بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 65
Nabi Besar Muhammad Saw.
Suri Teladan Terbaik
Oleh
Ki Langlang Buana
Kusuma
Dalam Bab
sebelum ini telah dijelaskan mengenai
adanya persamaan antara
tatanan pemerintahan Nabi Besar Muhammad saw. dengan tatanan alam semesta,
yakni keduanya ditopang oleh “tiang-tiang penunjang” yang tidak kelihatan oleh
mata jasmani.
“Tiang
Penunjang” tatanan Alam Semesta Jasmani
yang Tidak
Kelihatan & ‘Arasy (Singgasana) Ilahi
Jadi, Nabi Besar
Muhammad saw. benar-benar Yā Sīn
(Pemimpin Sempurna) atau matahari alam semesta ruhani yang hakiki, yang di sekitar beliau saw. beredar seluruh hamba-hamba Allah Swt. atau wujud-wujud ruhani hakiki, bagaikan
beredarnya seluruh bagian alam semesta ini – mulai dari partikel yang terkecil hingga gugusan benda-benda langit terbesar -- di sekitar di sekitar titik pusat alam semesta, sehingga
tercipta tatanan alam semesta, yang
sekali pun tidak ditunjang dengan tiang-tiang penunjang yang kelihatan
oleh mata jasmani, namun struktur bangunan alam semesta eksis dengan
segala aktifitasnya yang sangat menakjubkan, firman-Nya:
اَللّٰہُ الَّذِیۡ رَفَعَ السَّمٰوٰتِ
بِغَیۡرِ عَمَدٍ تَرَوۡنَہَا ثُمَّ
اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ وَ سَخَّرَ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ ؕ کُلٌّ
یَّجۡرِیۡ لِاَجَلٍ مُّسَمًّی ؕ یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ یُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ
بِلِقَآءِ رَبِّکُمۡ تُوۡقِنُوۡنَ ﴿﴾
Allah, Dia-lah Yang telah
meninggikan seluruh langit tanpa suatu tiang pun yang kamu melihatnya, kemudian Dia
bersemayam di atas ‘Arasy. Dan Dia telah menundukkan bagi kamu matahari dan
bulan, masing-masing beredar
menurut arah perjalanannya hingga suatu masa yang telah ditetapkan. Dia mengatur segala urusan dan Dia menjelaskan Tanda-tanda
itu, supaya kamu berkeyakinan teguh
mengenai pertemuan dengan Tuhan-mu. (Al-Ra’d [13]:3). Lihat pula QS.31:11.
Kata-kata itu berarti: (1) Kamu melihat bahwa seluruh langit berdiri tanpa
tiang-tiang; (2) bahwa seluruh langit berdiri tidak atas tiang-tiang
yang dapat kamu lihat; artinya, seluruh langit itu mempunyai pendukung, tetapi kamu tidak dapat melihatnya. Secara
harfiah ayat itu berarti bahwa seluruh
langit berdiri tanpa ditunjang oleh tiang-tiang.
Berbeda
dengan keadaan di lingkungan Bani Israil
– terutama di masa pemerintahan Nabi
Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. -- Nabi
Besar Muhammad saw. dan para Khalifah Rasyidin, melaksanakan tugasnya
sebagai pemimpin ruhani dan pemimpin jasmani (raja) dari dalam
sebuah mesjid di Madinah, yang keadaannya sangat sederhana -- yakni mesjid nabi (nabawi) -- yang dibangun atas perintah Nabi Besar Muhammad saw., sesampainya beliau saw. di Madinah setelah hijrah dari Makkah (QS.9:40).
“Tiang-tiang
Penunjang Kerajaan” Nabi Besar Muhammad
saw.
Adalah Ketakwaan dan Ketaatan Sempurna Umat Islam
Jadi, betapa wilayah
kekuasaan kerajaan umat Islam di
zaman Nabi Besar Muhammad saw. sampai
dengan para Khalifah Rasyidah – yang pusat pemerintahannya berada di dalam
sebuah mesjid yang sangat sederhana
-- memiliki perasamaan dengan tatanan
atau bangunan alam semesta yang
ditunjang dengan “tiang-tiang penopang”
yang tidak kelihatan oleh mata (QS.13:3;
QS.31:11), yaitu “tiang-tiang penunjang” berupa ketakwaan kepada Allah Swt.
dan ketaatan sepenuhnya kepada Rasul Allah (Nabi Besar Muhammad saw.)
dan para Khalifah Rasyidah, firman-Nya:
اِنَّ
اللّٰہَ یَاۡمُرُکُمۡ اَنۡ تُؤَدُّوا الۡاَمٰنٰتِ اِلٰۤی اَہۡلِہَا ۙ وَ اِذَا
حَکَمۡتُمۡ بَیۡنَ النَّاسِ اَنۡ تَحۡکُمُوۡا بِالۡعَدۡلِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
نِعِمَّا یَعِظُکُمۡ بِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ سَمِیۡعًۢا بَصِیۡرًا ﴿﴾
Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyerahkan
amanat-amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila kamu
menghakimi di antara manusia hendaklah kamu
menghakimi dengan adil, sesungguhnya dengan itu Allah menasihati kamu sebaik-baiknya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Me-lihat. (Al-Nisā [4]:59).
Firman-Nya lagi:
ٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا
اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوا الرَّسُوۡلَ وَ اُولِی الۡاَمۡرِ مِنۡکُمۡ ۚ
فَاِنۡ تَنَازَعۡتُمۡ فِیۡ شَیۡءٍ فَرُدُّوۡہُ اِلَی اللّٰہِ وَ الرَّسُوۡلِ اِنۡ کُنۡتُمۡ تُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ
الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ ذٰلِکَ خَیۡرٌ
وَّ اَحۡسَنُ تَاۡوِیۡلًا ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah, taatilah Rasul-Nya dan juga
taatilah orang-orang yang memegang
kekuasaan di antara kamu. Dan jika kamu
saling berselisih mengenai sesuatu
maka kembalikanlah hal itu kepada
keputusan Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian,
hal demikian itu paling baik dan paling bagus akibatnya. (Al-Nisā
[4]:59-60).
Kata “taat” yang terletak sebelum kata-kata “Allah” dan “Rasul”, telah
ditiadakan sebelum perkataan orang-orang yang memegang kekuasaan, agar
menunjukkan bahwa ketaatan
sepenuh-penuhnya kepada penguasa yang
diangkat menurut undang-undang,
berarti pula taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Suri
Teladan Terbaik
Dengan demikian
benarlah pernyataan Allah Swt. bahwa dalam semua hal dalamm kehidupan ini –
termasuk dalam mengelola pemerintahan –
contoh yang diperagakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. adalah yang terbaik,
firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا
Sungguh dalam diri Rasulullah benar-benar terdapat suri
teladan yang sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi orang
yang mengharapkan Allah dan Hari
Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab
[33]:22).
Pertempuran Khandak mungkin merupakan
percobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan Nabi
Besar Muhammad saw. dan beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu
dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi. Sesungguhnyalah pada
saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam
waktu mengenyam sukses dan kemenangan, yakni ketika musuh bertekuk lutut di
hadapannya, watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah
memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa Nabi
Besar Muhammad saw., baik
dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena
meraih kemenangan — tetap menunjukkan kepribadian
agung lagi mulia.
Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain
menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak Nabi
Besar Muhammad saw. yang indah,
dan Fatah Makkah (Kemenangan atas Makkah)
memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat
beliau saw. atau mengecutkan hati beliau saw. , begitu pula kemenangan dan
sukses tidak merusak watak beliau saw.. Ketika beliau saw. ditinggalkan hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, sedang nasib Islam berada di antara
hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka
maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut
dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku
anak Abdul Muthalib!” Dan tatkala Makkah jatuh dan seluruh tanah Arab
bertekuk lutut maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa
merusak beliau. Beliau menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap
musuh-musuh beliau saw..
Kesaksian
lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak Nabi Besar Muhammad saw. selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi
yang paling akrab dengan beliau dan yang paling mengenal beliau, mereka itulah
yang paling mencintai beliau dan merupakan yang pertama-tama percaya akan misi
beliau, yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau
sepanjang hayat, Abu Bakar r.a. ; saudara sepupu yang juga menantu
beliau, Ali r.a., dan bekas budak beliau saw. yang telah
dimerdekakan, Zaid r.a.. Nabi Besar Muhammad saw. merupakan
contoh kemanusiaan yang paling mulia
dan model yang paling sempurna dalam
keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi kehidupan dan watak
beliau saw. yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang
tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh
kehidupan beliau nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot
sejarah. Beliau saw. mengawali kehidupan
beliau saw. sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit yang menentukan nasib seluruh bangsa. Sebagai
kanak-kanak beliau saw. penyabar lagi
gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau tetap merupakan contoh yang
sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya beliau
saw. mendapat julukan Al-Amin (si
Jujur dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi
Besar Muhammad saw. menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya
ada yang jauh lebih tua daripada beliau saw. sendiri dan ada juga yang jauh
lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah
mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau.
Sebagai ayah beliau saw. penuh dengan kasih
sayang, dan sebagai sahabat beliau sangat setia dan murah hati. Ketika beliau
diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu
masyarakat yang sudah rusak, beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan
pembuangan, namun beliau memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan
budi luhur.
Beliau bertempur sebagai prajurit
gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan
beliau memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil
serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang
pemimpin.
“Kepala
negara merangkap Penghulu Agama,
beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah.
Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu,
sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad,
sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa
alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan.
Beliau biasa melakukan
pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas
sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau
roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau
biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua
belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan
suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muhammadanism”
karya Bosworth Smith).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 8 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar