Rabu, 19 September 2012

Hakikat "Sungai Arak" dan "Sungai Madu"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


  SURAH YÂ SÎN JANTUNG AL-QURAN

Bab 81

    Hakikat “Sungai Arak” dan “Sungai Madu”
  
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai bermacam-macam jenis “sungai surgawi” yang dimiliki oleh penghuni surga, yaitu (1) sungai air tawar, (2) sungai susu; (3) sungai  khamar (arak), (4) sungai madu, firman-Nya:
مَثَلُ الۡجَنَّۃِ الَّتِیۡ وُعِدَ الۡمُتَّقُوۡنَ ؕ فِیۡہَاۤ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ  مَّآءٍ غَیۡرِ اٰسِنٍ ۚ وَ  اَنۡہٰرٌ مِّنۡ لَّبَنٍ لَّمۡ  یَتَغَیَّرۡ  طَعۡمُہٗ ۚ وَ اَنۡہٰرٌ  مِّنۡ خَمۡرٍ  لَّذَّۃٍ   لِّلشّٰرِبِیۡنَ ۬ۚ وَ اَنۡہٰرٌ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّی ؕ وَ لَہُمۡ  فِیۡہَا مِنۡ کُلِّ الثَّمَرٰتِ وَ مَغۡفِرَۃٌ  مِّنۡ  رَّبِّہِمۡ ؕ  کَمَنۡ ہُوَ خَالِدٌ فِی النَّارِ وَ سُقُوۡا مَآءً حَمِیۡمًا فَقَطَّعَ  اَمۡعَآءَہُمۡ ﴿﴾
Perumpamaan jannah (kebun/surga) yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak akan rusak; dan sungai-sungai susu yang rasanya tidak berubah, dan sungai-sungai arak yang sangat lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum, dan sungai-sungai madu yang dijernihkan. Dan bagi mereka di dalamnya ada segala macam buah-buahan, dan pengampunan dari Tuhan mereka. Apakah sama seperti orang yang tinggal kekal di dalam Api dan diberi minum air mendidih, sehingga akan merobek-robek usus mereka? (Muhammad [47]:16).

Keadaan Ruhani yang Meningkat

        Dalam bagian akhir Bab sebelum ini telah dikemukakan,  bahwa  fungsi utama air adalah memberikan  dan melestarikan kehidupan (QS.21:31), sedangkan wahyu Ilahi yang turun kepada rasul Allah --  terutama Nabi Besar Muhammad saw. – adalah bagaikan air hujan  yang turun dari langit, yang menghidupkan “bumi setelah matinya” (QS.35:10; QS.57:17-18).
       Ketika suatu bangsa (kaum) beriman kepada rasul Allah yang dibangkitkan dari antara mereka  serta berusaha mengamalkan ajarannya, maka secara ruhani keadaan jiwa mereka itu bagaikan  permukaan bumi” yang dilanda musim kemarau panjang   disiram air hujan, sehingga menjadi “kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai air tawar”, yakni berbagai potensi  keimanan, amal shaleh serta berbagai potensi akhlaknya dan ruhaninya akan mulai  tumbuh dan hidup, karena  air  merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, firman-Nya:
اَوَ لَمۡ  یَرَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا  اَنَّ  السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ  شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang  yang kafir melihat bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu suatu massa yang menyatu  lalu Kami memisahkan keduanya? Dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Apakah mereka   tidak mau ber-iman? (Al-Anbiya [21]:31).
      Permukaan bumi yang kering-kerontang akibat musim kemarau panjang pun akan kembali menghijau oleh berbagai macam tumbuh-tumbuhan melalui air hujan yang turun dari langit, firman-Nya:
وَ اللّٰہُ  الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ الرِّیٰحَ فَتُثِیۡرُ سَحَابًا فَسُقۡنٰہُ  اِلٰی بَلَدٍ مَّیِّتٍ فَاَحۡیَیۡنَا بِہِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ کَذٰلِکَ النُّشُوۡرُ ﴿﴾
Dan Allah Dia-lah Yang  mengirimkan angin yang menggerakkan awan  maka  Kami  menggiringnya ke suatu negeri yang telah mati,  lalu  Kami menghidupkan dengannya bumi setelah matinya. Demikianlah terjadinya kebangkitan itu. (Al-Fathīr [35]:10).
       Karena kebangkitan kembali di sini mengandung arti kebangkitan kembali suatu kaum dari keadaan kemunduran dan kemerosotan ruhani, maka ayat ini mengandung arti bahwa seperti halnya tanah tandus dan kering, lalu mekar  dan menghijau karena memperoleh hidup baru ketika hujan jatuh di permukaannya, demikian pula suatu bangsa yang secara akhlak dan ruhani sudah mati serta bergelimang dengan dosa dan kedurjanaan (QS.30:42),  akan bangkit dengan perantaraan air suci berupa wahyu Ilahi yang turun  kepada rasul Allah yang diutus kepada kaum tersebut, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ   َقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿ ﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿ ﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya, maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?   Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepadamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).

Sungai Arak” & Keadaan “Nafs Lawwāmah

   Apabila ia semakin meningkatkan  ketakwaannya kepada Allah  Swt. dan ketaatannya kepada rasul Allah yang diimaninya maka “sungai air tawarnya” akan berubah menjadi “sungai susu”, yakni akhlak dan ruhaninya bukan hanya sekedar hidup tetapi tumbuh berkembang bagaikan keadaan bayi yang diberi minum air susu ibu.
      Dengan semakin bertambah sempurnanya  makrifat Ilahi yang dimilikinya sebagai buah ketakwaan kepada Allah Swt. dan keimanan kepada rasul-Nya maka “sungai susunya” akan berubah menjadi “sungai arak” yang menimbulkan kemabukan ruhani berupa hasrat ingin “berjumpa” dengan Allah Swt..
      Yakni sebagaimana keadaan bayi yang disusui ibunya,  mayi tersebut bukan saja akan terus tumbuh semakin besar, tetapi juga kecintaannya kepada ibunya terus semakin meningkat, ia ingin selalu berada dalam pangkuan ibunya dan merasa tentram bersama ibunya serta sangat merindukannya, sehingga ketika si bayi  dijauhkan dari ibunya maka ia akan menangis, dan walau dihibur dengan cara apa pun ia akan tetap menangis.
      Demikian juga halnya ketika seorang yang beriman     melalui amal-amal salehnya meningkat  menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Swt.  maka  bersesuaian dengan semakin bertambahnya makrifatnya tentang Allah Swt.  ia akan semakin mencintai Allah Swt. dan akan sangat merindukan untuk selalu berada  bersama-Nya.
       Mengisyaratkan kepada kerinduan atau kemabuk-cintaannya kepada Allah Swt. dalam kehidupannya di dunia  maka di akhirat (di surga) ia akan disungguhi   minuman yang berasal dari “sungai arak.” Ada pun bentuk-bentuk kerinduannya kepada Allah Swt.  di dunia ini ia akan melakukan berbagai  macam kegiatan ibadah   yang telah ditetapkan oleh syariat (agama), baik yang fardu, wajib, sunat mau pun nafal.
       Keadaan  kerinduannya” (kemabukannya) kepada Allah Swt.,  bagaikan keadaan jiwa pada  tingkatan    nafs Lawwāmah” (jiwa yang mencela dirinya sendiri – QS.75:2-3) atau pada tingkatan  minuman surgawi” yang campurannya “kapur barus   dan “zanjabil (jahe)” (QS.76:6-19).
      Ada pun makna “sungai madu” – dimana salah satu khasiat madu adalah memiliki daya penyembuh  bagi berbagai macam penyakit -- demikian pula  setelah hamba-hamba Allah  dengan karunia Allah Swt. berhasil melewati tingkatan nafs Lawwamah  (QS.75:2-3)   kemudian kepada mereka akan disuguhkan  sungai madu”, yakni keadaan ruhani mereka meningkat kepada tingkatan nafs Muthmainnah (QS.89:28-31).

Sungai Madu” &  Keadaan “Nafs Muthmainnah

       Pada tingkatan nafs Muthmainnah  berkat “minuman” dari “sungai madu” membuat berbagai kelemahan akhlak dan ruhani   mereka    sembuh.  Mereka itulah yang telah memasuki tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran yang senantiasa menjaga kesucian dirinya, lalu  dengan karunia Allah Swt.  akan  memasuki tingkatan ruhani Isa Ibnu Maryam a.s.,  yang lahir dari tingkatan ruhani Maryam binti ‘Imran melalui  tiupan ruh” dari Allah, firman-Nya:
وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪ ﴾
Dan sebagai misal Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya, maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (Al-Tahrīm [66]:13). 
  Maryam binti ‘Imran, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa dan karena telah berdamai dengan Allah, mereka dikaruniai ilham Ilahi; kata pengganti dalam fīhī   menunjuk kepada orang-orang beriman yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk dimana Maryam binti ‘Imran  dan orang-orang yang telah mencapai martabat ruhani  Maryam binti ‘Imran  benar-benar telah menjaga semua “lubang” pada dirinya sehingga dosa tidak dapat masuk, firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾   ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾   فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾  وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tentram! Kembalilah kepada Tuhan engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia ridha kepada engkau, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku “ (Al-Fajr [98]:28-31).
    Tingkatan nafs muthmainnah merupakan tingkatan perkembangan ruhani tertinggi, ketika manusia ridha kepada Allah Swt. dan Allah Swt. pun ridha kepadanya (QS.58:23).  Pada tingkatan  keadaan jiwa ini – yang disebut juga tingkatan surgawi – ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, ia diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus.  Ia “menunggal”  dengan Allah Swt. dan  tidak dapat hidup tanda Dia. Di dunia inilah, dan bukan sesudah mati, perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya; dan di dunia inilah, dan bukan hanya di akhirat, jalan dibukakan baginya untuk masuk surga.

(Bersambung). 

Rujukan: The Holy Quran
Editor:    Malik Ghulam Farid

***

Pajajaran Anyar”, 20 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar