Jumat, 28 September 2012

Perintah Hijrah & Wasiyat Mengenai Kedatangan Petunjuk





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN


Bab 88
    
 Perintah Hijrah &
 Wasiyat Mengenai Kedatangan Petunjuk 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


Pada bagian akhir Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai  firman Allah Swt. berikut ini:  
فَدَلّٰىہُمَا بِغُرُوۡرٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَۃَ بَدَتۡ لَہُمَا سَوۡاٰتُہُمَا وَ طَفِقَا  َخۡصِفٰنِ عَلَیۡہِمَا مِنۡ وَّرَقِ الۡجَنَّۃِ ؕ وَ نَادٰىہُمَا رَبُّہُمَاۤ  اَلَمۡ اَنۡہَکُمَا عَنۡ تِلۡکُمَا الشَّجَرَۃِ  وَ اَقُلۡ لَّکُمَاۤ  اِنَّ الشَّیۡطٰنَ لَکُمَا عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Lalu ia, syaitan,  membujuk kedua mereka itu dengan tipu-daya, maka tatkala keduanya   merasai buah pohon itu  tampaklah kepada kedua-nya  aurat mereka berdua dan mulailah keduanya  menutupi diri mereka dengan daun-daun kebun itu. Dan keduanya  diseru oleh Tuhan mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari mendekati pohon itu dan Aku telah katakan kepada kamu berdua  bahwa sesungguhnya syaitan itu  musuh yang nyata bagi kamu berdua?”   (Al-A’rāf [7]:23).
  Nabi Adam a.s.  digambarkan sebagai dilarang mendekati “pohon” tertentu  -- yang bukan pohon dalam arti kata harfiah dan fisik, melainkan suatu keluarga atau suku tertentu. Kepada beliau diperintahkan supaya menjauhi keluarga atau suku itu, sebab anggota-anggota keluarga atau suku tersebut adalah musuh beliau dan mereka itu niscaya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mencelakakan beliau dan “istri”  yakni jama’ah beliau. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai upaya Nabi Adam a.s. “menutupi aurat” --  yakni kelemahan yang terjadi di kalangan pengikutnya berupa terjadinya perpecahan di kalangan mereka  akibat  tipu-daya syaitan – firman-Nya: 
فَدَلّٰىہُمَا بِغُرُوۡرٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَۃَ بَدَتۡ لَہُمَا سَوۡاٰتُہُمَا وَ طَفِقَا  َخۡصِفٰنِ عَلَیۡہِمَا مِنۡ وَّرَقِ الۡجَنَّۃِ ؕ وَ نَادٰىہُمَا رَبُّہُمَاۤ  اَلَمۡ اَنۡہَکُمَا عَنۡ تِلۡکُمَا الشَّجَرَۃِ  وَ اَقُلۡ لَّکُمَاۤ  اِنَّ الشَّیۡطٰنَ لَکُمَا عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿﴾
Lalu ia, syaitan,  membujuk kedua mereka itu dengan tipu-daya, maka tatkala keduanya   merasai buah pohon itu  tampaklah kepada kedua-nya  aurat mereka berdua dan mulailah keduanya  menutupi diri mereka dengan daun-daun kebun itu. Dan keduanya  diseru oleh Tuhan mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari mendekati pohon itu dan Aku telah katakan kepada kamu berdua  bahwa sesungguhnya syaitan itu  musuh yang nyata bagi kamu berdua?”   (Al-A’rāf [7]:23).

Makna “Daun-daun Surga
Penutup “Aurat” Adam dan Istrinya

  Kata sayy’ah yang berarti tiap ucapan atau kebiasaan atau perbuatan jahat, kotor, tidak senonoh atau menjijikkan yang orang biasanya ingin menyembunyikan; aurat; ketelanjangan (Lexicon Lane), di sini dipergunakan dalam artian “aurat” atau “kelemahan”, sebab  tiada aurat manusia yang tersembunyi daripadanya. Beberapa kelemahan Adam   sungguh tersembunyi dari beliau dan beliau baru menyadari hal itu ketika musuh-musuh membujuk beliau keluar dari kedudukan beliau yang aman.
  Tiap-tiap orang mempunyai beberapa kelemahan (aurat) tertentu yang bahkan tersembunyi dari dirinya sendiri, tetapi  menjadi terbuka pada saat genting dan tegang atau bila ia digoda dan dicoba. Jadi  ketika Adam  tergoda dan terpedaya oleh syaitan barulah beliau menjadi sadar akan beberapa kelemahan fitrinya.
 Al-Quran tidak mengatakan bahwa kelemahan Adam   dan istri beliau diketahui orang lain, melainkan mereka sendiri menjadi sadar akan kelemahan-kelemahan mereka itu setelah mereka terpedaya oleh  bujuk-rayu syaitan yang menipu. Dalam hal yang dimaksud dengan terbukanya aurat  keduanya adalah di kalangan para pengikut (jamaah) Nabi Adam a.s. timbul pertentangan dan   di antara para pengikut beliau ada yang melakukan  pembangkangan.
  Mengenai  daun-daun surga”,  waraq berarti: bagian terbaik lagi segar dari sesuatu; kaum muda dalam masyarakat (Lisan-ul-‘Arab), menunjukkan bahwa tatkala syaitan berhasil menimbulkan perpecahan dalam masyarakat, Adam a.s.  dan beberapa anggota jemaat beliau yang lemah telah keluar dari lingkungan itu; maka, beliau menghimpun auraq (daun-daun) dari taman itu, yakni  pemuda-pemuda dalam jemaat itu, dan mulai mempersatukan serta menertibkan kembali kaumnya dengan pertolongan mereka. Pada umumnya pemudalah yang, disebabkan kebanyakan mereka bebas dari prarasa-prarasa dan prasangka-prasangka, mengikuti dan menolong nabi-nabi Allah (QS.10:84).

Perbedaan Iblis dan Syaitan

  Makhluk yang dikemukakan oleh Al-Quran telah menolak sujud  kepada Adam a.s. disebut iblis, sedang makhluk yang menggodanya disebut syaitan. Perbedaan ini tidak hanya nampak dalam ayat yang sedang ditafsirkan,  tetapi juga dalam semua ayat yang berhubungan dengan masalah itu dalam seluruh Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa sejauh hal yang menyangkut kisah ini syaitan dan iblis adalah dua pribadi yang berlainan. Pada hakikatnya  kata syaitan tidak hanya digunakan terhadap ruh-ruh jahat saja, tetapi juga terhadap manusia yang disebabkan oleh watak jahat dan amal-amal buruk mereka seolah-olah menjadi penjelmaan syaitan.
  Syaitan yang menggoda Adam a.s. dan menyebabkan beliau tergelincir itu bukan ruh jahat yang tidak nampak, melainkan manusia yang berdaging dan berdarah, bersifat  jahat, yaitu syaitan dari kalangan manusia, penjelmaan syaitan dan tangan-tangan iblis. Ia termasuk anggota keluarga yang mengenainya Adam a.s. telah diperintahkan supaya menghindar. Nabi Besar Muhammad saw.  diriwayatkan pernah bersabda bahwa nama orang itu Harits (Tirmidzi, bab tafsir), hal itu merupakan satu bukti lagi bahwa ia   (syaitan) adalah seorang manusia dan bukan ruh jahat.
  Nabi Adam a.s. segera menyadari kekeliruan beliau lalu cepat-cepat kembali rujuk kepada Allah Swt., bertaubat. Sesungguhnya kesalahan  Adam a.s. terletak pada anggapan beliau bahwa "manusia syaitan" itu bermaksud baik, sungguhpun Allah Swt.   telah memperingatkan beliau agar jangan berurusan dengan orang itu. (QS.7:20-22), firman-Nya:
فَاَزَلَّہُمَا الشَّیۡطٰنُ عَنۡہَا فَاَخۡرَجَہُمَا مِمَّا کَانَا فِیۡہِ ۪ وَ قُلۡنَا اہۡبِطُوۡا بَعۡضُکُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ ۚ وَ لَکُمۡ فِی الۡاَرۡضِ مُسۡتَقَرٌّ  وَّ مَتَاعٌ اِلٰی  حِیۡنٍ ﴿ ﴾  فَتَلَقّٰۤی اٰدَمُ مِنۡ رَّبِّہٖ کَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَیۡہِ ؕ اِنَّہٗ ہُوَ  التَّوَّابُ الرَّحِیۡمُ ﴿ ﴾
Tetapi  syaitan  menggelincirkan keduanya dengan perantaraan pohon itu,  lalu mengeluarkan keduanya dari keadaan mereka semula berada di dalamnya, dan Kami berfirman:  Pergilah kamu dari sini, sebagian darimu   musuh bagi yang lain, dan di bumi inilah  tempat kediaman   bagi kamu dan perbekalan hidup sampai suatu masa tertentu.”   Lalu Adam mempelajari beberapa  kalimat doa dari Tuhan-nya, maka Dia menerima taubatnya, sesungguhnya  Dia benar-benar Maha Penerima taubat, Maha Penyayang. (Al-Baqarah [2]:37-38).

Kalimat Doa Mohon Pengampunan &
Pengabulannya

         Ada pun yang dimaksud dengan beberapa kalimat  yang diterima  Adam  adalah doa berikut ini, firman-Nya:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمۡنَاۤ  اَنۡفُسَنَا ٜ وَ  اِنۡ  لَّمۡ تَغۡفِرۡ لَنَا وَ تَرۡحَمۡنَا لَنَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Mereka   berkata: “Wahai Tuhan kami! Kami telah berlaku aniaya terhadap diri kami, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihani kiami pasti kami akan termasuk orang-orang yang rugi (Al-A’rāf [7]:24).
      Taubat  Nabi Adam a.s. dikabulkan Allah Swt. sebelum beliau dan para pengikut beliau hijrah untuk sementara waktu dari jannah (kebun). Tidak ada alasan bagi Allah Swt. untuk tidak mengampuni kesalahan dan taubat Nabi Adam a.s., karena Allah Swt. mengetahui bahwa “pelanggaran” yang dilakukan Nabi Adam a.s. tidak didasari dengan niat dan tekad untuk membangkang terhadap perintah Allah Swt., melainkan semata-mata karena kekeliruan beliau dalam  menanggapi  perkataan syaitan yang menipu, akibat dari kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh Nabi Adam a.s..
      Berikut  firman  Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai hal tersebut:
فَتَعٰلَی اللّٰہُ  الۡمَلِکُ الۡحَقُّ ۚ وَ لَا تَعۡجَلۡ بِالۡقُرۡاٰنِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یُّقۡضٰۤی اِلَیۡکَ وَحۡیُہٗ ۫ وَ  قُلۡ  رَّبِّ  زِدۡنِیۡ  عِلۡمًا ﴿ ﴾    وَ لَقَدۡ عَہِدۡنَاۤ  اِلٰۤی اٰدَمَ مِنۡ قَبۡلُ فَنَسِیَ  وَ  لَمۡ  نَجِدۡ  لَہٗ  عَزۡمًا ﴿ ﴾٪
Maka  Mahatinggi Allah, Raja Yang Haq. Dan janganlah engkau tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum pewahyuannya dilengkapkan kepada engkau, dan katakanlah: "Ya Tuhan‑ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan?” Dan sungguh  Kami benar-benar telah membuat perjanjian dengan Adam sebelum ini tetapi ia telah lupa dan Kami tidak mendapatkan padanya tekad  untuk berbuat dosa. (Thā Hā [20]:115-116).
  Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda: "Carilah ilmu pengetahuan sekalipun mungkin ditemukannya jauh di rantau Cina" (Tasir Shagir, jilid I). Di tempat lain dalam Al-Quran telah dilukiskan sebagai "karunia Allah yang sangat besar" (2:270 & 4:114). Ilmu itu ada dua macam: (a) ilmu yang dianugerahkan kepada manusia dengan perantaraan wahyu dan yang telah mencapai kesempurnaan dalam wujud Al-Quran. (b) ilmu yang didapatkan oleh manusia dengan usaha dan jerih-payahnya sendiri.
       Ayat Surah Thā Hā tersebut menunjukkan bahwa kealpaan Adam a.s. hanyalah disebabkan oleh kekeliruan dalam pertimbangan. Kekeliruan itu tanpa disengaja dan sama sekali tidak dengan suatu niat atau kehendak. Manusia tidak luput dari kesalahan.  
    Oleh karena itu tidak ada alasan bagi Allah Swt. untuk tidak mengampuni kekeliruan pertimbangan Nabi Adam a.s. dan istrinya serta menjadikan “dosa” keduanya sebagai “dosa warisan” bagi seluruh keturunannya (Bani Adam), sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus dalam surat-surat kirimannya, sehingga memerlukan “penebusan dosa” dengan kematian terkutuk Yesus Kristus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) pada tiang salib.

Hijrah dan Wasiyat  Mengenai Kedatangan Petunjuk

    Setelah menerima taubat Adam a.s. kemudian Allah Swt. memerintahkan  Nabi Adam a.s. dan para pengikutnya untuk hijrah sementara dari jannah (kebun)  yang selama itu beliau dan kaumnya tinggal di sana, firman-Nya:
قُلۡنَا اہۡبِطُوۡا مِنۡہَا جَمِیۡعًا ۚ فَاِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ مِّنِّیۡ ہُدًی فَمَنۡ تَبِعَ ہُدَایَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ  وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿ ﴾  وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا وَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَاۤ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿٪ ﴾
Kami berfirman:  Pergilah kamu semua  dari sini, lalu jika  datang kepadamu suatu petunjuk dariKu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku maka tidak  ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih.”  Tetapi  orang-orang yang kafir dan mendustakan Ayat-ayat Kami, mereka adalah penghuni Api, mereka kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah  [2]:39-40).
             
(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 29 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar