بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 74
Pengutusan Rasul Allah
Mendahului
Kedatangan Azab Ilahi
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam bagian
akhir Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai
nasib buruk yang menimpa Qarun dan tempat tinggal yang dibanggakannya akibat menolak nasihat kaumnya agar mencari “rumah akhirat” dan “berbuat ihsan” sebagaimana Allah Swt. telah berlaku ihsan kepadanya, firman-Nya:
وَ
ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا وَ
اَحۡسِنۡ کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی
الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
“Dan carilah rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada engkau, tetapi
janganlah engkau melupakan nasib
engkau di dunia, dan berbuat
ihsanlah sebagaimana Allah telah
berbuat ihsan terhadap engkau, dan janganlah
engkau menimbulkan kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash [28]:78).
Akibat ketidak-bersyukurannya tersebut
Allah Swt. telah menghinakan Qarun
dan apa yang dibangga-banggakannya
sebagai buah ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, Firman-Nya:
فَخَسَفۡنَا بِہٖ وَ بِدَارِہِ
الۡاَرۡضَ ۟ فَمَا کَانَ لَہٗ مِنۡ فِئَۃٍ
یَّنۡصُرُوۡنَہٗ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ٭ وَ مَا کَانَ مِنَ
الۡمُنۡتَصِرِیۡنَ ﴿ ﴾
Lalu Kami membenamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi, maka selain
Allah tidak ada baginya satu
golongan pun yang menolongnya,
dan tidak pula ia termasuk orang-orang
yang dapat membela diri. (Al-Qashash [28]:82).
Adil, Ihsan dan Iyta-i-dzil-qurba
Sehubungan dengan
pentingnya berbuat ihsan dalam rangka
bersyukur kepada Allah Swt. tersebut
Allah Swt. telah berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُ بِالۡعَدۡلِ وَ الۡاِحۡسَانِ وَ اِیۡتَآیِٔ ذِی الۡقُرۡبٰی وَ یَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ وَ الۡبَغۡیِ ۚ یَعِظُکُمۡ لَعَلَّکُمۡ تَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Allah
memerintahkan berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberi seperti kepada kaum kerabat, serta
melarang dari perbuatan keji, mungkar,
dan pemberontakan. Dia
memberi kamu nasihat supaya kamu mengambil pelajaran. (Al-Nahl
[16]:91).
Ayat ini mengandung tiga
macam perintah dan tiga macam
larangan, yang secara singkat membahas semua macam derajat perkembangan akhlak dan keruhanian
manusia, bersama segi kebaikan dan keburukannya masing-masing. Ayat ini
menganjurkan berlaku adil, berbuat ihsan
kepada orang lain, dan kasih sayang
antara kaum kerabat; dan melarang
berbuat hal yang tidak senonoh (fahsya) berbuat keburukan (munkar) dan pelanggaran yang nyata (baghyi).
Keadilan mengandung
arti bahwa seseorang harus memperlakukan orang-orang lain seperti ia
diperlakukan oleh mereka. Ia hendaknya membalas kebaikan dan keburukan
orang-orang lain secara setimpal
menurut besarnya dan ukurannya yang diterima olehnya dari mereka.
Lebih tinggi dari ‘adl
(keadilan) adalah derajat ihsan (kebaikan), yaitu bila manusia harus berbuat kebaikan kepada orang-orang lain tanpa
mengindahkan macamnya perlakuan yang
diterima dari mereka, atau sekalipun ia diperlakukan
buruk oleh mereka. Perbuatannya tidak boleh digerakkan oleh
pertimbangan-pertimbangan menuntut balas.
Pada derajat
perkembangan akhlak terakhir dan tertinggi, ialah ītā’i dzil qurbā
(memberi seperti kepada kerabat), seorang mukmin diharapkan untuk berlaku baik
terhadap orang-orang lain, bukan sebagai membalas
sesuatu kebaikan yang diterima dari
mereka; begitu pun tidak dengan pertimbangan untuk berbuat lebih baik dari kebaikan
yang ia peroleh, melainkan untuk berbuat kebaikan yang ditimbulkan oleh dorongan fitri, seperti ia berbuat baik kepada orang-orang yang mempunyai perhubungan darah yang dekat sekali.
Keadaan pada derajat ini serupa dengan
keadaan seorang ibu yang menyusui anak
yang kecintaan terhadap anak-anaknya
bersumber pada dorongan fitri.
Sesudah orang mukmin mencapai derajat ini perkembangan akhlaknya menjadi sempurna.
Tiga macam
Akhlak Buruk
Ketiga derajat akhlak ini merupakan segi baiknya dari perkembangan akhlak manusia. Namun Qarun lebih suka
memilih segi buruknya dari perkembangan akhlak manusia, yang digambarkan dengan tiga perkataan juga, yakni fahsyā
(perbuatan yang tidak senonoh), munkar (keburukan yang nyata), dan baghy
(pelanggaran keji); dan munkar mengandung arti keburukan-keburukan yang
orang-orang lain juga melihat dan mengutuknya walaupun mereka boleh jadi tidak
menderita sesuatu kerugian atau pelanggaran atas hak-hak mereka sendiri oleh si
pelaku dosa itu. Akan tetapi baghy merangkum semua dosa dan keburukan, yang
tidak hanya nampak, dirasakan, dan dicela oleh orang-orang lain, melainkan juga menimbulkan kemudaratan yang nyata pada mereka.
Ketiga kata yang sederhana ini meliputi segala macam dosa.
Keburukan-keburukan akhlak itulah
yang mengundang datangnya azab Ilahi,
sebab semuanya merupakan suatu kezaliman, yang bukan saja terhadap diri
pelakunya saja tetapi terhadap orang-orang lain. Mereka inilah – ketika menolak
nansihat dan peringatan rasul Allah
yang diutus kepada mereka – telah menantang
turunnya azab Ilahi yang diperingatkan kepada mereka, firman-Nya:
وَ یَقُوۡلُوۡنَ مَتٰی ہٰذَا الۡوَعۡدُ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Kapankah
janji azab ini akan terlaksana jika kamu
adalah orang-orang benar?” (Yā
Sīn [36]:49). Lihat pula QS.21:39; QS.34:30; QS.67:26.
Firman-Nya lagi:
وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿﴾ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا ﴿﴾
Dan apabila
Kami hendak membinasakan suatu kota,
Kami terlebih dahulu
memerintahkan warganya yang hidup mewah
untuk menempuh kehidupan yang shalih, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kota itu firman Kami menjadi sempurna lalu Kami
menghancur-leburkannya. Dan betapa
banyak keturunan (generasi) yang telah Kami binasakan sesudah Nuh, dan cukuplah Tuhan engkau Maha
Mengetahui, Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:17-18).
Pengutusan
Rasul Allah
Namun azab Ilahi tersebut akan ditimpakan
setelah Allah Swt. mengutus kepada
mereka rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan kepada mereka
(QS.7:35-37), tetapi mereka mendustakan
dan menentangnya secara zalim, firman-Nya:
مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا
مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ
رَسُوۡلًا ﴿ ﴾
Barangsiapa telah mendapat
petunjuk maka sesungguhnya petunjuk
itu untuk faedah dirinya, dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu
hanya kemudaratan atas dirinya, dan tidak ada pemikul beban akan memikul
beban orang lain. Dan Kami
tidak menimpakan azab hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. (Bani Israil [17]:17-18).
Azab Ilahi bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan terbit dan timbul dari
dalam diri manusia sendiri. Pada
hakikatnya siksaan-siksaan neraka dan
ganjaran-ganjaran surga akan hanya
merupakan sekian banyak perwujudan
dan penjelmaan perbuatan manusia — baik atau buruk — yang pernah dilakukannya
dalam kehidupan ini.
Jadi, dalam kehidupan ini
manusia menjadi perancang nasibnya
sendiri, dan seolah-olah pada kehidupan
yang akan datang ia sendiri akan menjadi pengganjar dan penghukum
terhadap dirinya sendiri. Itulah sebabnya selanjutnya dikatakan bahwa tiap orang harus memikul tanggung-jawab perbuatannya sendiri. Pengorbanan dan penebusan
dari siapa pun, tidak dapat mendatangkan faedah apa pun kepada orang lain. Ayat
ini mematahkan kepercayaan tentang penebusan dosa sampai ke
akar-akarnya.
Sehubungan dengan kalimat selanjutnya “Dan Kami tidak menimpakan azab hingga Kami
terlebih dahulu mengirimkan
seorang rasul.“ Dalam generasi kita sendiri dunia telah menyaksikan
wabah-wabah, kelaparan-kelaparan, peperangan-peperangan, gempa-gempa bumi,
serta malapetaka lainnya, yang serupa itu belum pernah terjadi sebelumnya, dan
datangnya begitu bertubi-tubi, sehingga kehidupan manusia telah dirasakan pahit
karenanya. Sebelum malapetaka-malapetaka
dan bencana-bencana menimpa bumi ini, sudah selayaknya Allāh Swt. membangkitkan
seorang pemberi peringatan, yakni rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan di Akhir Zaman ini.
Sehubungan dengan hal tersebut
selanjutnya Allah Swt. berfirman dalam Surah Yā Sīn:
مَا یَنۡظُرُوۡنَ اِلَّا
صَیۡحَۃً وَّاحِدَۃً تَاۡخُذُہُمۡ وَ
ہُمۡ یَخِصِّمُوۡنَ ﴿ ﴾ فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ
تَوۡصِیَۃً وَّ لَاۤ اِلٰۤی اَہۡلِہِمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿٪ ﴾
Mereka sekali-kali tidak menunggu melainkan satu ledakan
yang akan menyergap mereka sementara
mereka sedang bertengkar, maka mereka tidak akan mampu membuat sebuah wasiat pun dan tidak pula mereka akan dapat kembali kepada
keluarganya. Yā Sīn [36]:50-51).
Azab yang disebut di sini akan laksana halilintar di siang hari bolong. Datangnya
akan begitu cepat dan tiba-tiba sehingga seperti disebut dalam
ayat berikutnya, orang-orang durhaka
bahkan tidak sempat membuat wasiat
sekalipun.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 13 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar