بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 63
Kesaksian Al-Quran Tentang
Keserasian Tatanan Alam Semesta
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam Bab
sebelum ini telah dijelaskan mengenai penyelamatan secara jasmani yang
dilakukan Allah Swt. terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibu beliau, Maryam
binti ‘Imran, setelah selamat dari upaya pembunuhan melalui penyaliban di
Palestina, firman-Nya:
وَ
جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ
اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی
رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan Kami menjadikan Ibnu
Maryam dan ibunya suatu Tanda,
dan Kami melindungi keduanya ke suatu
dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir. (Al-Mu’minun
[23]:51).
Kasymir
adalah wilayah yang letaknya di bagian selatan Gunung Himalaya yang
merupakan gunung tertinggi di dunia.
Dengan demikian firman Allah Swt. tersebut secara meyakinkan mengisyaratkan
bahwa hijrah Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. bersama ibunya (Maryam binti Maryam)
adalah melakukan perjalanan
panjang dari Palestina
(Yerusalem) ke Kasymir sambil mencari
“10 suku-suku bani Israil yang hilang”.
Kenyataan sejarah tersebut memperkuat salah satu arti dari gelar Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yaitu Al-Masih (Mesiah/Mesias),
yang dalam bahasa Arab kata Masih (masaha) berarti juga “orang
yang banyak melakukan perjalanan (pengembaraan)”, firman-Nya:
اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ
یُبَشِّرُکِ بِکَلِمَۃٍ مِّنۡہُ ٭ۖ اسۡمُہُ الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ
وَجِیۡہًا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ وَ
مِنَ الۡمُقَرَّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Ingatlah ketika para malaikat berkata:
“Hai Maryam, sesungguhnya Allah memberi engkau kabar gembira dengan satu
kalimat dari-Nya tentang
kelahiran seorang anak laki-laki namanya Al-Masih Isa Ibnu
Maryam, yang dimuliakan di dunia serta di akhirat, dan ia adalah dari antara orang-orang yang didekatkan kepada
Allah. (Ali ‘Imran [3]:46).
Al-Masih
diserap dari masaha yang berarti: ia menyapu bersih kotoran dari barang
itu dengan tangannya; ia mengurapinya (menggosoknya) dengan minyak; ia berjalan
di muka bumi; Tuhan memberkatinya (Aqrab-ul-Mawarid).
Jadi, Masih berarti: (1) orang yang diurapi; (2) orang yang banyak
mengadakan perjalanan; (3) orang yang diberkati. Al-Masih adalah bentuk kata Arab dari Mesiah yang sama
dengan Masyiah dalam bahasa Ibrani, artinya orang yang diurapi [dalam
upacara pembaptisan, Pent.] (Encyclopaedia
Biblica; Encyclopaedia of Religions and Ethics).
Nabi Isa
diberi nama Al-Masih karena beliau banyak mengadakan perjalanan. Tetapi kalau
mengikuti penuturan Injil, tugas beliau hanya terbatas untuk masa tiga
tahun saja, dan perjalanan beliau hanya ke beberapa kota Palestina atau Suriah
saja, dengan demikian gelar Masih itu sekali-kali tidak
cocok bagi beliau.
Jadi, sebagaimana di kalangan Bani Israil silsilah syariat dimulai dengan Nabi Musa a.s. sebagai "matahari ruhani" dan diakhiri oleh Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atau Al-Masih sebagai "bulan ruhani", hal yang sama terjadi pula di kalangan Bani Isma'il atau umat Islam, yakni Nabi Besar Muhammad saw. atau misal Musa (Ulangan 18:18-19; QS.46:11) berkedudukan sebagai "matahari ruhani", dan Al-Masih Mau'ud a.s. atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) berkedudukan sebagai "bulan ruhani". Mengenai hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam pembahasan selanjutnya.
Keserasian Sempurna Tatanan Alam
Semesta
Kembali kepada pokok pembahasan utama
yaitu mengenai hakikat yang terkandung ayat-ayat Surah Yā Sīn, yang merupakan “jantung Al-Quran”, selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
وَ اٰیَۃٌ لَّہُمُ
الَّیۡلُ ۚۖ نَسۡلَخُ مِنۡہُ النَّہَارَ فَاِذَا
ہُمۡ مُّظۡلِمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾ وَ الشَّمۡسُ تَجۡرِیۡ
لِمُسۡتَقَرٍّ لَّہَا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ
الۡعَزِیۡزِ الۡعَلِیۡمِ ﴿ؕ ﴾ وَ الۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰہُ مَنَازِلَ حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ الۡقَدِیۡمِ ﴿ ﴾ لَا الشَّمۡسُ یَنۡۢبَغِیۡ لَہَاۤ اَنۡ تُدۡرِکَ
الۡقَمَرَ وَ لَا الَّیۡلُ سَابِقُ
النَّہَارِ ؕ وَ کُلٌّ فِیۡ فَلَکٍ یَّسۡبَحُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan suatu Tanda bagi mereka adalah malam, darinya siang hari Kami tanggalkan maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan.
Dan matahari beredar ke arah tujuan yang telah ditetapkan baginya,
demikian itulah takdir Tuhan Yang
Maha Perkasa, Maha Mengetahui. Dan bagi bulan telah Kami tetapkan tingkat-tingkatnya,
sehingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan
korma yang tua. Matahari tidak kuasa menyusul bulan, dan tidak pula malam mendahului
siang. Dan semua itu
terus beredar pada tempat peredarannya.
(Yā Sīn [36]:38-41).
Sudah menjadi rahasia umum,
bahwa keadaan siang yang meliputi suatu wilayah permukaan bumi
erat kaitannya dengan matahari, sedangkan ketika wilayah permukaan bumi tersebut semakin jauh dari pancaran sinar matahari maka wilayah
tersebut menjadi gelap dan disebut malam. Dan agar manusia pada malam hari
tidak sepenuhnya diliputi keadaan gelap
gulita maka Allah Swt. telah menetapkan bulan
sebagai sarana penerangan dengan memantulkan
cahaya dari matahari, karena bulan sendiri
bukan merupakan sumber cahaya.
Kalimat “Dan bagi bulan telah Kami tetapkan tingkat-tingkatnya, sehingga ia kembali
lagi seperti bentuk tandan korma yang tua “ (ayat 40), maksudnya
ialah bahwa apabila bulan zahir
kembali – yang disebut hilal -- maka
itu tampak seperti satu pelepah tua
pohon yang bengkok, lalu pada tgl. 13, 14, dan 15 bulan akan menjadi purnama penuh, lalu secara
berangsur-angsur bentuknya akan kembali seperti satu pelepah tua pohon yang bengkok.
Demikian pula halnya kebenaran seorang Rasul
Allah, yang mula-mula nampak tidak
ada artinya namun tidak lama kemudian memancarkan
sinarnya bagaikan bulan purnama,
terutama sekali kebenaran Nabi Besar Muhammad saw.. Bahkan di dalam Al-Quran Allah
Swt. telah menyebut beliau saw. sebagai “sirājan- munīran” (matahari yang
memancarkan cahaya – QS.33:46[-47), karena bulan
bukan merupakan sumber cahaya, ia
hanya memantulkan cahaya matahari.
Jalur-jalur Orbit yang
Serasi
Isyarat
dalam ayat 41 “Matahari tidak kuasa
menyusul bulan, dan tidak pula malam mendahului
siang. Dan semua itu terus beredar pada
tempat peredarannya” tertuju kepada peredaran benda-benda langit dalam ruang angkasa atau ruang
ether. Al-Quran menentang
pendapat yang lama dianut bahwa seluruh langit itu padat dalam susunannya.
Telah menjadi ciri khas Al-Quran bahwa Kitab
itu memakai ungkapan-ungkapan yang bukan saja menolak pandangan dan gagasan
yang keliru, melainkan juga mendahului
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu
pengetahuan dan filsafat. Ayat 41 menunjuk pula kepada rencana dan tertib sempurna
yang meliputi seluruh alam semesta, semua benda langit dan bumi melaksanakan
bagian tugasnya masing-masing dengan
teratur, tepat sekali tanpa kekeliruan, tanpa langgar melanggari ruang gerak masing-masing.
Tata surya kita hanyalah merupakan salah satu dari
ratusan juta susunan benda langit, yang beberapa di antaranya tidak terperikan
jauh lebih besar dari tata surya
kita. Namun jutaan –
bahkan milyaran – matahari dan bintang yang tidak terhitung banyaknya
itu tersebar bertaburan di dalam ruang kosong, yang luasnya tidak terbatas, begitu
teraturnya dan terbagi dalam kelompok-kelompok dalam hubungannya satu
sama lain untuk menjamin kelestarian
secara keseluruhan dan untuk menimbulkan keserasian
dan keindahan di mana-mana.
Tiap-tiap benda langit
mempengaruhi orbit (jalan peredaran)
lain, namun masing-masing benda langit
itu beredar terus dengan aman pada jalan
yang telah ditakdirkan dan semua
benda langit sebagai keseluruhan merupakan suatu keserasian agung dalam struktur dan gerakan. Benarlah firman-Nya
mengenai hal tersebut:
وَ السَّمَآءِ ذَاتِ
الۡحُبُکِ ۙ﴿﴾
Dan demi langit yang memiliki
jalur-jalur (Al-Dzāriyāt [51]:8)
Hubuk
atau jalur-jalur atau jalan-jalan tempuhan langit adalah orbit-orbit (alur per-edaran) planet-planet, komet-komet, dan
bintang-bintang, yang menaburi ruang antariksa. Badan-badan langit itu
terapung-apung di orbit mereka masing-masing dan melakukan tugas mereka dengan
teratur, cermat, dan tidak pernah keliru, tanpa saling melanggar ruang gerak
masing-masing, dan secara serempak membentuk suatu struktur dan gerakan yang
amat serasi. Kenyataan bahwa langit penuh dengan jalur-jalur serupa itu — tempat planet-planet dan bintang-bintang
beredar — merupakan suatu penemuan
yang ditampilkan Al-Quran kepada
dunia pada saat tatkala orang mempercayai bahwa formasi langit itu padat.
Kesatuan Kerja Tatanan
Alam Semesta
Sebagai Bukti Tauhid Ilahi
Kebenaran agung dalam ilmu falak,
seperti terungkap dalam ayat sebelum ini menjurus kepada kesimpulan, bahwa Al-Quran adalah Kalam Tuhan Sendiri dan bahwa terdapat kesatuan tujuan dan keserasian
dalam karya Tuhan, namun demikian ahli-ahli filsafat duniawi menyusun
teori-teori muluk-muluk, meraba-raba, dan mengarungi dugaan dan terkaan yang
lemah dasarnya tidak mau percaya
kepada Kalamullāh dan Nabi-Nya, itulah makna ayat selanjutnya:
اِنَّکُمۡ لَفِیۡ
قَوۡلٍ مُّخۡتَلِفٍ ۙ﴿﴾ یُّؤۡفَکُ عَنۡہُ مَنۡ
اُفِکَ ﴿ؕ﴾
Sesungguhnya
kamu benar-benar berada dalam perkataan
yang berbeda-beda, dipalingkan dari kebenarannya siapa saja yang
diputuskan dipalingkan (Al-Dzāriyāt [51]:9-10).
Firman-Nya
lagi:
لَوۡ کَانَ
فِیۡہِمَاۤ اٰلِہَۃٌ اِلَّا اللّٰہُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبۡحٰنَ اللّٰہِ رَبِّ الۡعَرۡشِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿ ﴾ لَا یُسۡـَٔلُ عَمَّا یَفۡعَلُ وَ ہُمۡ
یُسۡـَٔلُوۡنَ ﴿ ﴾
Seandainya di dalam keduanya yakni langit
dan bumi ada tuhan-tuhan selain Allāh pasti binasalah kedua-duanya, maka Maha Suci Allah Tuhan ‘Arasy
itu, jauh di atas segala yang mereka
sifatkan. Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang
Dia kerjakan, sedangkan mereka
akan ditanya. (Al-Anbiya [21]:23-24).
Ayat 23 merupakan dalil yang jitu dan pasti untuk
menolak kemusyrikan. Bahkan mereka
yang tidak percaya kepada Tuhan pun tidak dapat menolak, bahwa suatu tertib yang sempurna melingkupi
dan meliputi seluruh alam raya. Tertib
ini menunjukkan bahwa ada hukum yang
seragam mengaturnya, dan keseragaman
hukum-hukum membuktikan keesaan
Pencipta dan Pengatur
alam raya.
Kenapa demikian? Sebab seandainya ada Tuhan lebih dari satu tentu lebih dari satu hukum akan mengatur alam — sebab
adalah perlu bagi suatu wujud tuhan untuk menciptakan alam-semesta dengan
peraturan-peraturannya yang khusus — dan dengan demikian sebagai akibatnya kekalutan dan kekacauan niscaya akan terjadi yang tidak dapat dielakkan, serta seluruh alam akan menjadi hancur berantakan. Karena itu sungguh
janggal mengatakan bahwa tiga tuhan yang sama-sama sempurna dalam segala segi,
bersama-sama merupakan pencipta dan pengawas bagi alam raya.
Ayat 24
menunjuk kepada sempurnanya dan
lengkapnya tata-tertib alam raya,
sebab itu mengisyaratkan kepada kesempurnaan
Pencipta dan Pengaturnya, dan
mengisyaratkan pula kepada keesaan-Nya. Ayat ini berarti bahwa kekuasaan
Allah mengatasi segala sesuatu, sedang semua wujud dan barang lainnya tunduk
kepada kekuasaan-Nya. Hal ini merupakan dalil lain yang menentang kemusyrikan. Itulah makna kalimat “Dia
tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan, sedangkan mereka akan ditanya.”
Untuk tidak memperpanjang bahasan
maka penulis cukupkan penjelasan salah
satu hakikat dari Surah Yā Sīn sebelum
ini, firman-Nya:
وَ اٰیَۃٌ لَّہُمُ
الَّیۡلُ ۚۖ نَسۡلَخُ مِنۡہُ النَّہَارَ فَاِذَا
ہُمۡ مُّظۡلِمُوۡنَ ﴿ۙ ﴾ وَ الشَّمۡسُ تَجۡرِیۡ
لِمُسۡتَقَرٍّ لَّہَا ؕ ذٰلِکَ تَقۡدِیۡرُ
الۡعَزِیۡزِ الۡعَلِیۡمِ ﴿ؕ ﴾ وَ الۡقَمَرَ قَدَّرۡنٰہُ مَنَازِلَ حَتّٰی عَادَ کَالۡعُرۡجُوۡنِ الۡقَدِیۡمِ ﴿ ﴾ لَا الشَّمۡسُ یَنۡۢبَغِیۡ لَہَاۤ اَنۡ تُدۡرِکَ
الۡقَمَرَ وَ لَا الَّیۡلُ سَابِقُ
النَّہَارِ ؕ وَ کُلٌّ فِیۡ فَلَکٍ یَّسۡبَحُوۡنَ ﴿ ﴾
Dan suatu Tanda bagi mereka adalah malam, darinya siang hari Kami tanggalkan maka tiba-tiba mereka berada dalam kegelapan.
Dan matahari beredar ke arah tujuan yang telah ditetapkan baginya,
demikian itulah takdir Tuhan Yang
Maha Perkasa, Maha Mengetahui. Dan bagi bulan telah Kami tetapkan tingkat-tingkatnya,
sehingga ia kembali lagi seperti bentuk tandan
korma yang tua. Matahari tidak kuasa menyusul bulan, dan tidak pula malam mendahului siang. Dan semua itu terus beredar pada tempat
peredarannya. (Yā Sīn [36]:38-41).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 5 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar