Senin, 17 September 2012

Perumpamaan-perumpamaan Nikmat-nikmat di Dalam Surga






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 78

    Perumpamaan-perumpamaan
Nikmat-nikmat  di Dalam Surga

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
                                                                                

Dalam bagian akhir Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai    keberadaan “jodoh-jodoh” dan “buah-buahan surgawi  bagi para penghuninya, firman-Nya:        
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di ba-wahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah [2]:26).

Makna Persamaan Rasa  Buah Surgawi” 

       Al-Quran mengajarkan bahwa  tiap-tiap makhluk memerlukan pasangan untuk perkembangannya yang sempurna. Di dalam surga orang-orang bertakwa laki-laki dan perempuan akan mendapat jodoh suci untuk menyempurnakan perkembangan ruhani dan melengkapkan kebahagiaan mereka. Macam apakah jodoh itu hanya dapat diketahui kelak di akhirat, yang pasti bahwa baik di dalam kehidupan di dunia ini mau pun di akhirat nanti manusia di dalam surga memerlukan “jodoh” (pasangan) untuk memperoleh kesempurnaan tingkatan kehidupan surgawi yang dijalaninya (QS.13:4; QS.36:37; QS.51:50).
       Ayat ini (QS.2:26) memberikan gambaran singkat mengenai ganjaran yang akan diperoleh orang-orang beriman di akhirat. Para kritikus Islam telah melancarkan berbagai keberatan atas lukisan itu. Kecaman-kecaman itu disebabkan oleh karena sama sekali, tidak memahami ajaran Islam tentang nikmat-nikmat surgawi.
     Al-Quran dengan tegas mengemukakan bahwa ada di luar kemampuan alam pikiran manusia untuk dapat mengenal hakikatnya, firman-Nya:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّاۤ  اُخۡفِیَ لَہُمۡ مِّنۡ قُرَّۃِ اَعۡیُنٍ ۚ جَزَآءًۢ  بِمَا  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Maka tidak ada sesuatu jiwa mengetahui apa yang tersembunyi bagi mereka dari penyejuk mata sebagai  balasan terhadap apa yang telah mere-ka kerjakan. (Al-Sajdah [32]:18).
       Ketika Nabi Besar Muhammad saw. menggambarkan bentuk dan sifat nikmat dan kesenangan surga, beliau saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).      
      Hadits itu menunjukkan bahwa nikmat kehidupan ukhrawi tidak akan bersifat kebendaan. Nikmat-nikmat itu akan merupakan penjelmaan-keruhanian dari perbuatan dan tingkah-laku baik yang telah dikerjakan orang-orang bertakwa di alam dunia ini.

Gambaran Perumpamaan (Kiasan)

     Kata-kata yang dipergunakan untuk menggambarkan nikmat-nikmat itu dalam Al-Quran telah dipakai hanya dalam arti kiasan. Ayat yang sekarang pun dapat berarti bahwa karunia dan nikmat Ilahi yang akan dilimpahkan kepada orang-orang beriman  yang bertakwa di alam akhirat bahkan jauh lebih baik dan jauh lebih berlimpah-limpah dari yang dikhayalkan atau dibayangkan. Nikmat-nikmat itu akan berada jauh di luar batas jangkauan daya cipta manusia.
           Dengan sendirinya timbul pertanyaan:  Mengapa nikmat-nikmat surga diberi nama yang biasa dipakai untuk benda-benda di bumi ini? Hal demikian adalah karena seruan Al-Quran itu tidak hanya semata-mata tertuju kepada orang-orang yang maju dalam bidang ilmu, karena itu Al-Quran mempergunakan kata-kata sederhana yang dapat dipahami semua orang.
       Dalam menggambarkan karunia Ilahi, Al-Quran telah mempergunakan nama benda atau barang yang pada umumnya dipandang baik di bumi ini,  dan orang-orang beriman diajari bahwa mereka akan mendapat hal-hal itu semuanya dalam bentuk yang lebih baik di alam yang akan datang.
         Untuk menjelaskan perbedaan penting itulah maka dipakai  kata-kata yang telah dikenal, selain itu tidak ada persamaan antara kesenangan duniawi dengan karunia-karunia ukhrawi. Tambahan pula menurut Islam  kehidupan di akhirat itu tidak ruhaniah dalam artian bahwa hanya akan terdiri atas keadaan ruhani, bahkan dalam kehidupan di akhirat pun ruh manusia akan mempunyai semacam tubuh tetapi tubuh itu tidak bersifat benda.

“Keadaan Nyata” di Alam Mimpi

         Orang dapat membuat tanggapan terhadap keadaan itu dari gejala-gejala mimpi. Pemandangan-pemandangan yang disaksikan orang dalam mimpi tidak dapat disebut keadaan pikiran atau ruhani belaka, sebab dalam keadaan dalam mimpi itu pun  ia punya jisim, dan kadang-kadang ia mendapatkan dirinya berada dalam kebun-kebun dengan sungainya, makan buah-buahan, dan minum susu.
        Sukar untuk mengatakan bahwa isi mimpi itu hanya keadaan alam pikiran belaka. Susu yang dinikmati dalam mimpi tidak ayal lagi merupakan pengalaman yang sungguh-sungguh, tetapi tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan bahwa  minuman itu susu biasa yang ada di dunia ini dan diminumnya.
Nikmat-nikmat ruhani kehidupan di akhirat bukan akan berupa  hanya penyuguhan subyektif dari anugerah Allah Swt.  yang kita nikmati di dunia ini, bahkan sebaliknya bahwa apa yang kita peroleh di dunia  ini hanyalah gambaran anugerah nyata dan benar dari Allah Swt..   yang akan dijumpai orang di akhirat.
       Tambahan pula bahwa “kebun-kebun“ adalah gambaran iman, sedangkan   sungai-sungai” adalah gambaran amal saleh. Jadi, sebagaimana  di dunia ini kebun-kebun tidak dapat tumbuh subur tanpa keberadaan sungai-sungai, begitu pula dalam dunia keruhanian iman tidak dapat segar dan sejahtera tanpa perbuatan baik (amal saleh). Dengan demikian  untuk mencapai najat (keselamatan)  iman dan amal saleh tidak dapat dipisahkan.
       Kalimat “Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,“ Di akhirat kebun-kebun itu akan mengingatkan orang beriman akan imannya dalam kehidupan di dunia, sedangkan  sungai-sungai akan mengingatkan kembali kepada amal salehnya maka  ia akan mengetahui bahwa iman dan amal salehnya tidak sia-sia.
        Keliru sekali mengambil kesimpulan dari kata-kata: "Inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu", bahwa di surga orang-orang beriman  akan dianugerahi buah-buahan semacam yang dinikmati mereka di bumi ini, sebab seperti telah diterangkan di atas dalam kenyataannya  keduanya tidak sama.
     Buah-buahan di akhirat sesungguhnya akan berupa gambaran mutu keimanannya sendiri. Ketika mereka hendak memakannya mereka segera akan mengenali dan ingat kembali bahwa buah-buahan itu adalah hasil imannya di dunia, dan karena rasa syukur atas nikmat  berupa “buah-buah surgawi” tersebut  mereka akan berkata: “inilah yang telah diberikan kepada kami dahulu.” Ungkapan ini dapat pula berarti “apa yang telah dijanjikan kepada kami.”
       Kata-kata “yang hampir serupa” tertuju kepada persamaan antara amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman di bumi ini dan buah atau hasilnya di surga. Amal ibadah dalam kehidupan sekarang akan nampak kepada orang-orang beriman  sebagai hasil atau buah di akhirat. Makin sungguh-sungguh dan makin sepadan ibadah manusia, makin banyak pula ia menikmati buah-buah yang menjadi bagiannya di surga serta  makin baik pula buah-buah itu dalam nilai dan mutunya.
       Jadi untuk meningkatkan mutu buah-buahan yang dikehendakinya terletak pada kekuatannya sendiri. Ayat ini berarti pula bahwa makanan ruhani orang-orang beriman di surga akan sesuai dengan selera tiap-tiap orang serta  taraf kemajuan dan  tingkat perkembangan ruhaninya masing-masing.

Makna “Kekal” &
Kiasan (Perumpamaan)

        Kata-kata  mereka akan kekal di dalamnya” berarti bahwa orang-orang beriman di surga tidak akan pernah mengalami sesuatu perubahan atau kemunduran. Bahkan mereka akan terus menerus mengalami kesempurnaan (QS.66:9). Orang akan mati hanya jika ia tidak dapat menyerap zat makanan atau bila orang lain membunuhnya. Tetapi  karena makanan surgawi akan benar-benar cocok untuk setiap orang dan karena orang-orang di sana akan mempunyai kawan-kawan yang suci dan suka damai (salām) maka kematian dan kemunduran dengan sendirinya akan lenyap (QS.87:18-20; QS.93:5).
        Orang-orang beriman juga akan  mempunyai jodoh-jodoh suci di surga. Istri yang baik adalah  sumber kegembiraan dan kesenangan. Orang-orang beriman  berusaha mendapatkan istri yang baik di dunia ini dan mereka akan mempunyai jodoh-jodoh baik dan suci di akhirat. Meskipun demikian kesenangan di surga tidak bersifat kebendaan.
        Untuk penjelasan lebih lanjut tentang sifat dan hakikat nikmat-nikmat surga, lihat pula Surah Al-Thūr, Al-Rahmān, dan Al-Wāqi’ah. Namun yang pasti semua gambaran mengenai keadaan surga – demikian juga mengenai keadaan dalam neraka jahannam – yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran adalah kiasan atau perumpamaan, yang sebenarnya sangat tidak memadai, tetapi untuk sekedar membantu manusia untuk memahami hakikat sebenarnya dari  keadaan-keadaan di alam akhirat tersebut maka “terpaksa” Allah Swt.  menggambarkannya berupa kiasan (perumpamaan), firman-Nya:
 اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ ﴾
Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu, ada pun orang-orang yang beriman maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu  kebenaran  dari Tu-han mereka, sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa  yang dikehendaki Allah dengan  perumpamaan ini?”  Dengannya   Dia menyesatkan banyak orang  dan dengannya pula    Dia memberi petunjuk banyak orang, dan sekali-kali   tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang  fasik. (Al-Baqarah [2]:27).

Lemah Bagai Nyamuk

      Dharaba al-matsala berarti: ia memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane; Taj-ul-‘Urusy, dan QS.14:46).   Allah Swt.  telah menggambarkan surga dan neraka dalam Al-Quran, dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan. Perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan melukiskan mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan baik.
        Makna kalimat “Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan sekecil nyamuk   bahkan  yang lebih kecil dari itu“ bahwa kata-kata atau ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan surga, mungkin tidak cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk,  yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah dan memang pada hakikatnya demikian.
        Orang-orang Arab berkata: Adh-‘afu min ba’udhatin, artinya  "ia lebih lemah dari nyamuk". Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan  gambaran nikmat-nikmat surga itu. Orang-orang  beriman mengetahui bahwa kata-kata itu hanya perumpamaan dan mereka berusaha menyelami kedalaman artinya, tetapi orang-orang kafir mulai mencela perumpamaan-perumpamaan itu dan makin bertambah dalam kesalahan dan kesesatan.
         Fawq berarti dan bermakna “lebih besar” dan “lebih kecil” dan dipakai dalam artian yang sesuai dengan konteksnya (letaknya, ujung pangkalnya) — (Al-Mufradat Imam Raghib).
       Maksud kalimat adhallahullāh berarti: (1) Allah Swt.  menetapkan dia berada dalam kekeliruan; (2) Allah Swt. meninggalkan atau membiarkan dia sehingga ia tersesat (Kasysyaf); (3) Allah Swt.   mendapatkan atau meninggalkan dia dalam kekeliruan atau membiarkan dia tersesat (Lexicon Lane).

 (Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 18 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

4 komentar:

  1. Saya tdk setuju jika dikatakan bahwa kenikmatan surga bukan kebendaan. Anda menafikan firman Allah atau menafsirkan firman Allah sesuai dg logika anda semata. Kepercayaan yg demikian mirip dg kepercayaan umat Kristen yg meyakinan bahwa surga hanya bersifat rohani saja.
    Memang sabda Nabi berikut ini: “Tiada mata pernah melihatnya (nikmat surga itu) dan tiada pula telinga pernah mendengarnya, tidak pula pikiran manusia dapat membayangkannya” (Bukhari, Kitab Bad’al-Khalaq).
    Tapi firman Allah yg mengatakan disurga ada sungai susu, sungai madu harus kita yakini. Itu bersifat benda yg bisa diraba disentuh bukan hanya oleh badan rohani tetapi juga jasmani. Cuma susu jauh berkualitas dari yg ada didunia. Keputihannya blm pernah dilihat pembandingnya dengan warna putih dunia (tdk sama putihnya) dan bidadari disana sangat eloknya belum pernah kita melihat org seelok itu didunia. Itulah maksud ayat tdk pernah melihat seperti itu sebelumnya.
    Jadi firman Allah tentang surga adalah benar dan harus kita yakini, dan jangan kita tafsirkan lain (coba baca buku tafsir dari ahlinya).
    Namun memang benar apa yg tertulis di Al Quran tentang surga hanya sebagian kecil dari nikmat surga yg diinformasikan Allah. Namun kita percaya kenikmatan itu ada dan bersifat kebendaan/jasmani maupun rohani. Masih byk kenikmatan lainnya yg diluar jangkauan pikiran kita. Nanti Allah akan memberi kejutan yg besar bagi penghuni surga dg kenikmatan yg tdk bisa digambarkan.

    BalasHapus
  2. Perumpamaan kok dianggap nyata...
    Emang tempat sex disana...?
    Masuk surga hanya untuk menggapai sex banyak banyak...?

    BalasHapus
  3. Allah Ta’ala berfirman:
    مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِّن مَّاء غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى
    “(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada beubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring.” (QS. Muhammad: 15)
    Allah Ta’ala berfirman:
    مَّثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ أُكُلُهَا دَآئِمٌ وِظِلُّهَا
    “Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula).” (QS. Ar-Ra’d: 35)
    Allah Ta’ala berfirman:
    إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلاً. أُوْلَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِن ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِّن سُندُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُّتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا
    “Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi: 30-31)

    BalasHapus
  4. Kalo gak dikasih perumpamaan yg enak kayak gitu, mereka yg bernafsu besar jaman jahiliah gak akan mau kenal Allah....

    BalasHapus