Rabu, 05 September 2012

Kesaksian Al-Quran Tentang Keserasian Tatanan Alam Semesta



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 63

 Kesaksian  Al-Quran Tentang 
Keserasian Tatanan Alam Semesta  

 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai penyelamatan secara jasmani yang dilakukan Allah Swt. terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibu beliau, Maryam binti ‘Imran, setelah selamat dari upaya pembunuhan melalui penyaliban di Palestina, firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ  اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ  اِلٰی رَبۡوَۃٍ  ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan Kami menjadikan  Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki   lembah-lembah hijau  dan sumber-sumber mata air yang  mengalir. (Al-Mu’minun [23]:51).
        Kasymir adalah wilayah yang letaknya di bagian selatan Gunung  Himalaya yang merupakan gunung tertinggi di dunia. Dengan demikian firman Allah Swt. tersebut secara meyakinkan mengisyaratkan bahwa hijrah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. bersama ibunya (Maryam binti Maryam)  adalah melakukan perjalanan panjang dari Palestina (Yerusalem) ke Kasymir sambil mencari “10 suku-suku bani Israil yang hilang”. Kenyataan sejarah tersebut memperkuat salah satu arti dari gelar Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yaitu Al-Masih (Mesiah/Mesias), yang dalam bahasa Arab kata  Masih (masaha) berarti juga  orang yang banyak melakukan perjalanan (pengembaraan)”, firman-Nya:
اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ یُبَشِّرُکِ بِکَلِمَۃٍ مِّنۡہُ ٭ۖ اسۡمُہُ الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ وَجِیۡہًا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ  وَ مِنَ الۡمُقَرَّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Ingatlah ketika para malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya  Allah memberi engkau kabar gembira dengan  satu kalimat  dari-Nya tentang kelahiran seorang anak laki-laki namanya Al-Masih  Isa Ibnu Maryam,  yang dimuliakan di dunia serta di akhirat, dan ia adalah dari antara orang-orang yang didekatkan kepada Allah. (Ali ‘Imran [3]:46).
        Al-Masih diserap dari masaha yang berarti: ia menyapu bersih kotoran dari barang itu dengan tangannya; ia mengurapinya (menggosoknya) dengan minyak; ia berjalan di muka bumi; Tuhan memberkatinya (Aqrab-ul-Mawarid). Jadi, Masih berarti: (1) orang yang diurapi; (2) orang yang banyak mengadakan perjalanan; (3) orang yang diberkati. Al-Masih adalah  bentuk kata Arab dari Mesiah yang sama dengan Masyiah dalam bahasa Ibrani, artinya orang yang diurapi [dalam upacara pembaptisan, Pent.] (Encyclopaedia Biblica; Encyclopaedia  of Religions and Ethics).
      Nabi Isa diberi nama  Al-Masih  karena beliau banyak mengadakan perjalanan. Tetapi  kalau  mengikuti penuturan Injil, tugas beliau hanya terbatas untuk masa tiga tahun saja, dan perjalanan beliau hanya ke beberapa kota Palestina atau Suriah saja,  dengan demikian  gelar Masih itu sekali-kali tidak cocok bagi beliau.
        Jadi, sebagaimana di kalangan Bani Israil silsilah syariat dimulai dengan Nabi Musa a.s. sebagai "matahari ruhani"   dan diakhiri  oleh  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  atau Al-Masih sebagai "bulan ruhani",  hal yang sama terjadi pula di kalangan Bani Isma'il atau umat Islam, yakni Nabi Besar Muhammad saw.  atau misal Musa (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) berkedudukan sebagai "matahari ruhani", dan Al-Masih Mau'ud a.s. atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) berkedudukan  sebagai "bulan ruhani".   Mengenai hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam pembahasan  selanjutnya.

Keserasian Sempurna Tatanan Alam Semesta

   Kembali kepada pokok pembahasan utama yaitu mengenai hakikat yang terkandung ayat-ayat Surah Yā Sīn, yang merupakan “jantung Al-Quran”, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اٰیَۃٌ  لَّہُمُ الَّیۡلُ ۚۖ نَسۡلَخُ مِنۡہُ النَّہَارَ  فَاِذَا ہُمۡ  مُّظۡلِمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾   وَ الشَّمۡسُ تَجۡرِیۡ لِمُسۡتَقَرٍّ  لَّہَا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ  الۡعَزِیۡزِ  الۡعَلِیۡمِ ﴿ؕ ﴾   وَ الۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰہُ  مَنَازِلَ حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ  الۡقَدِیۡمِ ﴿ ﴾   لَا الشَّمۡسُ یَنۡۢبَغِیۡ لَہَاۤ اَنۡ تُدۡرِکَ الۡقَمَرَ  وَ لَا الَّیۡلُ سَابِقُ النَّہَارِ ؕ وَ کُلٌّ فِیۡ  فَلَکٍ  یَّسۡبَحُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan suatu Tanda bagi mereka adalah malam, darinya siang hari Kami tanggalkan maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari beredar ke arah tujuan yang telah ditetapkan baginya, demikian itulah takdir Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui.   Dan bagi bulan telah Kami tetapkan tingkat-tingkatnya, sehingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan korma yang tua. Matahari tidak kuasa menyusul bulan,  dan tidak pula malam mendahului siang.  Dan semua itu terus beredar pada tempat peredarannya.  (Yā Sīn [36]:38-41).
        Sudah menjadi  rahasia umum,  bahwa keadaan siang   yang meliputi suatu wilayah permukaan bumi erat kaitannya dengan  matahari, sedangkan ketika  wilayah permukaan  bumi tersebut semakin jauh dari pancaran sinar matahari maka wilayah tersebut  menjadi gelap dan  disebut malam. Dan agar manusia pada malam hari tidak sepenuhnya diliputi keadaan gelap gulita maka Allah Swt. telah menetapkan bulan sebagai sarana penerangan dengan memantulkan cahaya dari matahari, karena bulan sendiri  bukan merupakan sumber cahaya.
       Kalimat “Dan bagi bulan telah Kami tetapkan tingkat-tingkatnya, sehingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan korma yang tua “ (ayat 40), maksudnya ialah bahwa apabila bulan zahir kembali – yang disebut hilal -- maka itu tampak seperti satu pelepah  tua pohon yang bengkok, lalu pada tgl. 13, 14, dan 15 bulan akan menjadi purnama penuh, lalu secara berangsur-angsur bentuknya akan kembali seperti satu pelepah  tua pohon yang bengkok.  
       Demikian pula halnya kebenaran  seorang Rasul Allah,  yang mula-mula nampak tidak ada artinya namun tidak lama kemudian memancarkan sinarnya bagaikan bulan purnama, terutama sekali  kebenaran Nabi Besar Muhammad saw.. Bahkan di dalam Al-Quran Allah Swt.  telah  menyebut beliau saw. sebagai “sirājan- munīran” (matahari yang memancarkan cahaya – QS.33:46[-47), karena bulan bukan merupakan sumber cahaya, ia hanya memantulkan cahaya matahari.

 Jalur-jalur Orbit yang Serasi

      Isyarat dalam ayat 41 “Matahari tidak kuasa menyusul bulan,  dan tidak pula malam mendahului siang.  Dan semua itu terus beredar pada tempat peredarannya tertuju kepada peredaran benda-benda langit dalam ruang angkasa atau ruang ether. Al-Quran menentang pendapat yang lama dianut bahwa seluruh langit itu padat dalam susunannya.
      Telah menjadi ciri khas Al-Quran bahwa Kitab itu memakai ungkapan-ungkapan yang bukan saja menolak pandangan dan gagasan yang keliru, melainkan juga mendahului penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat. Ayat 41   menunjuk pula kepada rencana dan tertib sempurna yang meliputi seluruh alam semesta, semua benda langit dan bumi melaksanakan bagian tugasnya masing-masing dengan teratur, tepat sekali tanpa kekeliruan, tanpa langgar melanggari ruang gerak masing-masing.
       Tata surya  kita hanyalah merupakan salah satu dari ratusan juta susunan benda langit, yang beberapa di antaranya tidak terperikan jauh lebih besar dari tata surya kita.  Namun jutaan   – bahkan milyaran – matahari dan bintang yang tidak terhitung banyaknya itu tersebar bertaburan di dalam ruang kosong, yang luasnya tidak terbatas, begitu teraturnya dan terbagi dalam kelompok-kelompok dalam hubungannya satu sama lain untuk menjamin kelestarian secara keseluruhan dan untuk menimbulkan keserasian dan keindahan di mana-mana.
        Tiap-tiap benda langit mempengaruhi orbit (jalan peredaran) lain, namun masing-masing benda langit itu beredar terus dengan aman pada jalan yang telah ditakdirkan dan semua benda langit sebagai keseluruhan merupakan suatu keserasian agung dalam struktur dan gerakan. Benarlah firman-Nya mengenai hal tersebut:
وَ السَّمَآءِ   ذَاتِ  الۡحُبُکِ ۙ﴿﴾
Dan demi langit yang  memiliki jalur-jalur (Al-Dzāriyāt [51]:8)
      Hubuk atau jalur-jalur atau jalan-jalan tempuhan langit adalah orbit-orbit (alur per-edaran) planet-planet, komet-komet, dan bintang-bintang, yang menaburi ruang antariksa. Badan-badan langit itu terapung-apung di orbit mereka masing-masing dan melakukan tugas mereka dengan teratur, cermat, dan tidak pernah keliru, tanpa saling melanggar ruang gerak masing-masing, dan secara serempak membentuk suatu struktur dan gerakan yang amat serasi. Kenyataan bahwa langit penuh dengan jalur-jalur serupa itu  — tempat planet-planet dan bintang-bintang beredar — merupakan suatu penemuan yang ditampilkan Al-Quran kepada dunia pada saat tatkala orang mempercayai bahwa formasi langit itu padat.

Kesatuan  Kerja Tatanan Alam Semesta
Sebagai Bukti Tauhid Ilahi

  Kebenaran agung dalam ilmu falak, seperti terungkap dalam ayat sebelum ini menjurus kepada kesimpulan, bahwa Al-Quran adalah Kalam Tuhan Sendiri dan bahwa terdapat kesatuan tujuan dan keserasian dalam karya Tuhan, namun demikian ahli-ahli filsafat duniawi menyusun teori-teori muluk-muluk, meraba-raba, dan mengarungi dugaan dan terkaan yang lemah dasarnya tidak mau percaya kepada Kalamullāh dan Nabi-Nya, itulah makna ayat selanjutnya:
اِنَّکُمۡ   لَفِیۡ  قَوۡلٍ  مُّخۡتَلِفٍ ۙ﴿﴾  یُّؤۡفَکُ عَنۡہُ  مَنۡ  اُفِکَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya kamu benar-benar berada dalam perkataan yang berbeda-beda, dipalingkan dari kebenarannya siapa saja yang diputuskan dipalingkan  (Al-Dzāriyāt [51]:9-10).
Firman-Nya lagi:
لَوۡ  کَانَ فِیۡہِمَاۤ  اٰلِہَۃٌ  اِلَّا اللّٰہُ  لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبۡحٰنَ اللّٰہِ  رَبِّ الۡعَرۡشِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿ ﴾  لَا  یُسۡـَٔلُ  عَمَّا  یَفۡعَلُ  وَ  ہُمۡ  یُسۡـَٔلُوۡنَ ﴿ ﴾
Seandainya di dalam keduanya yakni langit dan bumi   ada tuhan-tuhan selain Allāh pasti binasalah kedua-duanya, maka Maha Suci Allah  Tuhan ‘Arasy itu, jauh di atas segala yang mereka sifatkan.   Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan,  sedangkan mereka  akan ditanya. (Al-Anbiya [21]:23-24).
        Ayat  23 merupakan dalil yang jitu dan pasti untuk menolak kemusyrikan. Bahkan mereka yang tidak percaya kepada Tuhan pun tidak dapat menolak, bahwa suatu tertib yang sempurna melingkupi dan meliputi seluruh alam raya. Tertib ini menunjukkan bahwa ada hukum yang seragam mengaturnya, dan keseragaman hukum-hukum membuktikan keesaan Pencipta dan Pengatur alam raya.
       Kenapa demikian? Sebab seandainya ada Tuhan lebih dari satu tentu lebih dari satu hukum akan mengatur alam — sebab adalah perlu bagi suatu wujud tuhan untuk menciptakan alam-semesta dengan peraturan-peraturannya yang khusus — dan dengan demikian sebagai akibatnya kekalutan dan kekacauan niscaya akan terjadi yang tidak dapat dielakkan, serta seluruh alam akan menjadi hancur berantakan. Karena itu sungguh janggal mengatakan bahwa tiga tuhan yang sama-sama sempurna dalam segala segi, bersama-sama merupakan pencipta dan pengawas bagi alam raya.
       Ayat 24  menunjuk kepada sempurnanya dan lengkapnya tata-tertib alam raya, sebab itu mengisyaratkan kepada kesempurnaan Pencipta dan Pengaturnya, dan mengisyaratkan pula kepada keesaan-Nya. Ayat ini berarti bahwa kekuasaan Allah mengatasi segala sesuatu, sedang semua wujud dan barang lainnya tunduk kepada kekuasaan-Nya. Hal ini merupakan dalil lain yang menentang kemusyrikan. Itulah makna kalimat  Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan, sedangkan mereka  akan ditanya.
          Untuk tidak memperpanjang bahasan  maka penulis cukupkan penjelasan   salah satu hakikat dari Surah Yā Sīn sebelum ini, firman-Nya: 
وَ اٰیَۃٌ  لَّہُمُ الَّیۡلُ ۚۖ نَسۡلَخُ مِنۡہُ النَّہَارَ  فَاِذَا ہُمۡ  مُّظۡلِمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾   وَ الشَّمۡسُ تَجۡرِیۡ لِمُسۡتَقَرٍّ  لَّہَا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ  الۡعَزِیۡزِ  الۡعَلِیۡمِ ﴿ؕ ﴾   وَ الۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰہُ  مَنَازِلَ حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ  الۡقَدِیۡمِ ﴿ ﴾   لَا الشَّمۡسُ یَنۡۢبَغِیۡ لَہَاۤ اَنۡ تُدۡرِکَ الۡقَمَرَ  وَ لَا الَّیۡلُ سَابِقُ النَّہَارِ ؕ وَ کُلٌّ فِیۡ  فَلَکٍ  یَّسۡبَحُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan suatu Tanda bagi mereka adalah malam, darinya siang hari Kami tanggalkan maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari beredar ke arah tujuan yang telah ditetapkan baginya, demikian itulah takdir Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha MengetahuiDan bagi bulan telah Kami tetapkan tingkat-tingkatnya, sehingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan korma yang tua. Matahari tidak kuasa menyusul bulan,  dan tidak pula malam mendahului siang.  Dan semua itu terus beredar pada tempat peredarannya.  (Yā Sīn [36]:38-41).

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 5 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar