Rabu, 12 September 2012

Pentingnya Pembelanjaan Harta di Jalan Allah & Sarana Untuk Memperagakan Akhlak Terpuji






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

 Bab 73 

   Pentingnya Pembelajaan  Harta 
di Jalan Allah
 &
Sarana Untuk Memperagakan Akhlak Terpuji   


 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
                                                                                

Dalam bagian akhir Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai  ketakaburan Qarun ketika diperingatkan oleh Nabi Musa a.s. untuk  melakukan pengorbanan harta di jalan Allah atau mencari “rumah akhirat” --  firman-Nya:
وَ ابۡتَغِ  فِیۡمَاۤ  اٰتٰىکَ اللّٰہُ  الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ  اَحۡسَنَ اللّٰہُ  اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“Dan carilah rumah akhirat  itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau,  tetapi  janganlah engkau melupakan nasib engkau di dunia, dan berbuat ihsanlah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.”  (Al-Qashash [28]:78).
Qarun menjawab:
قَالَ  اِنَّمَاۤ   اُوۡتِیۡتُہٗ  عَلٰی  عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ  قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ  قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ  الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Ia  berkata: “Sesungguhnya kekayaan ini telah diberikan-Nya kepadaku karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah ia mengetahui bahwa  sungguh  Allah telah membinasakan banyak generasi sebelumnya  yang lebih besar kekuasaannya daripada dia dan lebih banyak harta kekayaannya? Dan   orang-orang yang berdosa tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash [28]:79).

Persamaan Sikap Buruk Orang-orang Kafir

      Dalam Surah Yā Sīn selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  persamaan sikap orang-orang kafir dari zaman ke zaman terhadap seruan rasul Allah yang diutus kepada mereka::
وَ مَا تَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ اٰیَۃٍ  مِّنۡ اٰیٰتِ رَبِّہِمۡ اِلَّا  کَانُوۡا عَنۡہَا مُعۡرِضِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan tidak pernah datang  kepada mereka suatu Tanda dari antara Tanda-tanda Tuhan mereka melainkan mereka selalu berpaling darinya (Yā Sīn [36]:47).
      Ada pun yang dimaksud dengan “Tanda” dari antara “Tanda-tanda Tuhan mereka” adalah “Tanda-tanda  Allah” atau “peringatan” dari Allah yang   disampai rasul Allah yang diutus kepada umat manusia (QS.6:5; QS.21:3; QS.26:6), di antaranya adalah perintah untuk membelanjakan harta kekayaan di jalan Allah Swt., firman-Nya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ  اَنۡفِقُوۡا  مِمَّا رَزَقَکُمُ  اللّٰہُ ۙ قَالَ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنُطۡعِمُ مَنۡ لَّوۡ  یَشَآءُ  اللّٰہُ   اَطۡعَمَہٗۤ ٭ۖ اِنۡ اَنۡتُمۡ   اِلَّا  فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ ﴾
 Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Belanjakanlah dari apa yang telah  Allah rezekikan kepada kamu,”   orang-orang kafir itu berkata kepada  orang-orang yang beriman:  Apakah kami harus memberi makan kepada orang yang  jika Allah menghendaki, Dia akan memberinya makan? Tidaklah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata.”  (Yā Sīn [36]:48).
         Jawaban orang-orang kafir “Apakah kami harus memberi makan kepada orang yang,  jika Allah menghendaki, Dia akan memberinya makan?“ tersebut identik dengan jawaban Qarun dalam ayat sebelumnya:  Sesungguhnya kekayaan ini telah diberikan-Nya kepadaku karena ilmu yang ada padaku.
        Selaras dengan perkataan orang-orang kafir tersebut,  berikut adalah firman Allah Swt. tentang golongan Ahlikitab – terutama orang-orang Yahudi – ketika diseru oleh Nabi Besar Muhammad saw. untuk membelanjakan harta mereka di jalan Allah, firman-Nya:
    لَقَدۡ سَمِعَ اللّٰہُ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰہَ فَقِیۡرٌ وَّ نَحۡنُ اَغۡنِیَآءُ ۘ سَنَکۡتُبُ مَا قَالُوۡا وَ قَتۡلَہُمُ الۡاَنۡۢبِیَآءَ بِغَیۡرِ حَقٍّ ۙ وَّ نَقُوۡلُ ذُوۡقُوۡا عَذَابَ الۡحَرِیۡقِ ﴿ ﴾  ذٰلِکَ بِمَا قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ لَیۡسَ بِظَلَّامٍ  لِّلۡعَبِیۡدِ  ﴿  ﴾ۚ
Sungguh  Allah benar-benar telah mendengar ucapan orang-orang yang berkata:  Sesungguhnya  Allah miskin sedangkan kami kaya.”  Kami segera  akan mencatat apa yang mereka katakan, dan mereka    berusaha membunuh nabi-nabi tanpa  haq dan Kami berfirman: “Rasakanlah  olehmu  azab yang membakar!”    Yang demikian itu disebabkan oleh apa yang telah didahulukan oleh  tangan kamu sendiri”, dan sesungguhnya  Allah sekali-kali tidak zalim terhadap hamba-hamba-Nya.  (Ali ‘Imran [3]:182-183).  
        Ketika orang-orang Yahudi diseru untuk membelanjakan kekayaan mereka di jalan Allah (QS.3:181), mereka mengejek kaum Muslimin dengan mengatakan: “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya”. Kalimat itu melukiskan pula perasaan batin orang-orang kikir yang menggabungkan diri kepada suatu gerakan baru, tetapi merasa sangat berat untuk memenuhi keperluan-keperluan keuangan di jalan Allah yang semakin membesar itu. Firman-Nya lagi:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ یَدُ اللّٰہِ مَغۡلُوۡلَۃٌ ؕ غُلَّتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ لُعِنُوۡا بِمَا قَالُوۡا ۘ بَلۡ یَدٰہُ مَبۡسُوۡطَتٰنِ ۙ یُنۡفِقُ  کَیۡفَ یَشَآءُ ؕ وَ لَیَزِیۡدَنَّ کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ مَّاۤ  اُنۡزِلَ  اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ طُغۡیَانًا وَّ کُفۡرًا ؕ وَ اَلۡقَیۡنَا بَیۡنَہُمُ الۡعَدَاوَۃَ وَ الۡبَغۡضَآءَ  اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ؕ کُلَّمَاۤ  اَوۡقَدُوۡا  نَارًا لِّلۡحَرۡبِ اَطۡفَاَہَا اللّٰہُ ۙ وَ یَسۡعَوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ فَسَادًا ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan   orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu.” Tidak demikian, bahkan tangan merekalah yang dibelenggu  dan mereka  dilaknat disebabkan apa yang mereka katakan.  Bahkan kedua tangan-Nya  terbentang  lebar, Dia membelanjakan sebagaimana Dia kehendaki. Dan niscaya   apa yang diturunkan kepada engkau dari Tuhan engkau akan menyebabkan kebanyakan mereka bertambah durhaka dan kafir. Dan   Kami menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai Hari Kiamat. Setiap kali mereka menyalakan api untuk perang  Allah memadamkannya. Dan mereka berusaha membuat kerusakan di muka bumi, dan Allāh tidak menyukai  orang-orang yang membuat kerusakan.  (Al-Maidah [5]: 65).
    Tangan digunakan baik sebagai alat untuk melimpahkan suatu karunia dan anugerah, atau sebagai lambang kekuasaan dan kesenangan, untuk menangkap dan menghukum seorang pelanggar hukum. Kedua belah Tangan Allah terbentang lebar, yang sebelah melimpahkan banyak nikmat kepada orang-orang beriman, dan yang lainnya menghukum orang-orang Yahudi atas kelancangan mereka.

Pamer Kekayaan dan Kemewahan Hidup

       Menjawab  nasihat dari kaumnya, Qarun bukan saja mengatakan  Sesungguhnya kekayaan ini telah diberikan-Nya kepadaku karena ilmu yang ada padaku, bahkan ia memamerkan kekayaan dan kemewahan hidupnya, firman-Nya:  
فَخَرَجَ عَلٰی قَوۡمِہٖ فِیۡ زِیۡنَتِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یُرِیۡدُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ  الدُّنۡیَا یٰلَیۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَاۤ  اُوۡتِیَ  قَارُوۡنُ ۙ اِنَّہٗ  لَذُوۡ حَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿ ﴾   وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَیۡلَکُمۡ ثَوَابُ اللّٰہِ خَیۡرٌ  لِّمَنۡ  اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ۚ وَ لَا  یُلَقّٰہَاۤ   اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ ﴿ ﴾
Maka ia keluar  di hadapan kaumnya dengan kemegahan. Berkata orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Alangkah baiknya, apabila kami pun mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun! Sesungguhnya ia mempunyai bagian harta yang besar.”   Tetapi orang-orang yang diberi ilmu berkata: “Celakalah kamu, ganjaran dari Allah adalah lebih baik bagi siapa yang beriman dan beramal shalih, dan itu tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Qashash [28]:80-81).
       Selanjutnya Allah Swt.  menerangkan  nasib buruk yang akhirnya menimpa Qarun, keluarganya dan harta kekayaannya,  akibat ketakaburannya, firman-Nya:
فَخَسَفۡنَا بِہٖ وَ بِدَارِہِ  الۡاَرۡضَ ۟ فَمَا  کَانَ لَہٗ  مِنۡ فِئَۃٍ  یَّنۡصُرُوۡنَہٗ  مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ٭ وَ مَا  کَانَ مِنَ الۡمُنۡتَصِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Lalu  Kami membenamkan dia   beserta rumahnya ke dalam bumi,    maka  selain Allah tidak ada baginya satu golongan pun yang menolongnya, dan tidak pula ia termasuk orang-orang yang dapat membela diri. (Al-Qashash [28]:82).
       Mungkin Qarun satu-satunya orang kaya di dunia ini yang “dikubur” oleh Allah Swt. bersama seluruh keluarga, tempat tinggal  dan seluruh harta-kekayaan  yang dibangga-banggakannya. sehingga mungcullah sebutan “harta karun” terhadap benda-benda berharga yang terkubur dalam tanah. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
     وَ اَصۡبَحَ الَّذِیۡنَ تَمَنَّوۡا مَکَانَہٗ بِالۡاَمۡسِ یَقُوۡلُوۡنَ وَیۡکَاَنَّ اللّٰہَ یَبۡسُطُ الرِّزۡقَ لِمَنۡ یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ وَ یَقۡدِرُ ۚ لَوۡ لَاۤ  اَنۡ مَّنَّ  اللّٰہُ عَلَیۡنَا لَخَسَفَ بِنَا ؕ وَیۡکَاَنَّہٗ  لَا  یُفۡلِحُ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿٪ ﴾
Dan jadilah orang-orang yang kemarin ingin mendapat kedudukannya itu   berkata: “Celakalah, sesungguhnya Allah-lah Yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkan. Seandainya Allah tidak menganugerahkan kemurahan-Nya kepada kami niscaya Dia akan membenamkan kami juga.  Celakalah, sesungguhnya orang-orang yang kafir tidak akan berhasil.”  (Al-Qashash [28]:83).
        Jadi, nasib buruk seperti itulah orang-orang yang  menolak membelanjakan harta kekayaannya di jalan Allah, karena menganggap bahwa keberhasilan duniawinya  tersebut adalah semata-mata hasil kerja kerasnya serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya, firman-Nya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ  اَنۡفِقُوۡا  مِمَّا رَزَقَکُمُ  اللّٰہُ ۙ قَالَ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنُطۡعِمُ مَنۡ لَّوۡ  یَشَآءُ  اللّٰہُ   اَطۡعَمَہٗۤ ٭ۖ اِنۡ اَنۡتُمۡ   اِلَّا  فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Belanjakanlah dari apa yang telah  Allah rezekikan kepada kamu,”   orang-orang kafir itu berkata kepada  orang-orang yang beriman:  Apakah kami harus memberi makan kepada orang yang  jika Allah menghendaki, Dia akan memberinya makan? Tidaklah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata.”  (Yā Sīn [36]:48).

Sarana Untuk Memperagakan Akhlak Terpuji

      Padahal dalam pembelanjaan   harta kekayaan di jalan Allah selain merupakan   sarana untuk mencari “rumah akhirat”, juga sebagai sarana untuk memperagakan  sifat-sifat terpuji Allah Swt., di antaranya sifat ihsan,  firman-Nya:
وَ ابۡتَغِ  فِیۡمَاۤ  اٰتٰىکَ اللّٰہُ  الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ  وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ  اَحۡسَنَ اللّٰہُ  اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“Dan carilah rumah akhirat  itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau,  tetapi  janganlah engkau melupakan nasib engkau di dunia, dan berbuat ihsanlah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.”  (Al-Qashash [28]:78).
       Allah Swt. telah berfirman bahwa ada 3 tingkatan akhlak  baik atau amal shaleh  yang harus diperagakan oleh orang-orang yang beriman melalui pembelanjaan harta di jalan Allah, yakni (1) adil, (2) ihsan, dan (3) memberi seperti terhadap kerabat sendiriiyta-i-dzil-qurba, firman-Nya:
   اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ  وَ الۡمُنۡکَرِ وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ   لَعَلَّکُمۡ   تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Allah memerintahkan  berlaku adil, berbuat ihsan, dan  memberi  seperti kepada kaum kerabat,   serta melarang dari perbuatan keji, mungkar, dan pemberontakan.  Dia memberi kamu nasihat supaya kamu mengambil pelajaran. (Al-Nahl [16]:91).
      Ayat ini mengandung tiga macam perintah dan tiga macam larangan, yang secara singkat membahas semua macam derajat perkembangan akhlak dan keruhanian manusia, bersama segi kebaikan dan keburukannya masing-masing. Ayat ini menganjurkan berlaku adil, berbuat ihsan kepada orang lain, dan kasih sayang antara kaum kerabat; dan melarang berbuat hal yang tidak senonoh (fahsya) berbuat keburukan (munkar) dan pelanggaran yang nyata (baghyi).
        Keadilan mengandung arti bahwa seseorang harus memperlakukan orang-orang lain seperti ia diperlakukan oleh mereka. Ia hendaknya membalas kebaikan dan keburukan orang-orang lain secara setimpal menurut besarnya dan ukurannya yang diterima olehnya dari mereka.
       Lebih tinggi dari ‘adl (keadilan) adalah derajat ihsan (kebaikan), yaitu  bila manusia harus berbuat kebaikan kepada orang-orang lain tanpa mengindahkan macamnya perlakuan yang diterima dari mereka, atau sekalipun ia diperlakukan buruk oleh mereka. Perbuatannya tidak boleh digerakkan oleh pertimbangan-pertimbangan menuntut balas.
      Pada derajat perkembangan akhlak terakhir dan tertinggi, ialah ītā’i dzil qurbā (memberi seperti kepada kerabat), seorang mukmin diharapkan untuk berlaku baik terhadap orang-orang lain, bukan sebagai membalas sesuatu kebaikan yang diterima dari mereka; begitu pun tidak dengan pertimbangan untuk berbuat lebih baik dari kebaikan yang ia peroleh, melainkan untuk berbuat kebaikan yang ditimbulkan oleh dorongan fitri, seperti ia berbuat baik kepada orang-orang yang mempunyai perhubungan darah yang dekat sekali. Keadaan  pada derajat ini serupa dengan keadaan seorang ibu yang menyusui anak yang kecintaan terhadap anak-anaknya bersumber pada dorongan fitri. Sesudah orang mukmin mencapai derajat ini perkembangan akhlaknya menjadi sempurna.

Tiga macam Akhlak Buruk

      Ketiga derajat akhlak ini merupakan segi baiknya dari perkembangan akhlak manusia. Segi buruknya digambarkan dengan tiga perkataan juga, yakni fahsyā (perbuatan yang tidak senonoh), munkar (keburukan yang nyata), dan baghy (pelanggaran keji); dan munkar mengandung arti keburukan-keburukan yang orang-orang lain juga melihat dan mengutuknya walaupun mereka boleh jadi tidak menderita sesuatu kerugian atau pelanggaran atas hak-hak mereka sendiri oleh si pelaku dosa itu. Akan tetapi baghy merangkum semua dosa dan keburukan, yang tidak hanya nampak, dirasakan, dan dicela oleh orang-orang lain, melainkan juga menimbulkan kemudaratan yang nyata pada mereka. Ketiga kata yang sederhana ini meliputi segala macam dosa.

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 13 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma


Tidak ada komentar:

Posting Komentar