بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 73
Pentingnya Pembelajaan Harta
di Jalan Allah
&
Sarana
Untuk Memperagakan Akhlak Terpuji
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian
akhir Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai
ketakaburan Qarun ketika diperingatkan oleh Nabi Musa a.s. untuk melakukan pengorbanan harta di jalan Allah
atau mencari “rumah akhirat” --
firman-Nya:
وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ
اَحۡسِنۡ کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“Dan carilah rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia, dan berbuat ihsanlah sebagaimana Allah
telah berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (Al-Qashash
[28]:78).
Qarun
menjawab:
قَالَ اِنَّمَاۤ اُوۡتِیۡتُہٗ عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ
اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ
الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ
قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿ ﴾
Ia berkata: “Sesungguhnya kekayaan ini telah diberikan-Nya kepadaku karena
ilmu yang ada padaku.” Tidakkah ia mengetahui bahwa sungguh Allah telah membinasakan banyak generasi
sebelumnya yang lebih besar kekuasaannya daripada dia dan lebih banyak harta kekayaannya? Dan orang-orang
yang berdosa tidak akan ditanyakan
mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash
[28]:79).
Persamaan Sikap Buruk Orang-orang Kafir
Dalam Surah Yā Sīn selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai persamaan
sikap orang-orang kafir dari
zaman ke zaman terhadap seruan rasul
Allah yang diutus kepada mereka::
وَ مَا تَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ اٰیَۃٍ مِّنۡ اٰیٰتِ رَبِّہِمۡ اِلَّا کَانُوۡا عَنۡہَا مُعۡرِضِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan tidak
pernah datang kepada mereka suatu Tanda dari antara Tanda-tanda Tuhan mereka melainkan mereka selalu berpaling darinya (Yā Sīn [36]:47).
Ada pun yang dimaksud dengan “Tanda” dari antara “Tanda-tanda Tuhan mereka” adalah “Tanda-tanda Allah” atau “peringatan” dari Allah yang disampai rasul
Allah yang diutus kepada umat manusia (QS.6:5; QS.21:3; QS.26:6), di
antaranya adalah perintah untuk membelanjakan harta kekayaan di jalan
Allah Swt., firman-Nya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقَکُمُ اللّٰہُ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا
اَنُطۡعِمُ مَنۡ لَّوۡ یَشَآءُ اللّٰہُ
اَطۡعَمَہٗۤ ٭ۖ اِنۡ اَنۡتُمۡ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Belanjakanlah dari apa yang telah
Allah rezekikan kepada kamu,”
orang-orang kafir itu berkata kepada
orang-orang yang beriman: ”Apakah kami harus memberi makan kepada orang yang jika
Allah menghendaki, Dia akan memberinya makan? Tidaklah kamu
melainkan dalam kesesatan yang nyata.”
(Yā Sīn [36]:48).
Jawaban orang-orang kafir “Apakah
kami harus memberi makan kepada orang yang, jika Allah menghendaki,
Dia akan memberinya makan?“ tersebut identik dengan jawaban Qarun dalam ayat sebelumnya: “Sesungguhnya kekayaan ini telah diberikan-Nya
kepadaku karena ilmu yang ada padaku.”
Selaras dengan perkataan orang-orang kafir tersebut, berikut adalah firman Allah Swt. tentang
golongan Ahlikitab – terutama orang-orang
Yahudi – ketika diseru oleh Nabi Besar Muhammad saw. untuk membelanjakan harta mereka di jalan
Allah, firman-Nya:
لَقَدۡ سَمِعَ اللّٰہُ
قَوۡلَ الَّذِیۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰہَ فَقِیۡرٌ وَّ نَحۡنُ اَغۡنِیَآءُ ۘ
سَنَکۡتُبُ مَا قَالُوۡا وَ قَتۡلَہُمُ الۡاَنۡۢبِیَآءَ بِغَیۡرِ حَقٍّ ۙ وَّ
نَقُوۡلُ ذُوۡقُوۡا عَذَابَ الۡحَرِیۡقِ ﴿ ﴾
ذٰلِکَ بِمَا قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ لَیۡسَ بِظَلَّامٍ لِّلۡعَبِیۡدِ ﴿ ﴾ۚ
Sungguh Allah
benar-benar telah mendengar ucapan orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya
Allah miskin
sedangkan kami kaya.” Kami segera
akan mencatat apa yang mereka
katakan, dan mereka berusaha membunuh nabi-nabi tanpa haq
dan Kami berfirman: “Rasakanlah olehmu
azab yang membakar!” Yang
demikian itu disebabkan oleh apa yang telah didahulukan oleh tangan kamu sendiri”, dan sesungguhnya Allah
sekali-kali tidak zalim terhadap hamba-hamba-Nya. (Ali ‘Imran [3]:182-183).
Ketika orang-orang Yahudi diseru untuk membelanjakan kekayaan mereka di
jalan Allah (QS.3:181), mereka mengejek
kaum Muslimin dengan mengatakan: “Sesungguhnya
Allah miskin dan kami kaya”. Kalimat itu melukiskan
pula perasaan batin orang-orang kikir
yang menggabungkan diri kepada suatu gerakan
baru, tetapi merasa sangat berat
untuk memenuhi keperluan-keperluan
keuangan di jalan Allah yang semakin membesar itu. Firman-Nya lagi:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ یَدُ اللّٰہِ مَغۡلُوۡلَۃٌ ؕ
غُلَّتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ لُعِنُوۡا بِمَا قَالُوۡا ۘ بَلۡ یَدٰہُ مَبۡسُوۡطَتٰنِ ۙ
یُنۡفِقُ کَیۡفَ یَشَآءُ ؕ وَ لَیَزِیۡدَنَّ
کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ مَّاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡکَ مِنۡ رَّبِّکَ طُغۡیَانًا وَّ کُفۡرًا
ؕ وَ اَلۡقَیۡنَا بَیۡنَہُمُ الۡعَدَاوَۃَ وَ الۡبَغۡضَآءَ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ؕ کُلَّمَاۤ اَوۡقَدُوۡا نَارًا لِّلۡحَرۡبِ اَطۡفَاَہَا اللّٰہُ ۙ وَ یَسۡعَوۡنَ
فِی الۡاَرۡضِ فَسَادًا ؕ وَ اللّٰہُ لَا
یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿ ﴾
Dan orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu.” Tidak demikian, bahkan tangan merekalah yang dibelenggu dan mereka dilaknat disebabkan apa yang mereka katakan. Bahkan kedua
tangan-Nya terbentang lebar, Dia membelanjakan sebagaimana Dia kehendaki. Dan niscaya apa yang diturunkan kepada engkau dari
Tuhan engkau akan menyebabkan kebanyakan
mereka bertambah durhaka dan kafir.
Dan Kami menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai Hari Kiamat. Setiap kali mereka menyalakan api untuk perang Allah memadamkannya.
Dan mereka berusaha membuat kerusakan di
muka bumi, dan Allāh tidak
menyukai orang-orang yang membuat
kerusakan. (Al-Maidah [5]: 65).
Tangan
digunakan baik sebagai alat untuk melimpahkan
suatu karunia dan anugerah, atau
sebagai lambang kekuasaan dan kesenangan, untuk menangkap dan menghukum
seorang pelanggar hukum. Kedua belah Tangan
Allah terbentang lebar, yang sebelah melimpahkan
banyak nikmat kepada orang-orang beriman, dan yang lainnya menghukum orang-orang Yahudi atas
kelancangan mereka.
Pamer Kekayaan dan Kemewahan Hidup
Menjawab
nasihat dari kaumnya, Qarun bukan saja mengatakan “Sesungguhnya kekayaan ini telah
diberikan-Nya kepadaku karena ilmu yang ada padaku”, bahkan ia
memamerkan kekayaan dan kemewahan hidupnya, firman-Nya:
فَخَرَجَ عَلٰی قَوۡمِہٖ فِیۡ زِیۡنَتِہٖ ؕ قَالَ
الَّذِیۡنَ یُرِیۡدُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا
یٰلَیۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ قَارُوۡنُ ۙ اِنَّہٗ لَذُوۡ حَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿ ﴾ وَ قَالَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَیۡلَکُمۡ ثَوَابُ اللّٰہِ
خَیۡرٌ لِّمَنۡ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ۚ وَ لَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ
﴿ ﴾
Maka ia
keluar di hadapan kaumnya dengan kemegahan.
Berkata orang-orang yang menghendaki
kehidupan dunia: “Alangkah baiknya, apabila
kami pun mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun!
Sesungguhnya ia mempunyai bagian harta
yang besar.” Tetapi orang-orang
yang diberi ilmu berkata: “Celakalah kamu, ganjaran dari Allah adalah lebih baik bagi siapa yang beriman dan beramal
shalih, dan itu tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Qashash [28]:80-81).
Selanjutnya Allah Swt. menerangkan
nasib buruk yang akhirnya
menimpa Qarun, keluarganya dan harta kekayaannya, akibat ketakaburannya, firman-Nya:
فَخَسَفۡنَا بِہٖ وَ بِدَارِہِ الۡاَرۡضَ ۟ فَمَا کَانَ لَہٗ
مِنۡ فِئَۃٍ یَّنۡصُرُوۡنَہٗ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ٭ وَ مَا کَانَ مِنَ الۡمُنۡتَصِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Lalu Kami
membenamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi, maka selain
Allah tidak ada baginya satu
golongan pun yang menolongnya,
dan tidak pula ia termasuk orang-orang
yang dapat membela diri. (Al-Qashash [28]:82).
Mungkin
Qarun satu-satunya orang kaya di dunia ini yang “dikubur”
oleh Allah Swt. bersama seluruh keluarga,
tempat tinggal dan seluruh harta-kekayaan yang
dibangga-banggakannya. sehingga mungcullah sebutan “harta karun” terhadap benda-benda berharga yang terkubur dalam
tanah. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اَصۡبَحَ الَّذِیۡنَ تَمَنَّوۡا مَکَانَہٗ
بِالۡاَمۡسِ یَقُوۡلُوۡنَ وَیۡکَاَنَّ اللّٰہَ یَبۡسُطُ الرِّزۡقَ لِمَنۡ
یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ وَ یَقۡدِرُ ۚ لَوۡ لَاۤ اَنۡ مَّنَّ اللّٰہُ عَلَیۡنَا لَخَسَفَ بِنَا ؕ
وَیۡکَاَنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿٪ ﴾
Dan jadilah orang-orang yang kemarin ingin mendapat
kedudukannya itu berkata:
“Celakalah, sesungguhnya Allah-lah Yang
melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkan. Seandainya Allah tidak menganugerahkan kemurahan-Nya
kepada kami niscaya Dia akan membenamkan
kami juga. Celakalah,
sesungguhnya orang-orang yang kafir tidak akan berhasil.” (Al-Qashash [28]:83).
Jadi, nasib
buruk seperti itulah orang-orang yang
menolak membelanjakan harta
kekayaannya di jalan Allah, karena menganggap bahwa keberhasilan duniawinya tersebut adalah semata-mata hasil kerja kerasnya serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya,
firman-Nya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اَنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقَکُمُ اللّٰہُ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا
اَنُطۡعِمُ مَنۡ لَّوۡ یَشَآءُ اللّٰہُ
اَطۡعَمَہٗۤ ٭ۖ اِنۡ اَنۡتُمۡ اِلَّا فِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Belanjakanlah dari apa yang telah
Allah rezekikan kepada kamu,”
orang-orang kafir itu berkata kepada
orang-orang yang beriman: ”Apakah kami harus memberi makan kepada orang yang jika
Allah menghendaki, Dia akan memberinya makan? Tidaklah kamu
melainkan dalam kesesatan yang nyata.”
(Yā Sīn [36]:48).
Sarana Untuk Memperagakan Akhlak Terpuji
Padahal dalam pembelanjaan harta kekayaan
di jalan Allah selain merupakan sarana untuk mencari “rumah akhirat”, juga sebagai sarana untuk memperagakan sifat-sifat
terpuji Allah Swt., di antaranya sifat ihsan, firman-Nya:
وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ
اَحۡسِنۡ کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“Dan carilah rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia, dan berbuat ihsanlah sebagaimana Allah
telah berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (Al-Qashash
[28]:78).
Allah Swt. telah berfirman bahwa ada 3
tingkatan akhlak baik atau amal shaleh yang harus diperagakan oleh orang-orang yang
beriman melalui pembelanjaan harta di jalan Allah, yakni (1) adil, (2) ihsan, dan (3) memberi
seperti terhadap kerabat sendiri – iyta-i-dzil-qurba, firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Allah memerintahkan berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberi
seperti kepada kaum kerabat, serta melarang dari perbuatan keji, mungkar, dan pemberontakan. Dia memberi kamu nasihat supaya kamu
mengambil pelajaran. (Al-Nahl [16]:91).
Ayat ini mengandung tiga macam perintah dan tiga macam larangan, yang secara singkat
membahas semua macam derajat perkembangan
akhlak dan keruhanian manusia,
bersama segi kebaikan dan keburukannya masing-masing. Ayat ini
menganjurkan berlaku adil, berbuat ihsan
kepada orang lain, dan kasih sayang
antara kaum kerabat; dan melarang
berbuat hal yang tidak senonoh (fahsya) berbuat keburukan (munkar) dan pelanggaran yang nyata (baghyi).
Keadilan mengandung
arti bahwa seseorang harus memperlakukan orang-orang lain seperti ia
diperlakukan oleh mereka. Ia hendaknya membalas kebaikan dan keburukan
orang-orang lain secara setimpal
menurut besarnya dan ukurannya yang diterima olehnya dari mereka.
Lebih tinggi dari ‘adl
(keadilan) adalah derajat ihsan (kebaikan), yaitu bila manusia harus berbuat kebaikan kepada orang-orang lain tanpa
mengindahkan macamnya perlakuan yang
diterima dari mereka, atau sekalipun ia diperlakukan
buruk oleh mereka. Perbuatannya tidak boleh digerakkan oleh
pertimbangan-pertimbangan menuntut balas.
Pada derajat perkembangan akhlak terakhir dan
tertinggi, ialah ītā’i dzil qurbā (memberi seperti kepada kerabat),
seorang mukmin diharapkan untuk berlaku baik terhadap orang-orang lain, bukan
sebagai membalas sesuatu kebaikan yang diterima dari mereka;
begitu pun tidak dengan pertimbangan untuk berbuat
lebih baik dari kebaikan yang ia
peroleh, melainkan untuk berbuat kebaikan
yang ditimbulkan oleh dorongan fitri,
seperti ia berbuat baik kepada orang-orang yang mempunyai perhubungan darah yang dekat sekali. Keadaan pada derajat ini serupa dengan keadaan seorang ibu yang menyusui anak yang
kecintaan terhadap anak-anaknya
bersumber pada dorongan fitri.
Sesudah orang mukmin mencapai derajat ini perkembangan akhlaknya menjadi sempurna.
Tiga macam Akhlak Buruk
Ketiga derajat akhlak ini merupakan segi baiknya dari
perkembangan akhlak manusia. Segi
buruknya digambarkan dengan tiga perkataan juga, yakni fahsyā (perbuatan
yang tidak senonoh), munkar (keburukan yang nyata), dan baghy
(pelanggaran keji); dan munkar mengandung arti keburukan-keburukan yang
orang-orang lain juga melihat dan mengutuknya walaupun mereka boleh jadi tidak
menderita sesuatu kerugian atau pelanggaran atas hak-hak mereka sendiri oleh si
pelaku dosa itu. Akan tetapi baghy merangkum semua dosa dan keburukan,
yang tidak hanya nampak, dirasakan, dan dicela oleh orang-orang lain, melainkan
juga menimbulkan kemudaratan yang nyata pada mereka. Ketiga kata yang sederhana
ini meliputi segala macam dosa.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 13 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar