بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN
JANTUNG AL-QURAN
Bab 58
Berbagai Tuduhan Buruk
para
Pemuka Agama Yahudi Terhadap
Maryam binti ‘Imran dan Isa Ibnu Maryam a.s.
Oleh
Ki Langlang
Buana Kusuma
Dalam bagian akhir Bab sebelumnya
telah dikemukakan sikap terpuji Nabi Zakaria a.s. atas jawaban Maryam binti
‘Imran ketika ditanya tentang “rizqan” (rezeki) yang diperolehnya, padahal
hampir seluruh waktunya Maryam binti ‘Imran berada di mihrabnya, di lingkungan
rumah peribadatan, firman-Nya:
فَتَقَبَّلَہَا رَبُّہَا
بِقَبُوۡلٍ حَسَنٍ وَّ اَنۡۢبَتَہَا نَبَاتًا حَسَنًا ۙ وَّ کَفَّلَہَا زَکَرِیَّا
ۚؕ کُلَّمَا دَخَلَ عَلَیۡہَا زَکَرِیَّا الۡمِحۡرَابَ ۙ وَجَدَ عِنۡدَہَا رِزۡقًا
ۚ قَالَ یٰمَرۡیَمُ اَنّٰی لَکِ ہٰذَا ؕ قَالَتۡ ہُوَ مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾
Maka Tuhan-nya telah menerimanya dengan penerimaan yang sangat baik,
menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang
sangat baik dan menyerahkan
pemeliharaannya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria datang menemuinya di mihrab
didapatinya ada rezeki padanya. Ia
berkata: “Hai Maryam, dari manakah
engkau mendapatkan rezeki ini?” Ia berkata: “Rezeki itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya
Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa hisab. (Ali
‘Imran [3]:38).
Jawaban yang mengandung “nilai-nilai ruhani” yang
sangat tinggi tersebut benar-benar sangat mempengaruhi jiwa Nabi Zakaria a.s., salah seorang nabi
Allah yang dibangkitkan di kalangan Bani
Israil sebelum Nabi Yahya a.s.
dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., yakni
membangkitkan semangat berdoa yang selama itu beliau panjatkan kepada Allah
Swt., firman-Nya:
ہُنَالِکَ دَعَا زَکَرِیَّا رَبَّہٗ ۚ قَالَ رَبِّ ہَبۡ
لِیۡ مِنۡ لَّدُنۡکَ ذُرِّیَّۃً طَیِّبَۃً ۚ اِنَّکَ سَمِیۡعُ الدُّعَآءِ ﴿﴾ فَنَادَتۡہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ وَ ہُوَ قَآئِمٌ یُّصَلِّیۡ فِی
الۡمِحۡرَابِ ۙ اَنَّ اللّٰہَ یُبَشِّرُکَ بِیَحۡیٰی مُصَدِّقًۢا بِکَلِمَۃٍ مِّنَ
اللّٰہِ وَ سَیِّدًا وَّ حَصُوۡرًا وَّ نَبِیًّا مِّنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhan-nya, dia
berkata: ”Ya Tuhan-ku, anugerahilah aku juga
dari sisi Engkau keturunan yang suci, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” Maka malaikat
menyerunya ketika ia sedang berdiri shalat di mihrab: “Sesungguhnya Allah
memberi engkau kabar gembira tentang
Yahya, yang akan menggenapi
kalimat dari Allah, dan ia seorang pemimpin, pengekang hawa nafsu, dan seorang nabi dari antara orang-orang saleh.” (Ali ‘Imran [3]:39-40).
Sikap Tercela para Pemuka Agama Yahudi
Terhadap Maryam binti ‘Imran dan Putranya
Berikut adalah firman
Allah Swt. mengenai sikap tercela
yang diperlikat oleh para pemuka agama
Yahudi terhadap Maryam binti ‘Imran
dan putranya, Isa Ibnu Maryam a.s.:
فَاَتَتۡ بِہٖ قَوۡمَہَا
تَحۡمِلُہٗ ؕ قَالُوۡا یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ
جِئۡتِ شَیۡئًا فَرِیًّا ﴿﴾
Maka Maryam membawa dia kepada kaumnya dengan menunggangkannya. Mereka berkata: "Hai Maryam,
sungguh engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji. (Maryam [19]:28).
Dari Injil Nampak bahwa sesudah kelahiran Nabi Isa ibnu Maryam a.s. di Bethlehem, Yusuf telah membawa Maryam binti ‘Imran ke Mesir untuk memenuhi
perintah Ilahi. Di sana mereka
berdiam untuk beberapa tahun lamanya dan baru sesudah Herodes mati, keluarga itu pulang kembali ke
Nazaret dan bermukim di sana (Matius
2:13-23).
Terdapat
pula satu nubuatan dalam Bible bahwa Yesus
(Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.) akan datang kepada kaumnya bersama ibunda beliau
dengan menunggang seekor keledai (Matius
21:4-7). Yesus dan Maryam binti ‘Imran sungguh-sungguh
menunggang keledai tatkala mereka
memasuki Yerusalem. Ungkapan tahmiluhū
mungkin pula menunjuk kepada nubuatan Bible tersebut. Ayat ini menunjuk kepada masa sebelum Yesus (Isa Ibnu Maryam ) mencapai tingkat kenabian seperti nampak dari Surah Maryam ayat-ayat 31-34.
Fariy
berarti pula orang yang mengada-adakan dusta (Lexicon Lane). Dengan mempergunakan kata fariy, para pemuka Yahudi menuduh secara halus bahwa Maryam
binti ‘Imran seorang perempuan
yang tidak baik dan Isa
Al-Masih tukang mengada-adakan dusta
dan seorang nabi palsu:
قَالُوۡا یٰمَرۡیَمُ لَقَدۡ جِئۡتِ شَیۡئًا فَرِیًّا
Mereka berkata: "Hai Maryam,
sungguh engkau benar-benar telah berbuat sesuatu hal yang keji. (Maryam [19]:28).
Makna “Saudara Perempuan
Harun”
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai sikap-sikap
buruk para pemuka agama Yahudi
tersebut:
یٰۤاُخۡتَ ہٰرُوۡنَ مَا کَانَ اَبُوۡکِ امۡرَ اَ سَوۡءٍ وَّ مَا کَانَتۡ اُمُّکِ بَغِیًّا ﴿ۖۚ﴾
"Hai saudara perempuan Harun, ayah engkau sama sekali bukan seorang buruk dan ibu
engkau sekali-kali bukan
seorang pezina!" (Maryam [19]:29).
Masalah
Maryam binti ‘Imran telah disebut sebagai saudara perempuan Nabi Harun
a.s. dalam Al-Quran pernah
diajukan ke hadapan Nabi Besar Muhammad saw. sendiri, dan beliau saw. bertanya
kepada si penanya itu: “Apakah ia tidak mengetahui bahwa Bani Israil biasa menamakan anak-anak
mereka menurut nama nabi-nabi dan
wali-wali mereka?” (Bayan,
jilid 6, halaman 16; Tafsir Ibnu Jarir, jilid 16. halaman 52).
Maryam bintgi
‘Imran di sini disebut saudara perempuan Nabi Harun a.s. dan bukan saudara perempuan Nabi Musa
a.s., meskipun kedua-duanya bersaudara,
sebab sementara Nabi Musa a.s. adalah pendiri syariat Yahudi, sedangkan Nabi Harun a.s. adalah kepala (imam) golongan pendeta agama Yahudi (Encyclopaedia Biblica & Encyclpopaedia Britaninnica, pada
kata "Āron"), dan Maryam
binti ‘Imran pun adalah dari kalangan pendeta
juga, karena itulah Al-Quran menyebutnya ”saudara
perempuan Harun”.
Thabari
telah menguraikan satu kejadian dalam kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. yang memberi penjelasan mengenai hikmah
arti kata-kata dalam bahasa Arab demikian seperti: ab, 'am, ukht,
dan sebagainya. Ketika Shafiyah. istri Nabi Besar Muhammad saw., dan kebetulan
seorang keturunan Yahudi, pada suatu ketika mengadu kepada Nabi Besar Muhammad
saw. bahwa beberapa istri
beliau saw. lainnya dengan sikap benci
telah menamakannya seorang perempuan Yahudi.
Lalu Nabi Besar Muhammad saw. mengatakan untuk mengembalikan ejekan itu dengan mengatakan bahwa Nabi
Harun a.s. adalah ayahnya,
Nabi Musa a.s. adalah
pamannya, dan Muhammad saw. adalah
suaminya. Nabi Besar Muhammad saw. tentu
mengetahui bahwa Nabi Harun a.s. bukanlah
ayah Shafiyah, begitu pula Nabi Musa
a.s. bukanlah pamannya.
Isyarat tuduhan ini terdapat pula
dalam Al-Quran dalam QS.33:70 mengenai sikap buruk para pemuka Bani Israil terhadap Nabi Musa a.s.,
sekali gus memperingatkan umat Islam Bani Isma'il (bangsa Arab) untuk tidak melakukan hal yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw. atau "Nabi yang seperti Musa" (Ulangan 18:18-19; QS.46:11), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَکُوۡنُوۡا
کَالَّذِیۡنَ اٰذَوۡا مُوۡسٰی فَبَرَّاَہُ
اللّٰہُ مِمَّا قَالُوۡا ؕ وَ کَانَ عِنۡدَ اللّٰہِ وَجِیۡہًا ﴿ؕ ﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu
seperti orang-orang yang telah
menyusahkan Musa, tetapi
Allah membersihkannya dari apa yang
mereka katakan. Dan
ia di sisi Allah adalah orang yang terhormat. (Al-Ahzab [33]:70).
Ādzahu berarti, ia
melakukan atau mengatakan apa yang tidak disenanginya atau yang dibencinya,
mengganggu atau menjengkelkan atau melukai perasaan dia. Nabi
Musa a.s. telah dijadikan
sasaran fitnahan-fitnahan berat,
antara lain: (1) Qarun (Qorah) menghasut seorang perempuan mengada-adakan
tuduhan terhadap beliau bahwa beliau pernah mengadakan hubungan gelap dengan
dirinya. (2) Karena timbul iri hati melihat semakin meningkatnya pengaruh Nabi
Harun di tengah kaum beliau, Nabi Musa a.s. berusaha membunuh Nabi Harun
a.s. (3) Beliau mengidap penyakit lepra dan
rajasinga atau syphilis. (4) Samiri menuduh beliau berbuat syirik. (5) Adik
perempuan beliau sendiri melemparkan tuduhan palsu terhadap beliau (Bilangan 12:1).
Pemuka-pemuka kaum Yahudi, dengan menyebut
Maryam binti ‘Imran "saudara perempuan Harun" mungkin bermaksud mengatakan bahwa
sebagaimana Maryam, yaitu saudara
perempuan Nabi Harun a.s., yang menuduh Nabi Musa a.s. menikahi
seorang perempuan dengan cara tidak sah, telah melakukan dosa yang keji (isyarat kepada tuduhan
itu terdapat dalam QS.33:70); demikian pula Maryam
binti ‘Imran seperti perempuan yang senama dengan beliau melakukan perbuatan keji dengan melahirkan seorang
bayi dengan jalan tidak sah.
Pengalaman Ruhani Al-Masih Mau’ud a.s.
Firman Allah Swt. mengenai “rasa
sakit” melahirkan yang dialami oleh Maryam bimnti ‘Imran diakmi pula oleh Al-Masih Mau’ud a.s. –
Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- -- hal tersebut beliaui terangkan dalam tulisan
beliau dalam salah satu karya tulisnya yang berjudul Kisyti Nuh (Bahtera Nuh),
dalam Bab: Nubuatan dalam Surah
Al-Fatihah. Firman-Nya:
فَاَجَآءَہَا الۡمَخَاضُ اِلٰی جِذۡعِ النَّخۡلَۃِ ۚ قَالَتۡ یٰلَیۡتَنِیۡ مِتُّ
قَبۡلَ ہٰذَا وَ کُنۡتُ نَسۡیًا
مَّنۡسِیًّا ﴿﴾
Maka rasa sakit melahirkan
memaksanya pergi ke
sebatang pohon kurma. Ia berkata: "Alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang dilupakan sama sekali!" (Maryam
[19]:24).
Di kalangan umat Islam pengikut setia
Nabi Besar Muhammad saw., di akhir abad 13 dan awal abad 14, Mirza Ghulam Ahmad a.s. adalah salah seorang
dari “hamba-hamba Allah” hakiki orang
yang telah meraih derajat ruhani Maryam binti ‘Imran (QS.66:13).
Salah satu jihad tiada
tara yang beliau lakukan dalam membela
kesempurnaan agama Islam (Al-Quran)
dan kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar
Muhammad saw. adalah menerbitkan tulisan-tulisan, salah satu di antaranya
yang sangat terkenal adalah Barahin-e-Ahmadiyya (Bukti-bukti
kebenaran Islam).
Yang dimaksud dengan “Ahmadiyah” dari
judul buku “Barahin-i-Ahmadiyya” sama sekali tidak merujkuk kepada Jemaat Ahmadiyah, karena ketika Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis buku
tersebut belum ada Jemaat
Ahmadiyah, dan beliau pun belum diperintahkan Allah Swt. untuk mendakwakan
diri sebagai Al-Masih Mau’ud a.s..
Keberadaan Jemaat Ahmadiyah adalah setelah Mirza
Ghulam Ahmad diberitahu oleh Allah
Swt. bahwa sesungguhnya Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s. – sebagaimana semua rasul
Allah lainnya sebelum Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:57; QS.5:117-119; QS.21:35-36)--
telah wafat – adapun yang
dimaksud dengan kedatangannya kembali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. adalah kedatangan misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) adalah beliau.
Itulah sebabnya dalam buku “Barahin-i-Ahmadiyya” Mirza Ghulam Ahmad memiliki anggapan
yang sama dengan umumnya umat Islam, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. belum
wafat. Hal ini membuktikan bahwa adanya perubahan kepercayaan beliau mengenai Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. bukanlah hal
yang dibuat-buat, melainkan sesuai dengan firman-Nya sehubungan Nabi Besar
Muhammad saw.:
وَ مَا کَانَ
لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ
اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا
فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ رُوۡحًا
مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ صِرَاطِ اللّٰہِ الَّذِیۡ
لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ اِلَی اللّٰہِ
تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan
sekali-kali tidak mungkin bagi manusia
bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang
tabir atau dengan mengirimkan
seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguh-nya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau ruh (firman) ini dengan
perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak
mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula
apa iman itu, tetapi Kami
telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi pe-tunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke
jalan lurus, jalan Allah Yang
milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali.
(Al-Syurā [42]:52-54).
(Bersambung).
Rujukan: The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
“Pajajaran
Anyar”, 3 September 2012
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar