Sabtu, 15 September 2012

"Doa Takabur" Abu Jahal Dikabulkan Dalam Perang Badar






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

 Bab 76  

   "Doa Takabur" Abu Jahal  
Dikabulkan Dalam Perang Badar

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
                                                                                

Dalam bagian akhir Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai   “peniupan nafiri” dan “orang yang keluar dari kuburan”, firman-Nya:  
وَ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ فَاِذَا ہُمۡ مِّنَ الۡاَجۡدَاثِ  اِلٰی  رَبِّہِمۡ  یَنۡسِلُوۡنَ ﴿ ﴾  قَالُوۡا یٰوَیۡلَنَا مَنۡۢ بَعَثَنَا مِنۡ مَّرۡقَدِنَا ٜۘؐ ہٰذَا  مَا  وَعَدَ  الرَّحۡمٰنُ وَ صَدَقَ الۡمُرۡسَلُوۡنَ ﴿ ﴾  اِنۡ کَانَتۡ  اِلَّا صَیۡحَۃً وَّاحِدَۃً  فَاِذَا ہُمۡ جَمِیۡعٌ  لَّدَیۡنَا  مُحۡضَرُوۡنَ ﴿ ﴾  فَالۡیَوۡمَ لَا تُظۡلَمُ نَفۡسٌ شَیۡئًا وَّ لَا تُجۡزَوۡنَ  اِلَّا مَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan nafiri akan ditiup  maka tiba-tiba mereka akan segera keluar dari kuburan kepada  Tuhan mereka.  Mereka akan berkata: ”Aduh  celakalah kami! Siapakah yang telah membangkitkan kami dari tempat tidur kami?”  Inilah apa yang telah dijanjikan Tuhan Yang Maha Pemurah, dan benarlah  rasul-rasul itu.   Itu tidak lain hanya satu ledakan  maka tiba-tiba mereka itu semua akan dihadirkan di hadapan   Kami.   Maka pada hari itu tidak ada satu jiwa pun akan dizalimi sedikit pun, dan kamu tidak akan dibalas melainkan apa yang telah kamu kerjakan. (Yā Sīn [36]:52-55).
      Kata-kata, “nafiri akan ditiup,” di samping yang dimaksud  ialah peniupan terompet pada Hari Pembalasan, dapat pula berarti kedatangan seorang mushlih rabbani yakni rasul Allah , yang karena “seruan terompetnya” – yakni seruan kepada Tauhid Ilahi  (QS.16:37) --  maka mereka yang secara ruhani telah mati itu bangkit dari kuburan (keadaan kematian ruhani) mereka,  dan segera mendengarkan dan menerima panggilan Ilahi (QS.3:191-195).
       Bila pada Hari Kiamat orang-orang akan dibangkitkan dan kepada orang-orang kafir akan dihadapkan perbuatan-perbuatan jahat mereka, dan azab akan mengancam mereka, mereka akan dicekam rasa putus-asa dan akan menjerit dalam kegemparan:  “Aduh celaka  kami! Siapakah yang telah membangkitkan kami dari tempat tidur kami?”

Pengutusan Rasul Allah  Dianggap
Mengusik “Ketentraman Hidup” Kaumnya

      Tetapi untuk melanjutkan kiasan ayat sebelum ini, ayat ini berpaling kepada orang-orang yang pada saat seorang nabi Allah datang, tidak mau mendengar seruan Ilahi dan lebih menyukai tetap tinggal dalam keadaan mati ruhani itu. Atau lebih senang berada dalam “kuburan hawa-nafsunya”, setelah mendengar seruan Ilahi itu mereka menyahut dengan penuh kemarahan: “Mengapakah orang harus mengganggu jalan hidup kami yang tenang, dan menimbulkan keributan dan kegelisahan di antara kami dengan mengajak kami mengikuti dia dan menganut cara hidup baru?.”
         Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah perkataan para pemuka kaum Madyan  berikut ini terhadap missi kerasulan Nabi Syua’ib a.s. , firman-Nya:
وَ اِلٰی مَدۡیَنَ اَخَاہُمۡ شُعَیۡبًا ؕ قَالَ یٰقَوۡمِ  اعۡبُدُوا  اللّٰہَ مَا لَکُمۡ مِّنۡ اِلٰہٍ غَیۡرُہٗ ؕ وَ لَا تَنۡقُصُوا الۡمِکۡیَالَ وَ الۡمِیۡزَانَ  اِنِّیۡۤ  اَرٰىکُمۡ  بِخَیۡرٍ  وَّ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ عَلَیۡکُمۡ عَذَابَ یَوۡمٍ مُّحِیۡطٍ  ﴿ ﴾  وَ یٰقَوۡمِ اَوۡفُوا الۡمِکۡیَالَ وَ الۡمِیۡزَانَ بِالۡقِسۡطِ وَ لَا تَبۡخَسُوا النَّاسَ اَشۡیَآءَہُمۡ وَ لَا تَعۡثَوۡا فِی الۡاَرۡضِ مُفۡسِدِیۡنَ ﴿ ﴾  بَقِیَّتُ اللّٰہِ خَیۡرٌ لَّکُمۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ۬ۚ وَ مَاۤ  اَنَا عَلَیۡکُمۡ  بِحَفِیۡظٍ ﴿ ﴾
Dan kepada Madyan Kami mengutus saudara mereka Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sama sekali tidak ada Tuhan bagi kamu yang bukan Dia, dan  janganlah kamu mengurangi sukatan dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan baik, tetapi sesungguhnya aku khawatir atasmu azab hari yang membinasakan.  Dan hai kaumku, cukupkanlah sukatan dan timbangan dengan adil, dan   janganlah kamu  merugikan manusia atas barang-barang mereka, dan janganlah kamu mengacau di bumi dengan berbuat  kerusakan. Apa yang disisakan  Allah itu lebih baik bagimu jika kamu sungguh orang-orang yang beriman, dan aku sama sekali bukanlah penjaga atasmu.” (Hūd [11]:85-87)
       Baqiyyah yakni “apa yang disisakan  Allah itu”di sini berarti kekayaan yang diperoleh dengan jalan halal dan jujur serta sesuai dengan hukum-hukum Ilahi. Kata itu dapat pula berarti taufik dan kemampuan yang dikaruniakan  Allah  Swt.  Atas seruan Nabi Syu’aib a.s. tersebut para pemuka kaumnya menjawab:
 قَالُوۡا یٰشُعَیۡبُ اَصَلٰوتُکَ تَاۡمُرُکَ اَنۡ نَّتۡرُکَ مَا یَعۡبُدُ اٰبَآؤُنَاۤ اَوۡ اَنۡ نَّفۡعَلَ فِیۡۤ اَمۡوَالِنَا مَا نَشٰٓؤُاؕ اِنَّکَ لَاَنۡتَ الۡحَلِیۡمُ الرَّشِیۡدُ  ﴿ ﴾ قَالَ یٰقَوۡمِ اَرَءَیۡتُمۡ اِنۡ کُنۡتُ عَلٰی بَیِّنَۃٍ مِّنۡ رَّبِّیۡ وَ رَزَقَنِیۡ مِنۡہُ رِزۡقًا حَسَنًا ؕ وَ مَاۤ  اُرِیۡدُ اَنۡ اُخَالِفَکُمۡ  اِلٰی مَاۤ اَنۡہٰکُمۡ عَنۡہُ  ؕ اِنۡ اُرِیۡدُ اِلَّا الۡاِصۡلَاحَ مَا  اسۡتَطَعۡتُ ؕ وَ مَا تَوۡفِیۡقِیۡۤ اِلَّا بِاللّٰہِ ؕعَلَیۡہِ  تَوَکَّلۡتُ وَ اِلَیۡہِ  اُنِیۡبُ ﴿ ﴾   وَ یٰقَوۡمِ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شِقَاقِیۡۤ اَنۡ یُّصِیۡبَکُمۡ مِّثۡلُ مَاۤ  اَصَابَ قَوۡمَ  نُوۡحٍ اَوۡ قَوۡمَ ہُوۡدٍ اَوۡ قَوۡمَ صٰلِحٍ ؕ وَ مَا قَوۡمُ لُوۡطٍ مِّنۡکُمۡ  بِبَعِیۡدٍ ﴿ ﴾
Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah shalat engkau  menyuruh engkau supaya kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami, atau  melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki  berkenaan dengan harta kami? Sesungguhnya engkau menganggap dirimu seorang penyantun lagi berbudi baik.”  Ia, Syu’aib, berkata: “ Hai kaumku, bagaimana pandangan kamu jika aku berdiri atas suatu dalil yang nyata dari Tuhan-ku, dan   Dia telah memberikan kepadaku dari sisi-Nya rezeki yang baik.  Dan aku  sama sekali tidak menginginkan berbuat terhadapmu kecuali mengenai apa yang kularang kamu mengerjakannya. Aku tidak menginginkan kecuali  hanya memperbaiki  sejauh  kemampuanku, dan tidak ada kemampuan padaku kecuali dengan karunia Allah, kepada Dia-lah aku bertawakal dan kepada Dia-lah aku kembali. Dan hai kaumku, janganlah permusuhanmu terhadapku menyebabkan kamu berbuat dosa lalu akan menimpa kamu  seperti apa yang telah menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shalih, sedangkan  kaum Luth pun tidak  jauh darimu.  (Hūd [11]:88-90).
        Jadi, para pemuka kaum Madyan merasa terganggu dengan dakwah dan seruan Ilahi yang disampaikan oleh Nabi Syu’aib a.s., dan para penentang  Nabi Syu’aib a.s. curiga, bahwa beliau dengan mencegah  (melarang)  mereka dari perbuatan mereka yang curang, akan mencari jalan untuk memajukan usaha beliau sendiri. Nabi Syu’aib a.s.  melenyapkan kekhawatiran mereka dengan kata-kata yang tersebut dalam ayat ini: “Hai kaumku, bagaimana pandangan kamu jika aku berdiri atas suatu dalil yang nyata dari Tuhan-ku, dan   Dia telah memberikan kepadaku dari sisi-Nya rezeki yang baik.

Hasutan Fir’aun &
Doa Takabur Abu Jahal

       Demikian pula halnya dengan Fir’aun dan para pemuka kaumnya, mereka pun merasa sangat terganggu kemapanan hidup mereka di Mesir oleh dakwah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., firman-Nya:
فَتَنَازَعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ وَ اَسَرُّوا النَّجۡوٰی  ﴿ ﴾  قَالُوۡۤا  اِنۡ ہٰذٰىنِ لَسٰحِرٰنِ یُرِیۡدٰنِ اَنۡ یُّخۡرِجٰکُمۡ  مِّنۡ اَرۡضِکُمۡ  بِسِحۡرِہِمَا وَ یَذۡہَبَا بِطَرِیۡقَتِکُمُ  الۡمُثۡلٰی ﴿۶۳﴾  فَاَجۡمِعُوۡا کَیۡدَکُمۡ  ثُمَّ  ائۡتُوۡا  صَفًّا ۚ وَ  قَدۡ  اَفۡلَحَ  الۡیَوۡمَ  مَنِ  اسۡتَعۡلٰی ﴿ ﴾
Maka mereka mempertengkarkan perkara mereka di antara mereka dan menyembunyikan perundingan rahasianya.   Mereka berkata: "Sesung­guhnya kedua orang ini benar-benar tukang sihir yang hendak  mengusir kamu dari negerimu dengan sihir mereka berdua dan menghapuskan cara hidup kamu yang terbaik,  maka himpunlah tipu-daya kamu kemudian datanglah berbaris, dan  sungguh akan berhasil siapa yang unggul pada hari ini." (Thā Hā [20]:63-65).  Lihat  pula   QS.7:110-111; QS.26:35-36.
   Thariqah berarti, cara hidup; cita-cita; lembaga; adat istiadat (Lexicon Lane). Fir’aun dan para permuka kaumnya menyebut  kehidupan yang mereka jalani  sebagai thariqah,   tetapi Allah Swt. menyebutnya sebagai “kuburan” atau “tempat tidur” mereka, firman-Nya:
وَ نُفِخَ فِی الصُّوۡرِ فَاِذَا ہُمۡ مِّنَ الۡاَجۡدَاثِ  اِلٰی  رَبِّہِمۡ  یَنۡسِلُوۡنَ ﴿ ﴾  قَالُوۡا یٰوَیۡلَنَا مَنۡۢ بَعَثَنَا مِنۡ مَّرۡقَدِنَا ٜۘؐ ہٰذَا  مَا  وَعَدَ  الرَّحۡمٰنُ وَ صَدَقَ الۡمُرۡسَلُوۡنَ ﴿ ﴾   
Dan nafiri akan ditiup  maka tiba-tiba mereka akan segera keluar dari kuburan kepada  Tuhan mereka.  Mereka akan berkata: ”Aduh  celakalah kami! Siapakah yang telah membangkitkan kami dari tempat tidur kami?”  Inilah apa yang telah dijanjikan Tuhan Yang Maha Pemurah, dan benarlah  rasul-rasul itu.    (Yā Sīn [36]:52-53).
      Demikian pula missi suci Nabi Besar Muhammad saw. pun oleh para pemuka kaumnya – Abu Jahal dkk. – sebagai pembuat kerusakan, karena menurut mereka ajaran Al-Quran yang beliau saw. sampaikan benar-benar membuat adat-istiadat jahiliyah bangsa Arab yang selama itu mereka jalani  selama ribuan tahun menjadi porak-poranda.
      Menurut  Abu Jahal dkk.  ajaran Al-Quran telah memutuskan silaturahmi kaumnya, karena telah memisahkan ayah dari anak,   memisahkan suami dari istrinya  serta memisahkan saudara dari saudaranya dll (QS.3:29; 4:145; QS.9:16 &23; QS.58:23).  Itulah sebabnya Abu Jahal telah memanjatkan doa buruk berikut ini pada Perang Badar, firman-Nya:
وَ  اِذۡ  قَالُوا اللّٰہُمَّ  اِنۡ کَانَ ہٰذَا ہُوَ الۡحَقَّ مِنۡ عِنۡدِکَ فَاَمۡطِرۡ عَلَیۡنَا حِجَارَۃً مِّنَ السَّمَآءِ اَوِ ائۡتِنَا بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿﴾  وَ مَا کَانَ اللّٰہُ  لِیُعَذِّبَہُمۡ  وَ اَنۡتَ فِیۡہِمۡ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ مُعَذِّبَہُمۡ وَ ہُمۡ یَسۡتَغۡفِرُوۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika mereka berkata: “Ya Allah, jika  Al-Quran ini  benar-benar kebenaran dari Engkau  maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” Tetapi Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka selama engkau berada di tengah-tengah mereka, dan  Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan  mereka  meminta ampun. (Al-Anfāl [9]:33).

Rasul Allah Merupakan Benteng
Perlindungan dari Azab Ilahi 

      Kira-kira seperti kata-kata itu jugalah Abu Jahal mendoa di medan perang Badar (Bukhari — Kitab Tafsir). Doa itu dikabulkan secara harfiah. Abu Jahal bersama beberapa pemimpin Quraisy yang lain, terbunuh dan  ayat-ayat mereka dilemparkan ke dalam sebuah lubang.
      Perhatikan doa yang dipanjatkan oleh Abu Jahal yang  penuh ketakaburan tersebut, seharusnya ia memohon rahmat dan karunia Allah, atau memaohon ampunan Allah Swt.  bukannya memohon agar  ditimpa azab Ilahi karena Allah Swt. telah berfirman “Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka sedangkan  mereka  meminta ampun.”
        Orang-orang Makkah mendapat hukuman setelah Nabi Besar Muhammad saw. terpaksa hijrah meninggalkan Makkah karena Abu Jahal dkk  merencanakan makar buruk dan hendak membunuh beliau saw. (QS.8:31). Rasul-rasul  Allah berfungsi semacam perisai terhadap hukuman-hukuman (azab) dari langit.


(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 16 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar