Jumat, 21 September 2012

Makna "Duduk Bersandar di Atas Dipan-dipan dan Tahta-tahta Berhadap-hadapan"





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN


Bab 83


    Makna "Duduk Bersandar di atas Dipan-dipan  dan Tahta-tahta Berhadap-hadapan"  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai hubungan  upaya menguasai keadaan nafs Ammarah (QS.12:54) dengan pemberian “minuman surgawi” yang campurannya “kapur barus” serta makna firman Allah selanjutnya:
وَ یُطۡعِمُوۡنَ  الطَّعَامَ عَلٰی حُبِّہٖ مِسۡکِیۡنًا وَّ  یَتِیۡمًا  وَّ  اَسِیۡرًا ﴿ ﴾   اِنَّمَا نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً   وَّ  لَا  شُکُوۡرًا ﴿ ﴾   اِنَّا نَخَافُ مِنۡ رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿ ﴾

Dan karena cinta kepada-Nya mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan.   Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu karena meng-harapkan keridhaan Allah, Kami tidak mengharapkan darimu balasan dan tidak pula ucapan terima kasih,  sesungguhnya kami takut azab dari Tuhan kami pada suatu hari  muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Al-Dahr [76]:9-11).
      Ya benar, ketika orang-orang beriman telah terbebas dari belenggu egoisme  nafs Ammarah yang membelenggunya,   maka  sebagai pengaruh dari  kecintaan Ilahi serta makrifat Ilahi  yang dimilikinya maka  perhatiannya akan mulai beralih kepada  upaya menegakkan haququllah dan  haququl ‘ibad, antara lain berupa  pengkhidmatan terhadap sesama makhluk Allah. Dengan demikian  firman Allah Swt. tersebut berarti:
    (1) karena orang-orang yang beriman dan mukhlis mencintai Allah, maka untuk memperoleh ridha-Nya mereka memberi makan kepada orang-orang miskin dan tawanan-tawanan;
 (2) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin demi ingin menjamin makan mereka, artinya, mereka beramal saleh dengan memberi makan kepada orang-orang miskin demi ingin beramal saleh, tidak untuk mencari pahala, penghargaan atau persetujuan atas apa yang dilakukan mereka.
(3) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, sedang mereka sendiri cinta kepada uang yang dibelanjakan mereka bagi orang-orang miskin itu, sebab di sinilah letak “pertarungannya” melawan keadaan nafs Ammarah (QS.12:54) yang pada dasarnya merupakan himpunan berbagai akhlak buruk yang menyerupai binatang.
(4) Mereka memberi makan makanan yang sehat dan baik kepada orang-orang miskin, sebab kata tha’am berarti makanan sehat (Lexicon Lane).

Makna “Duduk Bersandar di atas  Dipan-dipan” &
 Duduk Berhadap-hadapan di atas Tahta-tahta

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keadaan para penghuni surga  tersebut:
مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ  لَا  زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ ﴾  وَ دَانِیَۃً  عَلَیۡہِمۡ  ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا تَذۡلِیۡلًا ﴿ ﴾  وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ  بِاٰنِیَۃٍ  مِّنۡ  فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ ﴾   قَؔ‍وَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ  قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿ ﴾  وَ یُسۡقَوۡنَ  فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ۱۷﴾  عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿۱۸﴾ 
Duduk bersandar di dalamnya atas dipan-dipan, mereka tidak  melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula  dingin yang sangat. Dan  keteduhannya (naungannya) didekatkan atas mereka dan tandan-tandan buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari perak diedarkan kepada mereka  dan piala-piala seperti kaca,  Seperti kaca, terbuat dari perak, mereka mengukurnya sesuai dengan ukuran.  Dan di dalamnya mereka diberi  minuman yang di  campurannya jahe.  dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Al-Dahr [76]:12-19).
       Gambaran keadaan para penghuni surga yang dikemukakan dalam ayat-ayat tersebut sama sekali tidak mengisyaratkan suatu kehidupan para penghuni surga yang  santai  atau berleha-leha di dalam surga. Kalimat  duduk bersandar di dalamnya atas dipan-dipan“ tidak mengisyaratkan kepada keadaan santai atau berleha-leha, sebab dalam Surah Al-Quran lain dijelaskan,  bahwa para penghuni surga tersebut tidak disentuh oleh keletihan  dan kesusahan di dalamnya, selanjutnya Dia  berfirman lagi:
اِنَّ  الۡمُتَّقِیۡنَ  فِیۡ  جَنّٰتٍ  وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ؕ ﴾   اُدۡخُلُوۡہَا بِسَلٰمٍ  اٰمِنِیۡنَ ﴿ ﴾   وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ اِخۡوَانًا عَلٰی  سُرُرٍ  مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾  لَا  یَمَسُّہُمۡ فِیۡہَا نَصَبٌ  وَّ  مَا ہُمۡ  مِّنۡہَا بِمُخۡرَجِیۡنَ ﴿ ﴾
Sesungguhnya  orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam kebun-kebun dan mata air-mata air yang mengalir.    Dikatakan: “Masuklah kamu   ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman.”  Dan   Kami akan  mencabut segala dendam yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas tahta-tahtadi dalamnya keletihan tidak akan menyentuh mereka  dan  mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya.  (Al-Hijr [15]:46-49).
        Kata-kata “selamat” dan “aman” masing-masing mengandung arti, kebebasan dari kecemasan-kecemasan batin yang menggerogoti hati seseorang, dan kebebasan dari sakit dan hukuman lahiriah.   Hanya orang-orang yang hatinya bebas dari segala perasaan-perasaan dendam kesumat terhadap saudara-saudaranya, merekalah yang dapat dikatakan menikmati kehidupan surga yang sungguh-sungguh.  
        Kalimat “di dalamnya   keletihan tidak akan menyentuh mereka  dan  mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya.” (QS.15:49)   mengandung arti, bahwa surga itu akan merupakan satu tempat, di mana amal-perbuatan akan tetap dan terus-menerus dilakukan. Namun kendatipun demikian, orang-orang beriman tidak akan merasa keletihan, sebagai akibat yang tak bisa dihindarkan dari kerja-berat, dan juga tenaga mereka tidak akan hilang atau berkurang sebagai akibat dari kelelahan.     
       Itulah salah satu makna kalimat  duduk bersandar di dalamnya atas dipan-dipan“, sebab   jika orang duduk pada kursi atau tempat yang ada sandarannya maka  ia akan  merasa nyaman, jika dibandingkan dengan duduk pada tempat duduk yang tidak ada sandarannya. Demikian juga duduk di atas kursi atau di atas dipan (sofa) lebih terhormat daripada duduk lesehan di atas lantai sekali pun beralaskan permadani yang indah dan lembut.

Makna “Gelang-gelang Emas” dan “Pakaian Sutera

      Selanjutnya Allah Swt.  berfirman mengenai   kenikmatan-kenikmatan surgawi lainnya yang akan dirasakan oleh para penghuni surga:
جَنّٰتُ عَدۡنٍ یَّدۡخُلُوۡنَہَا یُحَلَّوۡنَ فِیۡہَا مِنۡ اَسَاوِرَ  مِنۡ ذَہَبٍ وَّ لُؤۡلُؤًا ۚ وَ لِبَاسُہُمۡ  فِیۡہَا  حَرِیۡرٌ ﴿ ﴾  وَ قَالُوا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡۤ  اَذۡہَبَ  عَنَّا الۡحَزَنَ ؕ اِنَّ  رَبَّنَا لَغَفُوۡرٌ  شَکُوۡرُۨ ﴿ۙ ﴾  الَّذِیۡۤ  اَحَلَّنَا  دَارَ الۡمُقَامَۃِ  مِنۡ فَضۡلِہٖ ۚ لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا نَصَبٌ وَّ لَا یَمَسُّنَا فِیۡہَا  لُغُوۡبٌ ﴿ ﴾
Ganjaran mereka  kebun-kebun abadi,  mereka akan memasukinya, di dalamnya mereka dihiasi dengan gelang-gelang emas dan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera.   Dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah, Yang telah menjauhkan kesedihan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Menghargai,  Yang menempatkan kami di rumah abadi dari karunia-Nya, kesulitan  tidak menyentuh kami di dalamnya  dan tidak pula kelelahan  menyentuh kami di dalamnya.”   (Al-Fathir [35]:34-36).
       Kalimat “mereka dihiasi dengan gelang-gelang emas dan mutiara   dan “pakaian sutera  mengandung makna  bahwa keadaan mereka serta penampilan mereka akan sangat terhormat dan berwibawa, bagaikan penampilan para raja atau orang-orang kaya ketika mereka hidup di dunia,  dimana mereka  yang cenderung mengenakan pakaian kebesaran  serta berbagai aksesoris lainnya yang akan menambah kewibawaaannya.
         Dengan demikian firman Allah Swt. tersebut mengisyaratkan bahwa orang-orang  yang beriman dan beramal saleh, walau pun ketika hidupnya di dunia penuh dengan kesederhanaan dan  penderitaan serta mendapat penghinaan dari para penentangnya – yang bangga dengan kekuasaan dan kekayaan serta jumlah  mereka --  tetapi di akhirat keadaannya akan terbalik 180 derajat (QS.2:213; QS.11:26-40; QS.83:30-37).
        Berikut adalah  perkataan Fir’aun kepada para pembesarnya ketika menghina dan mengejek keadaan penampilan lahiriah Nabi Musa a.s.,  firman-Nya:
وَ نَادٰی فِرۡعَوۡنُ فِیۡ  قَوۡمِہٖ  قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ  الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ  تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا  تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾   اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ  مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ  مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ  یُبِیۡنُ ﴿﴾  فَلَوۡ لَاۤ  اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ  اَسۡوِرَۃٌ  مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ  مَعَہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ  مُقۡتَرِنِیۡنَ ﴿﴾   فَاسۡتَخَفَّ قَوۡمَہٗ  فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾   فَلَمَّاۤ  اٰسَفُوۡنَا انۡتَقَمۡنَا مِنۡہُمۡ فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ  اَجۡمَعِیۡنَ ﴿ۙ﴾   فَجَعَلۡنٰہُمۡ  سَلَفًا وَّ  مَثَلًا  لِّلۡاٰخِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya dengan berkata: "Hai kaumku, Bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah kamu tidak melihat?  Atau tidakkah aku lebih baik daripada orang   yang hina ini  dan ia tidak dapat menjelaskan? Mengapakah tidak dianugerahkan kepadanya gelang-gelang dari emas, atau datang bersamanya malaikat-malaikat yang berkumpul di sekelilingnya?" Demikianlah ia memperbodoh kaumnya lalu mereka patuh kepadanya, sesungguhnya mereka adalah kaum durhaka.   Maka ketika mereka membuat Kami murka,  Kami menuntut balas dari mereka dan Kami menenggelamkan mereka semua,   Dan Kami menjadikan mereka kisah yang lalu dan misal bagi kaum yang akan datang. (Al-Zukruf [43]:52-57).

Suraqah bin Malik &  “Gelang-gelang Emas” Kisra Persia

      Untuk memenuhi nubuatan  (kabar gaib) Nabi Besar Muhammad saw. tentang Suraqah bin Malik bin Jusyam yang hendak menangkap  beliau saw. ketika hijrah ke Madinah  – bahwa kelak ia akan mengenakan “gelang-gelang emas ” kebesaran   yang biasa dipakai oleh Kisra Persia -- maka  pada masa pemerintahan Khalifah Umar   bin Khaththab r.a.  ketika kerajaan Persia jatuh ke dalam kekuasaan umat Islam,    Khalifah umar bin Khaththab r.a.  telah memerintahkan Suraqah bin Malik r.a. untuk memakai pakaian kebesaran Kisra Persia  lengkap dengan mahkotanya serta  memakai gelang-gelang emas yang biasa dipakai  Kisra Persia tersebut.
      Kembali kepada    kalimat berikut  ini  Dan   Kami akan  mencabut segala dendam  yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas tahta-tahta, di dalamnya keletihan tidak akan menyentuh mereka  dan  mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya.“ dalam firman-Nya sebelum ini:
اِنَّ  الۡمُتَّقِیۡنَ  فِیۡ  جَنّٰتٍ  وَّ عُیُوۡنٍ ﴿ؕ ﴾   اُدۡخُلُوۡہَا بِسَلٰمٍ  اٰمِنِیۡنَ ﴿ ﴾   وَ نَزَعۡنَا مَا فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ مِّنۡ غِلٍّ اِخۡوَانًا عَلٰی  سُرُرٍ  مُّتَقٰبِلِیۡنَ ﴿ ﴾  لَا  یَمَسُّہُمۡ فِیۡہَا نَصَبٌ  وَّ  مَا ہُمۡ  مِّنۡہَا بِمُخۡرَجِیۡنَ ﴿ ﴾
Sesungguhnya  orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam kebun-kebun dan mata air-mata air yang mengalir.    Dikatakan: “Masuklah kamu   ke dalamnya dengan selamat sejahtera dan aman.”  Dan   Kami akan  mencabut segala dendam  yang ada dalam dada mereka, sehingga mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas tahta-tahta,   di dalamnya   keletihan tidak akan menyentuh mereka  dan  mereka sama sekali tidak akan dikeluarkan darinya.  (Al-Hijr [15]:46-49).
      Jadi, kebebasan sepenuhnya dari setiap corak perasaan takut dan cemas serta perasaan damai yang sempurna dalam alam pikiran dan kepuasan hati berpadu dengan keridhaan Allah Swt. merupakan tingkat tertinggi surga, yang telah dijanjikan Al-Quran kepada orang-orang beriman di dunia ini dan di akhirat, sebagaimana diperlihatkan oleh ayat ini dan ayat sebelumnya.

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 22 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

1 komentar: