بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 59
“Rasa Sakit Kelahiran Ruhani” yang Dialami
oleh Al-Masih Mau’ud a.s.
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan firman Allah Swt. mengenai ketidaktahuan Nabi Besar Muhammad saw.
mengenai Kitab mau pun iman sebelum Allah Swt. Sendiri dengan
kehendak-Nya memberi beliau saw. petunjuk
melalui wahyu Ilahi.
Demikian
pula halnya dengan Mirza Ghulam Ahmad a.s. beliau pun sebelum diperintahkan
Allah Swt. mengumumkan bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat dan yang dimaksud dengan Al-Masih Mau’ud adalah beliau sendiri,
memiliki pemahaman seperti umumnya
umat Islam lainnya bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sampai saat itu masih hidup, sebagaimana yang tercantum
dalam buku beliau yang sangat terkenal Barahin-e-Ahmadiyya (bukti-bukti
jelas kesempurnaan agama Islam), firman-Nya:
وَ مَا کَانَ
لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ
اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا
فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ رُوۡحًا
مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ صِرَاطِ اللّٰہِ الَّذِیۡ
لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ اِلَی اللّٰہِ
تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan
sekali-kali tidak mungkin bagi manusia
bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang
tabir atau dengan mengirimkan
seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguh-nya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau ruh (firman) ini dengan
perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak
mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula
apa iman itu, tetapi Kami
telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi pe-tunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke
jalan lurus, jalan Allah Yang
milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.
(Al-Syurā [42]:52-54).
Ayat
ini menyebut tiga cara Allwh Swt. berbicara
(berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan
menampakkan Wujud-Nya kepada mereka: (a) Dia berfirman secara langsung
kepada mereka tanpa perantara. (b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat
ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata
dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang
yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata "dari belakang
tabir," (c) Allah menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat
yang menyampaikan Amanat Ilahi.
Al-Quran disebut di sini ruh (nafas
hidup — Lexicon Lane), sebab
dengan perantaraannya, bangsa yang keadaan akhlak
dan keruhaniannya telah mati mendapat kehidupan baru. Islam adalah kehidupan, nur, dan jalan yang
membawa manusia kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya.
Pujian Maulvi Muhammad Hussein Batalwi &
Nubuatan Dalam Surah Al-Fatihah
Tanggapan hampir semua tokoh Muslim di
Hindustan terhadap pembelaan yang dilakukan Mirza
Ghulam Ahmad melalui tulisan-tulisannya – terutama buku Barahin-i-Ahmadiyya—sangat
positif, bahkan Maulvi Muhammad Hussein Batalwi, yang setelah pandakwaan sebagai Al-Masih Mau’ud kemudian ulama kelompok Ahli Hadits (Wahabi) tersebut
menjadi sangat memusuhi Pendiri Jemaat Ahmadiyah, ia secara khusus menulis
artikel dalam suratkabar miliknya, ‘Isya’atus-Sunnah, sangat memuji-muji karya-karya tulis Mirza
Ghulam Ahmad a.s., khususnya Barahin-i-Ahmadiyya”. Berikut adalah
komentarnya:
“Menurut pendapat saya -- pada zaman sekarang dan sesuai kondisi yang
berlaku – buku [Barahin-e-Ahmadiyya] ini adalah sedemikian rupa, yang sampai saat
ini di dalam Islam tidak ada bandingannya yang telah ditulis, dan tidak pula
ada kabar di masa mendatang…… Penulisnya pun – dalam hal memberikan bantuan
kepada Islam dari segi harta, jiwa, tulisan mau pun lisan – sangat teguh dan
kukuh pada langkah-langkahnya, sehingga sangat sedikit ditemukan contoh seperti
beliau, walau dari kalangan umat Islam terdahulu sekali pun….” (Risalah ‘Isya’atus-Sunnah
jld. 7, no, 6-11; Swanah Fazl Umar, jld. I, hlm. 20).
Sehubungan firman
Allah Swt. mengenai “rasa sakit” melahirkan yang dialami Maryam binti ‘Imran,
firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ
اِلٰی جِذۡعِ النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ
قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا
مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan
memaksanya pergi ke
sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam
[19]:24).
Berdasarkan pengalaman pribadinya, Pendiri Jemaat
Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s., berkomentar dalam buku Kisyti Nuh (Bahtera Nuh)
mengenai Surah Al-Fatihah:
“Surah Al-Fatihah bukanlah hanya ajaran belaka, melainkan di
dalamnya terkandung suatu nubuwatan agung pula. Nubuatan itu adalah
demikian: Setelah menyebutkan keempat Sifat-Nya yaitu Rabbubiyyat (Maha Pencipta dan Pemelihara), Rahmāniyyat (Maha Pemurah),
Rahīmiyyat (Maha Penyayang), Māliki yaumiddīn
yakni Yang Memiliki kewenangan untuk mengganjar dan menghukum.
Setelah Dia menyatakan kudrat-Nya yang umum, Dia kemudian mengajarkan di dalam ayat-ayat selanjutnya doa sebagai berikut: “Ya Tuhan, berkenanlah Engkau menetapkan kami sebagai ahliwaris orang-orang shalih, para nabi, dan para rasul terdahulu. Semoga jalan mereka dibukakan bagi kami. Semoga nikmat yang dilimpahkan kepada mereka dianugerahkan kepada kami. Wahai Tuhan, selamatkanlah kami dari keadaan dimana kami termasuk kaum yang kepada mereka azab Engkau menimpa di dunia ini juga, yakni orang-orang Yahudi yang telah Engkau binasakan di zaman Hadhrat Al-Masih dengan wabah pes. Wahai Tuhan, selamatkanlah kami dari keadaan di mana kami termasuk mereka yang tidak mendapat petunjuk dari Engkau dan mereka menjadi sesat, yakni orang-orang Kristen.”
Setelah Dia menyatakan kudrat-Nya yang umum, Dia kemudian mengajarkan di dalam ayat-ayat selanjutnya doa sebagai berikut: “Ya Tuhan, berkenanlah Engkau menetapkan kami sebagai ahliwaris orang-orang shalih, para nabi, dan para rasul terdahulu. Semoga jalan mereka dibukakan bagi kami. Semoga nikmat yang dilimpahkan kepada mereka dianugerahkan kepada kami. Wahai Tuhan, selamatkanlah kami dari keadaan dimana kami termasuk kaum yang kepada mereka azab Engkau menimpa di dunia ini juga, yakni orang-orang Yahudi yang telah Engkau binasakan di zaman Hadhrat Al-Masih dengan wabah pes. Wahai Tuhan, selamatkanlah kami dari keadaan di mana kami termasuk mereka yang tidak mendapat petunjuk dari Engkau dan mereka menjadi sesat, yakni orang-orang Kristen.”
“Pewaris Kebaikan” dan “Pewaris Keburukan”
Selanjutnya beliau
menjelaskan: “Di dalam doa-doa itu
tersembunyi nubuwatan berikut ini, bahwa sebagian di antara orang-orang Islam disebabkan oleh kelurusan
dan kesetiaan mereka akan menjadi ahliwaris nabi-nabi terdahulu
serta akan memperoleh nikmat-nikmat kenabian dan kerasulan. Lagi
pula terdapat lagi sebagian yang akan mempunyai sifat-sifat orang Yahudi,
yang kepada mereka azab akan
diturunkan di dunia ini juga. Dan
terdapat sebagian lagi yang akan mengenakan jubah Kristen. Sebab
adalah sudah menjadi kebiasaan yang sudah lazim di dalam lingkup Kalam Ilahi,
bahwa manakala suatu kaum dilarang melakukan suatu pekerjaan, pasti di
antara kamu itu terdapat sebagian yang
menurut ilmu Ilahi akan melakukan pekerjaan itu, dan sebagian
lagi ada yang menempuh jalan kebajikan dan ketaatan.
Di dalam sekian banyak Kitab-kitab yang
telah Allah Ta’ala turunkan sejak permulaan hingga akhir dunia terdapat sunnah-Nya sejak dahulu, yaitu apabila
Dia melarang suatu kaum dari melakukan suatu pekerjaan, atau menyerukan
untuk melakukan suatu pekerjaan, maka menurut ilmu-Nya sudahlah pasti bahwa ada
sebagian yang akan melakukan pekerjaan itu,
dan sebagian lagi tidak.
Jadi, surah Al-Fatihah menubuatkan bahwa di antara umat ini (umat
Islam) seseorang akan muncul dengan
memiliki corak seperti para nabi
dalam keadaannya yang sempurna, dengan demikian nubuatan yang tersimpul
di dalam ayat “shirāthal ladzīna an’amta
‘alayhim” (jalan orang-orang yang
kepada mereka Engkau telah memberikan nikmat) menjadi kenyataan, dan
belum yang sesempurna-sempurnanya dan sebaik-baiknya.
Demikian juga di
antara mereka terdapat segolongan
yang akan muncul seperti corak orang Yahudi yang dilaknat oleh
Hadhrat Isa a.s. dan ditimpa azab Ilahi, dengan demikian nubuatan
yang tersimpul di dalam ayat “ghayril
maghdhūbi ‘alayhim” (bukan mereka yang Engkau murkai) menjadi terbukti. Dan segolongan lagi di antara
mereka akan mengambil corak seperti orang-orang Kristen, bahkan
benar-benar menjadi orang-orang Kristen,
yang dari kebiasaan mereka minum minuman keras, hidup bebas, fasiq (durhaka),
dan jahat, mereka tidak memperoleh
petunjuk Tuhan, dengan demikian nubuwatan
yang ternyata dari ayat “wa lādh- dhāllīn”
(dan bukan yang sesat) akan menjadi
kenyataan.
Muslim yang Seperti
Yahudi dan Nasrani
Oleh karena hal-hal itu termasuk dalam akidah-akidah orang-orang Islam, yaitu di Akhir Zaman nanti ribuan orang Islam akan mempunyai sifat-sifat umat
Yahudi, dan nubuatan itu terdapat juga pada beberapa tempat di dalam Quran
Syarif. Adanya beratus-ratus orang Islam menjadi Kristen atau menempuh jalan hidup tanpa kendali dan bebas
seperti peri keadaan orang-orang Kristen,
sedang disaksikan dan dihayati. Bahkan banyak orang menyebut dirinya orang-orang
Islam yang demikian keadaannya, sehingga mereka senang menganut corak
pergaulan hidup orang-orang Kristen.
Kendatipun mereka
disebut orang-orang Islam, mereka memandang dengan pandangan benci sekali terhadap perintah shalat
dan puasa, begitu pula terhadap hukum halal dan haram.
Sedangkan kedua-dua golongan yang mempunyai sifat-sifat Yahudi dan Kristen
itu nampak tersebar di negeri ini. Kamu sekalian telah menyaksikan menjadi
sempurnanya kedua nubuwatan dalam Surah Al-Fatihah, dan telah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa banyaknya orang-orang Islam telah mempunyai sifat seperti orang-orang
Yahudi, dan betapa banyaknya mereka yang menyerupai orang-orang Kristen.
Oleh karena itu dengan
sendirinya nubuatan ketiga pun patutlah diterima, bahwa seperti halnya
dengan jadinya orang-orang Islam menyerupai
Yahudi dan Kristen, mereka pun
mendapati sifat-sifat buruk mereka, demikian pula layaklah kalau sebagian mereka menerima martabat dan kedudukan
yang telah dicapai orang-orang suci dari golongan Bani Israil terdahulu.
Tidak lain hanyalah
dari sikap purbasangka terhadap Tuhan saja, jika beranggapan bahwa Dia
menetapkan bagi orang-orang Islam untuk mengambil sifat-sifat buruk
orang-orang Yahudi – bahkan Dia pun
telah menamai juga mereka itu Yahudi – tetapi Dia tidak memberikan
sedikit pun kepada umat ini martabat
yang pernah diberikan kepada para rasul dan nabi mereka. Lalu
atas dasar apakah umat ini menjadi khayrul
umam (umat terbaik), bahkan kebalikkannya menjadi syarrul umam (umat terburuk), sebab segala macam keburukan
terdapat pada diri mereka, tetapi kebalikannya tidak terdapat satu macam kebajikan
pun. Tidakkah seyogianya di dalam umat ini
muncul seseorang yang menyerupai para nabi dan rasul, yang
menjadi pewaris dan bayangan para nabi Bani Israil semuanya?
Adalah tidak serasi
dengan rahmat Allah Ta’ala, apabila Dia menciptakan beribu-ribu orang yang bersifat
seperti Yahudi di dalam umat ini dan di dalam zaman ini, dan beribu-ribu
orang masuk agama Kristen, namun tak
seorang pun dibangkitkan ia yang mewarisi para nabi terdahulu dan yang menerima rahmat yang diperoleh
mereka, dengan demikian nubuwatan yang tersimpul dalam ayat:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ
ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
(Tunjukilah Kami jalan yang lurus, yaitu
jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka) menjadi
sempurna, seperti halnya telah menjadi sempurna nubuwatan mengenai
jadinya mereka seperti orang-orang Yahudi dan Kristen, dan dalam
keadaan itu umat ini telah dijuluki dengan beribu macam nama buruk. Dari
Quran Syarif dan Hadits terbukti bahwa sudah merupakan suratan takdir
merekalah untuk menjadi orang-orang Yahudi.
Jadi, dalam kenyataan
demikian itu hendaknya karunia Ilahi sendiri menetapkan pula, bahwa
seperti halnya mereka mengambil ciri-cici buruk orang-orang Kristen
terdahulu, demikian pula mereka pun hendaknya mewarisi sifat-sifat
baik mereka. Dari sebab itu Allah
Ta’ala menyatakan dalam Surah Al Fatihah pada ayat:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ
(Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus) telah memberi kabar
suka, bahwa beberapa pribadi dalam umat ini akan memperoleh juga nikmat
yang didapati para nabi terdahulu. Tidak hanya menjadi orang-orang Yahudi
atau Kristen dan mengambil sifat-sifat buruk mereka saja, bahkan
tidak dapat mengambil sifat-sifat
baik mereka.
Hakikat Kelahiran Ruhani Isa Ibnu Maryam
dari Martabat Keruhanian Maryam
Kepada hal itulah
baris-baris di dalam surah At Tahrim mengisyaratkan juga, bahwa
mengenai beberapa orang dari umat ini akan mempunyai persamaan dengan Maryam
Shiddiqah yang menjalani hidup suci, lalu ruh Isa ditiupkan
ke dalam kandungannya dan lahirlah Isa darinya.
Di dalam ayat ini
diisyaratkan kepada kenyataan bahwa akan ada seorang dari umat ini (umat Islam)
yang mula-mula akan memperoleh martabat Maryam
kemudian akan ditiupkan ruh Isa
ke dalam dirinya, lalu dari Siti Maryam akan lahir Isa. Yakni dari sifat-sifat
Maryam beralih kepada sifat-sifat Isa. Seakan-akan keadaan sifat
Maryam melahirkan bayi yang bersifat Isa, dan dengan
demikian ia akan disebut Ibnu
(anak) Maryam.
Sebagaimana di dalam
Kitab Barāhīn Ahmadiyya, mula-mula aku dinamai Maryam, kepada hal itu diisyaratkan ilham yang
tercantum dalam halaman 241 yang berbunyi: annaa laka haadza – “Hai
Maryam, dari manakah engkau memperoleh nikmat ini?[1]”
Dan kepada hal itulah pula diisyaratkan dalam halaman 266, yakni di dalam ilham
itu yang berbunyi:
وَ ہُزِّیۡۤ اِلَیۡکِ بِجِذۡعِ النَّخۡلَۃِ
“Hai Maryam, goyangkanlah dahan
pohon kurma.”[2]
Kemudian sesudah itu
pada halaman 496 dalam kitab “Barāhīn-i-Ahmadiyya” tercantum
ilham: Yā maryamu- skun anta wa zawjukal- jannata nafakhtu fīka min-
ladunnīrūhal- shidqi Yakni, “Hai
Maryam, masuklah bersama teman-teman engkau ke dalam surga. Aku telah meniupkan
dari sisi-Ku ruh kesucian ke dalam diri engkau.”[3]
Allah Ta’ala telah
menamai diriku di dalam firman itu ruuhush- shidqi (ruh suci), yang demikian itu bersesuaian dengan
ayat: fanāfakhnā fīhi rūhinā - “Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami” (Qs.66:13). Jadi, pada tempat
itu seakan-akan secara kiasan di dalam kandungan Maryam telah masuk ruh Isa, yang
namanya ruh suci (rūhal- shidqi).
Kemudian terakhir sekali di dalam “Barāhīn
Ahmadiyya” pada halaman 556 diterangkan tentang Isa yang ada di
dalam kandungan Maryam binti ‘Imran,
dengan ilham berikut:[4]
یٰعِیۡسٰۤی اِنِّیۡ مُتَوَفِّیۡکَ وَ رَافِعُکَ اِلَیَّ وَ
مُطَہِّرُکَ مِنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا وَ
جَاعِلُ الَّذِیۡنَ اتَّبَعُوۡکَ فَوۡقَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِلٰی یَوۡمِ
الۡقِیٰمَۃِ ۚ
Pada tempat itu aku
dipanggil dengan nama Isa, dan ilham ini menyingkapkan bahwa Isa telah
lahir yang peniupan ruhnya telah dijelaskan pada halaman 496 (Kitab “Barāhīn
Ahmadiyya”). Mengingat hal itu aku disebut Isa ibnu (anak) Maryam,
sebab kedudukanku sebagai Isa melalui kedudukan Maryam adalah
tercipta disebabkan tiupan Tuhan. Lihat “Barāhīn Ahmadiyya”
halaman 496 dan halaman 556. Dan peristiwa itu di dalam Surah At-Tahrim
dalam bentuk nubuwatan diterangkan dengan jelas sekali, bahwa Isa Ibnu Maryam akan lahir
dengan cara demikian, yakni mula-mula seseorang dari umat ini akan dijadikan Maryam,
kemudian sesudah itu ke dalam diri Maryam
tersebut akan ditiupkan ruh Isa.
Jadi, selama satu masa tertentu ia mendapat
asuhan dalam kandungan sifat Maryam, ia akan lahir dengan memiliki keruhanian
Isa dan dengan demikian ia akan
dipanggil Isa Ibnu Maryam. Inilah kabar mengenai Isa Ibnu Maryam
Muhammadi yang diterangkan dalam Quran Syarif, yakni dalam Surah At Tahrim 1300 tahun yang lalu.
Kemudian di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” Allah Ta’ala sendiri
telah menerangkan tafsir ayat-ayat Surah At-Tahrim
tersebut.
Quran Suci ada,
periksalah Quran Suci pada satu pihak dan kitab “Barāhīn Ahmadiyya”
pada pihak lain, kemudian renungkanlah dengan adil, dengan rasional, dengan
ketakwaan, bahwa nubuwatan yang terkandung di dalam Surah At Tahrim
berbunyi: Di dalam umat ini pun akan ada
seseorang yang disebut Maryam,
dan kemudian dari keadaan Maryam ia akan dijadikan Isa.
Jadi, seakan-akan dari ini ia akan lahir.
Bukan
Tulisan yang Dirakayasa
Betapa jelas
digenapinya nubuwatan tersebut dengan ilham-ilham dalam
kitab “Barāhīn Ahmadiyya”. Apakah ini ada dalam kekuasaan manusia?
Apakah ini kewenanganku? Apakah aku hadir pada saat ketika Quran Syarif turun
dan aku mohon agar suatu ayat
diturunklan supaya menjadikanku
dipanggil Ibnu Maryam? Apakah mungkin ada rencana dari pihakku
sendiri semenjak 20 atau 22 tahun
terdahulu atau lebih lama dari itu, bahwa aku membuat-buat ilham, lalu
pertama-tama menyebut diriku sebagai Maryam,
dan lebih lanjut dengan cara dusta membuat ilham bahwa ke dalam
diriku pun ditiupkan ruh Isa seperti halnya Siti Maryam dahulu?
Kemudian akhirnya pada halaman 556 dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”
tercantum bahwa sekarang aku telah menjadi Isa melalui Maryam.
Wahai para muliawan, renungkanlah dan
takutlah kepada Tuhan! Ini sekali-kali bukanlah perbuatan manusia. Ini adalah
satu rahasia yang sangat halus lagi mendalam sekali, dan di luar jangkauan akal
serta dugaan manusia. Sekiranya ketika aku
tengah menulis “Barāhīn Ahmadiyya” – yang waktunya telah
lewat cukup lama – timbul dalam otakku rencana serupa itu, maka mengapa aku
menulis di dalam kitab “Barāhīn
Ahmadiyya” tersebut bahwa Isa
Ibnu Maryam akan turun kedua kalinya dari langit?
Oleh
karena Allah Ta’ala mengetahui -- bahwa
dengan sarana pengetahuan mengenai itu dalil-dalil tersebut akan terbukti lemah
– karena itu kendatipun Dia memanggilku Maryam
pada kitab “Barāhīn Ahmadiyya” jilid ketiga, kemudian
sebagaimana dijelaskan di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” tersebut aku mendapat asuhan selama 2 tahun lamanya dengan sifat
Maryam dan secara diam-diam
dikembangkan.
Kemudian setelah 2 tahun lewat, sebagaimana
tercantum pada halaman 496 dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”, ke
dalam diriku ditiupkan ruh Isa dan secara kiasan aku
dibuat hamil seperti halnya Maryam. Pada akhirnya sesudah
beberapa bulan lamanya – yang jangka waktunya tidak lebih dari 10 bulan –
dengan perantaraan ilham yang tercantum paling akhir dalam kitab “Barāhīn
Ahmadiyya” halaman 556 aku
dijadikan Isa dari keadaan Maryam.
Pendeknya, dengan cara demikianlah saya
disebut Ibnu Maryam, dan
Allah Ta’ala pada waktu
penyusunan kitab “Barāhīn Ahmadiyya” tidak memberitahukan
kepadaku rahasia yang tersembunyi ini. Padahal semua wahyu Tuhan
yang terkandung dalam rahasia itu pun
telah diturunkan kepadaku dan telah dicantumkan
dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”. Akan tetapi kepadaku
tidak diberitahukan tentang arti dan jalannya (prosesnya). Oleh karena itulah
aku telah menulis di dalam “Barāhīn Ahmadiyya” kepercayaan
yang umum di kalangan umat Islam, sehingga hal itu memberikan kesaksian
mengenai kesahajaan (keluguan) dan kewajaran saya.
Penulisan tersebut – yang adalah tidak berdasarkan ilham –
adalah hanya semata-mata suatu kebiasaan belaka dan bukanlah keterangan yang
dapat dijadikan pegangan bagi kaum penentang. Sebab aku tidak mengaku
tahu hal gaib atas
kehendak sendiri sebelum Allah Ta’ala Sendiri menerangkan-Nya
kepadaku. Jadi, hingga saat itu
kebijaksanaan Allah menghendaki agar aku tidak memahami sebagian rahasia
ilham yang tercantum di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya”.
Akan tetapi apabila saatnya
tiba maka rahasia-rahasia tersebut
dibukakan kepadaku. Barulah aku mengetahui bahwa pengakuanku sebagai Masih Mau’ud bukanlah suatu hal baru. Pengakuan itu
jugalah yang di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” telah
berulang-ulang dituliskan dengan jelas.
Hakikat “Rasa Sakit Melahirkan”
Di sini pun aku hendak
menyebutkan pula sebuah ilham lain, dan aku tidak ingat apakah ilham itu pernah aku siarkan dalam salah sebuah
risalah atau selebaranku atau tidak. Akan
tetapi hendaklah diketahui bahwa aku telah memperdengarkan kepada
beratus-ratus orang dan itu terdapat dalam buku catatan ilham-ilhamku,
dan ilham-ilham tersebut di masa ketika Allah Ta’ala mula-mula memanggilku
dengan sebutan Maryam, dan kemudian Dia mengilhamkan tentang peniupan
ruh. Lalu sesudah itu diturunkan ilham berikut ini[5]:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ اِلٰی جِذۡعِ النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ
قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا
مَّنۡسِیًّا
(Maka datang kepadanya rasa sakit melahirkan
[dan memaksanya pergi] ke sebatang pohon kurma, ia berkata, “Alangkah baiknya
jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi
sesuatu yang dilupakan sama sekali).
Yakni, kemudian Maryam
– yang dimaksudkan adalah hamba ini –
karena penderitaan nyeri waktu
melahirkan dibawa ke sebatang pohon kurma, yaitu terpaksa harus berhadapan dengan khalayak ramai serta orang-orang jahil dan alim-ulama
dungu yang tidak memiliki buah keimanan. Mereka mengkafirkan
dan menghina serta mencaci-maki dan membangkitkan taufan
huru-hara. Lalu Maryam berkata: “Alangkah baiknya jika aku mati saja sebelum ini dan tiada jejak serta bekas diriku
tertinggal!”.
Hal demikian
mengisyaratkan kepada huru-hara yang mula-mula ditimbulkan oleh para mullah (kyai) dengan serentak, dan tidak
dapat menahan diri mendengar pengakuanku
ini dan mereka berupaya menghancurkanku dengan segala daya dan upaya. Kemudian
pada saat setelah melihat keributan yang ditimbulkan orang-orang dungu,
timbullah perasaan sedih dan lara di dalam hatiku. Keadaan itulah yang digambarkan oleh Allah Ta’ala di situ.
Dan mengenai itu ada pula ilham yang lainnya lagi, seperti:
لَقَدۡ جِئۡتِ شَیۡئًا
فَرِیًّا یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا
کَانَ اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا کَانَتۡ اُمُّکِ بَغِیًّا
Dan kemudian disamping ilham tersebut ada
lagi terdapat pada halaman 521 di dalam kitab “Barāhīn Ahmadiyya” yang berbunyi: “alaysallāhu
bikāfin ‘abdahu, wa linaj’alahu āyatan
lin-nāsi wa rahmatan minnā, wa kāna amran maqdhīyan; qawlul- haqqil- ladziy fīhi tamtarūna. Lihat
“Barāhīn Ahmadiyya”,
halaman 516 baris 12 dan 13.
Terjemahannya: “Dan
orang-orang berkata, “Hai Maryam, engkau telah
melakukan perbuatan yang amat tidak senonoh dan terkutuk lagi jauh dari
kelurusan. Bapak [6]
dan ibu engkau tidak demikian keadaannya”. Akan tetapi Tuhan akan membersihkan
hamba-Nya dari tuduhan mereka dan Kami jadikan dia satu Tanda bagi
orang-orang. Hal itu telah ditakdirkan sejak semula, dan memang demikianlah
akan terjadi. Inilah Isa ibnu Maryam yang diragukan orang-orang, inilah
perkataan yang benar.
Semua itu adalah
kalimat-kalimat yang tercantum di dalam
kitab “Barāhīn Ahmadiyya”, dan ilham itu sebenarnya ayat-ayat
Quran Syarif yang bersangkutan dengan Hadhrat Isa a.s. dan ibunda beliau. Di
dalam ayat-ayat itu disebutkan tentang Isa yang oleh orang-orang dinyatakan
sebagai seorang insan yang lahir secara tidak sah. Mengenai dia Allah
Ta’ala berfirman bahwa Dia akan menjadikannya sebagai tanda. Isa
itulah yang ditunggu-tunggu, dan di
dalam kalimat-kalimat ilham yang dimaksudkan dengan Isa dan Maryam
itu adalah diriku ini.
Mengenai diriku
dikatakan bahwa Dia akan menjadikan sebagai Tanda. Selain itu dikatakan
bahwa akulah Isa Ibnu Maryam
yang akan datang itu, tetapi orang-orang meragukannya. Ini adalah
kebenaran dan inilah orangnya yang akan datang itu. Dan keraguan
tersebut timbul hanya karena kekurang-fahaman belaka. Barangsiapa tidak
mengerti rahasia-rahasaia Ilahi ia tidak akan dapat melihat kepada
realitas (hakikat).
Kiasan “Kelahiran Ruhani” &
Fatwa Kafir
Hendaknya ini pun diperhatikan bahwa di antara tujuan-tujuan
agung Surah Al-Fatihah adalah doa:
اِہۡدِ نَا الصِّرَاطَ
الۡمُسۡتَقِیۡمَ
ۙ﴿﴾ صِرَاطَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَیۡہِمۡ ۙ۬
Seperti halnya di dalam doa Injil
dimohonkan makanan (roti) sehari-hari maka di dalam doa ini segala nikmat
dari Tuhan yang pernah diberikan kepada
para rasul dan para nabi terdahulu dimohonkan. Perbandingan itu patut
ditilik pula. Seperti halnya berkat kemakbulan doa Hadhrat Al-Masih,
orang-orang Kristen telah memperoleh banyak bahan keperluan pangan (māidah),
demikian pula berkat kemakbulan doa Quran Syarif melalui Rasulullah
saw., orang-orang shalih dan suci di kalangan umat Islam -- pada khususnya orang-orang sempurna dari antara
mereka -- ditetapkan sebagai ahli-waris para nabi Bani Israil.
Pada hakikatnya kebangkitan Masih Mau’ud
dari antara umat ini pun merupakan buah kemakbulan doa itu pula. Sebab
walaupun banyak orang shalih dan suci telah menyerupai para nabi Bani Israil secara
tersembunyi, akan tetapi Masih Mau’ud umat ini dengan perintah dan
seizin Tuhan dibangkitkan untuk menandingi Masih Israili, supaya ada persamaan
antara umat Muhammad dan umat Musa. Atas tujuan itulah maka Masih
ini dalam tiap seginya diberi persamaan dengan Ibnu Maryam,
sehingga kepada Ibnu Maryam ini
pun datang percobaan seperti halnya kepada
Ibnu Maryam Israili.
Sebagaimana Isa Ibnu
Maryam dilahirkan hanya semata-mata karena tiupan Tuhan, demikian
pula Al-Masih ini pun – sesuai dengan janji dalam Surah At-Tahrim
– dilahirkan dari kandungan Siti Maryam, hanya semata-mata karena tiupan
Tuhan. Dan sebagaimana dengan lahirnya Isa Ibnu Maryam, bangkit
kegemparan dan golongan penentang yang membuta-tuli mengatakan kepada
Maryam: Laqad ji-ti syay-a fariyya
--[“Sungguh engkau benar-benar telah melakukan sesuatu yang amat
tidak senonoh”], demikian pula di sini pun dikatakan dan digaduhkan. Dan
seperti halnya Allah Ta’ala memberi jawaban kepada para penentang pada waktu bersalinnya Maryam
Israili berkenaan dengan Isa:
وَ لِنَجۡعَلَہٗۤ
اٰیَۃً لِّلنَّاسِ وَ رَحۡمَۃً مِّنَّا ۚ وَ کَانَ اَمۡرًا مَّقۡضِیًّا
“Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu Tanda bagi manusia
sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang telah
diputuskan” – QS. Maryam
[19]:22).
Jawaban itulah yang
diberikan Allah Ta’ala mengenai diriku kepada para penentang, di dalam “Barāhīn
Ahmadiyya” pada waktu kelahiran-ruhaniku secara kiasan, dan Dia
mengatakan, “Kamu sekalian tidak akan dapat
menghancurkan dia dengan tipu-muslihat kamu sekalian. Aku akan
menjadikan Dia Tanda rahmat bagi orang-orang dan hal demikian itu telah
ditakdirkan semenjak semula.
Kemudian, seperti halnya
alim-ulama Yahudi menjatuhkan fatwa kafir terhadap Hadhrat Isa a.s., dan seorang cendekiawan Yahudi yang
nakal merumuskan fatwa, dan cendekiawan lainnya menjatuhkan fatwa
tersebut, sehingga beratus-ratus alim-ulama cendekiawan dari
Baitul-Muqaddas yang kebanyakan Ahli Hadits, mereka mencap kafir kepada
Hadhrat Isa a.s..[7]
Kejadian serupa itu pulalah yang berlaku atas diri saya. Dan kemudian seperti
halnya sesudah pencapan kafir terhadap Hadhrat Isa itu beliau amat
disusahkan. Beliau dicaci-maki sejadi-jadinya.
Mereka menulis kitab-kitab yang mengandung ejekan-ejekan dan lontaran
kata-kata buruk. Keadaan serupa itu pun terjadi sekarang. Seakan-akan sesudah
jangka waktu 1.800 tahun Isa itu juga
lahir lagi, dan orang-orang Yahudi
itu juga telah lahir lagi.
Batu Penjuru
Jadi, itulah arti
nubuwatan “ghayril maghdhūbi ‘alayhim yang Tuhan telah jelaskan sejak dahulu. Akan
tetapi orang-orang itu tidak bersabar
sebelum mereka menjadi orang-orang seperti
kaum Yahudi yang dilaknat Tuhan, “maghdhūbi
‘alayhim.” Sebuah dari batu-bata tamsilan
itu telah diletakkan oleh Tuhan Sendiri,
yakni aku telah diutus sebagai Masih Islam tepat pada permulaan
abad ke-14 seperti halnya Al-Masih ibnu Maryam diutus pada permulaan
abad ke-14, dan bagi diri saya Dia
tengah memperlihatkan Tanda-tanda-Nya yang hebat, dan di bawah bentangan
langit ini tidak ada kemampuan pada
pihak golongan lawan manapun – baik dari pihak orang-orang Islam ataupun
orang-orang Yahudi maupun orang-orang Kristen dan sebagainya -- untuk melawan Tanda-tanda itu. Betapa
manusia yang hina-dina dapat mengadu kekuatan dengan Tuhan. Ini merupakan landasan
(pondasi) pertama Tuhan.
Setiap orang yang ingin
memecahkan batu pondasi (batu
penjuru) yang berasal dari Allah itu tidak akan dapat memecahkannya. Akan
tetapi batu-bata ini jika menimpa
orang ia akan menghancur-leburkan dia. Sebab batu-bata ini kepunyaan Allah dan tangan itu
adalah Tangan Allah. Sedangkan batu-bata (batu pondasi) lain telah
dipersiapkan untuk menandingi batu-bata ini supaya mereka melakukan terhadap diriku
seperti telah dikerjakan orang-orang
Yahudi dahulu sampai demikian jauhnya, sehingga guna membinasakan
diriku mereka telah mengajukan tuduhan perkara pembunuhan, yang
mengenai itu Tuhan telah memberitahukan kepadaku lebih dahulu.
Perkara yang
dituduhkan terhadapku adalah lebih berat dari perkara yang dituduhkan kepada
Isa Ibnu Maryam, sebab dasar perkara Hadhrat Isa a.s. adalah hanya berkenaan
dengan pertentangan keagamaan, yang menurut hakim adalah suatu perkara
kecil, bahkan tidak berarti sama sekali. Akan tetapi perkara yang dituduhkan
kepadaku adalah tuduhan mengenai upaya pembunuhan.”
Demikianlah hakikat “sakitnya
melahirkan” -- baik melahirkan secara jasmani mau pun melahirkan
secara ruhani -- yang harus dialami oleh
hamba-hamba Allah yang mencapai tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran dan tingkatan ruhani Isa ibnu Maryam a.s.,
firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ اِلٰی جِذۡعِ النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ
قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا
مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan
memaksanya pergi ke
sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam
[19]:24).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 3 September 2012
Ki
Langlang Buana Kusuma
[1]
Lihat “Tadzkirah” halaman 46,
cetakan 1956
[2] Lihat “Tadzkirah” halaman 40,
cetakan 1956
[3] Lihat “Tadzkirah” halaman 72, cetakan 1956
[4] Terjemahannya:
“Hai Isa, sesungguhnya aku akan mewafatkan engkau dan akan meninggikan engkau
di sisi-Ku dan akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau di atas
orang-orang yang ingkar hingga Hari Kiamat” (Tadzkirah, cetakan 1956, halaman 282-283). Pent.
[5])
“Tadzkirah” cetakan 1956, halaman 73. Pent.
[6]) Karena ilham ini maka saya
jadi teringat bahwa di kota Batala ada seorang Sayyid bernama Fadhal Shah atau
Mehr Shah yang sangat mencintai ayahku dan mempunyai hubungan erat dengan beliau. Kepada seseorang
menyampaikan berita kepadanya mengenai pengakuanku sebagai Masih Mau’ud
ia menangis sedu-sedan seraya berkata, “Ayahnya orang baik sekali. Ayahnya
berbudi-bahasa baik, dan jauhlah ia dari
kepalsuan, seorang Muslim jujur dan berhati bersih. Orang ini mengambil sifat
dari siapa?” Begitu pula banyak lagi orang yang mengatakan bahwa, “Engkau
memberi noda pada nama baik keluarga engkau dengan pengakuan semacam itu”. (Pen).
[7] Pada Hadhrat Isa a.s. walau
terdapat banyak firqah di kalangan
bangsa Yahudi, akan tetapi yang dianggap berjalan di atas kebenaran
adalah dua aliran, yang pertama ialah
yang mengikuti hukum Taurat, dari Kitab itulah mereka menarik kesimpulan untuk
memecahkan masalah-masalah secara ijtihad; yang kedua ialah aliran Ahli Hadits
yang beranggapan bahwa dalam mengambil keputusan-keputusan kedudukan Hadits
lebih tinggi daripada Taurat.
Kaum
Ahli Hadits ini sangat banyak terdapat dan tersebar di negeri-negeri Israil, mereka
bertingkah lagi berlandaskan pada Hadits-hadits yang kebanyakannya adalah
menentang dan melawan Taurat. Dalil mereka itu adalah demikian inilah bahwa
beberapa masalah syariat seperti masalah-masalah peribadahan, mu’amallah
(transaksi, bertingkah laku) dan hukum-peraturan resmi tidak terdapat dalam
Taurat dan untuk itu di dapat keterangan dari
hadits, nama kitab Hadits itu ialah Talmud, yang di dalamnya
terdapat sabda-sabda setiap nabi menurut
zamannya.
Hadits-hadits tersebut sampai waktu yang lama tetap
merupakan tuturan, dan setelah lama kemudian baru direkaam secara tertulis.
Oleh karena itu di dalamnya terdapat pula beberapa bagian pengandaian
(perkiraan), dan oleh karena itu pada saat itu kaum Yahudi terpecah menjadi 72
aliran, yang masing-masing mempunyai Haditsnya yang terpisah, sementara para
ahli Hadits tersebut tidak lagi menaruh perhatian pada Taurat. kebanyakannya
mereka beramal menurut Hadits, sedangkan Taurat seakan-akan tidak
terpakai dan diabaikan.
Apabila
kebetulan bersesuaian dengan Hadits, mereka terima; dan jika tidak maka mereka
menolaknya. Pendeknya, di zaman seperti
itulah lahir Hadhrat Isa a.s. dan beliau berhadapan pada khususnya dengan kaum
Ahli Hadits yang lebih menghormati Hadits-hadits daripada Taurat. Dan di dalam
tulisan-tulisan para nabi telah lebih dahulu diberitahukan bahwa ketika
orang-orang Yahudi akan terpecah jadi beberapa golongan dan meninggalkan Kitab
Ilahi, mereka sebaliknya akan beramal menurut Hadits-hadits, maka disaat itulah
akan diutus kepada seorang seorang Hakim Adil yang disebut Al-Masih
dan mereka tidak akan menerimanya. Pada akhirnya mereka akan ditimpa azab
keras, dan azab itu berupa tha’un (pes).
Na’ūdzubillāh (Pen.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar