Jumat, 21 September 2012

Hakikat "Minuman Surgawi" yang Campurannya "Kapur Barus"





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
  
Bab 82


    Hakikat “Minuman Surgawi” yang Campurannya “Kapur Barus”  

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai hubungan bermacam-macam “sungai surgawi” --  air tawar, susu, arak dan madu --  dengan keadaan nafs (jiwa) manusia,   yaitu  nafs Lawwāmah” (jiwa yang mencela dirinya sendiri – QS.75:2-3) atau hubungannya dngan dengan   minuman surgawi  yang campurannya “kapur barus”, serta hubungannya dengan  nafs Muthmainnah  atau  minuman surgawi yang campurannya “zanjabil (jahe)” (QS.76:6-19) dari mata air yang namanya “salsabil”,  serta hubungannya dengan tingkat  keruhanian Maryam binti Imran dan tingkat keruhanian  Isa Ibnu Maryam (QS.66:13).

Makna “Campuran Kapur Barus” &
Mata air “Kecintaan Allah dan Makrifat Ilahi”

       Berikut firman-Nya mengenai   hamba-hamba Allah  penghuni surga yang akan memperoleh minuman yang dicampur zanjabil, firman-Nya:
 اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ  یَشۡرَبُوۡنَ مِنۡ کَاۡسٍ کَانَ مِزَاجُہَا  کَافُوۡرًا ۚ﴿ ﴾   عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا عِبَادُ اللّٰہِ یُفَجِّرُوۡنَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ ﴾   یُوۡفُوۡنَ بِالنَّذۡرِ وَ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا کَانَ شَرُّہٗ  مُسۡتَطِیۡرًا ﴿ ﴾ 
Sesungguhnya orang-orang  yang berbuat kebajikan (birr), mereka  minum dari piala yang campurannya  kapur.  Dari mata air yang darinya hamba-hamba Allah  minum,  mereka memancarkannya dengan pancaran yang deras.  Mereka menyempurnakan nazar dan takut pada suatu hari yang keburukannya tersebar luas. (Al-Dahr [76]:6-8)
   Kafūr berasal dari kafara, yang berarti menutup atau menekan. Arti ayat ini ialah  meneguk minuman kapur  akan membawa akibat   hawa nafsu kebinatangan menjadi dingin (reda). Hati orang-orang beriman yang bertakwa akan disucikan dari segala pikiran kotor, dan mereka akan didinginkan dengan kesejukan irfan (makrifat) Ilahi yang mendalam.
    Makna kalimat “mereka memancarkannya dengan pancaran yang deras“ yaitu bahwa orang-orang beriman yang bertakwa akan minum dari cawan yang diisi dari sumber-sumber mata air yang digali mereka sendiri dengan bekerja keras, karena itulah arti kata tafjīr: “mereka memancarkannya dengan pancaran yang deras.“
   Perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan mereka dalam kehidupan duniawi akan nampak di akhirat dalam bentuk sumber-sumber mata air. Itulah tingkat pertama dalam perkembangan ruhani yang menghendaki kerja keras dan tidak putus-putus pada pihak orang-orang beriman, sebab selama manusia belum dapat mengen-dalikan serta menekan hawa nafsu jahatnya pada tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54), maka  selama itu ia tidak dapat membuat suatu kemajuan ruhani. Inilah salah satu makna “minuman surgawi” yang campurannya “kapur barus”.
 “Mata air” yang tercantum dalam ayat ini adalah mata air kecintaan Allah dan makrifat Ilahi, sebab selama manusia  dalam hatinya belum timbul kecintaan kepada Allah Swt. serta belum memiliki pengetahuan tentang Allah Swt. (makrifat Ilahi) maka selama itu pula ia tidak akan memiliki  sumber “mata air” yang akan menjejukkan (mendinginkan) gejolak nafs Ammarah yang menguasainya.

Beratnya Menguasai Nafs Ammarah

   Berikut pernyataaan Nabi Yusuf a.s.  tentang  berbahayanya keadaan nafs Ammarah:
وَ مَاۤ  اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ  النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ  اِلَّا مَا رَحِمَ  رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ ﴿ ﴾
Dan aku sama sekali tidak menganggap diriku bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu ammarah itu senantiasa menyuruh kepada keburukan, kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhan-ku,  sesungguhnya Tuhan-ku Maha Pengampun, Maha Pe-nyayang.  (Yusuf [12]:54).
      Anak kalimat illa mā  rahima rabbi (kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhan-ku) dapat mempunyai tiga tafsiran yang berlainan: (a) Kecuali nafs (jiwa) yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang, huruf  di sini menggantikan kata nafs. (b) Kecuali dia, yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang,  di sini berarti man (siapa). (c) Memang begitu, tetapi kasih-sayang Tuhan-lah yang menyelamatkan siapa yang dipilih-Nya. Ketiga arti tersebut menunjuk kepada ketiga taraf perkembangan ruhani manusia.
  Arti pertama menunjuk kepada taraf ketika manusia telah mencapai tingkat kesempurnaan ruhani — tingkat nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram — QS.89:28). Arti kedua dikenakan kepada orang yang masih pada tingkat nafs lawwamah (jiwa yang menyesali diri sendiri — QS.75:3), ketika ia berjuang melawan dosa dan kecenderungan-kecenderungan buruknya, kadang-kadang ia mengalahkannya dan kadang-kadang ia dikalahkan olehnya.
   Arti ketiga dikenakan kepada orang, ketika nafsu kebinatangannya bersimaharajalela dalam dirinya. Tingkatan ini disebut nafs ammarah (jiwa yang cenderung kepada keburukan).   Demikianlah  makna dari ayat “Sesungguhnya orang-orang  yang berbuat kebajikan (birr), mereka  minum dari piala yang campurannya  kapur“ (Al-Dahr [76]:6).

 Menunaikan Haququllah & Haququl ‘Ibad

  Ada pun makna ayat  selanjutnya “Mereka menyempurnakan nazar dan takut pada suatu hari yang keburukannya tersebar luas.” (Al-Dahr [76]:8),  kalimat “menyempurnakan nazar” berarti melaksanakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah (Haququllāh), sedangkan kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesama manusia (haququl ‘ibād) disebut dalam ayat berikutnya, firman-Nya:
وَ یُطۡعِمُوۡنَ  الطَّعَامَ عَلٰی حُبِّہٖ مِسۡکِیۡنًا وَّ  یَتِیۡمًا  وَّ  اَسِیۡرًا ﴿ ﴾   اِنَّمَا نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً   وَّ  لَا  شُکُوۡرًا ﴿ ﴾   اِنَّا نَخَافُ مِنۡ رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا قَمۡطَرِیۡرًا ﴿ ﴾

Dan karena cinta kepada-Nya mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan.   Sesungguhnya kami memberi makan kepada kamu karena meng-harapkan keridhaan Allah, Kami tidak mengharapkan darimu balasan dan tidak pula ucapan terima kasih,  sesungguhnya kami takut azab dari Tuhan kami pada suatu hari  muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Al-Dahr [76]:9-11).
Ayat ini berarti:
 (1) karena orang-orang yang beriman dan mukhlis mencintai Allah, maka untuk memperoleh ridha-Nya mereka memberi makan kepada orang-orang miskin dan tawanan-tawanan;
 (2) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin demi ingin menjamin makan mereka, artinya, mereka beramal saleh dengan memberi makan kepada orang-orang miskin demi ingin beramal saleh, tidak untuk mencari pahala, penghargaan atau persetujuan atas apa yang dilakukan mereka.
(3) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, sedang mereka sendiri cinta kepada uang yang dibelanjakan mereka bagi orang-orang miskin itu, sebab di sinilah letak “pertarungannya” melawan keadaan nafs Ammarah (QS.12:54) yang pada dasarnya merupakan himpunan berbagai akhlak buruk yang menyerupai binatang.
(4) Mereka memberi makan makanan yang sehat dan baik kepada orang-orang miskin, sebab kata tha’am berarti makanan sehat (Lexicon Lane).
  Yaumun ‘abūsun: hari penuh sengsara atau hari bencana, atau hari yang menyebabkan orang bersedih hati, dan yaumun qamtharīrun berarti hari yang penuh kesedihan atau hari bencana, atau hari yang menyebabkan orang mengerutkan kening atau mengernyitkan kulit di antara kedua belah matanya (Lexicon Lane).
فَوَقٰہُمُ  اللّٰہُ  شَرَّ ذٰلِکَ  الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً   وَّ  سُرُوۡرًا ﴿ۚ ﴾   وَ جَزٰىہُمۡ  بِمَا صَبَرُوۡا جَنَّۃً  وَّ حَرِیۡرًا ﴿ۙ ﴾

Maka Allah memelihara mereka dari keburukan hari itu, dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan dan kebahagiaan.   Dan Dia membalas mereka karena kesabaran mereka dengan kebun dan sutera,   (Al-Dahr [76]:12-13).
        Insya Allah, masalah  hakikat “pakaian sutera” akan dibahas kemudian pada bagian lain.

Makna “Duduk Bersandar di atas  Dipan-dipan

      Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keadaan para penghuni surga  tersebut:
مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ  لَا  زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ ﴾  وَ دَانِیَۃً  عَلَیۡہِمۡ  ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ قُطُوۡفُہَا تَذۡلِیۡلًا ﴿ ﴾  وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ  بِاٰنِیَۃٍ  مِّنۡ  فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ ﴾   قَؔ‍وَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ  قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿ ﴾  وَ یُسۡقَوۡنَ  فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ۱۷﴾  عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿۱۸﴾ 
Duduk bersandar di dalamnya atas dipan-dipan, mereka tidak  melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula  dingin yang sangat. Dan  keteduhannya (naungannya) didekatkan atas mereka dan tandan-tandan buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari perak diedarkan kepada mereka  dan piala-piala seperti kaca,  Seperti kaca, terbuat dari perak, mereka mengukurnya sesuai dengan ukuran.  Dan di dalamnya mereka diberi  minuman yang di campurannya jahe.  dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Al-Dahr [76]:12-19).

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 22 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar