بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 92
"Syaitan-syaitan" Penyebar Fitnah
di Jalan Para Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai Suraqah
bin Malik bin Jusyam, yang dalam Al-Quran -- sebelum ia kemudian beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
– Allah Swt. menyebut dia syaitan,
firman-Nya:
وَ اِذۡ زَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ اَعۡمَالَہُمۡ وَ قَالَ لَا غَالِبَ لَکُمُ الۡیَوۡمَ مِنَ النَّاسِ وَ اِنِّیۡ جَارٌ لَّکُمۡ ۚ فَلَمَّا تَرَآءَتِ الۡفِئَتٰنِ نَکَصَ عَلٰی عَقِبَیۡہِ وَ قَالَ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ مِّنۡکُمۡ اِنِّیۡۤ اَرٰی مَا لَا تَرَوۡنَ اِنِّیۡۤ اَخَافُ اللّٰہَ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿٪
﴾
Dan ingatlah ketika syaitan
menampakkan indah kepada mereka amal-amal mereka dan berkata: ”Tidak seorang pun di antara manusia yang dapat mengalahkan kamu pada
hari ini, dan sesungguhnya aku
pelindung kamu.” Tetapi tatkala
kedua pasukan itu berhadapan satu sama lain, ia berbalik atas tumitnya
sambil berkata: “Sesungguhnya aku
berlepas diri dari kamu, sesungguhnya aku
melihat apa yang tidak kamu lihat, sesungguhnya aku takut kepada Allah dan siksaan Allah sangat keras. (Al-Anfāl [8]:49).
Suraqah bin Malik Syaitan
yang Kemudian Beriman
Diriwayatkan bahwa orang yang dimaksudkan syaitan dalam ayat ini adalah Suraqah
bin Malik bin Jusyam, yang menghasut
orang-orang Makkah agar melawan orang-orang Islam dalam Perang Badar -- tetapi kemudian dia sendiri memeluk agama Islam. Lasykar Makkah
masih di Makkah tatkala beberapa tokoh
kabilah Quraisy menyatakan kekhawatiran
bahwa jangan-jangan Banu Bakar, satu
cabang Banu Kinanah, yang bermusuhan dengan kaum Quraisy menyerang Makkah secara tak terduga di waktu mereka
tidak ada di tempat atau menyerang lasykar Makkah dari belakang. Kekhawatiran mereka diredakan oleh Suraqah, salah seorang pemuka Banu Kinanah, yang meyakinkan
mereka bahwa orang-orang dari sukunya tidak akan mendatangkan kemudaratan apa
pun kepada mereka (Tafsir Ibnu Jarir,
jld. X, hlm. 13).
Tetapi
ketika Suraqah menyaksikan tekad membaja orang-orang Islam dalam perang Badar maka rasa takut menguasai dirinya, sebab
setelah melihat mereka ia memperoleh keyakinan
bahwa tekad mereka adalah menang
atau mati. Persis demikianlah
dirasakan oleh Utbah dan Umair pada Hari Badar dan ia memberitahukan kepada
orang-orang Makkah, bahwa orang-orang Islam
nampaknya “seperti orang-orang yang
mencari kematian” (Thabari).
Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan “jangan menyembah syaitan” dalam
(QS.36:61-62) maknanya adalah jangan mentaati orang-orang yang menolak “sujud” kepada Adam
(Khalifah Allah) ketika diperintahkan
Allah Swt. – sebagaimana yang dilakukan
iblis dan para pengikutnya
-- yang akan selalu muncul dari zaman ke zaman,
setiap kali Allah Swt. membangkitkan rasul-Nya
di kalangan Bani Adam (QS.7:35-73), termasuk di Akhir Zaman ini.
“Syaitan-syaitan”
Penyebar Fitnah
Berikut beberapa firman Allah
Swt. lainnya yang telah menyebut para penentang
rasul-rasul Allah dengan sebutan “syaitan” dalam Al-Quran:
تَاللّٰہِ لَقَدۡ اَرۡسَلۡنَاۤ
اِلٰۤی اُمَمٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ فَزَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ اَعۡمَالَہُمۡ
فَہُوَ وَلِیُّہُمُ الۡیَوۡمَ وَ لَہُمۡ عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Demi Allah,
sungguh Kami benar-benar telah
mengirimkan rasul-rasul kepada semua umat yang sebelum engkau, tetapi syaitan menampakkan perbuatan mereka indah bagi mereka,
maka ia menjadi pemimpin mereka pada hari
itu dan bagi mereka azab yang pedih.
(Al-Nahl
[16]:64).
Ada pun yang dimaksud dengan kalimat “tetapi syaitan menampakkan perbuatan mereka indah
bagi mereka“, diterangkan oleh
firman Allah Swt. sebelumnya mengenai Suraqah
bin Malik yang memprovokasi Abu Jahal dan kawan-kawannya agar berangkat ke Badar menyerang Nabi Besar
Muhammad saw. dan umat Islam,
dengan mengatakan: ”Tidak seorang pun di antara
manusia yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini, dan sesungguhnya aku pelindung kamu.” (QS.8:49).
Dalam firman berikut ini
diterangkan perbuatan buruk lainnya
yang dilakukan “syaitan” – yakni para penentang rasul Allah – yaitu menyebar berbagai fitnah dan informasi dusta
lainnya berkenaan rasul Allah yang
mereka dustakan dan tentang, terutama Nabi Besar Muhammad
saw., firman-Nya:
وَ مَاۤ
اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ مِنۡ رَّسُوۡلٍ وَّ لَا نَبِیٍّ اِلَّاۤ
اِذَا تَمَنّٰۤی اَلۡقَی الشَّیۡطٰنُ فِیۡۤ اُمۡنِیَّتِہٖ ۚ فَیَنۡسَخُ
اللّٰہُ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ ثُمَّ یُحۡکِمُ اللّٰہُ
اٰیٰتِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ ﴿ۙ ﴾
لِّیَجۡعَلَ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ فِتۡنَۃً لِّلَّذِیۡنَ فِیۡ
قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ وَّ الۡقَاسِیَۃِ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَفِیۡ شِقَاقٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿ۙ ﴾
Dan Kami
tidak pernah mengutus seorang rasul dan tidak pula seorang nabi melainkan apabila ia menginginkan sesuatu maka syaitan meletakkan hambatan pada
keinginannya, tetapi Allah
melenyapkan hambatan yang diletakkan oleh syaitan, dan Allah
Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. Supaya Dia
menjadikan rintangan yang diletakkan oleh syaitan sebagai ujian bagi orang-orang yang dalam hatinya
ada penyakit dan mereka yang hatinya keras, dan
sesungguhnya orang-orang yang zalim
itu benar-benar dalam permusuhan yang
sangat. (Al-Hajj [22]:53-54).
Ayat ini dengan sengaja telah disalah-tafsirkan dan artinya sengaja diputar-balikkan oleh para pujangga Kristen yang berprasangka.
Mereka berkata bahwa pada suatu hari di Makkah ketika Nabi Besar Muhammad saw. membaca
ayat ke-20 dan 21 Surah Al-Najm: “Kini
katakanlah kepadaku tentang Lat dan Uzza, dan Manat, yang ketiga, berhala
betina yang lain ” maka syaitan meletakkan dalam mulut beliau saw. kata-kata “tilkal gharaniq al-’ulā , wa inna
syafa’atuhunna laturtaja,” artinya “ini adalah dewi-dewi yang mulia dan syafaat
mereka diharap-harapkan.”
Mereka menyebutnya “Kealpaan Muhammad,” atau “Kompromi beliau dengan kemusyrikan.” Kenyataan sejarah kenabian beliau saw.
membuktikan bahwa Nabi Besar Muhammad saw.
tidak pernah berkompromi dengan kemusyrikan,
begitu pula tidak pernah ada kekhilafan
atau kelengahan dari beliau saw..
Tuduhan atau fitnah ini menunjukkan keinginan
mereka, bahwa beliau saw. mempunyai buah
pikiran ke arah itu. Para kritisi ini selamanya mencari-cari kesempatan untuk
menemukan suatu kelengahan dalam
wujud Nabi Besar Muhammad saw., apabila
mereka tidak dapat menemukan sesuatu – dan tidak akan pernah menemukannya –
lalu mereka sendiri mengada-adakan sesuatu dan menuduhkannya
kepada beliau saw.. Mereka berkata bahwa
ayat ini menunjuk kepada kejadian tersebut di atas.
Pemeliharaan Kemurnian
Al-Quran
Kami akan membahas seluas-luasnya
peristiwa itu, apabila kita sampai kepada ayat yang bersangkutan (QS.53:20,
21). Cukuplah dikatakan di sini bahwa seluruh kisah ini didustakan
secara kenyataan, bahwa Surah ke-53 itu menurut kesepakatan para ahli telah
diturunkan pada tahun ke-5 Nabawi di Makkah, sedang Surah yang sekarang ini (QS.22:53-54)
diwahyukan di Medinah, atau di Makkah menjelang keberangkatan Rasulullah
saw. ke Medinah pada tahun ke-13 Nabawi.
Jadi mustahil bahwa Allah Swt.
harus menunggu-nunggu 8 tahun lamanya
untuk menunjuk kepada kejadian tersebut dalam ayat ini. Lebih-lebih lagi kisah rekayasa semua ahli tafsir yang
cendekia ini telah ditolak sebagai hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar.
Di samping itu, tidak ada sesuatu kata dalam ayat ini, membenarkan pengada-adaan dusta yang begitu menyolok
mata. Arti ayat ini amat jelas. Ayat ini bermaksud mengemukakan, bahwa apabila
seorang nabi (rasul) Allah ingin mencapai tujuannya
pengutusannya oleh Allah Swt. -- yaitu
bila ia menyampaikan amanat kebenaran
dan menginginkan supaya Keesaan (Tauhid) Ilahi dapat ditegakkan di muka bumi, lalu orang-orang
yang bersifat syaitan, berusaha menghambat majunya kebenaran, dengan meletakkan
segala macam rintangan pada jalannya.
Mereka ingin melihat misi suci rasul Allah mengalami kegagalan. Tetapi mereka tidak dapat menghancurkan rencana Ilahi, dan Allah Swt. menghilangkan semua hambatan yang diletakkan syaitan-syaitan – yakni para pemimpin kekafiran -- dan membuat tujuan kebenaran itu memperoleh keunggulan dan kemenangan (QS.58:21-22).
Ayat QS.22:53-54 sebelum ini mempunyai pengertian
umum. Tidak ada alasan untuk menyatakan
bahwa ayat ini khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw..
Tambahan pula tidak mungkin syaitan
merusak kemurnian wahyu Al-Quran.
Allah Swt. menyatakan wajib atas
diri-Nya Sendiri melindungi Al-Quran
terhadap semua campur-tangan dan penyisipan (QS.15:10; QS.7:27-29),
bahkan pendapat ilmiah para cendekiawan Kristen pun telah mempertahankan
kebenaran pendakwaan Al-Quran tersebut.
Ayat
selanjutnya (QS.22:54) mendukung
penafsiran yang telah kami berikan mengenai ayat yang sebelumnya. Tidak ada
alasan untuk membenarkan kisah yang
tidak mempunyai dasar yang diada-adakan
oleh sementara para ahli tafsir yang kurang paham sehubungan dengan ayat ini.
Ayat ini bermaksud mengemukakan bahwa orang-orang berwatak syaitan berusaha meletakkan segala macam rintangan guna menggagalkan tersiar-luasnya amanat
seorang nabi (rasul) Allah, supaya kemajuannya dapat dicegah dan “orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit”
dapat disesatkan. Tetapi Allah Swt. menghilangkan segala rintangan semacam itu, dan sesudah
mula-mula mengalami kegagalan-kegagalan
sementara maka kemudian kebenaran itu terus berderap maju mencapai kemajuan yang merata.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 1
Oktober 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar