بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 82
Hakikat “Minuman Surgawi” yang Campurannya “Kapur
Barus”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai hubungan bermacam-macam “sungai surgawi” -- air tawar,
susu, arak dan madu -- dengan keadaan nafs (jiwa) manusia, yaitu “nafs
Lawwāmah” (jiwa yang mencela dirinya sendiri – QS.75:2-3) atau hubungannya
dngan dengan minuman surgawi yang
campurannya “kapur barus”, serta hubungannya
dengan nafs Muthmainnah atau minuman
surgawi yang campurannya “zanjabil
(jahe)” (QS.76:6-19) dari mata air yang namanya “salsabil”, serta hubungannya
dengan tingkat keruhanian Maryam binti Imran dan tingkat keruhanian Isa Ibnu Maryam (QS.66:13).
Makna “Campuran Kapur Barus” &
Mata air “Kecintaan Allah dan Makrifat Ilahi”
Berikut firman-Nya mengenai hamba-hamba
Allah penghuni surga yang akan memperoleh minuman
yang dicampur zanjabil, firman-Nya:
اِنَّ
الۡاَبۡرَارَ یَشۡرَبُوۡنَ مِنۡ
کَاۡسٍ کَانَ مِزَاجُہَا کَافُوۡرًا ۚ﴿ ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ
بِہَا عِبَادُ اللّٰہِ یُفَجِّرُوۡنَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ ﴾ یُوۡفُوۡنَ بِالنَّذۡرِ وَ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا
کَانَ شَرُّہٗ مُسۡتَطِیۡرًا ﴿ ﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang berbuat kebajikan (birr),
mereka minum dari piala yang campurannya
kapur. Dari mata air yang darinya hamba-hamba Allah minum, mereka memancarkannya
dengan pancaran yang deras. Mereka menyempurnakan nazar dan takut pada suatu hari yang keburukannya
tersebar luas. (Al-Dahr [76]:6-8)
Kafūr berasal dari kafara,
yang berarti menutup atau menekan. Arti ayat ini ialah meneguk minuman
kapur akan membawa akibat hawa
nafsu kebinatangan menjadi dingin (reda). Hati orang-orang beriman yang bertakwa akan disucikan dari segala pikiran
kotor, dan mereka akan didinginkan
dengan kesejukan irfan (makrifat) Ilahi yang mendalam.
Makna kalimat “mereka memancarkannya
dengan pancaran yang deras“ yaitu bahwa orang-orang beriman yang bertakwa
akan minum dari cawan yang diisi dari sumber-sumber
mata air yang digali mereka
sendiri dengan bekerja keras, karena
itulah arti kata tafjīr: “mereka memancarkannya dengan pancaran yang deras.“
Perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan mereka dalam kehidupan duniawi akan nampak di akhirat dalam bentuk sumber-sumber mata air. Itulah tingkat
pertama dalam perkembangan ruhani
yang menghendaki kerja keras dan tidak putus-putus pada pihak orang-orang beriman, sebab selama
manusia belum dapat mengen-dalikan serta
menekan hawa nafsu jahatnya pada tingkatan nafs Ammarah (QS.12:54), maka selama itu ia tidak dapat membuat suatu kemajuan ruhani. Inilah salah satu makna
“minuman surgawi” yang campurannya “kapur barus”.
“Mata air” yang tercantum dalam ayat ini adalah mata air kecintaan Allah dan makrifat Ilahi, sebab selama
manusia dalam hatinya belum timbul kecintaan kepada Allah Swt. serta belum
memiliki pengetahuan tentang Allah
Swt. (makrifat Ilahi) maka selama itu pula ia tidak akan memiliki sumber
“mata air” yang akan menjejukkan (mendinginkan) gejolak nafs Ammarah yang menguasainya.
Beratnya
Menguasai Nafs Ammarah
Berikut pernyataaan Nabi Yusuf a.s.
tentang berbahayanya keadaan nafs Ammarah:
وَ مَاۤ
اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ النَّفۡسَ
لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ اِلَّا مَا
رَحِمَ رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿ ﴾
Dan aku sama sekali tidak menganggap diriku
bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu ammarah itu senantiasa menyuruh kepada keburukan,
kecuali orang yang dikasihani oleh
Tuhan-ku, sesungguhnya Tuhan-ku Maha Pengampun, Maha Pe-nyayang.
(Yusuf [12]:54).
Anak kalimat illa mā rahima rabbi (kecuali orang yang
dikasihani oleh Tuhan-ku) dapat mempunyai tiga tafsiran yang berlainan: (a)
Kecuali nafs (jiwa) yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang, huruf mā
di sini menggantikan kata nafs.
(b) Kecuali dia, yang kepadanya Tuhan-ku berkasih sayang, mā di sini berarti man (siapa). (c)
Memang begitu, tetapi kasih-sayang Tuhan-lah yang menyelamatkan siapa yang
dipilih-Nya. Ketiga arti tersebut menunjuk kepada ketiga taraf perkembangan
ruhani manusia.
Arti pertama menunjuk kepada taraf ketika manusia telah mencapai tingkat
kesempurnaan ruhani — tingkat nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram —
QS.89:28). Arti kedua dikenakan kepada orang yang masih pada tingkat nafs
lawwamah (jiwa yang menyesali diri sendiri — QS.75:3), ketika ia berjuang melawan dosa dan kecenderungan-kecenderungan
buruknya, kadang-kadang ia mengalahkannya
dan kadang-kadang ia dikalahkan
olehnya.
Arti ketiga dikenakan kepada orang, ketika nafsu kebinatangannya bersimaharajalela dalam dirinya. Tingkatan
ini disebut nafs ammarah (jiwa yang cenderung kepada keburukan). Demikianlah
makna dari ayat “Sesungguhnya orang-orang
yang berbuat kebajikan (birr), mereka minum
dari piala yang campurannya kapur“
(Al-Dahr [76]:6).
Menunaikan Haququllah & Haququl ‘Ibad
Ada pun
makna ayat selanjutnya “Mereka menyempurnakan
nazar dan takut pada
suatu hari yang keburukannya tersebar luas.” (Al-Dahr [76]:8), kalimat “menyempurnakan nazar” berarti
melaksanakan kewajiban-kewajiban
manusia terhadap Allah (Haququllāh),
sedangkan kewajiban-kewajiban manusia
terhadap sesama manusia (haququl
‘ibād) disebut dalam ayat berikutnya, firman-Nya:
وَ یُطۡعِمُوۡنَ
الطَّعَامَ عَلٰی حُبِّہٖ مِسۡکِیۡنًا وَّ یَتِیۡمًا وَّ اَسِیۡرًا ﴿ ﴾ اِنَّمَا نُطۡعِمُکُمۡ لِوَجۡہِ اللّٰہِ لَا
نُرِیۡدُ مِنۡکُمۡ جَزَآءً وَّ لَا
شُکُوۡرًا ﴿ ﴾ اِنَّا نَخَافُ مِنۡ رَّبِّنَا یَوۡمًا عَبُوۡسًا
قَمۡطَرِیۡرًا ﴿ ﴾
Dan karena cinta kepada-Nya mereka
memberi makan orang miskin, anak yatim,
dan tawanan. Sesungguhnya kami memberi makan kepada
kamu karena meng-harapkan keridhaan
Allah, Kami tidak mengharapkan
darimu balasan dan tidak pula ucapan
terima kasih, sesungguhnya kami takut azab dari Tuhan kami
pada suatu hari muka menjadi masam dan penuh kesulitan. (Al-Dahr [76]:9-11).
Ayat ini berarti:
(1) karena orang-orang yang beriman dan
mukhlis mencintai Allah, maka untuk
memperoleh ridha-Nya mereka memberi makan kepada orang-orang miskin dan tawanan-tawanan;
(2) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin
demi ingin menjamin makan mereka, artinya, mereka beramal saleh dengan memberi makan kepada orang-orang miskin demi
ingin beramal saleh, tidak untuk
mencari pahala, penghargaan atau persetujuan
atas apa yang dilakukan mereka.
(3) Mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, sedang mereka sendiri cinta kepada uang yang dibelanjakan
mereka bagi orang-orang miskin itu,
sebab di sinilah letak “pertarungannya” melawan keadaan nafs Ammarah (QS.12:54) yang pada dasarnya merupakan himpunan
berbagai akhlak buruk yang menyerupai
binatang.
(4) Mereka memberi makan makanan
yang sehat dan baik kepada orang-orang miskin, sebab kata tha’am berarti
makanan sehat (Lexicon Lane).
Yaumun ‘abūsun: hari penuh sengsara atau hari bencana, atau hari yang menyebabkan orang bersedih hati, dan yaumun
qamtharīrun berarti hari yang
penuh kesedihan atau hari bencana, atau hari
yang menyebabkan orang mengerutkan kening atau mengernyitkan kulit di antara
kedua belah matanya (Lexicon Lane).
فَوَقٰہُمُ
اللّٰہُ شَرَّ ذٰلِکَ الۡیَوۡمِ وَ لَقّٰہُمۡ نَضۡرَۃً وَّ سُرُوۡرًا ﴿ۚ ﴾ وَ جَزٰىہُمۡ
بِمَا صَبَرُوۡا جَنَّۃً وَّ
حَرِیۡرًا ﴿ۙ ﴾
Maka Allah memelihara mereka dari keburukan hari itu, dan menganugerahkan kepada mereka kesenangan
dan kebahagiaan. Dan Dia membalas mereka karena kesabaran
mereka dengan kebun dan sutera, (Al-Dahr [76]:12-13).
Insya Allah,
masalah hakikat “pakaian sutera” akan dibahas kemudian pada bagian lain.
Makna “Duduk Bersandar di atas
Dipan-dipan”
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman mengenai keadaan para penghuni
surga tersebut:
مُّتَّکِـِٕیۡنَ فِیۡہَا عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۚ لَا
یَرَوۡنَ فِیۡہَا شَمۡسًا وَّ لَا زَمۡہَرِیۡرًا ﴿ۚ ﴾ وَ دَانِیَۃً
عَلَیۡہِمۡ ظِلٰلُہَا وَ ذُلِّلَتۡ
قُطُوۡفُہَا تَذۡلِیۡلًا ﴿ ﴾ وَ یُطَافُ عَلَیۡہِمۡ بِاٰنِیَۃٍ
مِّنۡ فِضَّۃٍ وَّ اَکۡوَابٍ
کَانَتۡ قَؔوَارِیۡرَا۠ ﴿ۙ ﴾ قَؔوَارِیۡرَا۠ مِنۡ فِضَّۃٍ قَدَّرُوۡہَا تَقۡدِیۡرًا ﴿ ﴾ وَ یُسۡقَوۡنَ فِیۡہَا کَاۡسًا کَانَ مِزَاجُہَا
زَنۡجَبِیۡلًا ﴿ۚ۱۷﴾ عَیۡنًا فِیۡہَا تُسَمّٰی سَلۡسَبِیۡلًا ﴿۱۸﴾
Duduk bersandar di
dalamnya atas dipan-dipan, mereka tidak
melihat di dalamnya terik matahari dan tidak pula dingin
yang sangat. Dan keteduhannya (naungannya) didekatkan atas mereka dan tandan-tandan
buahnya direndahkan serendah-rendahnya. Dan bejana-bejana minuman dari perak diedarkan kepada
mereka dan piala-piala seperti kaca, Seperti
kaca, terbuat dari perak,
mereka mengukurnya sesuai dengan ukuran.
Dan di dalamnya mereka diberi minuman
yang di campurannya jahe. dari mata air di dalamnya yang disebut Salsabil. (Al-Dahr
[76]:12-19).
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 22 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar