Senin, 03 September 2012

"Rasa Sakit Kelahiran Ruhani" yang Dialami oleh Al-Masih Mau'ud a.s.



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 59

Rasa Sakit Kelahiran Ruhani” yang Dialami
oleh Al-Masih Mau’ud a.s.

 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan   firman Allah Swt. mengenai ketidaktahuan Nabi Besar Muhammad saw. mengenai Kitab mau pun iman sebelum Allah Swt. Sendiri dengan kehendak-Nya memberi beliau saw. petunjuk melalui wahyu Ilahi. 
       Demikian pula halnya dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s. beliau pun sebelum diperintahkan Allah Swt. mengumumkan  bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat dan yang dimaksud dengan Al-Masih Mau’ud adalah beliau sendiri, memiliki pemahaman seperti umumnya umat Islam lainnya bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sampai saat itu masih hidup, sebagaimana yang tercantum dalam buku beliau yang sangat terkenal Barahin-e-Ahmadiyya (bukti-bukti jelas kesempurnaan agama Islam), firman-Nya:
وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguh-nya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau ruh (firman) ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi pe-tunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus, jalan Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.  (Al-Syurā [42]:52-54).
     Ayat ini menyebut tiga cara Allwh Swt.  berbicara (berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka: (a) Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara. (b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata "dari belakang tabir," (c) Allah menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
  Al-Quran disebut di sini ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan perantaraannya, bangsa yang   keadaan akhlak dan keruhaniannya telah mati mendapat kehidupan baru.   Islam adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya.

Pujian Maulvi Muhammad Hussein Batalwi &
Nubuatan Dalam Surah Al-Fatihah
  
        Tanggapan hampir semua tokoh Muslim di Hindustan  terhadap pembelaan yang dilakukan Mirza Ghulam Ahmad melalui tulisan-tulisannya – terutama buku Barahin-i-Ahmadiyya—sangat positif, bahkan Maulvi Muhammad Hussein Batalwi, yang   setelah pandakwaan sebagai Al-Masih Mau’ud  kemudian ulama kelompok Ahli Hadits (Wahabi) tersebut   menjadi sangat memusuhi Pendiri Jemaat Ahmadiyah, ia secara khusus menulis artikel dalam  suratkabar miliknya, ‘Isya’atus-Sunnah,  sangat memuji-muji karya-karya tulis Mirza Ghulam Ahmad a.s., khususnya Barahin-i-Ahmadiyya”. Berikut adalah komentarnya:
Menurut pendapat saya -- pada zaman sekarang dan sesuai kondisi yang berlaku – buku [Barahin-e-Ahmadiyya]  ini adalah sedemikian rupa, yang sampai  saat ini di dalam Islam tidak ada bandingannya yang telah ditulis, dan tidak pula ada kabar di masa mendatang…… Penulisnya pun – dalam hal memberikan bantuan kepada Islam dari segi harta, jiwa, tulisan mau pun lisan – sangat teguh dan kukuh pada langkah-langkahnya, sehingga sangat sedikit ditemukan contoh seperti beliau, walau dari kalangan umat Islam terdahulu sekali pun….” (Risalah ‘Isya’atus-Sunnah jld. 7, no, 6-11; Swanah Fazl Umar, jld. I, hlm. 20).
        Sehubungan firman Allah Swt. mengenai “rasa sakit” melahirkan yang dialami Maryam binti ‘Imran, firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ  اِلٰی جِذۡعِ  النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ قَبۡلَ ہٰذَا  وَ کُنۡتُ نَسۡیًا مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan  memaksanya pergi ke sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam [19]:24).
        Berdasarkan pengalaman pribadinya, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s.,  berkomentar dalam buku Kisyti Nuh (Bahtera Nuh) mengenai Surah Al-Fatihah:
“Surah Al-Fatihah bukanlah hanya ajaran belaka, melainkan di dalamnya terkandung suatu nubuwatan agung pula. Nubuatan itu adalah demikian: Setelah menyebutkan keempat Sifat-Nya yaitu Rabbubiyyat (Maha Pencipta dan Pemelihara), Rahmāniyyat (Maha Pemurah), Rahīmiyyat (Maha Penyayang), Māliki yaumiddīn   yakni Yang Memiliki  kewenangan untuk mengganjar dan menghukum.     
          Setelah Dia menyatakan kudrat-Nya yang umum, Dia kemudian mengajarkan di dalam ayat-ayat selanjutnya doa sebagai berikut: “Ya Tuhan, berkenanlah Engkau menetapkan kami sebagai ahliwaris orang-orang shalih, para nabi, dan para rasul terdahulu. Semoga jalan mereka dibukakan bagi kami. Semoga nikmat yang dilimpahkan kepada mereka dianugerahkan kepada kami. Wahai Tuhan, selamatkanlah kami dari keadaan dimana kami termasuk kaum yang kepada mereka azab Engkau menimpa di  dunia ini juga, yakni orang-orang Yahudi yang telah Engkau binasakan  di zaman Hadhrat Al-Masih dengan wabah  pes.  Wahai Tuhan, selamatkanlah kami dari keadaan di mana kami termasuk mereka yang tidak mendapat petunjuk dari Engkau dan mereka menjadi sesat, yakni orang-orang Kristen.”

“Pewaris Kebaikan” dan “Pewaris Keburukan”

       Selanjutnya beliau menjelaskan:  “Di dalam doa-doa itu tersembunyi nubuwatan berikut ini, bahwa sebagian di antara orang-orang Islam disebabkan oleh kelurusan dan kesetiaan mereka akan menjadi ahliwaris nabi-nabi terdahulu serta akan memperoleh nikmat-nikmat kenabian dan kerasulan. Lagi pula terdapat lagi sebagian yang akan mempunyai sifat-sifat orang Yahudi, yang kepada mereka azab akan diturunkan di dunia ini juga. Dan  terdapat sebagian lagi yang akan mengenakan jubah Kristen. Sebab adalah sudah menjadi kebiasaan yang sudah lazim di dalam lingkup Kalam Ilahi, bahwa manakala suatu kaum dilarang melakukan suatu pekerjaan, pasti di antara kamu  itu terdapat sebagian yang menurut ilmu Ilahi akan melakukan pekerjaan itu, dan sebagian lagi ada yang menempuh jalan kebajikan dan ketaatan.
        Di dalam sekian banyak Kitab-kitab yang telah Allah Ta’ala turunkan sejak permulaan hingga akhir dunia terdapat sunnah-Nya sejak dahulu, yaitu apabila Dia melarang suatu kaum dari melakukan suatu pekerjaan, atau menyerukan untuk melakukan suatu pekerjaan, maka menurut ilmu-Nya sudahlah pasti bahwa ada sebagian yang akan  melakukan pekerjaan itu, dan sebagian lagi tidak.
      Jadi, surah  Al-Fatihah  menubuatkan bahwa di antara umat ini (umat Islam) seseorang akan muncul dengan memiliki corak seperti para nabi dalam keadaannya yang sempurna, dengan demikian nubuatan yang tersimpul di dalam ayat “shirāthal ladzīna an’amta ‘alayhim” (jalan orang-orang yang  kepada mereka Engkau telah memberikan nikmat) menjadi kenyataan,  dan belum yang sesempurna-sempurnanya dan sebaik-baiknya.
      Demikian juga di antara mereka terdapat segolongan yang akan muncul seperti corak orang Yahudi yang dilaknat oleh Hadhrat Isa a.s. dan ditimpa azab Ilahi, dengan demikian nubuatan yang tersimpul di dalam ayat “ghayril maghdhūbi ‘alayhim” (bukan mereka yang Engkau murkai)  menjadi terbukti. Dan segolongan lagi di antara mereka akan mengambil corak seperti orang-orang Kristen, bahkan benar-benar menjadi orang-orang Kristen, yang dari kebiasaan mereka minum minuman keras, hidup bebas, fasiq (durhaka), dan jahat,  mereka tidak memperoleh petunjuk Tuhan, dengan demikian nubuwatan yang ternyata dari ayat “wa lādh- dhāllīn” (dan bukan yang sesat)  akan menjadi kenyataan.

Muslim yang Seperti Yahudi dan Nasrani

         Oleh karena hal-hal itu termasuk dalam akidah-akidah orang-orang Islam, yaitu di Akhir Zaman nanti ribuan orang Islam akan mempunyai sifat-sifat umat Yahudi, dan nubuatan itu terdapat juga pada beberapa tempat di dalam Quran Syarif. Adanya beratus-ratus orang Islam menjadi Kristen atau menempuh jalan hidup tanpa kendali dan bebas seperti peri keadaan orang-orang Kristen, sedang disaksikan dan dihayati. Bahkan banyak orang menyebut dirinya orang-orang Islam yang demikian keadaannya, sehingga mereka senang menganut corak pergaulan hidup orang-orang Kristen.
      Kendatipun mereka disebut orang-orang Islam, mereka memandang dengan pandangan benci sekali terhadap perintah shalat dan puasa, begitu pula terhadap hukum halal dan haram. Sedangkan kedua-dua golongan yang mempunyai sifat-sifat Yahudi dan Kristen itu nampak tersebar di negeri ini. Kamu sekalian telah menyaksikan menjadi sempurnanya kedua nubuwatan dalam Surah Al-Fatihah, dan telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa banyaknya orang-orang Islam telah mempunyai sifat seperti orang-orang Yahudi, dan betapa banyaknya mereka yang menyerupai orang-orang Kristen.
       Oleh karena itu dengan sendirinya nubuatan ketiga pun patutlah diterima, bahwa seperti halnya dengan jadinya orang-orang Islam menyerupai Yahudi dan Kristen, mereka pun mendapati sifat-sifat buruk mereka, demikian pula layaklah kalau sebagian  mereka menerima martabat dan kedudukan yang telah dicapai orang-orang suci dari golongan Bani Israil terdahulu.
      Tidak lain hanyalah dari sikap purbasangka terhadap Tuhan saja, jika beranggapan bahwa Dia menetapkan bagi orang-orang Islam untuk mengambil sifat-sifat buruk orang-orang Yahudi – bahkan Dia pun telah menamai juga mereka itu Yahudi – tetapi Dia tidak memberikan sedikit pun kepada umat ini martabat yang pernah diberikan kepada para rasul dan nabi mereka. Lalu atas dasar apakah umat ini menjadi  khayrul umam (umat terbaik), bahkan kebalikkannya menjadi  syarrul umam  (umat terburuk), sebab segala macam keburukan terdapat pada diri mereka, tetapi kebalikannya tidak terdapat satu macam kebajikan pun. Tidakkah seyogianya di dalam umat ini  muncul seseorang yang menyerupai para nabi dan rasul, yang menjadi pewaris dan bayangan para nabi Bani Israil semuanya?
     Adalah tidak serasi dengan rahmat Allah Ta’ala, apabila Dia menciptakan beribu-ribu orang yang bersifat seperti Yahudi di dalam umat ini dan di dalam zaman ini, dan beribu-ribu orang masuk agama Kristen, namun tak seorang pun dibangkitkan ia yang mewarisi para nabi terdahulu dan  yang menerima rahmat yang diperoleh mereka, dengan demikian nubuwatan yang tersimpul dalam ayat:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾  صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
(Tunjukilah  Kami jalan yang lurus,   yaitu  jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka) menjadi sempurna, seperti halnya telah menjadi sempurna nubuwatan mengenai jadinya mereka seperti orang-orang Yahudi dan Kristen, dan dalam keadaan itu umat ini telah dijuluki dengan beribu macam nama buruk. Dari Quran Syarif dan Hadits terbukti bahwa sudah merupakan suratan takdir merekalah untuk menjadi orang-orang Yahudi.  
       Jadi, dalam kenyataan demikian itu hendaknya karunia Ilahi sendiri menetapkan pula, bahwa seperti halnya mereka mengambil ciri-cici buruk orang-orang Kristen terdahulu, demikian pula mereka pun hendaknya mewarisi sifat-sifat baik mereka.  Dari sebab itu Allah Ta’ala menyatakan dalam Surah Al Fatihah pada ayat:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ
(Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus) telah memberi kabar suka,  bahwa beberapa pribadi dalam umat ini akan memperoleh juga nikmat yang didapati para nabi terdahulu. Tidak hanya menjadi orang-orang Yahudi atau Kristen dan mengambil sifat-sifat buruk mereka saja, bahkan tidak dapat  mengambil sifat-sifat baik mereka.

Hakikat Kelahiran Ruhani Isa Ibnu Maryam
dari Martabat Keruhanian Maryam

       Kepada hal itulah baris-baris di dalam surah At Tahrim mengisyaratkan juga, bahwa mengenai beberapa orang dari umat ini akan mempunyai persamaan dengan  Maryam Shiddiqah yang menjalani hidup suci, lalu ruh Isa ditiupkan ke dalam kandungannya dan lahirlah Isa darinya.
      Di dalam ayat ini diisyaratkan kepada kenyataan bahwa akan ada seorang dari umat ini (umat Islam) yang mula-mula akan memperoleh martabat   Maryam kemudian  akan ditiupkan ruh Isa ke dalam dirinya, lalu dari Siti Maryam akan lahir Isa. Yakni dari sifat-sifat Maryam beralih kepada sifat-sifat Isa. Seakan-akan keadaan sifat Maryam melahirkan bayi yang bersifat Isa, dan dengan demikian  ia akan disebut Ibnu (anak) Maryam. 
    Sebagaimana di dalam Kitab Barāhīn Ahmadiyya, mula-mula aku dinamai Maryam,  kepada hal itu diisyaratkan ilham yang tercantum dalam halaman 241 yang berbunyi: annaa laka haadza “Hai Maryam, dari manakah engkau memperoleh nikmat ini?[1]” Dan kepada hal itulah pula diisyaratkan dalam halaman 266, yakni di dalam ilham itu yang berbunyi:
وَ ہُزِّیۡۤ  اِلَیۡکِ بِجِذۡعِ النَّخۡلَۃِ
“Hai Maryam, goyangkanlah dahan pohon kurma.”[2]
     Kemudian sesudah itu pada halaman 496 dalam kitab “Barāhīn-i-Ahmadiyya” tercantum ilham: Yā maryamu- skun anta wa zawjukal- jannata nafakhtu fīka min- ladunnīrūhal- shidqi  Yakni, “Hai Maryam, masuklah bersama teman-teman engkau ke dalam surga. Aku telah meniupkan dari sisi-Ku ruh kesucian ke dalam diri engkau.”[3]
      Allah Ta’ala telah menamai diriku di dalam firman itu ruuhush- shidqi (ruh  suci), yang demikian itu bersesuaian dengan ayat: fanāfakhnā fīhi rūhinā  -  Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami” (Qs.66:13). Jadi, pada tempat itu seakan-akan secara kiasan di dalam kandungan  Maryam telah masuk ruh Isa, yang namanya ruh suci (rūhal- shidqi).
     Kemudian terakhir sekali di dalam “Barāhīn Ahmadiyya” pada halaman 556 diterangkan tentang Isa yang ada di dalam kandungan  Maryam binti ‘Imran, dengan ilham  berikut:[4]
یٰعِیۡسٰۤی اِنِّیۡ مُتَوَفِّیۡکَ وَ رَافِعُکَ اِلَیَّ وَ مُطَہِّرُکَ مِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  وَ جَاعِلُ الَّذِیۡنَ اتَّبَعُوۡکَ فَوۡقَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ ۚ
     Pada tempat itu aku dipanggil dengan nama Isa, dan ilham ini menyingkapkan bahwa Isa telah lahir yang peniupan ruhnya telah dijelaskan pada halaman 496 (Kitab “Barāhīn Ahmadiyya”). Mengingat hal itu aku disebut Isa ibnu (anak) Maryam, sebab kedudukanku sebagai Isa melalui kedudukan Maryam adalah tercipta disebabkan tiupan Tuhan. Lihat “Barāhīn Ahmadiyya” halaman 496 dan halaman 556. Dan peristiwa itu di dalam Surah At-Tahrim dalam bentuk nubuwatan diterangkan dengan jelas sekali,  bahwa Isa Ibnu Maryam akan lahir dengan cara demikian, yakni mula-mula seseorang dari umat ini akan dijadikan Maryam, kemudian sesudah itu ke dalam  diri Maryam tersebut akan ditiupkan ruh Isa.
        Jadi, selama satu masa tertentu ia mendapat asuhan dalam kandungan sifat Maryam, ia akan lahir dengan memiliki keruhanian Isa  dan dengan demikian ia akan dipanggil Isa Ibnu Maryam. Inilah kabar mengenai Isa Ibnu Maryam Muhammadi yang diterangkan dalam Quran Syarif, yakni  dalam Surah At Tahrim 1300 tahun yang lalu. Kemudian di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” Allah Ta’ala sendiri telah menerangkan tafsir ayat-ayat Surah At-Tahrim tersebut.
     Quran Suci ada, periksalah Quran Suci pada satu pihak dan kitab “Barāhīn Ahmadiyya” pada pihak lain, kemudian renungkanlah dengan adil, dengan rasional, dengan ketakwaan, bahwa nubuwatan yang terkandung di dalam Surah At Tahrim berbunyi:  Di dalam umat ini pun akan ada seseorang yang disebut Maryam,  dan kemudian dari keadaan Maryam ia akan dijadikan Isa. Jadi, seakan-akan dari ini ia akan lahir.

Bukan Tulisan yang Dirakayasa

          Betapa jelas  digenapinya nubuwatan tersebut dengan ilham-ilham dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”. Apakah ini ada dalam kekuasaan manusia? Apakah ini kewenanganku? Apakah aku hadir pada saat ketika Quran Syarif turun dan aku mohon agar suatu ayat diturunklan supaya menjadikanku  dipanggil Ibnu Maryam? Apakah mungkin ada rencana dari pihakku sendiri semenjak  20 atau 22 tahun terdahulu atau lebih lama dari itu, bahwa aku membuat-buat ilham, lalu pertama-tama menyebut diriku  sebagai Maryam, dan lebih lanjut dengan cara dusta membuat ilham bahwa ke dalam diriku pun ditiupkan ruh Isa seperti halnya Siti Maryam dahulu? Kemudian akhirnya pada halaman 556 dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” tercantum bahwa sekarang aku telah menjadi Isa melalui Maryam.
        Wahai para muliawan, renungkanlah dan takutlah kepada Tuhan! Ini sekali-kali bukanlah perbuatan manusia. Ini adalah satu rahasia yang sangat halus lagi mendalam sekali, dan di luar jangkauan akal serta dugaan manusia. Sekiranya ketika aku  tengah menulis “Barāhīn Ahmadiyya” – yang waktunya telah lewat cukup lama – timbul dalam otakku rencana serupa itu, maka mengapa aku menulis  di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” tersebut  bahwa Isa Ibnu Maryam akan turun kedua kalinya dari langit?
       Oleh karena Allah Ta’ala mengetahui --  bahwa dengan sarana pengetahuan mengenai itu dalil-dalil tersebut akan terbukti lemah – karena itu  kendatipun Dia memanggilku Maryam pada kitab “Barāhīn Ahmadiyya” jilid ketiga, kemudian sebagaimana dijelaskan di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” tersebut  aku mendapat  asuhan selama 2 tahun lamanya dengan sifat Maryam  dan secara diam-diam dikembangkan.
          Kemudian setelah 2 tahun lewat, sebagaimana tercantum pada halaman 496 dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”, ke dalam diriku ditiupkan ruh Isa dan secara kiasan aku dibuat hamil seperti halnya  Maryam. Pada akhirnya sesudah beberapa bulan lamanya – yang jangka waktunya tidak lebih dari 10 bulan – dengan perantaraan ilham yang tercantum paling akhir dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” halaman 556 aku   dijadikan Isa dari keadaan Maryam.
         Pendeknya, dengan cara demikianlah saya disebut Ibnu Maryam, dan  Allah Ta’ala  pada waktu penyusunan kitab “Barāhīn Ahmadiyya” tidak memberitahukan kepadaku rahasia yang tersembunyi ini. Padahal semua wahyu Tuhan yang terkandung  dalam rahasia itu pun telah diturunkan kepadaku dan telah dicantumkan  dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”. Akan tetapi kepadaku tidak diberitahukan tentang arti dan jalannya (prosesnya). Oleh karena itulah aku telah menulis di dalam “Barāhīn Ahmadiyyakepercayaan yang umum di kalangan umat Islam, sehingga hal itu memberikan kesaksian mengenai kesahajaan (keluguan) dan kewajaran saya.
    Penulisan tersebut  – yang adalah tidak berdasarkan ilham – adalah hanya semata-mata suatu kebiasaan belaka dan bukanlah keterangan yang dapat dijadikan pegangan bagi kaum penentang. Sebab aku  tidak mengaku  tahu hal  gaib  atas  kehendak sendiri sebelum Allah Ta’ala Sendiri menerangkan-Nya kepadaku.  Jadi, hingga saat itu kebijaksanaan Allah menghendaki agar aku tidak memahami sebagian rahasia ilham yang tercantum di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”.
      Akan tetapi apabila saatnya tiba maka rahasia-rahasia tersebut  dibukakan kepadaku. Barulah aku mengetahui bahwa pengakuanku  sebagai Masih Mau’ud  bukanlah suatu hal baru. Pengakuan itu jugalah yang di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” telah berulang-ulang dituliskan dengan jelas.

Hakikat “Rasa Sakit Melahirkan”

     Di sini pun aku hendak menyebutkan pula sebuah ilham lain, dan aku tidak ingat apakah ilham  itu pernah aku siarkan dalam salah sebuah risalah atau selebaranku atau tidak. Akan  tetapi hendaklah diketahui bahwa aku telah memperdengarkan kepada beratus-ratus orang dan itu terdapat dalam buku catatan ilham-ilhamku, dan ilham-ilham tersebut di masa ketika Allah Ta’ala mula-mula memanggilku dengan sebutan Maryam, dan kemudian Dia mengilhamkan tentang peniupan ruh. Lalu sesudah itu diturunkan ilham berikut ini[5]:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ  اِلٰی جِذۡعِ  النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ قَبۡلَ ہٰذَا  وَ کُنۡتُ نَسۡیًا مَّنۡسِیًّا
(Maka datang kepadanya rasa sakit melahirkan [dan memaksanya pergi] ke sebatang pohon kurma, ia berkata, “Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi  sesuatu yang dilupakan sama sekali).
      Yakni, kemudian Maryam – yang dimaksudkan adalah hamba ini – karena  penderitaan nyeri waktu melahirkan  dibawa  ke sebatang pohon kurma, yaitu  terpaksa harus berhadapan dengan khalayak ramai serta orang-orang jahil dan alim-ulama dungu yang tidak memiliki buah keimanan. Mereka mengkafirkan dan menghina serta mencaci-maki dan membangkitkan taufan huru-hara. Lalu Maryam berkata: “Alangkah baiknya  jika aku mati saja sebelum ini  dan tiada jejak serta bekas diriku tertinggal!”.
        Hal demikian mengisyaratkan kepada huru-hara yang mula-mula ditimbulkan oleh para mullah (kyai) dengan serentak, dan tidak dapat  menahan diri mendengar  pengakuanku ini dan mereka berupaya menghancurkanku dengan segala daya dan upaya. Kemudian pada saat setelah melihat keributan yang ditimbulkan orang-orang dungu, timbullah perasaan sedih dan lara di dalam hatiku. Keadaan itulah  yang digambarkan oleh Allah Ta’ala di situ. Dan mengenai itu ada pula ilham yang lainnya lagi, seperti:
لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا     یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ  اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا  کَانَتۡ  اُمُّکِ  بَغِیًّا 
Dan kemudian disamping ilham tersebut ada lagi terdapat pada halaman 521 di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” yang berbunyi: “alaysallāhu bikāfin ‘abdahu, wa linaj’alahu āyatan  lin-nāsi wa rahmatan minnā, wa kāna amran maqdhīyan;  qawlul- haqqil- ladziy fīhi tamtarūna. Lihat “Barāhīn Ahmadiyya”,  halaman 516 baris 12 dan 13.
Terjemahannya: “Dan orang-orang berkata, “Hai Maryam, engkau telah  melakukan perbuatan yang amat tidak senonoh dan terkutuk lagi jauh dari kelurusan. Bapak [6] dan ibu engkau tidak demikian keadaannya”. Akan tetapi Tuhan akan membersihkan hamba-Nya dari tuduhan mereka dan Kami jadikan dia satu Tanda bagi orang-orang. Hal itu telah ditakdirkan sejak semula, dan memang demikianlah akan terjadi. Inilah Isa ibnu Maryam yang diragukan orang-orang, inilah perkataan yang benar.
     Semua itu adalah kalimat-kalimat  yang tercantum di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”, dan ilham itu sebenarnya ayat-ayat Quran Syarif yang bersangkutan dengan Hadhrat Isa a.s. dan ibunda beliau. Di dalam ayat-ayat itu disebutkan tentang Isa yang oleh orang-orang dinyatakan sebagai seorang insan yang lahir secara tidak sah. Mengenai dia Allah Ta’ala berfirman bahwa Dia akan menjadikannya sebagai tanda. Isa itulah  yang ditunggu-tunggu, dan di dalam kalimat-kalimat ilham yang dimaksudkan dengan Isa dan Maryam itu adalah diriku ini.
      Mengenai diriku dikatakan bahwa Dia akan menjadikan sebagai Tanda. Selain itu dikatakan bahwa akulah Isa Ibnu Maryam  yang akan datang itu, tetapi orang-orang meragukannya. Ini adalah kebenaran dan inilah orangnya yang akan datang itu. Dan keraguan tersebut timbul hanya karena kekurang-fahaman belaka. Barangsiapa tidak mengerti rahasia-rahasaia Ilahi ia tidak akan dapat melihat kepada realitas (hakikat).

Kiasan “Kelahiran Ruhani” &
Fatwa Kafir

    Hendaknya ini pun  diperhatikan bahwa di antara tujuan-tujuan agung Surah Al-Fatihah adalah doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ الۡمُسۡتَقِیۡمَ ۙ﴿﴾  صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
        Seperti halnya di dalam doa Injil dimohonkan makanan (roti) sehari-hari maka di dalam doa ini segala nikmat dari Tuhan  yang pernah diberikan kepada para rasul dan  para nabi  terdahulu dimohonkan. Perbandingan itu patut ditilik pula. Seperti halnya berkat kemakbulan doa Hadhrat Al-Masih, orang-orang Kristen telah memperoleh banyak bahan keperluan pangan (māidah), demikian pula berkat kemakbulan doa Quran Syarif melalui Rasulullah saw., orang-orang shalih dan suci di kalangan umat Islam -- pada  khususnya orang-orang sempurna dari antara mereka -- ditetapkan sebagai ahli-waris para nabi Bani Israil.
      Pada hakikatnya kebangkitan Masih Mau’ud dari antara umat ini pun merupakan buah kemakbulan doa itu pula. Sebab walaupun banyak orang shalih dan suci telah menyerupai  para nabi Bani Israil secara tersembunyi, akan tetapi Masih Mau’ud umat ini dengan perintah dan seizin Tuhan dibangkitkan untuk menandingi Masih Israili, supaya ada persamaan antara umat Muhammad dan umat Musa. Atas tujuan itulah maka Masih ini dalam tiap seginya diberi persamaan dengan Ibnu Maryam, sehingga  kepada Ibnu Maryam ini pun datang percobaan seperti halnya kepada  Ibnu Maryam Israili.
    Sebagaimana Isa Ibnu Maryam dilahirkan hanya semata-mata karena tiupan Tuhan, demikian pula Al-Masih ini pun – sesuai dengan janji dalam Surah At-Tahrim – dilahirkan dari kandungan Siti Maryam, hanya semata-mata karena tiupan Tuhan. Dan sebagaimana dengan lahirnya Isa Ibnu Maryam, bangkit kegemparan dan golongan penentang yang membuta-tuli mengatakan kepada Maryam:  Laqad ji-ti syay-a fariyya --[“Sungguh engkau benar-benar telah melakukan sesuatu yang amat tidak senonoh”], demikian pula di sini pun dikatakan dan digaduhkan. Dan seperti halnya Allah Ta’ala memberi jawaban kepada  para penentang pada waktu bersalinnya Maryam Israili berkenaan dengan Isa:
وَ  لِنَجۡعَلَہٗۤ  اٰیَۃً  لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً  مِّنَّا ۚ وَ کَانَ  اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا
“Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu Tanda bagi manusia sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang telah diputuskan” – QS. Maryam [19]:22).
      Jawaban itulah yang diberikan Allah Ta’ala mengenai diriku kepada para penentang, di dalam “Barāhīn Ahmadiyya” pada waktu kelahiran-ruhaniku secara kiasan, dan Dia mengatakan, “Kamu sekalian tidak akan dapat  menghancurkan dia dengan tipu-muslihat kamu sekalian. Aku akan menjadikan Dia Tanda rahmat bagi orang-orang dan hal demikian itu telah ditakdirkan  semenjak semula.
     Kemudian, seperti halnya alim-ulama Yahudi menjatuhkan fatwa kafir terhadap Hadhrat Isa  a.s., dan seorang cendekiawan Yahudi yang nakal merumuskan fatwa, dan cendekiawan lainnya menjatuhkan  fatwa  tersebut, sehingga beratus-ratus alim-ulama cendekiawan dari Baitul-Muqaddas yang kebanyakan Ahli Hadits, mereka mencap kafir kepada Hadhrat Isa a.s..[7] Kejadian serupa itu pulalah yang berlaku atas diri saya. Dan kemudian seperti halnya sesudah pencapan kafir terhadap Hadhrat Isa itu beliau amat disusahkan. Beliau dicaci-maki sejadi-jadinya.  Mereka menulis kitab-kitab yang mengandung ejekan-ejekan dan lontaran kata-kata buruk. Keadaan serupa itu pun terjadi sekarang. Seakan-akan sesudah jangka waktu 1.800 tahun Isa itu juga lahir lagi, dan orang-orang Yahudi itu juga telah lahir lagi.

Batu Penjuru

      Jadi, itulah arti nubuwatan “ghayril maghdhūbi  ‘alayhim  yang Tuhan telah jelaskan sejak dahulu. Akan tetapi orang-orang itu tidak  bersabar sebelum mereka menjadi orang-orang seperti kaum Yahudi yang dilaknat Tuhan, “maghdhūbi ‘alayhim. Sebuah dari batu-bata tamsilan itu telah diletakkan  oleh Tuhan Sendiri, yakni aku telah diutus sebagai Masih Islam tepat pada permulaan abad ke-14 seperti halnya Al-Masih ibnu Maryam diutus pada permulaan abad ke-14, dan bagi diri  saya Dia tengah memperlihatkan Tanda-tanda-Nya yang hebat, dan di bawah bentangan langit ini tidak ada kemampuan  pada pihak golongan lawan manapun – baik dari pihak orang-orang Islam ataupun orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen dan sebagainya --  untuk melawan Tanda-tanda itu. Betapa manusia yang hina-dina dapat mengadu kekuatan dengan Tuhan. Ini merupakan landasan (pondasi)  pertama Tuhan.
        Setiap orang yang ingin memecahkan batu  pondasi (batu penjuru) yang berasal dari Allah itu tidak akan dapat memecahkannya. Akan tetapi batu-bata  ini jika menimpa orang ia akan menghancur-leburkan dia. Sebab batu-bata  ini kepunyaan Allah dan tangan itu adalah Tangan Allah. Sedangkan batu-bata (batu pondasi) lain telah dipersiapkan untuk menandingi batu-bata ini  supaya mereka melakukan terhadap diriku seperti telah dikerjakan orang-orang Yahudi dahulu sampai demikian jauhnya, sehingga guna membinasakan diriku  mereka telah mengajukan tuduhan perkara pembunuhan, yang mengenai itu Tuhan telah memberitahukan kepadaku lebih dahulu.
      Perkara yang dituduhkan terhadapku adalah lebih berat dari perkara yang dituduhkan kepada Isa Ibnu Maryam, sebab dasar perkara Hadhrat Isa a.s. adalah hanya berkenaan dengan pertentangan keagamaan, yang menurut hakim adalah suatu perkara kecil, bahkan tidak berarti sama sekali. Akan tetapi perkara yang dituduhkan kepadaku adalah tuduhan mengenai upaya pembunuhan.”
       Demikianlah hakikat “sakitnya melahirkan”  -- baik  melahirkan secara jasmani mau pun melahirkan secara ruhani --  yang harus dialami oleh hamba-hamba Allah yang mencapai tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran dan tingkatan ruhani Isa ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ  اِلٰی جِذۡعِ  النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ قَبۡلَ ہٰذَا  وَ کُنۡتُ نَسۡیًا مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan  memaksanya pergi ke sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam [19]:24).

(Bersambung). 


Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 3 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma


[1] Lihat “Tadzkirah” halaman 46, cetakan 1956
[2] Lihat “Tadzkirah” halaman 40, cetakan 1956
[3] Lihat “Tadzkirah” halaman 72, cetakan 1956
[4] Terjemahannya:
“Hai Isa, sesungguhnya aku akan  mewafatkan engkau dan akan meninggikan engkau di sisi-Ku dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang ingkar hingga Hari Kiamat” (Tadzkirah, cetakan 1956, halaman 282-283). Pent.
[5])  “Tadzkirah” cetakan 1956, halaman 73. Pent.
[6]) Karena ilham ini maka  saya jadi teringat bahwa di kota Batala ada seorang Sayyid bernama Fadhal Shah atau Mehr Shah yang sangat mencintai ayahku dan mempunyai hubungan  erat dengan beliau. Kepada seseorang menyampaikan berita kepadanya mengenai pengakuanku sebagai Masih Mau’ud ia menangis sedu-sedan seraya berkata, “Ayahnya orang baik sekali. Ayahnya berbudi-bahasa baik, dan  jauhlah ia dari kepalsuan, seorang Muslim jujur dan berhati bersih. Orang ini mengambil sifat dari siapa?” Begitu pula banyak lagi orang yang mengatakan bahwa, “Engkau memberi noda pada nama baik keluarga engkau dengan pengakuan semacam itu”. (Pen).
[7]  Pada Hadhrat Isa a.s. walau terdapat banyak firqah di kalangan  bangsa Yahudi, akan tetapi yang dianggap berjalan di atas kebenaran adalah  dua aliran, yang pertama ialah yang mengikuti hukum Taurat, dari Kitab itulah mereka menarik kesimpulan untuk memecahkan masalah-masalah secara ijtihad; yang kedua ialah aliran Ahli Hadits yang beranggapan bahwa dalam mengambil keputusan-keputusan kedudukan Hadits lebih tinggi daripada Taurat.
     Kaum Ahli Hadits ini sangat banyak terdapat dan tersebar di negeri-negeri Israil, mereka bertingkah lagi berlandaskan pada Hadits-hadits yang kebanyakannya adalah menentang dan melawan Taurat. Dalil mereka itu adalah demikian inilah bahwa beberapa masalah syariat seperti masalah-masalah peribadahan, mu’amallah (transaksi, bertingkah laku) dan hukum-peraturan resmi tidak terdapat dalam Taurat dan untuk itu di dapat keterangan dari  hadits, nama kitab Hadits itu ialah Talmud, yang di dalamnya terdapat  sabda-sabda setiap nabi menurut zamannya.
       Hadits-hadits tersebut sampai waktu yang lama tetap merupakan tuturan, dan setelah lama kemudian baru direkaam secara tertulis. Oleh karena itu di dalamnya terdapat pula beberapa bagian pengandaian (perkiraan), dan oleh karena itu pada saat itu kaum Yahudi terpecah menjadi 72 aliran, yang masing-masing mempunyai Haditsnya yang terpisah, sementara para ahli Hadits tersebut tidak lagi menaruh perhatian pada Taurat. kebanyakannya mereka beramal menurut Hadits, sedangkan Taurat seakan-akan tidak terpakai dan diabaikan.
       Apabila kebetulan bersesuaian dengan Hadits, mereka terima; dan jika tidak maka mereka menolaknya. Pendeknya,  di zaman seperti itulah lahir Hadhrat Isa a.s. dan beliau berhadapan pada khususnya dengan kaum Ahli Hadits yang lebih menghormati Hadits-hadits daripada Taurat. Dan di dalam tulisan-tulisan para nabi telah lebih dahulu diberitahukan bahwa ketika orang-orang Yahudi akan terpecah jadi beberapa golongan dan meninggalkan Kitab Ilahi, mereka sebaliknya akan beramal menurut Hadits-hadits, maka disaat itulah akan diutus kepada seorang seorang Hakim Adil yang disebut Al-Masih dan mereka tidak akan menerimanya. Pada akhirnya mereka akan ditimpa azab keras, dan azab itu berupa  tha’un (pes). Na’ūdzubillāh (Pen.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar