Minggu, 02 September 2012

Berbagai Tuduhan Buruk para Pemuka Agama Yahudi Terhadap Maryam binti 'Imran dan Isa Ibnu Maryam a.s.



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 58

Berbagai Tuduhan Buruk 
para Pemuka Agama Yahudi  Terhadap   
Maryam binti ‘Imran  dan  Isa Ibnu Maryam a.s.

 Oleh
                                                                                
Ki Langlang Buana Kusuma


Dalam bagian akhir Bab sebelumnya telah dikemukakan     sikap terpuji  Nabi Zakaria a.s. atas jawaban Maryam binti ‘Imran ketika ditanya tentang “rizqan” (rezeki) yang diperolehnya, padahal hampir seluruh waktunya Maryam binti ‘Imran berada di mihrabnya, di lingkungan rumah peribadatan,  firman-Nya:
 فَتَقَبَّلَہَا رَبُّہَا بِقَبُوۡلٍ حَسَنٍ وَّ اَنۡۢبَتَہَا نَبَاتًا حَسَنًا ۙ وَّ کَفَّلَہَا زَکَرِیَّا ۚؕ کُلَّمَا دَخَلَ عَلَیۡہَا زَکَرِیَّا الۡمِحۡرَابَ ۙ وَجَدَ عِنۡدَہَا رِزۡقًا ۚ قَالَ یٰمَرۡیَمُ اَنّٰی لَکِ ہٰذَا ؕ قَالَتۡ ہُوَ مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾
Maka Tuhan-nya telah menerimanya dengan penerimaan yang sangat baik, menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang sangat baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria datang menemuinya di mihrab didapatinya ada rezeki padanya. Ia berkata: “Hai Maryam,  dari manakah engkau mendapatkan rezeki ini?” Ia berkata: “Rezeki itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa hisab. (Ali ‘Imran  [3]:38).
         Jawaban yang  mengandung “nilai-nilai ruhani” yang  sangat tinggi tersebut benar-benar sangat mempengaruhi jiwa Nabi Zakaria a.s., salah  seorang nabi Allah yang dibangkitkan di kalangan Bani Israil sebelum Nabi Yahya a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yakni membangkitkan semangat berdoa yang selama itu beliau panjatkan kepada Allah Swt., firman-Nya:
ہُنَالِکَ دَعَا زَکَرِیَّا رَبَّہٗ ۚ قَالَ رَبِّ ہَبۡ لِیۡ مِنۡ لَّدُنۡکَ ذُرِّیَّۃً طَیِّبَۃً ۚ اِنَّکَ سَمِیۡعُ  الدُّعَآءِ ﴿﴾   فَنَادَتۡہُ  الۡمَلٰٓئِکَۃُ وَ ہُوَ قَآئِمٌ یُّصَلِّیۡ فِی الۡمِحۡرَابِ ۙ اَنَّ اللّٰہَ یُبَشِّرُکَ بِیَحۡیٰی مُصَدِّقًۢا بِکَلِمَۃٍ مِّنَ اللّٰہِ وَ سَیِّدًا وَّ حَصُوۡرًا وَّ نَبِیًّا مِّنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhan-nya, dia berkata: ”Ya Tuhan-ku, anugerahilah aku juga dari sisi Engkau keturunan yang suci, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”   Maka malaikat menyerunya ketika ia sedang berdiri shalat di mihrab: “Sesungguhnya  Allah memberi engkau kabar gembira  tentang Yahya, yang akan menggenapi  kalimat dari  Allah, dan ia seorang pemimpin, pengekang hawa nafsu, dan seorang nabi  dari antara orang-orang saleh.” (Ali ‘Imran [3]:39-40).

Sikap Tercela para Pemuka Agama Yahudi
Terhadap Maryam binti ‘Imran dan Putranya
  
  Berikut adalah firman Allah Swt. mengenai sikap tercela yang diperlikat oleh para pemuka agama Yahudi terhadap Maryam binti ‘Imran  dan putranya, Isa Ibnu Maryam a.s.:
فَاَتَتۡ بِہٖ  قَوۡمَہَا تَحۡمِلُہٗ ؕ قَالُوۡا  یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا ﴿﴾
Maka Maryam membawa dia kepada kaumnya dengan menunggangkannya. Mereka ber­kata: "Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji.  (Maryam [19]:28).
  Dari Injil Nampak  bahwa sesudah kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s.  di Bethlehem, Yusuf telah membawa   Maryam binti ‘Imran ke Mesir untuk memenuhi perintah Ilahi. Di sana mereka berdiam untuk beberapa tahun lamanya dan baru sesudah   Herodes mati, keluarga itu pulang kembali ke Nazaret dan bermukim di sana (Matius 2:13-23).
    Terdapat pula satu nubuatan dalam Bible  bahwa Yesus (Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) akan datang kepada kaumnya bersama ibunda beliau dengan menunggang seekor keledai (Matius 21:4-7). Yesus dan  Maryam binti ‘Imran sungguh­-sungguh menunggang keledai tatkala mereka memasuki Yerusalem. Ungkapan tahmiluhū  mungkin pula menunjuk kepada nubuatan Bible tersebut. Ayat ini menunjuk kepada masa sebelum Yesus   (Isa Ibnu Maryam ) mencapai tingkat kenabian seperti nampak dari Surah Maryam ayat-ayat 31-34.
    Fariy berarti pula orang yang mengada-adakan dusta (Lexicon Lane). Dengan mempergunakan kata fariy, para pemuka Yahudi menuduh secara halus  bahwa  Maryam binti ‘Imran  seorang perempuan  yang tidak baik dan Isa Al-Masih tukang mengada-adakan dusta dan seorang nabi palsu:
قَالُوۡا  یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ  شَیۡئًا فَرِیًّا
Mereka ber­kata: "Hai Maryam,  sungguh  engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji.  (Maryam [19]:28).

Makna “Saudara Perempuan Harun

Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai sikap-sikap buruk para pemuka agama Yahudi  tersebut:
یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ  اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا  کَانَتۡ  اُمُّکِ  بَغِیًّا ﴿ۖۚ﴾
"Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau sama sekali bukan  seorang buruk dan  ibu engkau   sekali-kali  bukan seorang pezina!" (Maryam [19]:29).
  Masalah  Maryam binti ‘Imran telah disebut  sebagai saudara perempuan Nabi Harun a.s.  dalam Al-Quran pernah diajukan ke hadapan Nabi Besar Muhammad saw. sendiri, dan beliau saw. bertanya kepada si penanya itu: “Apakah ia tidak mengetahui bahwa Bani Israil biasa menamakan anak-anak mereka menurut nama nabi-nabi dan wali-wali mereka?” (Bayan, jilid 6, halaman 16; Tafsir Ibnu Jarir, jilid 16. halaman 52).
  Maryam bintgi ‘Imran di sini disebut saudara perempuan Nabi Harun a.s.   dan bukan saudara perempuan Nabi Musa a.s., meskipun kedua-duanya bersaudara, sebab sementara Nabi Musa a.s. adalah pendiri syariat  Yahudi, sedangkan Nabi Harun a.s. adalah kepala (imam) golongan pendeta agama Yahudi (Encyclopaedia  Biblica & Encyclpopaedia Britaninnica,   pada kata "Āron"), dan   Maryam binti ‘Imran pun adalah dari kalangan pendeta juga, karena itulah Al-Quran menyebutnya ”saudara perempuan Harun”.
    Thabari telah menguraikan satu kejadian dalam kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.   yang memberi penjelasan mengenai hikmah arti kata-kata dalam bahasa Arab demikian seperti: ab, 'am, ukht, dan sebagainya. Ketika Shafiyah. istri Nabi Besar Muhammad saw., dan kebetulan seorang keturunan Yahudi, pada suatu ketika mengadu kepada Nabi Besar Muhammad saw.  bahwa beberapa istri beliau saw. lainnya dengan sikap benci telah menamakannya seorang perempuan Yahudi.
 Lalu Nabi Besar Muhammad saw.   mengatakan untuk mengembalikan ejekan itu dengan mengatakan bahwa Nabi Harun a.s.  adalah ayahnya,  Nabi Musa a.s.  adalah pamannya, dan Muhammad saw.     adalah suaminya. Nabi Besar Muhammad saw. tentu mengetahui bahwa Nabi Harun a.s.   bukanlah ayah Shafiyah, begitu pula Nabi Musa a.s. bukanlah pamannya.
Isyarat  tuduhan ini terdapat pula dalam Al-Quran dalam QS.33:70 mengenai sikap buruk para pemuka Bani Israil terhadap Nabi Musa a.s.,  sekali gus memperingatkan umat Islam Bani Isma'il (bangsa Arab) untuk tidak melakukan hal yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw. atau "Nabi yang seperti Musa" (Ulangan 18:18-19; QS.46:11),  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ  اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَجِیۡہًا  ﴿ؕ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti   orang-orang yang telah menyusahkan  Musa, tetapi Allah membersihkannya dari apa yang mereka katakan. Dan ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. (Al-Ahzab [33]:70).
        Ādzahu berarti, ia melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya, mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia.  Nabi Musa a.s.   telah dijadikan sasaran fitnahan-fitnahan berat, antara lain: (1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan dirinya. (2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun a.s.    (3) Beliau mengidap penyakit lepra dan rajasinga atau syphilis. (4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik. (5) Adik perempuan beliau sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).
      Pemuka-pemuka kaum Yahudi, dengan menyebut   Maryam binti ‘Imran "saudara perempuan Harun" mungkin bermaksud mengatakan bahwa sebagaimana Maryam, yaitu saudara perempuan Nabi Harun a.s., yang menuduh Nabi Musa a.s. menikahi seorang perempuan dengan cara tidak sah, telah melakukan dosa yang keji (isyarat kepada tuduhan itu terdapat dalam QS.33:70); demikian pula  Maryam binti ‘Imran seperti perempuan yang senama dengan beliau melakukan perbuatan keji dengan melahirkan seorang bayi  dengan jalan tidak sah.

Pengalaman Ruhani Al-Masih Mau’ud a.s.

          Firman Allah Swt. mengenai “rasa sakit” melahirkan yang dialami oleh Maryam bimnti ‘Imran diakmi  pula oleh Al-Masih Mau’ud a.s. – Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- -- hal tersebut beliaui terangkan dalam tulisan beliau dalam salah satu karya tulisnya yang berjudul Kisyti Nuh (Bahtera Nuh), dalam Bab: Nubuatan dalam Surah Al-Fatihah. Firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ  اِلٰی جِذۡعِ  النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ قَبۡلَ ہٰذَا  وَ کُنۡتُ نَسۡیًا مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan  memaksanya pergi ke sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam [19]:24).
        Di kalangan umat Islam pengikut setia Nabi Besar Muhammad saw., di akhir abad 13 dan awal abad 14,  Mirza Ghulam Ahmad a.s. adalah salah seorang dari “hamba-hamba Allah”   hakiki orang yang telah meraih derajat  ruhani Maryam binti ‘Imran (QS.66:13). Salah satu jihad   tiada tara yang beliau lakukan dalam membela kesempurnaan agama Islam (Al-Quran) dan kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  adalah menerbitkan tulisan-tulisan, salah satu di antaranya yang sangat terkenal adalah Barahin-e-Ahmadiyya (Bukti-bukti kebenaran Islam).
       Yang dimaksud dengan “Ahmadiyah” dari judul buku “Barahin-i-Ahmadiyya” sama sekali tidak merujkuk kepada Jemaat Ahmadiyah, karena ketika Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis buku tersebut  belum ada   Jemaat Ahmadiyah, dan beliau pun belum diperintahkan Allah Swt. untuk mendakwakan diri sebagai Al-Masih Mau’ud a.s..
      Keberadaan Jemaat Ahmadiyah adalah setelah Mirza Ghulam Ahmad  diberitahu oleh Allah Swt. bahwa sesungguhnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – sebagaimana semua rasul Allah lainnya sebelum Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:57; QS.5:117-119; QS.21:35-36)-- telah wafat – adapun   yang dimaksud dengan  kedatangannya kembali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  (QS.43:58) adalah beliau.  
     Itulah sebabnya dalam buku “Barahin-i-Ahmadiyya  Mirza Ghulam Ahmad  memiliki anggapan yang sama dengan umumnya umat Islam, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam  a.s. belum wafat. Hal ini membuktikan bahwa adanya perubahan kepercayaan beliau mengenai Nabi Isa  Ibnu Maryam a.s. bukanlah hal yang dibuat-buat, melainkan sesuai dengan firman-Nya sehubungan Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾   صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguh-nya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau ruh (firman) ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi pe-tunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus, jalan Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.  (Al-Syurā [42]:52-54).

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 3 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar