بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN
Bab 81
Hakikat “Sungai Arak” dan “Sungai Madu”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Ki Langlang Buana Kusuma
Dalam Bab sebelumnya telah
dijelaskan mengenai bermacam-macam jenis “sungai
surgawi” yang dimiliki oleh penghuni
surga, yaitu (1) sungai air tawar, (2) sungai susu; (3) sungai khamar (arak), (4) sungai madu, firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ
فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ یَتَغَیَّرۡ طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّۃٍ لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ
مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ
الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا
مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ
اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan jannah (kebun/surga) yang dijanjikan
kepada orang-orang yang bertakwa, di
dalamnya terdapat sungai-sungai yang
airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai
susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai
arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum, dan sungai-sungai madu yang dijernihkan.
Dan bagi mereka di dalamnya ada segala
macam buah-buahan, dan pengampunan
dari Tuhan mereka. Apakah sama seperti orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga
akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad
[47]:16).
Keadaan Ruhani yang Meningkat
Dalam bagian akhir Bab sebelum ini telah
dikemukakan, bahwa fungsi utama air adalah memberikan dan
melestarikan kehidupan (QS.21:31),
sedangkan wahyu Ilahi yang turun
kepada rasul Allah -- terutama Nabi Besar Muhammad saw. – adalah
bagaikan air hujan yang turun dari langit, yang menghidupkan “bumi setelah matinya” (QS.35:10;
QS.57:17-18).
Ketika suatu bangsa (kaum) beriman kepada rasul Allah yang dibangkitkan dari antara mereka serta berusaha mengamalkan ajarannya, maka secara ruhani keadaan jiwa
mereka itu bagaikan “permukaan bumi” yang dilanda musim kemarau panjang disiram air hujan, sehingga menjadi “kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai
air tawar”, yakni berbagai potensi keimanan,
amal shaleh serta berbagai potensi
akhlaknya dan ruhaninya akan
mulai tumbuh dan hidup,
karena air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk
hidup, firman-Nya:
اَوَ
لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat bahwa seluruh
langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu lalu Kami memisahkan keduanya? Dan Kami
menjadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Apakah mereka tidak
mau ber-iman? (Al-Anbiya [21]:31).
Permukaan bumi yang kering-kerontang
akibat musim kemarau panjang pun akan
kembali menghijau oleh berbagai macam
tumbuh-tumbuhan melalui air hujan yang turun dari langit,
firman-Nya:
وَ اللّٰہُ الَّذِیۡۤ
اَرۡسَلَ الرِّیٰحَ فَتُثِیۡرُ سَحَابًا فَسُقۡنٰہُ اِلٰی بَلَدٍ مَّیِّتٍ فَاَحۡیَیۡنَا بِہِ
الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ کَذٰلِکَ النُّشُوۡرُ ﴿﴾
Dan Allah Dia-lah
Yang mengirimkan angin yang menggerakkan awan maka
Kami menggiringnya ke suatu
negeri yang telah mati, lalu Kami
menghidupkan dengannya bumi setelah matinya. Demikianlah terjadinya kebangkitan itu. (Al-Fathīr [35]:10).
Karena kebangkitan
kembali di sini mengandung arti kebangkitan
kembali suatu kaum dari keadaan kemunduran
dan kemerosotan ruhani, maka ayat ini
mengandung arti bahwa seperti halnya tanah
tandus dan kering, lalu mekar dan menghijau
karena memperoleh hidup baru ketika hujan jatuh di permukaannya, demikian
pula suatu bangsa yang secara akhlak
dan ruhani sudah mati serta bergelimang dengan dosa
dan kedurjanaan (QS.30:42), akan bangkit
dengan perantaraan air suci berupa wahyu Ilahi yang turun kepada rasul
Allah yang diutus kepada kaum tersebut, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ
لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ لَا
یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ
َقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾
Apakah belum
sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah
dan mengingat kebenaran yang telah turun kepada mereka,
dan mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka zaman kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?
Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
“Sungai Arak” & Keadaan “Nafs
Lawwāmah”
Apabila
ia semakin meningkatkan ketakwaannya kepada Allah Swt. dan ketaatannya kepada rasul Allah yang diimaninya
maka “sungai air tawarnya” akan
berubah menjadi “sungai susu”, yakni akhlak dan ruhaninya bukan hanya sekedar hidup
tetapi tumbuh berkembang bagaikan
keadaan bayi yang diberi minum air susu ibu.
Dengan semakin bertambah
sempurnanya makrifat Ilahi yang dimilikinya sebagai buah ketakwaan kepada Allah Swt. dan keimanan
kepada rasul-Nya maka “sungai susunya”
akan berubah menjadi “sungai arak”
yang menimbulkan kemabukan ruhani
berupa hasrat ingin “berjumpa” dengan
Allah Swt..
Yakni sebagaimana keadaan bayi yang disusui ibunya, mayi
tersebut bukan saja akan terus tumbuh semakin besar, tetapi juga kecintaannya kepada ibunya terus semakin
meningkat, ia ingin selalu berada dalam pangkuan
ibunya dan merasa tentram bersama
ibunya serta sangat merindukannya,
sehingga ketika si bayi dijauhkan dari ibunya maka ia akan menangis, dan walau dihibur dengan cara apa pun ia akan tetap menangis.
Demikian juga halnya ketika seorang yang beriman melalui amal-amal salehnya meningkat
menjadi orang yang bertakwa
kepada Allah Swt. maka bersesuaian dengan semakin bertambahnya makrifatnya tentang Allah Swt. ia akan semakin mencintai Allah Swt. dan akan sangat merindukan untuk selalu berada
bersama-Nya.
Mengisyaratkan kepada kerinduan atau kemabuk-cintaannya kepada Allah Swt. dalam kehidupannya di
dunia maka di akhirat (di surga) ia akan
disungguhi minuman yang berasal dari “sungai
arak.” Ada pun bentuk-bentuk kerinduannya
kepada Allah Swt. di dunia ini ia akan
melakukan berbagai macam kegiatan ibadah
yang telah ditetapkan oleh syariat
(agama), baik yang fardu, wajib, sunat mau pun nafal.
Keadaan
“kerinduannya” (kemabukannya)
kepada Allah Swt., bagaikan keadaan jiwa pada tingkatan
“nafs Lawwāmah” (jiwa yang
mencela dirinya sendiri – QS.75:2-3) atau pada tingkatan “minuman
surgawi” yang campurannya “kapur
barus” dan “zanjabil (jahe)” (QS.76:6-19).
Ada
pun makna “sungai madu” – dimana
salah satu khasiat madu adalah
memiliki daya penyembuh bagi berbagai macam penyakit -- demikian pula setelah hamba-hamba
Allah dengan karunia Allah Swt. berhasil melewati tingkatan nafs Lawwamah (QS.75:2-3)
kemudian kepada mereka akan
disuguhkan “sungai madu”, yakni keadaan ruhani mereka meningkat kepada tingkatan
nafs Muthmainnah (QS.89:28-31).
“Sungai Madu” & Keadaan “Nafs Muthmainnah”
Pada tingkatan nafs Muthmainnah berkat
“minuman” dari “sungai madu” membuat berbagai kelemahan akhlak dan ruhani
mereka sembuh.
Mereka itulah yang telah memasuki
tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran
yang senantiasa menjaga kesucian dirinya,
lalu dengan karunia Allah Swt. akan
memasuki tingkatan ruhani Isa Ibnu
Maryam a.s., yang lahir dari
tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran
melalui “tiupan ruh” dari Allah, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ
ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ
رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ
﴿٪ ﴾
Dan sebagai
misal Maryam putri ‘Imran, yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami
meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (Al-Tahrīm [66]:13).
Maryam binti ‘Imran, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa,
yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan
Allah, mereka dikaruniai ilham Ilahi;
kata pengganti hī dalam fīhī menunjuk kepada
orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu
dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang
dengan melaluinya dosa dapat masuk dimana
Maryam binti ‘Imran dan orang-orang yang telah mencapai martabat
ruhani Maryam binti ‘Imran benar-benar
telah menjaga semua “lubang” pada
dirinya sehingga dosa tidak dapat
masuk, firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾
ارۡجِعِیۡۤ
اِلٰی رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ فِیۡ عِبٰدِیۡ
﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai
jiwa yang tentram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia ridha
kepada engkau, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku “ (Al-Fajr
[98]:28-31).
Tingkatan nafs muthmainnah merupakan tingkatan perkembangan ruhani tertinggi, ketika manusia ridha kepada Allah Swt. dan Allah
Swt. pun ridha kepadanya (QS.58:23).
Pada tingkatan keadaan jiwa ini – yang disebut juga tingkatan surgawi – ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, ia diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus. Ia “menunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanda Dia. Di dunia inilah,
dan bukan sesudah mati, perubahan ruhani
besar terjadi di dalam dirinya; dan di dunia
inilah, dan bukan hanya di akhirat,
jalan dibukakan baginya untuk masuk surga.
(Bersambung).
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam
Farid
***
“Pajajaran Anyar”, 20 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar