾ فَجَعَلۡنٰہُمۡ سَلَفًا وَّ مَثَلًا لِّلۡاٰخِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya
dengan berkata: "Hai kaumku, Bukankah
kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai
ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah kamu tidak melihat? Atau tidakkah
aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan ia
tidak dapat menjelaskan? Mengapakah tidak
dianugerahkan kepadanya gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya malaikat-malaikat
yang berkumpul di sekelilingnya?"
Demikianlah ia memperbodoh kaumnya
lalu mereka patuh kepadanya,
sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka.
Maka ketika mereka membuat Kami murka, Kami
menuntut balas dari mereka dan Kami menenggelamkan mereka semua, Dan
Kami menjadikan mereka kisah yang
lalu dan misal bagi kaum yang akan datang. (Al-Zukruf [43]:52-57).
Suraqah bin Malik & “Gelang-gelang Emas” Kisra Persia
Untuk memenuhi nubuatan (kabar gaib) Nabi
Besar Muhammad saw. tentang Suraqah bin Malik bin Jusyam yang hendak
menangkap beliau saw. ketika hijrah ke Madinah – bahwa kelak ia akan mengenakan
“gelang-gelang emas ” kebesaran yang
biasa dipakai oleh Kisra Persia -- maka
pada masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Khaththab r.a. ketika kerajaan Persia jatuh ke dalam kekuasaan
umat Islam, Khalifah umar bin
Khaththab r.a. telah memerintahkan
Suraqah bin Malik r.a. untuk memakai pakaian
kebesaran Kisra Persia lengkap
dengan mahkotanya serta memakai gelang-gelang emas yang biasa
dipakai Kisra Persia tersebut.
Kembali
kepada kalimat
berikut ini “Dan Kami akan mencabut segala dendam
yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas tahta-tahta, di
dalamnya keletihan tidak akan menyentuh
mereka dan mereka
sama sekali tidak akan dikeluarkan
darinya.“ dalam firman-Nya sebelum ini:
اِنَّ الۡمُتَّقِیۡنَ
فِیۡ جَنّٰتٍ وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ؕ ﴾ اُدۡخُلُوۡہَا
بِسَلٰمٍ اٰمِنِیۡنَ ﴿ ﴾ وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ
اِخۡوَانًا عَلٰی سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾ لَا یَمَسُّہُمۡ
فِیۡہَا نَصَبٌ وَّ مَا ہُمۡ مِّنۡہَا بِمُخۡرَجِیۡنَ ﴿ ﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam kebun-kebun dan mata air-mata air yang mengalir. Dikatakan: “Masuklah kamu ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman.”
Dan Kami
akan mencabut segala dendam yang ada dalam dada mereka, sehingga
mereka merasa bersaudara, duduk
berhadap-hadapan di atas tahta-tahta,
di
dalamnya keletihan
tidak akan menyentuh mereka dan mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya. (Al-Hijr [15]:46-49).
Jadi, kebebasan sepenuhnya dari setiap corak perasaan takut dan cemas
serta perasaan damai yang sempurna
dalam alam pikiran dan kepuasan hati berpadu dengan keridhaan Allah Swt. merupakan tingkat tertinggi surga, yang telah
dijanjikan Al-Quran kepada orang-orang
beriman di dunia ini dan di akhirat, sebagaimana diperlihatkan oleh ayat
ini dan ayat sebelumnya.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 22 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Good Story, Semoga kedepannya semakin bagus
BalasHapusdari Putushima Furniture Jual Mebel Dipan Jepara